Efek Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) pada Mencit Putih Jantan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Alpukat merupakan buah yang tumbuh subur di daerah tropis. Biji alpukat dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Herminia de Guzman Ladion, seorang pakar kesehatan Filipina, menganjurkan penggunaan biji alpukat untuk mengobati sakit gigi (Rukmana, 1997).

Gambar 2.1 Buah alpukat (Persea americana Mill.) 2.1.1 Habitat

Alpukat adalah tanaman yang berasal dari wilayah mesoamerika yaitu Meksiko tengah dan selatan. Alpukat masuk ke Indonesia pada 1750. Sentra alpukat di Indonesia terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan Nusa Tenggara Timur (Trubus, 2013).

2.1.2 Morfologi Tanaman

Pohon alpukat tingginya 3 m sampai 10 m, berakar tunggang, batang berkayu, bulat, warnanya coklat, dan banyak bercabang. Daun tunggal letaknya rapat satu dengan yang lain di ujung ranting, bentuknya memanjang, ujung dan


(2)

pangkal runcing. Tepi rata kadang-kadang agak menggulung ke atas. Bunganya majemuk, buahnya buah buni, bentuk bola atau bulat telur, warnanya hijau atau hijau kekuningan. Daging buah jika sudah masak lunak, warnanya hijau dan kekuningan (Yuniarti, 2008).

2.1.3 Sistematika Tanaman

Menurut Rukmana (1997) sistematika tanaman alpukat adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranales

Suku : Lauraceae Marga : Persea

Jenis : Persea Americana Mill. 2.1.4 Nama lain

Tanaman alpukat memiliki nama lain yaitu: Sinonim : Persea gratissima Gaerth.

Nama daerah : alpuket atau alpukat (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), buah pokat/jamboo pokat (Batak), advokat/pookat (Lampung), dan apuket/jambu wolanda (Sunda).

Nama asing : avocado (Inggris), advocaat (Belanda), ahuaca; aguacate; pagua (Spanyol), avokat; avocatier; avocet (Perancis), abakate; agnacatebaum; avocadobirne (Jerman), huangyou guo (Cina),


(3)

awokado (Thailand), bo; le dau (Vietnam) dan avocado; apukado (Malaysia) (Indriani, 1997; Trubus, 2013).

2.1.5 Kandungan Kimia

Alpukat kaya akan berbagai macam kandungan kimia. Buah dan daunnya mengandung saponin, alkaloida dan flavonoid, selain itu daunnnya juga mengandung polifenol, quersetin, dan gula alkohol persit. Sementara daging buahnya mengandung tanin (Permadi, 2006). Secara khusus, bijinya mengandung 3-0-caffeoylquinic acid, 3-0-coumaroylquinic acid, dan procyanidin A trimer (Kosinska, et al., 2012).

2.1.6 Manfaat Tanaman

Buahnya banyak dimanfaatkan menjadi bahan makanan dan minuman di berbagai Negara. Pada daunnya mengandung rasa pahit dan kelat, bersifat antibakteri, antihipertensi, antikonvulsan, antivirus. Selain memiliki sifat peluruh air seni (diuretik), biji alpukat juga memilki berbagai macam efek farmakologis seperti antibakteri, antioksidan, antiinflamasi, antijamur dan analgesik (Permadi, 2006; Idris, et al., 2009).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

Hasil ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai kemudian menguapkan semua atau hampir semua pelarut yang digunakan pada ekstraksi (Depkes RI, 1995).


(4)

Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes RI, 2000).

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan antara lain yaitu cara dingin dan cara panas.

2.2.1 Cara dingin a. Maserasi

Maserasi adalah penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut disertai sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat. 2.2.2 Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.


(5)

b. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. d. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 15 menit.

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

2.3 Asam Urat

Nama kimia asam urat adalah 2,6,8-trioksipurin. Oksidasi asam urat dalam larutan netral atau alkali menghasilkan karbondioksida dan allantoin, sedangkan oksidasi asam urat dalam larutan asam akan menghasilkan aloksan (Bondy, 1970). Rumus bangun asam urat dapat dilihat pada Gambar 2.2


(6)

