Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

(1)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING

KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide

Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA

PADA MENCIT (Mus musculus)

SECARA IN VIVO

SKRIPSI

NADIA MAULIDA HUMAIRA

130822031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING

KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide

Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA

PADA MENCIT (Mus musculus)

SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NADIA MAULIDA HUMAIRA 130822031

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen Untuk Aplikasi GTR (Guided Tissue Regeneration) sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus musculus) Secara In Vivo

Kategori : Skripsi

Nama : Nadia Maulida Humaira Nomor Induk Mahasiswa : 130822031

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, April 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Rumondang Bulan, MS Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si NIP. 195408301985032001 NIP. 195509181987012001

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )

SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2015

NADIA MAULIDA HUMAIRA 130822031


(5)

PENGHARGAAN

Bismillaahhirrohmaanirrohiim.

Alhamdulillah, segala Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai kelulusan Program Serjana Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yaitu M.Hanafiah S.Pd dan Suryana yang telah memberi banyak dukungan material dan moral sehingga dapat menyelesaikan pendidikan serjana kimia dan penulisan skripsi ini, kepada Dra. Emma Zaidar Nst, M.si selaku Pembimbing 1 dan Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku Pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya selama penulisan skripsi ini, Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Dr.Rumondang Bulan Nst, MS selaku Ketua Departemen Kimia USU, Dr.Darwin Yunus Nst, MS selaku Ketua Program Kimia S-1 Ekstensi USU, seluruh Staf Pegawai dan Dosen Kimia FMIPA USU, Kepada Kakak Sylvia Surya Fitri dan adik-adikku tersayang M.Maulana Bukhari dan Cut Alyza Rahmaina dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan penuh cinta, kepada teman seperjuangan Putri, Dimas, Darma, Manda, Shandy dan Mutia serta seluruh rekan kimia S-1 ekstensi USU.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhirnya dari hasil penulisan dalam bentuk skripsi ini penulis berharap dapat bermanfaat untuk kita semua, semoga kita selalu dalam Lindungan-Nya Allah SWT, Amiin.

Penulis


(6)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )

SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO

ABSTRAK

Selulosa bakteri dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum digunakan dalam pengembangan dan peningkatan daya guna selulosa bakteri salah satunya dalam bidang biomedis yaitu membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen, melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen sehingga dapat digunakan dalam pengaplikasian sebagai pembalut luka pada mencit secara In Vivo. Pembuatan membran selulosa bakteri menggunakan metode coating kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1 (% b/b) dan variasi konsentrasi yaitu 2%, 4% dan 6%. Hasil uji analisa FT-IR dari membran selulosa bakteri menunjukkan serapan gugus OH ikatan hidrogen pada gelombang 3425.58 cm-1, serapan gugus C=O pada gelombang 1620.21-1635.64 cm-1, serapan gugus NH2 pada gelombang

2924.09-2931.8 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% dengan daya serap yang tinggi mencapai 94 %, kadar air 24% dan bersifat biodegredable memiliki kemampuan penyembuhan luka dalam waktu optimum 3 hari pada luka mencit (Mus musculus) dengan persentase penyembuhan luka mencapai 100% dibandingkan membran yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki karekterisasi optimum dan dapat digunakan dalam pengaplikasiannya sebagai pembalut luka dengan waktu penyembuhan luka yang cepat karena kitosan mengandung sifat antibakteri dan kolagen yang merangsang pertumbuhan jaringan sel baru pada luka.


(7)

PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE MEMBRANE COATING CHITOSAN – COLLAGEN TO GTR ( Guide Tissue

Regeneration ) APPLICATION AS WOUND DRESSING IN MICE (Mus musculus) BY IN VIVO

ABSTRACT

Bacterial cellulose produced from the fermentation process used in the development of Acetobacter xylinum to increase efficiency of bacterial cellulose one of them in the biomedical field , is membrane . This study aimed to determine the effect concentration of chitosan-collagen, see optimum characterization of bacterial cellulose membrane coating of chitosan-collagen that can be used in the application as wound dressings in mice by In Vivo. Preparation of the bacterial cellulose membrane using chitosan - collagen coating method with a ratio of 1:1 (% w/w ) and the variation of the concentration of 2% , 4 % and 6 % . The result of FT-IR analysis of bacterial cellulose membrane showed absorption of hydrogen bonding OH group on the wave 3425.58 cm- 1 , the wave group C = O absorption at 1620.21-1635.64 cm-1 , the wave absorption NH2 group 2924.09-2931.8 cm-1.

In this research, the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % with high absorption reaches 94 % , 24 % moisture content and biodegredable have the ability optimum wound healing within 3 days of the injury mice (Mus musculus) the percentage of wound healing reaches 100 % compared to the other membranes. These result show that the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % have Optimum Characterization and can be used in its application as wound dressings with rapid wound healing time because chitosan contains antibacterial properties and stimulates collagen growth of new cells in the wound tissue.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 5

1.3 Pembatasan Masalah 5

1.4 Tujuan Penelitian 6

1.5 Manfaat Penelitian 6

1.6 Metode Penelitian 6

1.7 Lokasi Peneltian 7

BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1 Kelapa 8

2.2 Selulosa Bakteri 9

2.2.1. Selulosa 9

2.2.2. Acetobacter xylinum 10 2.2.3. Selulosa Bakteri 11 2.2.4. Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan 12

2.3 Kitosan 13

2.3.1. Sifat Fisik dan Kimia Kitosan 15 2.3.2. Manfaat Kitosan 17 2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka 18

2.4 Kolagen 19

2.4.1. Sifat Kolagen 22 2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka


(9)

2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR) 24

2.6 Luka 24

2.7 Membran 26

2.7 Simulated Body Fluid ( SBF ) 27

2.7.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF) 28

BAB 3. Metodologi Penelitian

3.1 Alat 29

3.2 Bahan 29

3.3. Prosedur Penelitian 30 3.3.1. Isolasi Kitosan 30 3.3.1.1. Preparasi Kulit Udang Lipan 30 3.3.1.2. Tahap Deproteinasi 30 3.3.1.3. Tahap Demineralisasi 30 3.3.1.4 Tahap Deasetilasi 31 3.3.2. Pembuatan Membran Selulosa Bakteri

Coating Kitosan-kolagen 31

3.3.2.1. Pembuatan Starter 31 3.3.2.2. Pembuatan Selulosa Bakteri 31 3.3.2.3 Pembuatan Membran Selulosa

Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 32 3.3.3. Tahap Pengujian

3.3.3.1. Uji Karakteristik membran selulosa

bakteri Kitosan-Kolagen 32 3.3.3.2. Uji Biodegredable (perendaman dalam

larutan SBF (simulated bodyfluid) 33 3.3.3.3. Uji Pre-Klinis (Khasiat) Membran

Selulosa Bakteri Coating Kitosan –

Kolagen Pada Mencit 34 3.4. Bagan Penelitian 35 3.4.1 Isolasi Kitosan 35 3.4.2 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri

Coating Kitosan-kolagen 36

3.4.2.1. Pembuatan Starter 36 3.4.2.2. Pembuatan Selulosa Bakteri 37 3.4.2.3. Pembuatan Membran Selulosa

Coating Bakteri Kitosan – Kolagen 38 3.4.3. Uji Biodegredasi dalam larutan SBF

(simulated body fluid) 39

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil

4.1.1 Hasil Pembuatan Kitosan dari Limbah Kulit Udang Lipan 40 4.1.1.1 Hasil Analisis Spektroskopi Fourier Transform


(10)

Infrared (FTIR) Kitosan 40 4.1.2. Hasil Sintetis Selulosa Bakteri 42 4.1.3. Hasil Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 43 4.1.4. Hasil Analisis Spektroskopi Inframerah

Membran Selulosa Bakteri 44 4.1.4.1. Spektrum FT – IR Membran Selulosa Bakteri 45 4.1.5. Hasil Uji Biodegredable Membran Selulosa Bakteri 48 Dalam Larutan SBF (SimulatedBody Fluid)

4.1.6. Hasil Uji Kadar Air Membran Selulosa Bakteri 49 4.1.7. Hasil Uji Pre-Klinis 50

4.2 Pembahasan 52

BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 56

5.2 Saran 56


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Komposisi kandungan kimia air kelapa 8

2.2 Standard Kitosan 16

2.3 Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan 17 2.4 Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF

(Simulated Body Fluid)

28 4.1 Gugus fungsi kitosan dari spektogram FTIR 39 4.2 Hasil uji daya serap dari membran selulosa bakteri 40 4.3 Gugus fungsi FTIR dari membran selulosa bakteri

coating kitosan- kolagen 2%, 4%, 6%

47

4.4 Hasil Uji Membran Selulosa Bakteri Dalam Larutan SBF

48 4.5 Hasil Uji Kadar Air Membran Selulosa Bakteri 49 4.6 Hasil Pengukuran Panjang Luka Mencit Putih Jantan

Hari ke 1-6

51 4.7 Hasil Persentase Luka Mencit Putih Jantan Hari ke 1-6 51


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Struktur selulosa 9

2.2 Acetobacter xylinum 10

2.3 Struktur kitin 14

2.4 Struktur Kitosan 14

2.5 struktur kolagen 20

2.6 Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.

