Kesejahteraan Psikologis Pada Penderita Kanker Payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini akan diuraikan konsep-konsep yang terkait dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu : konsep kanker payudara dan konsep
psychological well being (kesejahteraan psikologis).
1. Kanker Payudara
1.1 Pengertian Kanker Payudara
Kanker

payudara

(carcinoma

mammae)

adalah

gangguan

pertu


mbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel-sel normal,
berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah
(Carpenito, 2000). Kanker payudara merupakan tumor malignan yang muncul di
dalam sel pada payudara. Tumor malignan adalah sekelompok sel-sel kanker yang
tumbuh di dalam (terinvasi) di seluruh jaringan atau menyebar (metastasis) di
beberapa area pada tubuh (American Cancer Society, 2015).
Penyebaran kanker terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan
tumbuh di kelenjar aksila ataupun supraklavikula, kemudian melalui pembuluh
darah kanker menyebar ke organ lain seperti paru, hati, tulang, dan otak (Luwia,
2003).
1.2 Faktor Resiko Kanker Payudara
Faktor resiko kanker payudara (Simanjuntak, 1977) :
1.2.1 Wanita yang berumur lebih dari 25 tahun mempunyai kemungkinan
yang lebih besar untuk mendapat kanker payudara dan resiko ini
akan bertambah sampai umur 50 tahun dan setelah menopause.

7
Universitas Sumatera Utara

Insiden kanker payudara meningkat cepat selama dekade ke-4

kehidupan dan akan terus meningkat tetapi lebih lambat setelah
menopause. Penderita kanker payudara berusia kurang dari 45 tahun
dan 2/3 berusia lebih dari 55 tahun (National Cancer Institute’s
Surveillance Epidemiology and End Result Program)
1.2.2 Wanita yang tidak kawin resikonya 2-4 kali lebih tinggi daripada
wanita yang kawin dan mempunyai anak. Idral dkk (2004) dalam
penelitiannya mengatakan faktor risiko tertinggi kanker payudara
antara lain adalah wanita yang tidak kawin.
1.2.3 Wanita yang melahirkan anak pertama setelah berumur 35 tahun
resikonya 2 kali lebih besar.
Dalam suatu studi metaanalisis, dilaporkan bahwa wanita nulipara
(kelahiran pertama) mempunyai resiko 30% untuk terjadi kanker
payudara dibandingkan dengan wanita yang multipara (Rasjidi,
2009). MacMahon et al (1970), dalam penelitiannya dengan desain
case control, mengatakan bahwa usia kehamilan pertama lebih dari
30 tahun memiliki peningkatan dua kali lipat resiko kanker
payudara.
1.2.4 Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) dengan usia
kurang dari 12 tahun memiliki resiko 1,7 hingga 3,4 kali lebih
tinggi daripada wanita yang menarche pada usia normal atau lebih

dari 12 tahun. Butler dkk (2000), meneliti hubungan antara usia
menarche, siklus ovulasi yang lebih dini, dan siklus reproduksi

8
Universitas Sumatera Utara

yang pendek, terhadap peningkatan resiko kanker payudara.
Didapatkan bahwa pada usia menarche yang lebih muda (12 tahun)
terdapat peningkatan resiko kanker payudara (odds ratio = 1,5).
1.2.5 Wanita yang mengalami masa menopausenya terlambat lebih dari 55
tahun, resikonya 2,5 hingga 5 kali lebih tinggi. Trichopoulos et al
(1983), mengatakan wanita yang mengalami menopause sebelum
usia 45 tahun hanya memiliki satu setengah resiko kanker payudara
dibandingkan dengan setelah 55 tahun.
Azamris (2006) menyatakan bahwa resiko wanita yang menopause
setelah usia 55 tahun terkena kanker payudara 1,86 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok wanita yang menopause sebelum
usia 55 tahun (OR=1,86).
1.2.6 Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma atau tumor jinak
payudara, resikonya 3 hingga 9 kali lebih besar. Briston (2008)

menemukan bahwa wanita yang mempunyai tumor payudara
mempunyai resiko 2,0 kali lebih tinggi untuk mengalami kanker
payudara.
1.2.7 Wanita yang pernah mengalami penyinaran (radiasi) di dinding dada,
resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi. Indriati (2009) menemukan
bahwa resiko bagi wanita yang terpapar radiasi lebih dari 1 jam
sehari untuk terkena kanker payudara 3,12 kali lebih tinggi
(OR=3,12).

