Analisis Yuridis Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Angsuran yang Dibuat Dibawah Tangan

BAB II
BENTUK DAN PENGATURAN PERJANJIAN URUSAN PENGADAAN
TANAH TAPAK RUMAH DI INDONESIA
A. Perjanjian Secara Umum
Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Pengertian perjanjian tertuang di dalam Pasal
1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih. Definisi dari Pasal tersebut adalah :47
1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian;
2. Tidak tampak asas konsesualisme
3. Bersifat dualisme.
Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya
disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut
dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam
doktrin. Jadi menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah
perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum
dengan unsur-unsur sebagai berikut:48
1. Adanya perbuatan hukum;
2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;
3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan;


47
48

Salim, H.S, Op.Cit, hal. 25.
Ibid.

24

Universitas Sumatera Utara

25

4. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih;
5. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain;
6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;
7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau
timbal balik;
8. Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundangundangan.
Perjanjian diartikan sebagai suatu hubungan hukum di bidang harta

kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang
lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya
sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum yang
lain berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang
telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum. 49
Perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu. 50 Bentuk
perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan
dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila
terjadi perselisihan.51

49

Handri Raharjo. Hukum Perjanjian di Indonesia . (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2009), hal.

50

R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta , Intermasa,1998), hal. 1.
Mariam Darus Badrulzaman, DKK, Op.Cit, hal. 65.


42.
51

Universitas Sumatera Utara

26

Perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda
kekayaan dua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji
untuk melakukan suatu hal sedang pihak yang lain berhak menuntut perjanjian
itu.52 Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu.53

Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu
masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan
yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi
ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi
kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum.
Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu

bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu
tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tadi tidaklah hanya semata-mata
merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya
perjanjian itu.54
Ada beberapa jenis perjanjian tertentu yang mensyaratkan dibuat dalam
bentuk tertulis, atau bahkan harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat tertentu,
sehingga disebut dengan kontrak formal. Hal ini merupakan pengecualian dari
52

Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung, Bale Bandung, 1989), hal.

9.
53

Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan,
(Yogyakarta, Liberty,1984), hal. 78.
54
Mariam Darus Badrulzaman, DKK, Op.Cit, hal. 66.

Universitas Sumatera Utara


27

prinsip umum tentang asas konsensual tersebut. Contoh kontrak yang harus
dibuat secara tertulis adalah :
a. Kontrak perdamaian;
b. Kontrak pertanggungan;
c. Kontrak penghibahan;
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, pembedaan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pokok bagi kedua belah pihak.55
2. Perjanjian cuma-cuma, yang diatur dalam Pasal 1314 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang berbunyi suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma
atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu
persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan
kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan
memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk
memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi

salah satu pihak
3. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak
yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua
prestassi itu ada hubungannya menurut hukum.56
55

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

28

4. Perjanjian bernama, perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya
ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh
pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi
sehari-hari.

57

Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab


XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
5. Perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi terdapat di dalam
masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang
disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya seperti
perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran dan lainnya, hal ini lahir
dikarenakan adanya asas kebebasan berkontrak dalam sistem perjanjian
tersebut.58
6. Perjanjian

Obligatoir,

yaitu

perjanjian

dimana

pihak-pihak


sepakat

mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak
lain.59
7. Perjanjian Kebendaan, yaitu perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan
haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban
pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.60 Dalam hal
perjanjian jual beli benda tetap, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga
56

Ibid., hal. 67.
Ibid.
58
Ibid.
59
Ibid.
60
Ibid., hal. 68.


57

Universitas Sumatera Utara

29

perjanjian jual beli sementara, dan untuk perjanjian jual beli benda-benda
bergerak, maka perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh
bersamaan.
8. Perjanjian Konesensual, adalah perjanjian dimana di anatara kedua belah
pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan,61
sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi
semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan
mengikat.
9. Perjanjian Rill, adalah perjanjian yang berlaku setalah terjadinya penyerahan
barang. 62

10. Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri
dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang.63
11. Perjanjian Pembuktian, adalah perjanjian dimana para pihak menentukan
pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.64

61

Ibid.
Ibid.
63
Ibid.
64
Ibid.
62

Universitas Sumatera Utara

30

12. Perjanjian Untung-untungan, yaitu perjanjian yang obyeknya ditentukan di

kemudian hari, misalnya perjanjian asuransi.65
13. Perjanjian Publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai
oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah,
dan pihak lainnya adalah swasta. Diantaranya terdapat hubungan atasan dan
bawahan, jadi tidak berada dalam kedudukan yang sama. 66
14. Perjanjian Campuran, perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian,
yang dalam perjanjian ini terdapat beberapa paham yaitu :67
a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari
perjanjian khusus tetap ada;
b. Paham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipaai adalah
ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menguntungkan.
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena
dua pihak itu saling setuju untuk melakukan sesuatu.
Dalam suatu perjanjian unsur yang terpenting adalah pelakunya atau
disebut dengan subyek. Subyek perjanjian adalah pihak-pihak yang terikat dengan