22

4.1 Spektrum FTIR kitosan kulit udang lipan 41 4.2 Reaksi peruraian sukrosa 42 4.3 Grafik besar daya serap air membran selulosa bakteri 44 4.4 Hasil FT-IR membran selulosa bakteri 45 4.5 Hasil FT-IR membran selulosa bakteri coating Kitosan –

kolagen 2%,4% dan 6%

46

4.6 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Mencit 52 4.7 (a) selulosa bakteri basah, (b) selulosa bakteri setelah di

press, (c) selulosa bakteri kering

54


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Tanpa

Coating

63

2 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating

Kitosan – Kolagen 2%

64

3 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating

Kitosan – Kolagen 4%

65

4 Analisa FT-IR Membran Selulosa Bakteri Coating

Kitosan – Kolagen 6%

66

5 Mekanisme fase penyembuhan luka 67

6 Perbedaan bekas luka 69

7 Data pengamatan penyembuhan luka mencit dari hari ke-1 hingga hari ke -4


(14)

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( GuideTissue Regeneration )

SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO

ABSTRAK

Selulosa bakteri dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter xylinum digunakan dalam pengembangan dan peningkatan daya guna selulosa bakteri salah satunya dalam bidang biomedis yaitu membran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen, melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen sehingga dapat digunakan dalam pengaplikasian sebagai pembalut luka pada mencit secara In Vivo. Pembuatan membran selulosa bakteri menggunakan metode coating kitosan-kolagen dengan perbandingan 1:1 (% b/b) dan variasi konsentrasi yaitu 2%, 4% dan 6%. Hasil uji analisa FT-IR dari membran selulosa bakteri menunjukkan serapan gugus OH ikatan hidrogen pada gelombang 3425.58 cm-1, serapan gugus C=O pada gelombang 1620.21-1635.64 cm-1, serapan gugus NH2 pada gelombang

2924.09-2931.8 cm-1. Pada penelitian ini diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% dengan daya serap yang tinggi mencapai 94 %, kadar air 24% dan bersifat biodegredable memiliki kemampuan penyembuhan luka dalam waktu optimum 3 hari pada luka mencit (Mus musculus) dengan persentase penyembuhan luka mencapai 100% dibandingkan membran yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki karekterisasi optimum dan dapat digunakan dalam pengaplikasiannya sebagai pembalut luka dengan waktu penyembuhan luka yang cepat karena kitosan mengandung sifat antibakteri dan kolagen yang merangsang pertumbuhan jaringan sel baru pada luka.


(15)

PREPARATION OF BACTERIAL CELLULOSE MEMBRANE COATING CHITOSAN – COLLAGEN TO GTR ( Guide Tissue

Regeneration ) APPLICATION AS WOUND DRESSING IN MICE (Mus musculus) BY IN VIVO

ABSTRACT

Bacterial cellulose produced from the fermentation process used in the development of Acetobacter xylinum to increase efficiency of bacterial cellulose one of them in the biomedical field , is membrane . This study aimed to determine the effect concentration of chitosan-collagen, see optimum characterization of bacterial cellulose membrane coating of chitosan-collagen that can be used in the application as wound dressings in mice by In Vivo. Preparation of the bacterial cellulose membrane using chitosan - collagen coating method with a ratio of 1:1 (% w/w ) and the variation of the concentration of 2% , 4 % and 6 % . The result of FT-IR analysis of bacterial cellulose membrane showed absorption of hydrogen bonding OH group on the wave 3425.58 cm- 1 , the wave group C = O absorption at 1620.21-1635.64 cm-1 , the wave absorption NH2 group 2924.09-2931.8 cm-1.

In this research, the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % with high absorption reaches 94 % , 24 % moisture content and biodegredable have the ability optimum wound healing within 3 days of the injury mice (Mus musculus) the percentage of wound healing reaches 100 % compared to the other membranes. These result show that the bacterial cellulose membrane coating of chitosan - collagen 6 % have Optimum Characterization and can be used in its application as wound dressings with rapid wound healing time because chitosan contains antibacterial properties and stimulates collagen growth of new cells in the wound tissue.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makhluk hidup secara biologis memiliki fungsi perlindungan tubuh terhadap infeksi penyakit luka, apabila terdapat luka salah satu metode untuk mengobatinya dapat ditutupi atau dirawat dengan menggunakan penutup luka yang telah dilapisi dengan bahan antimikroba. Penutup luka yang baik adalah kulit dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cedera mekanis dan infeksi (Ciechanska,D,2004). Pemanfaatan lainnya juga digunakan untuk menutup luka yang baik untuk pasien yang cedera mekanis maupun akibat infeksi (Bergenia, 1982).

Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya kesembuhan atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Ada 3 prosedur regenerasi. Prosedur tersebut meliputi pembersihan defek tulang dengan kuretase, bone grafting, dan

guide tissue regeneration (GTR). Banyak variasi pilihan perawatan yang dapat diterapkan untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang bersifat regenerative diantaranya adalah penggunaan material bahan cangkok tulang autograft, xenograft atau allowplast dan penggunaan membrane, baik yang resorbable atau nonresorbable untuk memandu arah pertumbuhan epitel dan jaringan ikat yang


(17)

dikenal dengan prosedur Guide tissue regeneration (GTR) (Baghban Aa,et al,.2009).

Pada saat ini tissue engineering (rekayasa jaringan ) dianggap sebagai cara perlakuan pengobatan terhadap kerusakan jaringan dalam bidang rekayasa biomedis (Khikuci,M. 2004). Melcher pertama kali mengembangkan prinsip dasar Guide tissue regeneration (GTR) dan diaplikasikan pada rongga mulut oleh Nyman ,Lindhe, Karring dan Gottlow yang bertujuan untuk meregenerasi jaringan periodontal dan mengurangi kedalaman lubang (Sukumar,s.,2008).

Guide tissue regeneration (GTR) adalah salah satu cara perlakuan rekayasa jaringan in vitro rekontruksi dengan menggunakan membran sebagai barrier sehingga mencegah tumbuhnya jaringan lainnya (Chen FM 2010). Bahan utama yang dipakai dalam aplikasi GTR adalah polimer biodegredable dan non degredable.

Salah satu polimer alam yang berpotensi besar dalam bidang regenerasi tulang dan jaringan adalah selulosa bakteri karena memiliki kemiripan dengan serat kolagen dalam hal biokompabilitas , kekuatan mekanik yang tinggi dalam keadaan basah dan kering dengan kristalinitas yang tinggi (zimmmerman,et al.,2011).

Selulosa merupakan bahan atau materi yang sangat berlimpah dibumi ini. Diperkirakan 1 triliun ton selulosa telah diproduksi setiap tahunnya. Selulosa yang


(18)

dihasilkan digunakan dalam berbagai bidang seperti pertambangan, kedokteran, obat-obatan, kosmetik dan lainnya (Sutrisno T,1996).

Saat ini selulosa dapat juga dihasilkan dari proses fermentasi Acetobacter Xylinum menggunakan air kelapa sebagai sumber mikronutrien yang disebut selulosa bakteri. Acetobacter Xylinum merupakan bakteri golongan asam asetat yang berbentuk batang pendek, bersifat non motil, obligot aerobik dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini akan membentuk nata de coco (pelikel selulosa bakteri) jika ditumbukkan dalam air kelapa yang kaya akan sumber karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraselular yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan serat atau selulosa (Siahaan,dkk.2003).

Selulosa bakteri adalah selulosa yang diproduksi oleh bakteri asam asetat dan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan selulosa yang berasal dari tumbuhan. Keunggulan tersebut memiliki kemurnian yang tinggi, struktur jaringan yang sangat baik, kemampuan degradasi tinggi dan kekuatan mekanik baik (Takayasu, et al., 1997). Selain itu selulosa bakteri memiliki kandungan air yang tinggi (98-99%), penyerap cairan yang baik, bersifat non alergenik dan dapat dengan aman disterilisasi tanpa menyebabkan perubahan karakteristiknya (Danuta,2004).