9
Universitas Sumatera Utara

1.2.8 Wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita kanker
payudara pada ibu, saudara perempuan ibu, saudara perempuan,
adik/kakak, resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi. Diananda (2007)
menyatakan bahwa wanita yang mempunyai ibu atau saudara
perempuan yang menderita kanker payudara, memiliki resiko 1,5-3
kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
1.2.9 Wanita yang memakai kontrasepsi oral pada penderita tumor
payudara jinak akan meningkatkan kanker payudara 11 kali lebih

tinggi. Grabick et al (1996), melaporkan bahwa ternyata
penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan peningkatan
resiko kanker yang signifikan.
1.3 Gejala Klinis Kanker Payudara
Menurut Luwia (2003) gejala kanker payudara pada tahap dini biasanya
tidak menimbulkan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak nyeri dan tidak
terganggu aktivitas sehari-hari. Satu-satunya gejala yang mungkin dirasakan pada
stadium dini adalah adanya benjolan kecil di payudara.
Keluhan baru timbul bila penyakit sudah memasuki stadium lanjut.
Menurut Dalimartha (2004), keluhan dapat berupa : (a) Ada benjolan pada
payudara bila diraba dengan tangan; (b) Bentuk dan ukuran payudara berubah,
berbeda dari sebelumnya; (c) Luka pada payudara yang sudah lama, tidak sembuh
dengan pengobatan; (d) Eksim pada puting susu dan sekitarnya yang sudah lama,
tidak sembuh dengan pengobatan; (e) Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari
puting atau keluar air susu pada wanita yang tidak sedang hamil atau tidak sedang

10
Universitas Sumatera Utara

menyusui; (f) Puting susu tertarik kedalam; dan (g) Kulit payudara mengerut

seperti kulit jeruk (Peau d’orange) (Dalimartha, 2004)
1.4 Tipe kanker Payudara
1.4.1 Karsinoma duktal menginfiltrasi
Karsinoma ini adalah tipe histologis yang paling umum,
merupakan 65% sampai 80% dari semua jenis kanker payudara (Robbin et
al., 1994). Prognosis tipe ini lebih buruk dibandingkan dengan tipe
lainnya. Karsinoma duktal biasanya menyebar ke tulang, paru, hepar atau
otak (Smeltzer & Bare, 2001)
1.4.2 Karsinoma lobular menginfiltrasi
Tingkat kejadian karsinoma ini 5% sampai 10% kanker payudara
(Sabiston, 1992). Tipe ini biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang
tidak baik pada payudara bila dibandingkan dengan tipe duktal
menginfiltrasi. Lebih umum multisentris dengan demikian dapat terjadi
penebalan beberapa area pada salah satu atau kedua payudara (Smeltzer &
Bare, 2001).
Jenis ini merupakan karsinoma infiltratif yang tersusun atas sel-sel
berukuran kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme. Karsinoma
lobular invasif biasanya memiliki tingkat mitosis rendah (Chapoval et al.,
1998).


11
Universitas Sumatera Utara

1.4.3 Karsinoma Medular
Karsinoma ini menempati sekitar 6% dari kanker payudara dan
tumbuh dalam kapsul didalam duktus (Smeltzer & Bare, 2001).
Tipe ini dapat menjadi besar tetapi meluas dengan lambat,
sehingga prognosisnya lebih baik. Biasanya ditemukan di sekitar umur 50
tahun. Perabaannya lunak dan dapat menonjol di atas permukaan (Cornain,
1986)
1.4.4 Kanker Musinus
Karsinoma ini menghasilkan lendir, pertumbuhannya lambat
sehingga kanker ini juga mempunyai prognosis yang lebih

baik dari

lainnya dan menempati sekitar 3% dari kanker payudara. (Smeltzer &
Bare, 2001)
Secara histologi, terdiri dari sekelompok sel epitelium kecil,
biasanya membentuk kelenjar yang terdapat di dalam musin ekstra seluler

yang banyak dan lesi ini sangat lembut, besar serta berwarna kelabukebiruan yang mempunyai ciri atau bentuk seperti gelatin (Pihie, 1998)

1.4.5 Kanker duktal-tubular
Kanker ini jarang terjadi, yakni hanya menempati 2% dari kanker,
karena metastasis aksilaris secara histologi tidak lazim (Smeltzer & Bare

12
Universitas Sumatera Utara

, 2001). Pada karsinoma tubular, bentuk sel teratur dan tersusun
secara tubular selapis, dan dikelilingi oleh fibrous stroma (Abbas et al.,
2005).