Pada manusia nukleosida purin yang utama, yaitu adenosin dan guanosin diubah menjadi asam urat sebagai produk akhir yang diekskresikan keluar tubuh. Secara normal 90% hasil dari adenosin pertama-tama mengalami deaminasi menjadi inosin oleh adenosine deaminase. Fosforolisis ikatan N-glikosinat inosin dan guanosin, yang dikatalisasi oleh nukleosida purin fosforilase, akan melepas senyawa ribose 1-fosfat dan basa purin. Hipoxantin dan guanin selanjutnya membentuk xantin dalam reaksi yang dikatalisasi oleh xantin oksidase dan guanase. Xantin kemudian teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua yang dikatalisasi oleh enzim yang sama. Mekanisme reaksi dari pembentukan asam urat dari nukleosida purin melalui basa purin hipoxantin, xantin dan guanin dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Pembentukan asam urat dari nukleosida purin melalui basa purin hipoxantin, xantin dan guanin


(7)

Asam urat pada serum manusia normal berkisar 3-6 mg/dL. Nilai normal asam urat pada pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dL sedangkan pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dL. Nilai-nilai ini dapat mengalami peningkatan sampai 9-10 mg/dL pada seorang dengan keadaan gout (Carter, 1995).

Manusia tidak memilki urikase yang dimiliki hewan, suatu enzim yang menguraikan asam urat menjadi allantoin yang larut dalam air. Asam urat yang terbentuk setiap hari di buang melalui saluran pencernaan atau ginjal. Pada keadaan normal, jumlah asam urat terakumulasi pada laki-laki kurang lebih 1200 mg dan pada perempuan 600 mg. Jumlah akumulasi ini meningkat beberapa kali lipat pada penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini dapat berasal dari produksi berkelebihan atau ekskresi yang kurang. Meskipun asupan purin berlebih, dalam keadaan normal, seharusnya ginjal dapat mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%), klirens asam urat oleh ginjal sangat menurun (Wood, 1999).

Purin dalam tubuh yang menghasilkan asam urat berasal dari 3 sumber, yaitu (Hawkins, 2005):

1. Purin dari makanan

2. Konversi asam nukleat dari jaringan 3. Pembentukan purin dari dalam tubuh

Beberapa sistem enzim mengatur metabolism purin. Bila terjadi sistem regulasi yang abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan penguraian asam nukleat dari jaringan, seperti pada myeloproliferative dan lymphoproliferative disorder. Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat berlebih yaitu:


(8)

1. Peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) sintetase menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa purin, berarti juga sintesa asam urat.

2. Defisiensi hypoxanthine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT). Defisiensi HGPRT meningkatkan metabolisme guanin dan hipoxantin menjadi asam urat (Hawkins, 2005).

Berkurangnya ekskresi asam urat ditemukan pada kurang lebih 90% penderita gout. Penyebab kurangnya ekskresi asam urat tidak diketahui, tetapi faktor seperti obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, menurunnya fungsi ginjal, konsumsi alkohol dan obat-obatan tertentu memegang peranan.

2.4 Hiperurisemia

Hiperurisemia terjadi pada 10% populasi negara industri barat; di mana 1 dari 20 orang beresiko terkena gout dengan kemungkinan pria lebih besar daripada wanita. Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal ( >7 mg/dL) (Silbernagl and Lang, 2000). Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanisme, yaitu:

a. Peningkatan produksi asam urat

Hal ini terjadi karena faktor idiopatik primer, makanan yang kaya purin (banyak mengandung protein), obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease, proses hemolitik, dan psoriasis.

b. Penurunan ekskresi asam urat

Penurunan ekskresi asam urat merupakan sebagian besar penyebab hiperurisemia (hampir 90% kasus). Penyebabnya antara lain: idiopatik


(9)

primer, insufisiensi ginjal, ginjal polikistik, diabetes insipidus, hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan, penggunaan obat-obatan seperti salisilat kurang dari 2 gram/hari, diuretik, alkohol, levodopa, ethambutol, dan pirazinamid.

c. Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut

Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-fosfat aldose, konsumsi alkohol dan syok. Jika pada hiperurisemia didapatkan hasil bentukan kristal asam urat, maka hiperurisemia dapat berkembang menjadi gout.

Serangan gout dibedakan menjadi dua berdasarkan penyebabnya gout yaitu gout kronik dan gout akut (Mycek, dkk., 1995).

1. Gout akut

Serangan gout akut dapat diakibatkan oleh sejumlah kondisi, termasuk konsumsi alkohol berlebihan, diet kaya purin, atau penyakit ginjal.

2. Gout kronik

Gout kronik dapat disebabkan oleh:

- Cacat genetik, misalnya sesuatu yang mengakibatkan peningkatan derajat sintesis purin

- Defisiensi renal - Sindrom Lesch-Nyhan

- Sintesis asam urat yang berlebihan yang berhubungan dengan kemoterapi kanker

2.5 Gout

Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia)


(10)

(Carter, 1995). Gout atau pirai adalah penyakit akibat adanya penumpukan kristal mononatrium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat (Terkeltaub, 2001; Becker dan Meenaskshi, 2005).

Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout, yaitu (Carter, 1995):

a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari penderita hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.

b. Tahap kedua adalah artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan metatarsophalangeal. Artritis menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal, demam dan peningkatan jumlah sel darah putih. Serangan dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stress emosional. Pada tahap ini biasanya pasien akan mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, seperti sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Mekanismenya yaitu mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi-sendi. Serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma lokal atau ruptur tofi (timbunan natrium urat) yang mengakibatkan peningkatan cepat dari konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik sehingga terjadi pengendapan asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons


(11)

fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu peradangan lainnya.

c. Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, dapat berlangsung beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

d. Tahap keempat adalah tahap gout kronik, di mana timbunan urat terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan dari sendi yang bengkak. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas relatif dari urat. Tofi adalah penimbunan kristal urat pada jaringan yang mempunyai karakteristik seperti benjolan di bawah kulit yang bening. Tofi dengan hiperurisemia yang tidak terkontrol akan bertambah besar yang dapat menyebabkan deformitas dan disfungsi persendian.

Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk pada interstitium medulla, papilla, dan pyramid, sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi (Carter, 1995).

2.6 Obat yang Digunakan pada Pengobatan Penyakit Gout

Kebanyakan strategi pengobatan gout adalah menurunkan kadar asam urat sampai dibawah titik jenuh, dengan demikian mencegah deposisi kristal asam urat. Ini dapat dilakukan dengan jalan, yaitu (Mycek, dkk., 1995):


(12)

1. Mempengaruhi sintesis asam urat 2. Meningkatkan ekskresi asam urat

3. Menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena 4. Pemberian obat-obat AINS

Pengobatan biasanya terdiri dari pereda nyeri (ibuprofen, naproxen, kolkisin, dan kortison) diikuti dengan pemberian allopurinol untuk menjaga kadar asam urat rendah sehingga kristal tidak terbentuk (Tortora dan Derrickson, 2011).

Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi serangan gout, yaitu: 1. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS)

Obat AINS merupakan pilihan pertama dalam mengatasi serangan gout akut karena memiliki efikasi yang baik dan toksisitas yang rendah pada penggunaan jangka pendek. Indometasin, naproxen, diklofenak, dan piroksikam merupakan obat AINS yang paling sering digunakan (Ernst, et al., 2008).

2. Kolkisin

Alkaloid ini diperoleh dari bunga dan biji tumbuhan Colchicun autumnale, yang berasal dari India, Afrika Utara, dan Eropa. Kolkisin berkhasiat antiradang lemah dengan efek baik pada serangan gout akut (efektivitas 90%). Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi zat-zat kemotaksis dan/atau glikoprotein dari granulosit yang memegang peranan pada rangkaian proses peradangan, hingga siklusnya dihentikan. Kolkisin juga menghambat sintesis dan pelepasan leukotrien (Mycek,1995; Tan dan Rahardja, 2007).


(13)

3. Kortikosteroid

Obat ini diberikan pada pasien yang memiliki kontraindikasi ataupun yang tidak memberikan efek terhadap pemberian obat AINS dan kolkisin (Ernst, et al., 2008).

Terapi profilaksis pada penderita gout dapat diberikan obat-obat yang bersifat urikostatik (menghambat pembentukan asam urat) atau urikosurik (meningkatkan ekskresi asam urat).

1. Agen Urikostatik (Allopurinol)

Allopurinol merupakan analog purin. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisasi oleh xantin oksidase. Akibatnya perombakan hipoxantin dikurangi dan sintesa asam urat menurun kurang lebih 50% dan produksi xantin maupun hipoxantin meningkat dan dibuang melalui ginjal. Obat ini mengurangi produksi asam urat, mengurangi konsentrasi asam urat di urin, mencegah terbentuknya batu natrium urat, dan mengecilkan tofi (deposit urat) (Mycek, 1995; Tan dan Rahardja, 2007).