Penggunaan selulosa sebagai bahan baku dalam berbagai bidang cukup banyak dibutuhkan, sehingga selulosa bakteri dapat dimanfaatkan sebagai


(19)

alternatif bahan baku dalam industri pembuatan kertas, biomaterial, bahan penyerap dan juga membran (Taufan, dkk 1996).

Selulosa bakteri banyak diaplikasikan dalam dunia medis, di antaranya untuk memberikan perawatan pada penderita penyakit ginjal dan bisa juga sebagai subsitusi sementara dalam perawatan luka bakar. Selulosa bakteri juga dapat diimplant kedalam tubuh manusia sebagai benang jahit dalam pembedahan (Hoenich, 2006).

Selulosa bakteri dapat dikembangkan dengan starter Acetobacter xylinum yang kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa starter

Acetobacter xylinum kering dapat dibuat dari dekstrin, pati jagung, atau pati jagung pragelatinisasi sebagai material pengikat yang dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada 40 dan 500C. Penggunaan starter kering dapat menghasilkan 57% b/v selulosa bakteri (Waspodo,2000).

Suatu bahan komposit selulosa/kitosan bakterial telah diproduksi untuk keperluan medis di Institude Of Chemical Fibers (IWCh), Polandia. Selulosa bacterial yang telah dimodifkasi ini mengkombinasikan sifat – sifat dari selulosa dan kitosan. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan polisakarida bioaktif seperti kitosan kedalam media kultur dan telah dilaporkan bahwa unit glukosamin dan N – Asetil glukosamin terdapat dalam rantai selulosa yang dihasilkan. Biosintesis dilakukan selama 7 hari pada suhu 300C dalam media standart Hestrin


(20)

Schramm yang telah dimodifikasi dengan penambahan kitosan sulfat dan kitosan laktat (Ciechanska,D.,2004).

Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-D-glukosa, merupakan kitin yang terdeasetilasi, dimana gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh hidrogen menjadi gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi. Kitosan sebagian besar tidak hanya dimanfaatkan untuk pembentukan film tapi dapat digunakan juga sebagai antimikroba. Secara khusus, kitosan telah diketahui aktif terhadap Stahylococcus aureus (Fernandez, dkk., 2008). Aktifitas antibakteri kitosan berkorelasi erat dengan karakteristik permukaan sel mikroba tersebut. Hal ini dikarenakan muatan positif yang berasal dari gugus asam amino dalam suasana pH asam (dibawah 6,5), yang menyebabkan depolarisasi membran seluler mikroba, sebagai akibat terganggunya integritas dinding sel dari hubungan molekul yang menyebabkan kematian bagi mikroba (Kong, dkk., 2010). Kitosan bersifat unggul antara bioaktif , biodegredable, anti bakteri , biokompatibel membentuk film (Lee,dkk 2009). Oleh karena itu berdasarkan sifat- sifat tersebut, kitosan banyak digunakan dibidang biomedis pada bidang rekayasa jaringan, drug delivery dan pembalut luka (Zhang,Y 2007). Namun demikian kelemahan kitosan adalah rapuh sehingga tidak praktis pada aplikasinya dibidang medis (Chen, C, 2007). Berdasarkan hal tersebut agar kitosan dapat digunakan dengan baik maka dipilih suatu bahan yang bersifat kompatibel dan sifat mekanik yang tinggi untuk membentuk membran yaitu dengan menambahkan kolagen.


(21)

Penelitian telah menunjukkan bahwa kolagen dapat memegang peranan penting pada proses penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain dalam hemostatis, interaksi dengan trombosit , interaksi dengan fibronektin , meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan komponen selular , meningkatkan faktor penumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada poliferasi epidermis (Terry., 2003). Akumulasi kolagen pada daerah luka tergantung pada rasio antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen oleh enzim. Pada fase awal proses penyembuhan luka, jumlah degradasi kolagen rendah, tetapi akan meningkat seiring dengan maturasi dari luka (Mathew, 1999). Oksigen bersama dengan asam amino (prolin dan lisin) bekerja sama dalam sintesis kolagen. kolagen disintesis oleh firoblas dari prolin dan lisin kemudian dihidrolisasi oleh oksigen (Terry e.w., 2003).

Pada penelitian ini, akan dilakukan pembuatan membran selulosa bakteri dengan meng-coating kitosan dan kolagen biodegredable melalui proses biomimetik menggunakan larutan SBF ( Simulated Body Fluid). Penambahan kitosan dan kolagen diharapkan dapat membantu selulosa bakteri dalam pembentukan jaringan baru pada luka.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:


(22)

1. Bagaimana pembuatan membran selulosa bakteri dan meng-coating dengan kitosan dan kolagen sehingga menghasilkan perbandingan konsetrasi coating

yang terbaik.

2. Bagaimana pengaruh coating kitosan dan kolagen sebagai pembentukan membran selulosa bakteri

3. Bagaimana menentukan membran selulosa coating kitosan – kolagen yang terbaik dan dapat digunakan dalam aplikasi GTR sebagai pembalut luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Kitosan dalam penelitian ini berasal dari limbah kulit udang lipan. 2. Kolagen diperoleh secara komersil.

3. Proses coating membran selulosa bakteri kitosan – kolagen dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi kitosan –kolagen

4. Perendaman dengan SBF untuk mengetahui sifat biodegradable dari selulosa bakteri coating kitosan – kolagen

5. Pengujian pre-klinis terhadap mencit untuk melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka.

1.4 Tujuan Penelitian


(23)

1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan – kolagen pada proses

coating dan mendapatkan jumlah konsentrasi kitosan – kolagen yang baik selulosa bakteri dalam pembuatan membran selulosa bakteri kitosan-kolagen 2. Untuk melihat karakterisasi optimum dari membran selulosa bakteri coating

kitosan – kolagen dan dapat digunakan dalam pengaplikasian GTR sebagai pembalut luka.

3. Untuk mengetahui waktu penyembuhan luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmiah baru tentang peranan membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen yang dapat digunakan sebagai pembentuk jaringan baru pada luka dengan keunggulannya yang ekonomis, aman dan biokompatibel. Serta memberikan informasi pada masyarakat, perkuliahan dan dunia biomedis.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental (laboratorium) , penelitian eksperimen murni (true experimental) secara in vitro yang terdiri dari adanya perlakuan , kontrol dan replikasi untuk mendapatkan hasil terbaik.


(24)

Pengujian karakterisasi dengan FTIR, uji daya serap, uji biodegredable dalam larutan SBF (Simulated Body Fluid), dan pengujian aplikasi GTR (guide tissue regeneration ) sebagai pembalut luka pada mencit (Mus musculus) secara In Vivo.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA- USU ,Laboratorium Terpadu FMIPA – USU, Laboratorium Farmasi USU.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa

Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman serbaguna, baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula, vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa. Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Selulosa bakteri merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba

Acetobacter xylinum. Gula pada air kelapa diubah menjadi asam asetat dan benang-benang selulosa (Philips., 2000).

Komposisi Kandungan Air Kelapa ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 2.1. Komposisi kandungan kimia air kelapa

No. Komponen Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Air Kalium Zat padat total Gula total Gula reduksi Kalium oksida Mineral (abu) 95,50 6,60 4,71 2,08 0,80 0,69 0,62


(26)

8. 9. 10. 11.

Magnisium oksida Asam fosfat Zat besi Nitrogen

0,59 0,56 0,50 0,05 Sumber : Susilawati., (2002).

Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan varietasnya. Air kelapa per 100 ml mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Jenis gula yang terkandung pada air kelapa adalah : glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol (Astawan., 2004).

2.2 Selulosa Bakteri 2.2.1 Selulosa

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai – rantai atau mikrofibril dari D–glukosa sampai sebanyak 14000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hydrogen (Fessenden J.R.,1986).

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi nata adalah sejenis polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain


(27)

Acetobacter xylinum. Selulosa ini lebih mudah dicerna oleh manusia jika dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan (Hart H.,2003).

Gambar 2.1 Struktur selulosa

2.2.2 Acetobacter xylinum

Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri – ciri antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang (seperti kapsul), tidak mempunyai endospora, sel – selnya bersifat gram negatif, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelczar dan Chan,1988).

Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan


(28)

tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium.