1.4.6 Karsinoma Inflamatori
Karsinoma inflamatori adalah tipe kanker payudara yang sangat
jarang terjadi (1% sampai 2%) dan menimbulkan gejala-gejala yang
berbeda dari kanker payudara lainnya (Smeltzer & Bare, 2001).
Ini bukan merupakan jenis histologi tertentu, karena menunjukkan
adanya invasi karsinoma duktal secara intensif ke dalam pembuluh limfa
(Bonadonna, 1984). Karsinoma inflamatori adalah kondisi payudara yang

terlihat meradang (merah dan hangat) dengan cekungan dan pinggiran
tebal yang disebabkan oleh sel kanker yang menyumbat pembuluh limfa
kulit pembungkus payudara (Supriyanto, 2010)
1.4.7 Penyakit Paget
Penyakit paget adalah salah satu tipe kanker payudara yang juga
jarang terjadi. Gejala yang timbul adalah rasa terbakar dan gatal pada
payudara, nyeri tekan dan kadang-kadang terjadi perdarahan (Sabiston,
1992). Tumornya itu dapat duktal dan invasif. Massa tumor sering tidak
dapat diraba dibawah puting tempat dimana penyakit ini timbul (Cornain,
1986). Mammografi mungkin merupakan satu-satunya pemeriksaan
diagnosis yang dapat mendeteksi tumor tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).

13
Universitas Sumatera Utara

Jenis ini terjadi pada kulit puting dan areola payudara yang
menyerupai jenis yang invasif atau non invasif seperti karsinoma in situ.
Kebanyakan penyakit ini menyerang wanita yang berusia lebih tua
dibandingkan dengan kanker jenis lain (Pihie, 1998).
1.4.8 Karsinoma Payudara In situ

Karsinoma payudara in situ ini lebih sering dideteksi dengan
meluasnya penggunaan skrining mammografi yang ditandai oleh poliferasi
sel-sel maligan didalam duktus dan lobulus, tanpa invasif kedalam
jaringan sekitarnya. Terdapat dua karsinoma in situ yakni ; duktal dan
lobular (Smeltzer & Bare, 2001).
Pada karsinoma lobular in situ, sel-selnya relatif seragam,
berukuran kecil/sedang, berwarna pucat, bulat dengan sedikit atau tanpa
mitosis (Cornain, 1986). Sedangkan jenis karsinoma duktal in situ adalah
yang paling umum dari kanker payudara yang tidak berbahaya
(noninvasif). Kanker ini tidak meluas melalui dinding – dinding pembuluh
ke jaringan payudara. Hampir semua wanita yang mengalami kanker jenis
ini bisa diobati dengan baik (Pamungkas, 2011).
1.5 Stadium Kanker Payudara
Pentahapan klinik yang paling banyak digunakan untuk kanker payudara
adalah sistem klasifikasi TNM (Tumor, Nodus, Metastasis) yang mengevaluasi
ukuran tumor, jumlah nodus limfe yang terkena, dan bukti adanya metastasis yang
jauh (Smeltzer & Bare, 2001). Sistem klasifikasi TNM diadaptasi oleh The
American Joint Committee on Cancer Staging and end Results reporting. Ketiga

14

Universitas Sumatera Utara

faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga
sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pada kanker payudara,
penilaian TNM sebagai berikut (Rasjidi, 2009) :
Tabel 1 : Klasifikasi TNM Kanker Payudara
Klasifikasi

Defenisi

Tumor Primer (T)
Tx

Tumor primer tidak didapatkan

To

Tidak ada bukti adanya tumor primer

Tis

Karsinoma In Situ
Tis (DCIS)

Duktal Karsinoma In Situ

Tis (LCIS)

Lobular Karsinoma In Situ

Tis (Paget)

Paget’s Disease tanpa adanya tumor
Ukuran tumor < 2 cm

T1
T1mic

Mikroinvasif > 0,1 cm

T1a

Tumor > 0,1 cm dan < 0,5 cm

T1b

Tumor > 0,5 cm dan < 1 cm

T1c

Tumor > 1 cm dan < 2 cm

T2

Tumor > 2 cm dan < 5 cm

T3

Tumor > 5 cm

T4

Tumor dengan segala ukuran disertai dengan adanya
perlekatan pada dinding thoraks atau kulit
T4a

Melekat pada dinding dada, tidak termasuk M.
Pectoralis major

15
Universitas Sumatera Utara

Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada

T4b

kulit, atau adanya nodul pada payudara
T4c

Gabungan antara T4a dan T4b

T4d

Inflamatory carcinoma

Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx

Kelenjar limfe regional tidak didapatkan

No

Tidak ada metastasis pada kelenjar limfe

N1

Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral yang dapat
digerakkan
Metastasis pada kelenjar limfe aksila ipsilateral, tidak

N2

dapat digerakkan
Metastasis pada kelenjar limfe infraclavicular, atau

N3

mengenai kelenjar mammae interna, atau kelenjar
limfe supraclavicular
Metastasis (M)
Mx