65

Ibid., hal. 69.
Ibid.
67
Ibid.
66

Universitas Sumatera Utara

31

diadakannya

suatu

perjanjian,

Kitab

Undang-Undang

Hukum

Perdata

membedakan 3 (tiga) golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu:68
1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri;
2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya;
3. Pihak ketiga.
Pada dasarnya mengenai subyek perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata mengaturnya secara teratur di dalam Pasal 1315, Pasal 1340. Pasal 1317
dan Pasal 1318. Suatu perjanjian ketika memenuhi syarat-syarat yang tercantum di
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi supaya
terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Dari pasal tersebut, dapat dibedakan dua syarat yaitu:
1.

Syarat Subjektif yaitu sepakat yang mengikatkan dirinya dan cakap untuk
membuat suatu perikatan karena mengenai subjek perjanjian. Kata sepakat
daam mengadakan perjanjian, maka kedua belah pihak haruslah memunyai
kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat suatu tekanan yang
mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.69

68
69

Ibid.,hal. 70.
Ibid., hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

32

Kata sepakat berarti suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua
pihak. Berdasarkan pengertian kata sepakat tersebut berarti apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain,
meskipun tidak sejurusan tetapi secara timbal balik kedua kehendak itu
bertemu satu sama lain.70
Sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui antara
para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran,
sedangkan pernyataan pihak yang menyatakan menerima tawaran dinamakan
akseptasi.71
Teori-teori mengenai terjadinya kesepakatan atau saat-saat terjadinya
perjanjian antara para pihak antara lain:72
a.

Teori kehendak mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dinyatakan dengan
menulis surat;

b.

Teori pengiriman mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat kehendak
yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran;

c.

Teori pengetahuan mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan
seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima;

70

R Subekti, Op.Cit, hal. 26.
Mariam Darus Badrulzaman, DKK, Op.Cit, hal. 74.
72
Ibid.
71

Universitas Sumatera Utara

33

d.

Teori kepercayaan mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat
pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang
menawarkan.

Ada beberapa cacat-cacat subjektif, antara lain:
a. Kekhilafan (kesesatan), yang diatur dalam Pasal 1321 dan Pasal 1322
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang terdiri dari:
i. Error in persona, adalah kekhilafan mengenai orangnya;
ii. Error in substansia, adalah kesesatan mengenai sifat benda, yang
merupakan alasan sesungguhnya bagi kedua belah pihak, untuk
mengadakan perjanjian.
b. Paksaan
Pasal 1323 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi
paksaan yang diakukan terhadap orang yang mengadakan suatu
persetujuan mengakibatkan batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga
bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan
dalam persetujuan yang dibuat itu. Yang dimaksud dengan paksaan
adalah bukan paksaan dalam arti absolut, sebab dalam hal demikian itu
perjanjian sama sekali tidak terjadi.73
Pasal 1324 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi
paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi
kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat,
73

Ibid., hal. 76.

Universitas Sumatera Utara

34

bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya, terancam rugi besar
dalam waktu dekat. Dalam pertimbangan hal tersebut, harus diperhatikan
usia, jenis kelamin dan kedudukan orang yang bersangkutan. Paksaan
yang dimaksud adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka
rahasia) dengan sesuatu yang diperboleh dengan hukum

yang

menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat
perjanjian.74
Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menjelaskan ketakutan terhadap para pihak, berbunyi paksaan menjadikan
suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu
pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap
suami atau istri atau keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah.
Pasal 1326 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan
tentang ketakutan tidak identik dengan paksaan, berbunyi rasa takut
karena hormat kepada bapak, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas,
tanpa disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan.
Pasal 1327 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan
tentang pembatalan tidak dapat diajukan, berbunyi pembatalan suatu
persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lagi, bila setelah
paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun
secara diam-diam, atau jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan
74

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

35

oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan seluruhnya ke keadaan
sebelumnya.
c. Penipuan diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi penipuan merupakan suatu alasan untuk
membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah
satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang
lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat.
Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktikan.
Tentang cakap melakukan perbuatan hukum diatur Pasal 1329 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi tiap orang berwenang untuk
membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu,
dilanjutkan dengan bunyi Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yaitu yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;
1. anak yang belum dewasa;
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undangundang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang
dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk
melakukan perbuatanperbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara kewenangan
hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum maka
subyek hukum dalam hal pasif sedangkan pada kecakapan berbuat subjek

Universitas Sumatera Utara

36

hukumnya aktif, dan yang termasuk cakap di sini adalah orang dewasa, sehat
akal pikrnya, tidak dilarang oleh undang-undang.
Syarat Objektif terdiri dari suatu hal tertentu dan suatu sebab yang
halal. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu yang dapat berupa
benda yang sekarang ada dan yang akan nandi ada, dengan syarat sebagai
berikut:75
1. barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan;
2. barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak
diperbolehkan;
3. dapat ditentukan jenisnya;
4. barang yang akan datang;
5. objek perjanjian
6. barang yang akan ada.
Ada beberapa asas-asas dari perjanjian, diantaranya:
1.