Gambar 2.2 Acetobacter xylinum

Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen, melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ektraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya tampak padat, yang disebut sebagai nata. Aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata adalah sebagai berikut : sel-sel Acetobacter xylinum

mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah UDP-glukosa. Prekursor ini kemudian mengalami


(29)

polimerisasi dan berikatan dengan akseptor membentuk selulosa (http://inacofood.wordpress.com).

2.2.3 Selulosa Bakteri

Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; sebagai contoh selulosa bakteri menunjukkan kandungan air yang tinggi (98 – 99%), daya serap cairan yang baik, bersifat non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, maka selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius (Ciechanska D.,2004).

Selulosa merupakan komponen dari dinding sel tumbuhan. Beberapa bakteri juga dapat menghasilkan selulosa (yang disebut bioselulosa atau selulosa bakteri). Selulosa tumbuhan dan selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama, tetapi memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa dari tumbuhan, tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa yang lebih baik dari selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat-serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan (Philips G.O. dan William,P.A.,2000).


(30)

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah termasuk jenis polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain

xylinum, subspecies dari Acetobacter aceti, suatu bakteri non patogen, dan dinamakan sebagai selulosa bakteri atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi dengan bantuan mikroba (Philip G.O. dan William P.A.,2000).

Pembentukan selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum tidak lepas dari peran gula sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Gula pasir merupakan sukrosa yang bersumber dari tebu. Sukrosa dapat mengalami hidrolisis dan terpecah menjadi fruktosa dan glukosa. Hasil dari hidrolisis ini merupakan gula invert (Anna P., 1994). Adanya enzim sukrase akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.

2.2.4 Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan

Luka adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau pembedahan. Penyembuhan luka dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain semakin tua usia seseorang maka proses penyembuhan luka akan berlangsung lebih lama.

Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan melindungi jaringan


(31)

tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich N.,2006).

Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan sesuai dengan konteks regenerasi. Pada proses penyembuhan luka bentuk dan susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka. Pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional (Falanga, 2007).

Selulosa bacterial menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%) , daya serap yang baik terhadapa cairan, bersifat non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, selulosa bacterial dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius (Ciechanska,D.,2004)

2.3 Kitosan

Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitin dapat diperoleh dari limbah pengolahan hasil laut. Kandungan kitin pada limbah udang mencapai 42-57%, pada limbah kepiting mencapai 50-60%, cumi-cumi 40% dan kerang 14-35%.


(32)

Karena bahan baku udang lebih mudah diperoleh, maka sintesis kitin dan kitosan lebih banyak memanfaatkan limbah udang (Yurnaliza, 2002).

Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH (Kolodziesjska 2000). Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan akan bersifat polikationik. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992). Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet, penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, dan sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih (Shahidi dkk., 1999).

Gambar 2.3 Struktur kitin

Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi-β-1,4-D-glukopiranosa dengan rumus molekul (C6H11O4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan


(33)

Gambar 2.4 Struktur kitosan

Chitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu : N- asetil glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 2000). Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul C8H12NO5 dengan kadar

C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%. Sifat chitosan yang

biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut dalam air, asam organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat seperti asam nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan Tan, 2002).

Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan hidrofobik, jumlah minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan, 2007).

Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan


(34)

warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006). Chitosan

bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003).

Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin (PC), sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim ß galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Simpson, 1997).

2.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Kitosan

Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.chitin memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai


(35)

kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viscositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai DD, polimerisasi, dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis. Suatu molekul dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan kandungan nirogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih dari 70% (Muzzarelli,1985). Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100 oF maka sifat keseluruhannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan dan viscositasnya berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika memenuhi beberapa standar seperti tertera pada Table 2.1.

Table 2.2. Standard Kitosan

Deasetilasi

≥ 70 % jenis teknis dan

>95% jenis pharmasikal Kadar abu Umumnya < 1 % Kadar air 2 – 10 %

Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6 Kadar nitrogen 7 - 8,4 %

Warna Putih sampai kuning pucat

Ukuran partikel 5 ASTM Mesh Viscositas 309 cps


(36)

E.Coli Negatif Salmonella Negatif

Sumber : Muzzarelli (1985) dan Austin (1988) 2.3.2 Manfaat Kitosan

Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer (Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.3. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan Aplikasi Contoh

Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian.

Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu, menahan proses browning enzimatis pada buah. Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan Pengontrol

tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental, stabilizer, dan penstabil warna.


(37)

Nutrisi

Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan tambahan makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi.

(Sumber : Shahidi dkk., 1999)

2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka

Kitosan mempunyai sifat yang biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun, antimikroba dan hydrating agent. Penelitian yang telah dilakukan oleh David R. Rohindra dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwa pencampuran kitosan dengan glutaraldehid dapat diaplikasikan sebagai hidrogel. Jumlah air bebas dalam hidrogel menurun dengan meningkatnya ikatan silang dalam hidrogel.

Penutup luka yang ideal harus dapat memelihara lingkungan yang lembab di permukaan luka, memungkinkan pertukaran gas, bertindak sebagai penghalang bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu : sebagai pelindung, sensasi, komunikasi, termoregulasi, sintesis metabolik dan kosmetik (Carville, 2007). Kulit memainkan peran penting dalam homeostasis dan


(38)

pencegahan invasi dari mikroorganisme oleh sebab itu kulit pada umumnya perlu ditutup segera setelah terjadi kerusakan (jayakumar et al., 2011).

Penutup luka yang baik memiliki beberapa karakteristik seperti biokompatibilitas yang baik, rendah toksisitas, aktivitas antibakteri dan kestabilan kimia sehingga akan mempercepat penyembuhan, tidak menyebabkan alergi, mudah dihilangkan tanpa trauma, dan harus terbuat dari bahan biomaterial yang sudah tersedia sehingga memerlukan pengolahan yang minimal, memiliki sifat antimikroba dan dapat menyembuhkan luka (Jayakumar et al., 2011).

Kitosan merupakan hemostat, yang membantu dalam pembekuan darah secara alami. Kitosan secara bertahap terdepolimerisasi untuk melepaskan N-acetyl--D-glukosamin, yang memulai poliferasi fibroblast, membantu dalam memberikan perintah deposisi kolagen dan merangsang peningkatan sintesis tingkat asam hyaluronic alami pada lokasi luka. Ini membantu percepatan penyembuhan luka dan pencegahan bekas luka (Paul dan Sharma, 2004).

2.4 Kolagen

Kolagen adalah protein serabut yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada jaringan dan tulang dan ini sangat penting untuk berbagai jaringan lainnya, termasuk kulit dan tendon. Kolagen digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan , kosmetik, pembuatan film biomaterial dan biomedis. Bahkan dalam industri biomedis, kolagen adalah biomaterial alami yamng memiliki kandungan yang unik. Sekitar 30% dari tulang disusun oleh komponen – komponen organik


(39)

dan 90-95 % diantaranya adalah kolagen , sisanya adalah protein bukan kolagen. Kolagen merupakan protein yang banyak terdapat dalam tubuh (Chi, et al, 2001).

Kolagen merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon, tulang rawan dan gigi. Kolagen merupakan material yang mempunyai kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak terdapat dalam vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata berada sebagai kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula bagian total protein yang merupakan kolagen. Kolagen juga merupakan komponen serat utama dalam tulang, gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam (dermis), tendon (urat daging) dan tulang rawan (Lehninger, 1993).

Kolagen merupakan material yang menarik perhatian dalam hal bahwa kolagen mempunyai kekuatan rentang, struktur istimewa, dan mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang terdapat dalam beberapa protein lain. Satu zat yang diturunkan dari kolagen adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, struktumya menjadi rusak secara permanen dan menghasilkan gelatin. Karena adanya sejumlah besar rantai samping yang hidrofil (suka air) dalam gelatin, maka dalam larutan air membentuk gel (Wilbraham, 1995)


(40)

Gambar 2.5: struktur kolagen

Dengan demikian kolagen termasuk sebagai jaringan pengikat. Jaringan pengikat berkolagen terdiri dari serat, struktur ini selanjutnya tersusun atas fibril kolagen, yang nampak seperti garis melintang. Fibril ini terorganisasi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada fungsi biologi jaringan pengikat itu. Pada urat, fibril kolagen disusun dalam untaian paralel yang saling berhubungan silang dan berfungsi untuk menghasilkan struktur dengan kekuatan yang amat tinggi tanpa kemampuan meregang. Fibril kolagen dapat menyangga sedikit-nya 10.000 kali beratnya sendiri, dan dapat dikatakan mempunyai kekuatan lenting lebih besar dari penampang silang kawat tembaga dengan berat yang sama. Pada kulit, fibril kolagen membentuk suatu jaringan tidak teratur, terjalin dan amat liat. Kulit hampir seluruhnya merupakan kolagen murni (Page, 1989).