Metastasis jauh tidak didapatkan

Mo

Tidak ada bukti adanya metastasis

M1

Didapatkan metastasis yang telah mencapai organ
(sumber : Rasjidi, 2009)
Setelah masing-masing faktor TNM digabungkan akan diperoleh stadium

kanker sebagai berikut :
1.5.1

Stadium I
Terdiri atas tumor yang kurang dari 1-2 cm, tidak mengenai nodus

limfa, dan tidak terdeteksi adanya metastasis (Smeltzer & Bare, 2001)

16
Universitas Sumatera Utara

1.5.2

Stadium II
Ukuran tumor antara 2,5 cm dan tidak terdapat penyebaran di

organ lain maupun di kelenjar getah bening supraklavikula (Saryono,
2008)
1.5.3

Stadium III
Stadium III dibagi dalam :
a. Stadium IIIA

: Tumor lebih besar dari 5 cm, dengan
keterlibatan
dengan

limfonodus.

limfonodus

Semua

terkena,

tidak

tumor
ada

penyebaran jauh (Schwartz, 2000)
b. Stadium IIIB

: Tumor sudah meluas dalam payudara

(5-

10 cm), fiksasi pada kulit atau dinding dada,
kulit merah dan ada edema (lebih dari 1/3
permukaan kulit payudara), ulserasi dan atau
nodul satelit, kelenjar getah bening aksila
melekat satu sama lain atau terhadap
jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5
cm belum ada metastasis jauh (Smeltzer &
Bare, 2001)
1.5.4

Stadium IV
Kanker payudara dengan metastasis jauh, misalnya ke tengkorak,

tulang punggung, paru-paru, hati atau ginjal (Wiknjosastro,2007).

17
Universitas Sumatera Utara

1.6 Pencegahan Kanker Payudara
Menurut Sutjipto (2001), pencegahan penyakit kanker payudara masih
sulit diterapkan karena faktor penyebabnya masih dalam penelitian. Saat ini, yang
dapat dicegah adalah aspek “life style” serta mengurangi faktor resiko yang
memungkinkan

timbulnya

kanker

payudara.

Usaha

satu-satunya

untuk

meningkatkan angka penyembuhan pasien kanker payudara adalah dengan
mendeteksi secara dini keberadaan kanker payudara tersebut.
Adapun pencegahan penyakit kanker payudara terdiri dari pencegahan
primer, sekunder dan tersier (Tjahjadi, 2003; Tambunan, 1995; Moningkey, 2000)
1.6.1 Pencegahan primer
1.6.1.1 Mengurangi makanan yang mengandung minyak tinggi.
Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya
kanker payudara. Idral dkk (2004) mengatakan mengkonsumsi lemak
secara berlebihan ternyata punya hubungan yang kuat untuk
terjadinya kanker payudara. Hal ini diketahui setelah melakukan
penelitian terhadap 600 responden.
1.6.1.2 Makanlah produk kedelai serta produk olahannya seperti tahu
dan tempe. Kedelai selain mengandung flanoid yang bertugas untuk
mencegah kanker, juga mengandung genestein yang berfungsi
sebagai estrogen nabati. Estrogen nabati ini akan menempel pada
reseptor estrogen sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga akan

18
Universitas Sumatera Utara

menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang
akan merangsang tumbuhnya sel kanker.
1.6.1.3 Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat.
Serat akan menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak,
yang kemudian membawanya keluar melalui feses. Serat yang
dibutuhkan menurut National Cancer Institut, USA adalah 20-30
gram setiap hari.
1.6.1.4 Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran,
terutama yang mengandung vitamin C, zat anti oksidan dan
fitokimia, seperti jeruk, wortel, tomat, labu, pepaya, manga, brokoli,
bayam, kangkung, kacang-kacangan dan biji-bijian.
1.6.1.5 Hindari penggunaan BH yang terlalu ketat dalam waktu yang
lama. Sydney Ross Singer dan Soma Grismaijer menulis buku
berjudul "Dressed to Kill: The Link Between Breast Cancer and
Bras" ditahun 1995. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa
mengenakan bra selama lebih dari 12 jam sehari bisa menaikkan
resiko terkena kanker payudara. Penyebabnya adalah dapat
menghalangi cairan limfatik, serta menghambat racun-racun yang
berada di dalam tubuh untuk pindah dan bergerak, sehingga racunracun tersebut tersimpan di dalam dada.
1.6.1.6 Hindari banyak merokok dan mengkonsumsi alkohol. Dari
hasil penelitian yang diterbitkan American Medical Association
(2011), memberikan kesimpulan bahwa perokok aktif, terutama