2. Agen Urikosurik (Probenesid dan Sulfinpirazon)

Probenesid, suatu penghambat umum sekresi tubular asam organik, dan sulfinpirazon, suatu derivat fenilbutazon, merupakan dua obat urikosurik yang umum digunakan. Pada dosis terapi obat-obat ini menghambat reabsorbsi asam urat pada tubulus proksimal sehingga keluarnya asam urat melalui ginjal meningkat. Agar dapat bekerja dengan baik, maka diperlukan fungsi ginjal yang memadai. Klirens kreatinin perlu diperiksa untuk menentukan fungsi ginjal (normalnya adalah 115-120 mL/menit). Pemberian


(14)

obat-obatan ini diperlukan masukan cairan sekurang-kurangnya 1500 mL/hari agar dapat meningkatkan ekskresi asam urat, dan penggunaan aspirin harus dihindari, karena dapat menghambat kerja obat-obatan urikosurik (Mycek, 1995; Carter, 1995).

2.7 Potassium Oxonate

Potassium oxonate merupakan garam kalium dari asam oksonat. Potassium oxonate mempunyai berat molekul 195,18 dengan rumus molekul C4H2KN3O4. Rumus bangun potassium oxonate dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Rumus bangun potassium oxonate

Potassium oxonate merupakan inhibitor urikase yang mengkatalisis perubahan asam urat menjadi allantoin sehingga dapat dipakai sebagai bahan penginduksi pada model hewan coba yang menderita hiperurisemia (Yonetani dan Iwaki, 1983). Zat ini cepat memberikan kondisi hiperurisemia dalam waktu 2 jam setelah pemberian secara intraperitoneal pada tikus dan kemudian menurun hingga akhirnya mencapai keadaan normal setelah 24 jam (Astuti, 2011).

Urikase adalah enzim yang hanya terdapat pada mamalia yang tingkatannya lebih rendah dan berperan dalam pengubahan asam urat menjadi allantoin yang lebih mudah larut dalam air dan diekskresi bersama urea melalui


(15)

urin. Penghambatan kompetitif kerja enzim ini mengakibatkan akumulasi asam urat pada mencit dan dapat menimbulkan keadaan hiperurisemia. Potassium oxonate digunakan sebagai penginduksi hiperurisemia karena merupakan inhibitor urikase yang kompetitif untuk meningkatkan kadar asam urat (Astuti, 2011; Muhtadi, dkk., 2012).


(1)

(Carter, 1995). Gout atau pirai adalah penyakit akibat adanya penumpukan kristal mononatrium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat (Terkeltaub, 2001; Becker dan Meenaskshi, 2005).

Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout, yaitu (Carter, 1995):

a. Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari penderita hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.

b. Tahap kedua adalah artritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan metatarsophalangeal. Artritis menunjukkan tanda-tanda peradangan lokal, demam dan peningkatan jumlah sel darah putih. Serangan dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stress emosional. Pada tahap ini biasanya pasien akan mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, seperti sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Mekanismenya yaitu mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling sendi-sendi. Serangan gout seringkali terjadi sesudah trauma lokal atau ruptur tofi (timbunan natrium urat) yang mengakibatkan peningkatan cepat dari konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat mengatasi peningkatan ini dengan baik sehingga terjadi pengendapan asam urat di luar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respons


(2)

fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu peradangan lainnya.

c. Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, dapat berlangsung beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

d. Tahap keempat adalah tahap gout kronik, di mana timbunan urat terus bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan dari sendi yang bengkak. Tofi terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas relatif dari urat. Tofi adalah penimbunan kristal urat pada jaringan yang mempunyai karakteristik seperti benjolan di bawah kulit yang bening. Tofi dengan hiperurisemia yang tidak terkontrol akan bertambah besar yang dapat menyebabkan deformitas dan disfungsi persendian.

Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat terbentuk pada interstitium medulla, papilla, dan pyramid, sehingga timbul proteinuria dan hipertensi ringan. Batu ginjal asam urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil, bulat dan tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi (Carter, 1995).

2.6 Obat yang Digunakan pada Pengobatan Penyakit Gout

Kebanyakan strategi pengobatan gout adalah menurunkan kadar asam urat sampai dibawah titik jenuh, dengan demikian mencegah deposisi kristal asam urat. Ini dapat dilakukan dengan jalan, yaitu (Mycek, dkk., 1995):


(3)

1. Mempengaruhi sintesis asam urat 2. Meningkatkan ekskresi asam urat

3. Menghambat masuknya leukosit ke dalam sendi yang terkena 4. Pemberian obat-obat AINS

Pengobatan biasanya terdiri dari pereda nyeri (ibuprofen, naproxen, kolkisin, dan kortison) diikuti dengan pemberian allopurinol untuk menjaga kadar asam urat rendah sehingga kristal tidak terbentuk (Tortora dan Derrickson, 2011).

Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi serangan gout, yaitu: 1. Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS)

Obat AINS merupakan pilihan pertama dalam mengatasi serangan gout akut karena memiliki efikasi yang baik dan toksisitas yang rendah pada penggunaan jangka pendek. Indometasin, naproxen, diklofenak, dan piroksikam merupakan obat AINS yang paling sering digunakan (Ernst, et al., 2008).

2. Kolkisin

Alkaloid ini diperoleh dari bunga dan biji tumbuhan Colchicun autumnale, yang berasal dari India, Afrika Utara, dan Eropa. Kolkisin berkhasiat antiradang lemah dengan efek baik pada serangan gout akut (efektivitas 90%). Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi zat-zat kemotaksis dan/atau glikoprotein dari granulosit yang memegang peranan pada rangkaian proses peradangan, hingga siklusnya dihentikan. Kolkisin juga menghambat sintesis dan pelepasan leukotrien (Mycek,1995; Tan dan Rahardja, 2007).


(4)

3. Kortikosteroid

Obat ini diberikan pada pasien yang memiliki kontraindikasi ataupun yang tidak memberikan efek terhadap pemberian obat AINS dan kolkisin (Ernst, et al., 2008).

Terapi profilaksis pada penderita gout dapat diberikan obat-obat yang bersifat urikostatik (menghambat pembentukan asam urat) atau urikosurik (meningkatkan ekskresi asam urat).

1. Agen Urikostatik (Allopurinol)

Allopurinol merupakan analog purin. Obat ini mengurangi produksi asam urat dengan jalan menghambat secara kompetitif dua langkah terakhir biosintesis asam urat, yang dikatalisasi oleh xantin oksidase. Akibatnya perombakan hipoxantin dikurangi dan sintesa asam urat menurun kurang lebih 50% dan produksi xantin maupun hipoxantin meningkat dan dibuang melalui ginjal. Obat ini mengurangi produksi asam urat, mengurangi konsentrasi asam urat di urin, mencegah terbentuknya batu natrium urat, dan mengecilkan tofi (deposit urat) (Mycek, 1995; Tan dan Rahardja, 2007).

2. Agen Urikosurik (Probenesid dan Sulfinpirazon)

Probenesid, suatu penghambat umum sekresi tubular asam organik, dan sulfinpirazon, suatu derivat fenilbutazon, merupakan dua obat urikosurik yang umum digunakan. Pada dosis terapi obat-obat ini menghambat reabsorbsi asam urat pada tubulus proksimal sehingga keluarnya asam urat melalui ginjal meningkat. Agar dapat bekerja dengan baik, maka diperlukan fungsi ginjal yang memadai. Klirens kreatinin perlu diperiksa untuk menentukan fungsi ginjal (normalnya adalah 115-120 mL/menit). Pemberian


(5)

obat-obatan ini diperlukan masukan cairan sekurang-kurangnya 1500 mL/hari agar dapat meningkatkan ekskresi asam urat, dan penggunaan aspirin harus dihindari, karena dapat menghambat kerja obat-obatan urikosurik (Mycek, 1995; Carter, 1995).

2.7 Potassium Oxonate

Potassium oxonate merupakan garam kalium dari asam oksonat. Potassium oxonate mempunyai berat molekul 195,18 dengan rumus molekul C4H2KN3O4. Rumus bangun potassium oxonate dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Rumus bangun potassium oxonate

Potassium oxonate merupakan inhibitor urikase yang mengkatalisis perubahan asam urat menjadi allantoin sehingga dapat dipakai sebagai bahan penginduksi pada model hewan coba yang menderita hiperurisemia (Yonetani dan Iwaki, 1983). Zat ini cepat memberikan kondisi hiperurisemia dalam waktu 2 jam setelah pemberian secara intraperitoneal pada tikus dan kemudian menurun hingga akhirnya mencapai keadaan normal setelah 24 jam (Astuti, 2011).

Urikase adalah enzim yang hanya terdapat pada mamalia yang tingkatannya lebih rendah dan berperan dalam pengubahan asam urat menjadi allantoin yang lebih mudah larut dalam air dan diekskresi bersama urea melalui


(6)

urin. Penghambatan kompetitif kerja enzim ini mengakibatkan akumulasi asam urat pada mencit dan dapat menimbulkan keadaan hiperurisemia. Potassium oxonate digunakan sebagai penginduksi hiperurisemia karena merupakan inhibitor urikase yang kompetitif untuk meningkatkan kadar asam urat (Astuti, 2011; Muhtadi, dkk., 2012).