Kolagen merupakan salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan dermis kulit. Serat kolagen banyak berperan pada kekenyalan dan kekompakan


(41)

kulit. Kolagen adalah protein yang sangat labil, banyak faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembentukan maupun dalam proses degradasinya (Uito, et al., 2008 ; Walker, et al., 2008). Untuk lebih memahami tentang hubungan MMP-1, kolagen dan luka pada proses penuaan kulit, maka kita harus memahami bahwa kulit mengalami penuaan dan berpengaruh pada proses penyembuhan luka.

Kolagen dapat diciptakan oleh fibroblas, sel-sel kulit khusus yang terletak di dalam dermis. Fibroblas juga memproduksi protein struktural kulit lainnya seperti elastin(protein yang memberi kulit kemampuan untuk menjadi sehat kembali) dan glucosaminoglycans (GAGs). GAGs membentuk zat yang menjaga dari dermis dehidrasi(kekurangan air). Fibroblast bermigrasi ke tempat luka dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak. Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk migrasi keratinosit (Gurtner, 2007). Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton, et al., 2006).

Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat, berfungsi menghasilkan serat dan substansi interseluler aktif amorf. Fibroblas merupakan sel induk yang berperan membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen. Sel ini mensekresi molekul tropokolagen kecil yang bergabung dalam substansi dasar membentuk serat kolagen. Kolagen akan


(42)

memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh dengan baik.

Gambar 2.6. Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.

Fibroblas merupakan sel yang menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum, elastin, glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari substansi interseluler amorf. Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan mengalami perubahan. Mitosis hanya tampak jika organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu jika jaringan ikat cedera. Fibroblas lebih aktif mensintesis komponen matriks sebagai respon terhadap luka dengan berproliferasi dan peningkatan fibrinogenesis. Oleh sebab itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses penyembuhan luka.

https://dentosca.wordpress.com/2011/04/18/peran-fibroblas-pada-proses-penyembuhan-luka/

Sel fibroblast selain bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga dari dermis. Sel fibroblast juga


(43)

dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti

collagenase (Matriks Metalloproteinase-1 atau MMP-1) dan elastase

(Junqueiradkk., 1997,. Obagi, 2000).

2.4.1 Sifat Kolagen

Jika dididihkan di dalam air, kolagen akan mengalami transformasi, dari bentuk untaian, tidak larut dan tidak tercernamenjadi gelatin. Gelatin, yaitu campuran polipetida yang larut yang merupakan dasar pembentuk gelatin. Perubahan ini melibatkan hidrolisis beberapa ikatan kovalen pada kolagen, karena kolagen pada jaringan pengikat dan pembuluh yang menjadikan daging berbentuk liat. Kolagen

mengandung kira- kira 3-5 persen glisin dan kira-kira 11 persen alanin; persentasi asam amino ini agak luar biasa tinggi. Yang lebih menojol adalah kandungan

prolin dan 4-hidroksiprolin yang tinggi, yaitu asam amino yang jarang ditemukan pada protein selain pada kolagen dan elastin. Bersama-sama, prolin dan

hidroksiprolin mencapai kira-kira 21 persen dari residu asam amino pada kolagen

(Lehninger, 1993).

2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka dan Pembentukan Jaringan

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan berkesinambungan. Hemostatis atau penghentian pendarahan adalah proses pertama pada penyembuhan luka. Trombosit dan faktor-faktor pembekuan merupakan faktor hemostatik intravaskuler yang utama. Kolagen merupakan agen hemostatik yang sangat efesien, sebab trombosit melekat pada kolagen, kolagen akan membengkak


(44)

dan selanjutnya melepaskan substansi yang memulai proses hemostatis. Interaksi kolagen – trombosit tergantung pada polimerisasi dari maturasi kolagen dan pengaruh positif pada molekul kolagen.

(www.pasteur.fr/aplications/euroconf/tissuerepair-microba.pdf)

Kolagen dapat membantu agregasi trombosit karena kemampuannya mengikat fibronektin. Mekanisme yang pasti dari interaksi kolagen belum diketahui secara jelas , akan tetapi data yang pasti menunjukkan bahwa interaksi kolagen dan trombosit merupakan tahap pertama proses penyembuhan luka (http://www.cyberadsstudio.com/envy/collagen.htm)

2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR)

Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya kesembuhan atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Darmawan Darwis telah berhasil mensintesis selulosa bakteri pada kondisi yang optimum dan telah melakukan karakterisasi terhadap membran selulosa untuk mempelajari pengaruh iradiasi terhadap sifat-sifat membran (Darwis, 2009). Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa membran selulosa mikroba sangat berpotensi untuk digunakan sebagai material pada tissue engineering terutama pada operasi periodontal yang memerlukan membran seperti

guided bone regeneration (GBR) atau guide tissue regeneration (GTR). Salah satu persyaratan bahan implant adalah steril. Oleh karena itu membrane selulosa yang akan digunakan sebagai implant pada GBR atau operasi lainnya harus disterilkan terlebih dahulu. Sterilisasi suatu produk dimaksudkan untuk mendapatkan suatu


(45)

produk yang steril setelah melalui suatu proses sterilisasi dan diharapkan tidak mengalami perubahan kualitas.

Membran untuk dipandu jaringan dan regenerasi tulang. Aplikasi pertama dari membran memberikan bukti bahwa GTR dapat meningkatkan regenerasi periodonsium manusia adalah selulosa asetat laboratorium filter oleh Millipore (Nyman,1982) . Sejak itu , berbagai membran baru telah dirancang untuk berbagai skenario klinis , masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Beberapa membran tersedia secara komersial , menurut non - resorbable , resorbable sintetis dan bahan biodegradable alami.

2.6 Luka

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perbahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:

1. Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.

2. Luka partial thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.

3. Luka full thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia tapi tidak mengenai otot.


(46)

Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya adalah menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Perbaikan luka adalah usaha jaringan untuk mengembalikan struktur dan fungsi normal setelah alami trauma, untuk mengembalikan fungsi perlindungan terhadap kehilangan cairan, terhadap infeksi, membatasi masuknya organisme serta benda asing, mengembalikan aliran darah dan aliran limfe kembali ke kondisi normal dan mengembalikan integritas mekanik dari jaringan yang terluka.

Pengembalian struktur kulit yang sempurna seringkali dikorbankan demi untuk pengembalian darurat fungsi dari kulit. Regenerasi, berbeda dengan perbaikan luka, merupakan suatu pemulihan sempurna seperti struktur jaringan semula tanpa pembentukan jaringan bekas luka. Walaupun regenerasi merupakan hal yang paling ideal di dalam penutupan luka, tetapi hal ini hanya ditemukan pada pertumbuhan embrio, pada organisme yang lebih rendah seperti kepiting dan salamander, dan pada manusia hanya ditemukan pada beberapa jaringan seperti pada tulang dan hati (Leong dan Phillips, 2004). Hasil penutupan pada organ lain adalah jaringan fibrosis dan scar (Lorenz dan Longaker, 2001).

Terdapat tiga fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping.


(47)

merupakan fase pertama dari proses penutupan luka dan sering disebut juga fase reaktif. Tujuan utama fase ini adalah menghentikan perdarahan, mencegah terjadinya infeksi dan menyingkirkan jaringan nekrosis, benda asing dan bakteri yang timbul (Leong dan Phillips, 2004; Adams dkk,2008).

2. Fase Proliferasi

Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur pendukung (Myers dkk., 2007). Kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk., 2006; Ueno dkk., 2006). Proses ini bagian dari penyembuhan luka.

3. Fase Remodelling

Merupakan fase terpanjang dalam penyembuhan luka yaitu pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno dkk., 2006).

Hasil akhir dari fase penutupan luka ini adalah suatu jaringan parut yang kurang elastis, avascular dan rapuh yang sama sekali tidak terdapat jaringan kulit tambahan seperti folikel rambut dan kelenjar keringat serta tidak akan kembali melebihi 80% dari kekuatan regangan kulit normal yang tidak pernah terluka (Adams dkk, 2008).


(48)

2.7 Membran

Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan

kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis ( film ) yang fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel ( Jones, 1987). Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan listrik atau kelarutan.