19
Universitas Sumatera Utara

wanita yang merokok sebelum kelahiran pertama, mungkin
berhubungan dengan sedikit peningkatan dalam resiko terkena
kanker payudara.
Sebuah penelitian di AS, diterbitkan dalam Journal of National
Cancer Institute (2010), telah mengkonfirmasi bahwa beberapa jenis
kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita yang secara teratur
minum alkohol. Penelitian ini juga menegaskan bahwa alkohol
meningkatkan resiko kanker payudara dengan mempengaruhi tingkat
estrogen dalam tubuh, dan peneliti telah memperkirakan bahwa
alkohol terkait dengan sekitar 5.000 kasus kanker payudara setiap
tahun.
1.6.1.7 Memperbanyak aktifitas fisik dengan berolahraga. Supriyanto
(2010) mengatakan berolahraga tiga kali seminggu selama 20 menit.
Olahraga bisa menjadikan jantung bekerja di atas level istirahat,
yang sanggup memperkuat otot jantung dan peredaran darah ke sel,
sehingga dapat meningkatkan kinerja jantung dan bermanfaat
terhadap menurunnya resiko terserang kanker.
1.6.1.8 Menghindari terlalu banyak terkena sinar x atau jenis-jenis
radiasi lainnya
1.6.1.9 Wanita yang mempunyai resiko tinggi salah satu anggota
keluarganya ada menderita kanker payudara, jangan menggunakan
alat kontrasepsi yang mengandung hormon seperti pil, suntikan dan
susuk KB

20
Universitas Sumatera Utara

1.6.1.10

Penggunaan

obat-obatan

hormonal

harus

dengan

sepengetahuan dokter
1.6.2 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekinder merupakan langkah yang dilakukan untuk
mendeteksi secara dini kelainan yang ada pada payudara, sehingga apabila
kanker ditemukan masih dalam stadium dini, maka pengobatan atau
penanganan yang cepat dan tepat akan memberikan hasil yang lebih baik
dan hidup lebih lama. Deteksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI) setiap bulan dan pemeriksaan mammografi
sekali setahun terutama bagi wanita yang berusia 40 tahun keatas yang
beresiko tinggi mendapat penyakit kanker payudara pada usia tersebut
(Saryono, 2008).
1.6.3 Pencegahan tersier
Yang ketiga adalah pencegahan tersier. Pencegahan tersier
biasanya diarahkan pada wanita yang telah positif menderita kanker
payudara. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan pelayanan di Rumah
Sakit (diagnosa dan pengobatan) serta perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas
penyakit dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain serta perbaikan di
bidang psikologis, sosial dan spiritual (Rasjidi, 2009).

21
Universitas Sumatera Utara

1.7 Pengobatan Kanker Payudara
Pengobatan kanker terdiri dari :
1.7.1 Pembedahan
Prosedur pembedahan yang dilakukan pada wanita penderita
kanker payudara tergantung pada tahap penyakit, jenis tumor, umur dan
kondisi kesehatan penderita secara umum, adapun pembedahan/operasi
tersebut adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare, 2001) :
1.7.1.1 Lumpektomi, mengangkat tumornya saja dan jaringanjarinagn yang terkena kanker
1.7.1.2 Partial atau segmental mastektomi, mengangkat tumor
sepanjang berbatasan atau sebagian saja beserta jaringan
normal, kulit dan jaringan pengikat
1.7.1.3 Total mastektomi, mengangkat seluruh jaringan buah dada
1.7.1.4 Modifikasi mastektomi secara radikal, mengangkat seluruh
jaringan buah dada, simpul kelenjar getah bening di ketiak
dan seluruh otot yang menutupi dada
1.7.1.5 Mastektomi radikal, bagian-bagian yang diangkat seperti
modifikasi mastektomi secara radikal ditambah dengan
jaringan sekitarnya (metode ini jarang digunakan)
1.7.1.6 Pembedahan jaringan getah bening di bawah axila,
mengangkat kelenjar getah bening pada area axila untuk

22
Universitas Sumatera Utara

kepentingan perawatan dan/atau pencegahan stadium
selanjutnya
Efek samping dari operasi ini adalah pembengkakan, kehilangan tenaga
kekuatan, persendian kaku, mati rasa, atau perasaan gatal-gatal, pendarahan,
infeksi, dan atau pembekuan darah (Bohme, 2001)
1.7.2 Terapi Radiasi
University of Texas MD Anderson Cancer Center (2011)
melakukan penelitian untuk membandingkan dua teknik terapi radiasi pada
wanita tahap awal kanker payudara, yaitu teknik radiasi yang cepat dan
terlokalisir serta teknik radiasi tradisional di seluruh payudara. Wanita
yang diobati dengan teknik radiasi lokal memiliki resiko dua kali lipat
membutuhkan mastektomi dalam 5 tahun, baik karena tumor payudara
tumbuh kembali atau karena komplikasi yang disebabkan oleh radiasi itu
sendiri. Terapi biasanya diberikan 5 hari dalam seminggu dan memerlukan
waktu selama 6-7 minggu.
Efek sampingnya bersifat sementara dan biasanya terdiri atas
reaksi kulit dari ringan sampai sedang dan keletihan (Smeltzer & Bare,
2001)
1.7.3 Pengobatan Sistemik Pada Kanker Payudara
Metode perawatan ini meliputi kemoterapi untuk kanker payudara
stadium III dan stadium IV. Disaat menentukan apakah wanita yang
terkena kanker payudara harus diberikan terapi sistemik lanjutan atau