Sebenarnya membran sudah merupakan bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Seluruh sel-sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun sel-sel penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel sangat bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada tahun 1855 membran baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala laboratoriumnya oleh Fick. Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan memnjadi lembaran, lilitan spiral (spiral warna), tubular dan emulsi (Mulder,1996)

Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid, padatan (keramik) dan penukar ion. Membran polimer alam, terbagi menjadi


(49)

membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).

2.8 Simulated Body Fluid ( SBF )

Pada umumnya dilakukan pengujian terhadap biomaterial sintetik agar sesuai untuk diaplikasikan sebagai bahan implan. Metode pengujian secara in vivo atau

in vitro dilakukan dengan media larutan simulated body fluid (SBF) (Vulelic, M.,Mitic,Z.,et,.2011). Larutan simulated body fluid (SBF) adalah larutan buatan yang memiliki komposisi dan konsentrasi ionik yang hampir mirip dengan plasma darah manusia, pertama kali diperkenalkan oleh Kokubo (Kokubo, T.,1991). Lebih lanjut Kokubo menjelaskan bahwa syarat terpenting bagi suatu bahan agar dapat berikatan dengan tulang hidup adalah terbentuknya lapisan apatit mirip tulang pada permukaan bahan di dalam tubuh dan pembentukan apatit tersebut secara in vivo dapat diproduksi dalam SBF (Kokubo, T. and Takamada, H.,2006). Setelah beberapa dekade, para peneliti biomaterial sepakat bahwa pembentukan apatit pada material yang direndam dalam larutan SBF adalah bukti dari ke-bioaktifan material tersebut, dan dapat digunakan untuk mengantisipasi kemampuannya berikatan dengan tulang secara in vivo (Bohner, M. and Lemaitre, J.,2009). Selama pengujian, biomaterial direndam dalam larutan sintetik yang mensimulasi bagian anorganik dari plasma darah dengan atau tanpa adanya kultur


(50)

sel. Metode tersebut bersifat mudah dan sederhana untuk menguji kestabilan dari material di dalam tubuh (Muller, L. and Frank, A.M.,2006).

2.8.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF)

Metode yang digunakan untuk membuat larutan SBF adalah metode yang dipakai oleh Kokubo (Kokubo, T., Kushitani, H et al.,1990 ). Sebanyak 1 Liter aqua trides disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 1. Aqua trides diaduk menggunaka magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 1 (satu bahan kimia diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu larutan diatur sampai 36,50C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan menggunakan larutan HCl 1 M.

Tabel 2.4. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)

No. Bahan Kimia Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. NaCl NaHCO KCl K2HPO4.3H2O MgCl2.6H2O HCl 1 M CaCl2.2H2O Na2SO4 (HOCH2)3CNH2 7,996 gram 0,350 gram 0,224 gram 0,228 gram 0,305 gram 40 mL 0.278 gram 0.071 gram 6,057 gram


(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Beaker Glass Gelas Ukur Mikropipet Erlenmeyer Labu Takar Batang Pengaduk Cawan Kaca Corong Kaca Termometer pH Meter Hot Plate Oven Desikator Inkubator Neraca Analitis Alat Refluks Gunting

Seperangkat alat FTIR

Pyrex Pyrex Pyrex Pyrex Pyrex Pyrex


(52)

3.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Kulit udang lipan Air kelapa Urea Sukrosa NaOH NaCl HCl

CH3COOH glacial

Akuades

Bakteri Acetobacter xylinum Fish Collagen Ketamin Mencit jantan Pakan Mencit Plaster luka p.a (E.Merk) p.a (E.Merk) 37% (E.Merk) p.a (E.Merk)

CV. Bio Kolagen Indonesia

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Isolasi Kitosan


(53)

Kulit udang lipan dibersihkan dan dikeringkan, lalu digiling menggunakan blender hingga halus kemudian ditumbuk dengan alu dan lumpang, kemudian serbuk kulit udang diayak dengan ayakan 100 mesh.

3.3.1.2 Tahap Deproteinasi

Serbuk kulit udang ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan kedalam beaker glass 1000 mL.selanjutnya serbuk kulit udang dideproteinasi dengan cara menambah larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10 (w/v), kemudian dipanaskan selama 2 jam pada suhu 650C sambil diaduk, larutan yang diperoleh disaring dan residu dicuci dengan akuades sampai pH netral. Residu selanjutnya dioven pada temperatur 650C hingga kering.

3.3.1.3 Tahap Demineralisasi

Kulit udang hasil deproteinasi kemudian dimineralisasi dengan cara menambah larutan HCl 1N dengan perbandingan 1:15 (w/v) dan diaduk pada suhu kamar selama 1 jam. Kemudian larutan disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral. Residu selanjutnya dioven pada suhu 650C hingga didapat kitin kering.

3.3.1.4 Tahap Deasetilasi

Kitin hasil demineralisasi dimasukkan kedalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan NaOH 55% dengan perbandingan 1:20 (w/v). Kemudian direflukspada suhu 1000C selama 1 jam. Larutan yang diperoleh disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral. Residu selanjutnya dioven pada


(54)

suhu 650C hingga kering. Serbuk kitosan yang diperoleh selanjutnya ditentukan kadar air dan kadar abu serta dikarakteristik dengan FT-IR.

3.3.2 Pembuatan Membran Selulosa Coating Bakteri Kitosan-kolagen 3.3.2.1 Pembuatan Starter

Bibit dari hasil pembiakan kultur murni bakteri Acetobacter xylinum , dikembangkan sesuai kebutuhan pelikel bakterri selulosa yang akan diproduksi.

Sebanyak 200 mL air kelapa yang telah disaring, ditambahkan dengan 10 g sukrosa (gula pasir) dan 1 g Urea kemudian diaduk hingga homogen dan dilakukan penambahan asam asetat glasial (p.a) sampai pH 4. Larutan tersebut dipanaskan sampai mendidih kemudian didinginkan. Sebanyak 20 mL biakan

Acetobacter xylinum ditambahkan kedalam larutan medium steril yang sudah dingin dan diaduk hingga homogen. Larutan dipindahkan kedalam botol steril dan diinkubasi pada suhu 30±20C selama 5-7 hari.

3.3.2.2 Pembuatan Selulosa Bakteri

Sebanyak 100 mL air kelapa hasil penyaringan dituangkan kedalam erlenmeyer yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnet, ditambahkan 10 g gula pasir, 0,5 Urea dan diaduk sampai homogen dan dilakukan penambahan asam asetat (p.a) sampai pH 4. Medium selanjutnya dipanaskan hingga mendidih. Medium yang telah disterilkan didinginkan, kemudian ditambahkan 15 mL starter

Acetobacter xylinum, kemudian dipindahkan kedalam wadah yang telah steril. Campuran selanjutnya di inkubasi selama 5-7 hari pada suhu 30±20C.


(55)

Pemanenan partikel selulosa bakteri dilakukan pada saat ketebalan partikel mencapai ±1 cm . partikel bakteri yang dihasilkan selanjutkan dimurnikan dengan menggunakan larutan Natrium Hidroksida (NaOH) dan akuades dengan rincian sebagai berikut: Penghilangan partikel dari sisa asam dan gula dengan perendaman pada larutan NaOH 0,1 M pada suhu 60-650C selama 4 jam. Partikel selanjutnya dicuci dengan akuades hingga pH netral. Partikel yang telah murni selanjutnya disimpan dalam akuades pada suhu ±100C

3.3.2.3 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen

Pembuatan membran selulosa bakteri kitosan-kolagen dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan kitosan dan kolagen dengan perbandingan 1:1 v/v. Konsentrasi kitosan-kolagen yang digunakan adalah 2%, 4%,6 % , dibuat dengan cara melarutkan kitosan dan kolagen sesuai variasi kedalam asam asetat 1% (v/v) .

Sebanyak 1 lembar pelikel selulosa bakteri di-coating dengan larutan kitosan-kolagen 2% pada suhu ruangan selama 3x24 jam. Hasil reaksi dicuci dengan akuades DM sampai pH netral. Membran selulosa bakteri kitosan-kolagen selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 400C.

3.3.3 Tahap Pengujian

3.3.3.1 Uji Karakteristik membran selulosa bakteri Kitosan-Kolagen

Tahap ini dilakukan untuk melihat karakteristik membran selulosa bakteri kitosan-kolagen dengan mengunakan beberapa uji yaitu:


(56)

1. Uji FT-IR 2. Uji Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam

sampel.

Cawan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-1050C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan, lalu sampel tersebut dioven pada suhu 100-105 0C selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kemudian kadar air dihitung dengan persamaan:

% Kadar air =

b – c b – a

x 100%

Keterangan:

a = berat cawan kosong (g)

b = berat cawan berisi sampel sebelum dioven (g) c = berat cawan berisi sampel sesudah dioven (g)

3. Uji daya serap

Pengujian daya serap dilakukan bedasarkan pada standar SNI 01-4449-2006 yang menggunakan aquades sebagai zat yang diserap.


(57)

Sampel yang akan diuji dikeringkan dan dihitung berat konstan, lalu sampel direndam dalam akuades selama 24 jam. Selanjutnya dihitung berat basahnya dan ditentukan daya serap menggunakan persamaan:

%DS =

mb– mk

mk

x 100%

Keterangan: DS = daya serap (%) mk = massa kering (g)

mb = massa basah (g)

3.3.3.2 Uji Biodegredable (perendaman dalam larutan SBF (simulated body fluid)

Membran selulosa bakteri kitosan-kolagen selanjutnya dipotong dengan ukuran 2x2 cm. Dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan SBF (simulated body Fluid) dengan perbandingan 1:10 (b/v) selama 7 hari dengan pergantian larutan SBF setiap 24 jam. Kemudian diangkat dari larutan SBF kemudian dikeringkan dan ditimbang.

3.3.3.3Uji Pre-Klinis (Khasiat) Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen Pada Mencit

Pada pengujian ini digunakan 5 ekor mencit (Mus musculus) jantan yang akan dibagi menjadi 2 kelompok penanganan luka yaitu kontrol (normal Saline ) dan


(58)

kontrol pembanding (dengan membran selulosa bakteri coating Kitosan - Kolagen) dan setiap kelompok terdiri dari 1 ekor mencit. Sebelum perlakuan mencit diadaptasikan selama 10 hari. mencit diberi makan pelet dan minum secukupnya. Perlukaan dilakukan pada punggung bawah mencit dengan cara membuat sayatan berukuran 1 cm x 1 cm menggunakan skapel yang steril. Sayatan dibuat sejajar dengan tulang belakang. Sebelum melakukan perlukaan pada mencit, dilakukan pembiusan dengan eter dan ketamin serta pencukuran bulu di daerah punggung (daerah yang akan dilukai). Dosis ketamin yang digunakan adalah 0.02 mL per 20 gram bobot badan. Pengamatan penyembuhan luka dilakukan selama 12 hari setelah pembalutan luka.

a. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan metode analisis varian (ANOVA) dan untuk pengukuran luas luka atau persentase penyembuhan luka, yaitu dengan cara mengukur rata-rata diameter luka pada arah vertikal, horisontal, dan kedua diagonal (Morton, 1972). Persentase penyembuhan luka dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% Penyembuhan luka =

d1² – d2² d1²

x 100%

Keterangan:

d1= diameter sehari setelah pembuatan luka (cm)


(59)

3.4 Bagan Penelitian 3.4.1 Isolasi Kitosan

Dipreparasi

Dideproteinasi dengan NaOH 3,5% perbandingan 1:10 (b/v) dengan suhu 650C selama 2 jam

Didemineralisasi dengan HCl 1 N perbandingan 1:15 (b/v), suhu ruangan selama 1 jam

Dideasetilasi dengan NaOH 50%, perbandingan 1:20 (b/v), lalu

direfluks dengan suhu 1000C selama 1 jam

200 g kulit udang

Serbuk Kulit

Serbuk kulit terdeproteinasi

Kitin

Kitosan

Analisa: - FT-IR - Kadar Abu - Kadar Air


(60)

3.4.2 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan-kolagen 3.4.2.1 Pembuatan starter

Ditambahkan 10 g gula pasir Ditambahkan 1 g urea

Distirer hingga larut

Diasamkan dengan Asam Asetat Glasial hingga pH=4

Dipanaskan

Dituangkan kedalam wadah

fermentasi dalam keadaan panas dan ditutup

Didinginkan

Ditambahkan 20 mL media starter

Acetobacter xylinum

Dihomogenkan

Dipindahkan ke media steril

Difermentasikan selama 7 hari pada suhu 30±20C dalam inkubator Media Fermentasi

200 mL Air kelapa hasil penyaringan


(61)

3.4.2.2 Pembuatan Selulosa Bakteri

Ditambahkan 10 g gula pasir Ditambahkan 0,5 g urea Distirer hingga larut

Diasamkan dengan Asam Asetat Glasial hingga pH=4

Dipanaskan

Dituangkan kedalam wadah

fermentasi dalam keadaan panas dan ditutup

Dibiarkan hingga suhu kamar Ditambahkan 20 mL media starter

Acetobacter xylinum

Dipindahkan ke media steril

Difermentasikan selama 7 hari pada suhu 30±20C dalam inkubator

Direndam dalam larutan

NaOH 0,1 M pada suhu 60-650C selama 4 jam

Dicuci dengan akuades hingga pH netral

Dipress dan dikeringan dalam oven pada suhu 70-800C 100 mL Air kelapa hasil penyaringan

Media Fermentasi

Lapisan pelikel selulosa bakteri Media Fermentasi

Lapisan kering pelikel selulosa bakteri


(62)

3.4.2.3 Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen

Dicoating dalam larutan Kitosan-Kolagen, perbandingan 1:1 dengan variasi konsentrasi 2%, 4%, 6%

Didiamkan selama 4 jam

Dikeringkan pada suhu 400C Hasil Coating

Pelikel selulosa bakteri

Membran selulosa bakteri kitosan-kolagen

Analisa: - FT-IR - Kadar Air


(63)

3.4.3 Uji Biodegredasi dalam larutan SBF (simulated body fluid)

Dipotong 2x2 cm

Direndaman dalam larutan SBF dengan perbandingan 1:10 (b/v) selama 7 hari

Diangkat Dikeringkan Ditimbang

Dilakukan pergantian larutan SBF setiap 24 jam

Membran selulosa bakteri kitosan-kolagen 2%


(64)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Pembuatan Kitosan dari Limbah Kulit Udang Lipan

Kitosan yang dihasilkan diperoleh dari limbah kulit udang lipan. Hasil yang didapat kitosan dengan karakteristik serbuk berwarna putih kekuningan. Dari hasil pengujian data yang diperoleh dihitung nilai rendemen yang cukup besar yaitu 24,6 % , kadar air 9,96 %, dan kadar abu 0,14 %.

Pembuatan kitosan melalui tiga tahap proses yaitu deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Pada saat tahap deproteinasi, larutan NaOH 3,5% yang ditambahkan menyebabkan pemutusan ikatan antara protein dan kitin. Kitosan yang dihasilk an tanpa adanya proses deproteinasi mempunyai derajat deasetilasi yang rendah (Zulfikar, 2006).

Pada proses demineralisasi kitin mengalami penghilangan mineral atau senyawa-senyawa anorganik yaitu Ca3(PO4)2 dan CaCO3. Asam klorida yang

ditambahkan dapat melarutkan garam-garam kalsium.

Proses deasetilasi dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH berkonsentrasi tinggi yaitu sekitar 50% (b/v) dan direfluks pada suhu 100 0C selama 1 jam. Proses tersebut dapat memutuskan gugus asetil pada kitin sehingga menghasilkan derajat deasetilasi kitosan yang tinggi (Kurniasih, 2011).

4.1.1.1 Hasil Analisis Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) Kitosan

Analisis karakterisasi kitosan dilakukan dengan mengidentifikasi gugus fungsi dan analisa kuantitatif derajat deasetilasi kitosan. Hasil Karakterisasi gugus fungsi kitosan berupa spektrogram FTIR yang ditunjukan pada Gambar 4.1.


(65)

Gambar 4.1. Spektrum FTIR kitosan kulit udang lipan

Berdasarkan gambar 4.1 menunjukan spektogram FTIR dengan puncak-puncak gugus fungsi kitosan, pada panjang gelombang 3448,72 cm-1 menunjukan gugus OH, pada panjang gelombang 1597,06 cm-1 merupakan vibrasi ikatan NH (amida) dan NH2, pada panjang gelombang 1080,14 cm-1 menandakan adanya

ikatan C-O-C.

Gugus-gugus fungsi tersebut merupakan gugus fungsi utama yang ada pada kitosan (Osman, 2003). Perbedaan yang terjadi setelah proses deasetilasi adalah tidak adanya serapan gelombang pada 1680-1626 cm-1 yang merupakan serapan untuk C=O (puspawati, 2010).