23
Universitas Sumatera Utara

tidak, faktor-faktor berikut perlu kiranya dipertimbangkan; (a) Resiko
kambuhnya penyakit kanker payudara; (b) Keuntungan potensi dari
pengobatan tersebut; (c) Resiko-resiko yang berhubungan dengan
pengobatan; (d) Kemauan pasien untuk menerima pengaruh pengobatan
yang berimbang dengan manfaat yang dirasakan (Lincoln, 2008)
1.7.4 Terapi Hormonal
Terapi hormonal dapat mencakup pembedahan untuk mengangkat
kelenjar endokrin dengan tujuan untuk menekan sekresi hormon.
Tamoxifen adalah pengobatan hormonal primer yang digunakan dalam
kanker payudara akhir-akhir ini (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut penelitian Karsono (2015) di Rumah Sakit Dharmais
Jakarta mengatakan bahwa terapi hormonal mampu membuat pasien
stadium 3B dan 4 bertahan selama rata-rata 1.039 hari.
1.7.5 Kemoterapi
Pemberian kemoterapi secara tunggal sudah tidak lazim lagi
digunakan di pusat-pusat pendidikan yang terkenal. Kemoterapi yang
paling sering digunakan adalah regimen cooper atau modifikasinya, yaitu
regimen CMFVP (Cyclophosphamide, Methotrexate, 5-Fluora Uracil,
Vincristin, Prednison), regimen CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate,
5-Fluora

Uracil),

dan

regimen

Bonnadona

(Cyclophosphamide,

Adriamycin, 5-Fluora Uracil). (Cornain, 1986).

24
Universitas Sumatera Utara

Efek samping dari kemoterapi kanker payudara mencakup mual,
muntah, perubahan rasa kecap, alopesia (rambut rontok), mukositis,
dermatitis, keletihan, penambahan berat badan, dan depresi sumsum tulang
(Fujin, 2011). Selain itu wanita premenstrual yang mendapat kemoterapi
dapat mengalami amenore temporer atau permanen yang mengarah pada
sterilitas. Kemoterapi juga memberikan efek negatif pada harga diri,
seksualitas, dan kesejahteraan pasien, dan disertai dengan stress (Smeltzer
& Bare, 2001)
Secara garis besar pengobatan kanker payudara yang disepakati
oleh ahli kanker di dunia (Sutjipto, 2001) adalah sebagai berikut :
Stadium I

: Operasi dan kemoterapi (optional)

Stadium II

: Operasi dan kemoterapi (optional + hormonal)

Stadium III

: Kemoterapi, operasi dan radiasi (optional + hormonal)

Stadium IV

: Kemoterapi dan radiasi (optional + hormonal)

Penanganan yang tepat pada penderita kanker payudara sesuai
dengan stadiumnya dapat mengurangi kecacatan dan memperpanjang
harapan hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan
meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi,
radioterapi, hormonal dan kemoterapi (Sutjipto, 2001).

25
Universitas Sumatera Utara

2. Psychological Well Being (Kesejahteraan Psikologis)
2.1 Pengertian Psychological Well Being
Psychological well being merujuk pada perasaan seseorang
berkenaan dengan segala aktifitas yang dilakukan oleh individu yang
berlangsung setiap hari dimana dalam proses tersebut kemungkinan
mengalami fluktuasi pikiran dan perasaan yang dimulai dari kondisi
mental negatif sampai pada kondisi mental positif, misalnya dari trauma
sampai penerimaan hidup (Bradburn 1969 dalam Ryff & Keyes, 1995)
2.2 Dimensi Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)
Ryff (1989) merumuskan kesejahteraan psikologis (Psychological
well being) kedalam enam dimensi, yaitu :
2.2.1 Penerimaan diri (self acceptance)
Penerimaan diri adalah sikap yang merupakan cerminan
dari perasaan puas terhadap diri sendiri, dengan kualitas-kualitas
dan bakat-bakat diri serta pengakuan akan keterbatasan yang ada
pada diri (Chaplin, 2004). Individu yang menilai positif diri sendiri
adalah individu yang memahami dan menerima berbagai aspek diri
termasuk didalamnya kualitas baik maupun buruk, dapat
mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif
terhadap kehidupan yang dijalaninya (Campton, 2005). Sebaliknya,
individu yang menilai negatif diri sendiri menunjukkan adanya
ketidakpuasan terhadap kondisi dirinya, merasa kecewa dengan apa

26
Universitas Sumatera Utara

yang telah terjadi pada kehidupan masa lalu, bermasalah dengan
kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang berbeda dari
diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya (Ryff, 1995).
Ogden (2004) mengatakan kebanyakan wanita melihat
payudaranya sebagai bagian yang penting dari feminitas dan
identitas

seksual

yang

secara

simbolik

berkaitan

dengan

kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Oleh karena itu, sulit bagi
wanita untuk menerima bahwa dirinya terkena kanker payudara
dan akan kehilangan satu atau kedua payudaranya.
2.2.2 Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with
others)
Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan
individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di
sekitarnya. Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan
mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan
dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga memiliki
kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan
empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima
dalam hubungan antarpribadi (Campton, 2005). Sebaliknya,
individu yang rendah dalam dimensi hubungan positif dengan
orang lain, menunjukkan individu hanya mempunyai sedikit
hubungan yang dekat dan saling percaya dengan orang lain, merasa
kesulitan untuk bersikap hangat, terbuka, dan memperhatikan

27
Universitas Sumatera Utara

orang lain, merasa terasing dan frustasi dalam hubungan
interpersonal,

tidak

bersedia

menyesuaikan

diri

atau

mempertahankan hubungan yang penting dengan orang lain
(Sugianto, 2000).
Maslow (1970) juga mengatakan bahwa orang yang
teraktualisasi adalah yang memiliki kemampuan kuat untuk
berempati dan membina hubungan afektif dengan manusia lain,
dan mampu menjalin persahabatan.
2.2.3 Otonomi (autonomy)
Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk
bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.
Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan
bebas, mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination)
dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan

mandiri,

mampu untuk melawan atau menghadapi tekanan sosial, mampu
mengevaluasi diri sendiri, mampu mengambil keputusan tanpa
adanya campur tangan orang lain, dan mampu untuk mengatur
tingkah laku (Dwipayama, 2010).
Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi
akan sangat

memperhatikan dan mempertimbangkan harapan

dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain
untuk membuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh

28
Universitas Sumatera Utara

tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan

cara-

cara tertentu (Ryff, 1995)
2.2.4 Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan
individu untuk mengatur lingkungannya, dengan memanfaatkan
kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol
lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam
dimensi

penguasaan

lingkungan

memiliki

keyakinan

dan

kompetensi dalam mengatur lingkungan (Ryff, 1995). Individu
tersebut dapat mengendalikan aktifitas eksternal yang berada di
lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi
kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di
lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan pribadi.
Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan
yang rendah menunjukkan bahwa individu tidak waspada akan
kesempatan-kesempatan yang ada di lingkungan dan kurang
mempunyai kontrol terhadap dunia luar (Sugianto, 2000).
Terdapat dua faktor dalam dimensi
mastery, yakni

memiliki

kemampuan

untuk

Environmental
mengatur

dan

kompeten, serta kemampuan untuk memilih situasi dan lingkungan
yang kondusif untuk mencapai tujuan (Campton, 2005). Individu

29
Universitas Sumatera Utara

yang dimaksud mampu memenuhi dua faktor tersebut atau individu
yang dikatakan memiliki skor tinggi adalah individu yang memiliki
perasaan mampu menguasai dan mengolah lingkungan, dapat
mengontrol kejadian di luar dirinya, menggunakan setiap
kesempatan yang ada dengan efektif, mampu menciptakan dan
memillih keadaan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai yang
dianutnya.
2.2.5 Tujuan hidup (purpose of life)
Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki
pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang
keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam
hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau
dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam
dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam
hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah
dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup
serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya individu yang
rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup,
arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang
terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak
mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada
kehidupan (Ryff, 1995).