(66)

Tabel 4.1 Gugus fungsi kitosan dari spektogram FTIR

Gugus Fungsi Panjang Gelombang (cm-1) OH tumpang tindih NH stretching 3448,72

C-H stretching 2924,09

NH rocking dan NH2 scissoring 1597,06

CH3 1381,03

C-O-C 1080,14

NH2twisting dan NH wagging 894,97-601,79

Hasil spektrum FT-IR kitosan kemudian dapat digunakan untuk menghitung besarnya derajat deasetilasi yaitu persentase gugus asetil yang dihilangkan dari kitin. Derajat deasetilasi kitosan sebesar 83,3 %. Standar nilai untuk derajat deasetilasi kitosan adalah DD>70%. Derajat deasetilasi menentukan banyaknya gugus asetil yang telah dihilangkan selama proses transformasi dari kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina yang menggantikan gugus asetil, dimana gugus amina lebih reaktif bila dibandingkan dengan gugus asetil karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan.

4.1.2 Hasil Sintetis Selulosa Bakteri

Pelikel selulosa bakteri dapat dibuat dengan menumbuhkan bakteri Acetobacter xylinum dalam media air kelapa yang mengandung gula, asam asetat dan urea yang kemudian difermentasikan selama 7 – 14 hari hingga terbentuk lapisan diatas media fermentasi yang disebut selulosa bakteri. Penelitian ini menghasilkan selulosa bakteri yang berwarna putih , kenyal dan struktur permukaan yang halus.

Dalam penelitian ini sumber glukosa adalah sukrosa. Sukrosa yang ada pada medium air kelapa oleh bakteri Acetobacter xylinum dikonversi kedalam bentuk glukosa dan fruktosa dengan adanya enzim sukrase. Reaksi peruraian sukrosa dapat dilihat pada dilihat pada gambar 2. Glukosa dan fruktosa merupakan senyawa yang mudah digunakan oleh mikroorganisme (bakteri) karena mempunyai bentuk lebih sederhana dibandingkan dengan sukrosa (Holmes, 2004).


(67)

Gambar 4.2. Reaksi peruraian sukrosa

4.1.3 Hasil Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen

Membran selulosa bakteri dibuat dengan menggunakan kitosan dan kolagen sebagai coating (pelapis) dari selulosa bakteri yang dihasilkan agar diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen yang memiliki sifat karakteristik yang optimum. Pada penelitian ini, pembuatan membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen dioptimasi dengan mempelajari pengaruh jumlah konsentrasi dari kitosan dan kolagen yang ditambahkan pada proses

coating.

Kitosan dan kolagen ditambahkan dengan perbandingan 1:1 (w/w) dengan variasi konsentrasi 2% ; 4% ; 6%. Dari hasil penelitian diperoleh membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6% memiliki optimasi karaketristik yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan kitosan – kolagen yang lain.

Tabel 4.2 Hasil uji daya serap dari membran selulosa bakteri

No. Sampel Berat kering (g)

Berat basah (g)

Daya serap (%)

1 I 0,1 0,29 190

2 II 0,05 0,15 10

3 III 0,09 0,15 67

4 IV 0,15 0,29 94

Keterangan:

Sampel I : membran selulosa bakteri tanpa coatingg


(68)

Sampel III : membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 4% Sampel IV : membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen 6%

Gambar 4.3 Grafik besar daya serap air membran selulosa bakteri

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada membran selulosa bakteri tanpa coating

menunjukkan daya serap air yang baik. Kemudian pada membran selulosa bakteri

coating Kitosan – kolagen 6% memiliki daya serap yang cukup baik yaitu mencapai 90% ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ciechanska 2010 yang menyatakan bahwa Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan hidrogel dan selulosa bakteri menunjukkan kandungan air yang tinggi (98 – 99%), daya serap cairan yang baik. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yan et.al.(2010). Persen penyerapan air (swelling) sangat tergantung pada sifat hidrofilik dan mikro membran, karena kolagen dan kitosan keduanya bahan hidrofilik, maka kemampuan untuk mempertahankan struktur membran yang berpori menjadi penjelasan utama untuk perbedaan hasil persen penyerapan air (swelling).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

I II III IV

% d ay a se rap sampel

% daya serap air


(69)

4.1.4 Hasil Analisis Spektroskopi Inframerah Membran Selulosa Bakteri

Analisa ini bertujuan untuk mengidentifikasi sampel berdasarkan adsorbsi daerah infra merah pada pembuatan membran selulosa bakteri coating kitosan – kolagen dengan konsentrasi yang bervariasi.

Gambar 4.4. Hasil FT-IR membran selulosa bakteri

Berdasarkan hasil identifikasi struktur dari keempat sampel yang telah diteliti menunjukkan hasil spektrum yang hampir sama (overlap). Dimana terdapat variasi pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 yang menunjukkan adanya renggang O-H alkohol dari selulosa bakteri, kitosan dan kolagen, amida NH2

streching dari glukosamin, amida NH streching dari asetilglukosamin yang saling tumpang tindih, vibrasi pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1 yang menunjukkan adanya cincin siklis lingkar 6 dari monomer glukosa dan C-O amida

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

0 20 40 60 80 100 120

TC C 2%

C 4%

C 6%

%T


(1)

(2)

(3)

Lampiran 6. Mekanisme fase penyembuhan luka

1. Haemostasis (Langsung):

Respon dari kolagen, trombosit berkumpul pada luka dan berdegranulasi, melepaskan mediator inflamasi. Pembekuan dan bekerja sampai bawah luka. Pembentukan trombus dan vasospasme reaktif mencapai hemostasis

2. Inflammasi (0-3 Hari):

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler memungkinkan sel-sel inflamasi untuk memasuki luka, dan menyebabkan pembengkakan. Neutrofil memperkuat respon inflamasi dengan pelepasan sitokin; mengurangi infeksi


(4)

oleh bakteri dan perbaikan jaringan yang rusak. Diikuti makrofag dan sitokin, faktor pertumbuhan, dan kolagenase. Dapat menfagositosis bakteri dan jaringan yang mati dan mengatur migrasi fibroblast, proliferasi, dan produksi kolagen.

3. Proliferasi (3 hari-3 minggu)

Fibroblast bermigrasi ke dalam luka dan mensintesis kolagen. Myofibroblasts khusus yang mengandung aktin menyebabkan luka kontraksi. Angiogenesis dirangsang oleh hipoksia dan sitokin dan bentuk jaringan granulasi

4. Remodelling (3 minggu-1 tahun)


(5)

(6)

Lamiran 8. Data pengamatan penyembuhan luka mencit dari hari ke-1 hingga hari ke -4

Subyek

Hari Ke

1 2 3 4

Kontrol MSBC0% MSBC2% MSBC4% MSBC6% Keterangan:

Kontrol : Luka tanpa perlakuan

MSBC0% : Membran Selulosa Bakteri Tanpa Coating

MSBC2% : Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 2% MSBC4% : Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 4% MSBC6% : Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan – Kolagen 6%


Dokumen yang terkait

Pengaruh KonsentrasiPolivinil Alkohol (PVA) Terhadap Karakteristik Membran Kitosan- Kolagen-PVA untuk Aplikasi Pembalut Luka Bakar

27 182 92

Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dan Evaluasinya Secara in vitro dan in vivo terhadap Mencit (Mus musculus)

0 4 140

Pengaruh Pemberian Propolis Secara Topikal Terhadap Proses Reepitelisasi Epidermis pada Luka Bakar Mencit (Mus musculus)

7 22 73

PEMBUATAN PEMBALUT LUKA KILAT (KITOSAN ASAM AKRILAT).

0 0 2

Pengaruh KonsentrasiPolivinil Alkohol (PVA) Terhadap Karakteristik Membran Kitosan- Kolagen-PVA untuk Aplikasi Pembalut Luka Bakar

0 1 14

Pengaruh KonsentrasiPolivinil Alkohol (PVA) Terhadap Karakteristik Membran Kitosan- Kolagen-PVA untuk Aplikasi Pembalut Luka Bakar

0 0 11

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN- HIDROKSI APATIT BERIKATAN SILANG SEBAGAI GUIDED TISSUE REGENERATION (GTR)

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

0 3 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

0 1 9

PEMBUATAN MEMBRAN SELULOSA BAKTERI COATING KITOSAN - KOLAGEN UNTUK APLIKASI GTR ( Guide Tissue Regeneration ) SEBAGAI PEMBALUT LUKA PADA MENCIT (Mus musculus) SECARA IN VIVO SKRIPSI

0 0 13