30
Universitas Sumatera Utara

Penelitian terkait dengan tujuan hidup yang dilakukan oleh
Azani tentang gambaran

psychological

narapidana, menunjukkan bahwa

well

being

mantan

mantan narapidana memiliki

harapan untuk dapat kembali ke masyarakat kehidupan yang lebih
baik.
Kesejahteraan psikologis bukan hanya “merasa baik”, tetapi
individu dalam organisasi juga perlu merasakan apa yang
dilakukannya berarti dan memberikan manfaat bagi dirinya
(Robertson & Cooper, 2011).
2.2.6 Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi
ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang
berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai
individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap
pengalaman-pengalaman

baru,

memiliki

kemampuan

dalam

menyadari potensi diri yang dimiliki. Individu ini juga dapat
merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya
setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif
dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu
yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan menunjukkan
bahwa individu tidak merasakan adanya kemajuan dan potensi diri
dari waktu ke waktu, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan

31
Universitas Sumatera Utara

kehidupan, serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan
sikap atau tingkah laku baru (Dwipayama, 2010).
Penelitian terkait dengan pertumbuhan pribadi yang
dilakukan oleh Azani tentang gambaran psychological well being
mantan

narapidana,

menunjukkan

bahwa

adanya

dimensi

pertumbuhan pribadi dalam diri mereka dengan mengembangkan
diri mereka

dengan mempraktekkan keterampilan yang telah

diperoleh di penjara.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well Being
Melalui
menemukan

berbagai

bahwa

penelitian

yang

dilakukan

faktor-faktor demografis

Ryff

(1989)

yang mempengaruhi

perkembangan psychological well-being seseorang, antara lain :
2.3.1 Usia
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989),
ditemukan adanya perbedaan tingkat psychological well being pada
orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan
lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui
kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu
tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang
terbaik sesuai dengan keadaan dirinya.

32
Universitas Sumatera Utara

Individu yang berada dalam usia dewasa akhir memiliki
skor psychological well-being yang lebih rendah dalam dimensi
tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi; individu yang berada dalam
usia dewasa madya memiliki skor psychological well-being yang
lebih tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan; individu yang
berada dalam usia dewasa awal memiliki skor yang lebih

rendah

dalam dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan dan memiliki
skor psychological well-being yang lebih tinggi dalam dimensi
pertumbuhan pribadi. Dimensi penerimaan diri dan dimensi
hubungan positif dengan orang lain tidak memperlihatkan adanya
perbedaan seiring dengan pertambahan usia (Ryff, 1989).
Ryan & Deci (2001), mengatakan individu yang berada
dalam usia dewasa awal (young) memiliki skor tinggi dalam
dimensi pertumbuhan pribadi, penerimaan diri, dan tujuan hidup
sementara pada dimensi hubungan positif dengan orang lain,
penguasaan lingkungan, dan otonomi memiliki skor rendah.
2.3.2 Jenis Kelamin
Menurut

Ryff

(1989),

satu-satunya

dimensi

yang

menunjukkan perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan
adalah dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sejak kecil,
stereotipe gender telah tertanam dalam diri anak laki-laki
digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara
itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan

33
Universitas Sumatera Utara

tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain (Papalia
dkk., 2001). Tidaklah mengherankan bahwa sifat-sifat stereotipe
ini akhirnya terbawa oleh individu sampai individu tersebut
dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif
terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa
untuk membina keadaan harmoni dengan orang-orang di
sekitarnya. Inilah yang menyebabkan mengapa wanita memiliki
skor yang lebih tinggi dalam dimensi hubungan positif dan dapat
mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain.
Perbedaan pola pikir mempengaruhi strategi koping yang
dilakukan, menyebabkan seseorang berjenis kelamin perempuan
cenderung memiliki psychological well-being yang lebih baik
daripada

perempuan.

Perempuan

umumnya

lebih

mampu

mengekspresikan emosi dan menjalin relasi sosial dengan orang
lain (Nofianti, 2012)
2.3.3 Status sosial ekonomi
Ryff dkk., (1995) mengemukakan bahwa status sosial
ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan
hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi. Individu
yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung
membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status
sosial ekonomi yang lebih baik dari dirinya.

34
Universitas Sumatera Utara

Perbedaan status sosial ekonomi dalam psychological wellbeing berkaitan erat dengan kesejahteraan fisik maupun mental
seseorang. Individu dari status sosial rendah cenderung lebih
mudah stress dibanding individu yang memiliki status sosial yang
tinggi (Stewart et al, 1999).
2.3.4 Budaya
Ryff (1995) mengatakan bahwa sistem nilai individualism
kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well being
yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang
tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi,
sedangkan

budaya

timur

yang

menjunjung

tinggi

nilai

kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan
positif dengan orang lain.
2.3.5 Dukungan sosial
Adanya dukungan sosial dapat mempengaruhi munculnya
psychological well being. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ekasofia (2009) tentang hubungan dukungan sosial dengan
psychological well being pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
menunjukkan hasil korelasi positif yang signifikan antara
dukungan sosial dengan psychological well being sebesar 0,819
dan p sebesar 0.000.

35
Universitas Sumatera Utara