Perjanjian yang sah adalah undang-undang
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi
semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,
atau karena

75

alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang.

Ibid., hal. 79-80.

Universitas Sumatera Utara

37

Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan istilah
“semua”

pada

pasal

tersebut,

maka

pembentuk

undang-undang

menunjukkan bahwa semua perjanjian yang dimaksud bukanlah hanya
semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga meliputi perjanjian yang
tidak bernama.
Istilah secara sah pada pasal tersebut diartikan perbuatan perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, dalam hal ini syaratsyarat yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Semua perjanjian yang dibuat menurut hukum atau secara sah
adalah mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak, dan adanya
asas

kepastian

hukum.76

Asas

kepastian

hukum

menimbulkan

perlindungan hukum bagi para pihak, diantaranya adalah pembeli dalam
perbuatan hukum jual beli tanah.
Pasal tersebut juga merealisasikan kedudukan masing-masing
pihak dengan seimbang, sehingga saling terlindungi, ini merupakan
realisasi dari asas keseimbangan.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang sangat penting
dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak
bebas, pancaran hak asasi manusia.77 Pengaturan isi perjanjian tidak

76
77

Ibid., hal. 82.
Ibid., hal. 84.

Universitas Sumatera Utara

38

semata-mata dibiarkan kepada para pihak, akan tetapi perlu diawasi
Pemerintah

sebagai

pengemban

kepentingan,

untuk

menjaga

keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui
penerobosan hukum perjanjian oleh Pemerintah terjadi pergeseran hukum
perjanjian ke bidang hukum publik. Melalui campur tangan pemerintah
ini, terjadi pemasyarakatan.
Asas kebebasan berkontrak mengandung bermacam-macam unsur,
yaitu :
a. Seseorang bebas untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian;
b. Seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun juga;
c. Mengenai isi, syarat dan luasnya perjanjian setiap orang bebas
menentukan sendiri.
Hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang
bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan ini tetap
perlu dipertahankan, yaitu pengembangan kepribadian untuk mencapai
kesejahteraan dan kebagian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan
seimbang dengan kepentingan masyarakat.78
Dalam perkembangannya, asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit
dilihat dari berbagai segi, yaitu:79
a. Dari segi kepentingan umum;

78
79

Ibid., hal. 86-87.
Ibid., hal. 87.

Universitas Sumatera Utara

39

b. Dari segi perjanjian baku;
c. Dari segi perjanjian dengan pemerintah
Hal ini disebabkan karena adanya pembatasan yang melekat pada
asas tersebut yaitu :
1) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum;
2) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan kesusilaan;
3) Bahwa perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum dan undangundang.
Dengan adanya asas kebebasan berkontrak, dapat dikatakan
bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga menganut
sistem terbuka.
3. Asas Konsensualisme
Asas ini sangat erat dengan asas kebebasan mengadakan
perjanjian. Asas ini terkandung dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yang mengandung arti kamuan para pihak untuk saling
berpartisipasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri.
4. Asas Kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,
menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu satu sama lain akan
memegang janjinya. Dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di
belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak
mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak

Universitas Sumatera Utara

40

pengikatkan diri dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan
mengikat sebagai undang-undang.80
5. Asas Kekuatan Mengikat
Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata
terbatas pada apa yang diperjanjikan akan tetapi juga terhadap beberapa
unsur lainsepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta
moral. Demikian sehingga asas-asas moral, kepatutan dan kebiasaan yang
mengikat para pihak.81
6. Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak
ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan,
kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat
adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati
satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan. 82
7. Asas Keseimbangan
Asas ini mengkehendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan
perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas
persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi
melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini
80

Ibid.
Ibid., hal. 87-88.
82
Ibid., hal. 88.
81

Universitas Sumatera Utara

41

bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk
memperhatikan itikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur
seimbang.83
8. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mampu mengandung
kepastian hukum. Kepastian hukum ini terungkap dari kekuatan mengikat
perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang para pihak.84
9. Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar dimana suatu perbuatan
sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat
kontraprestasi dari pihak debitur.85
10. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan
mengenai isi perjanjian. Asas ini harus dipertahankan karena melalui
asasi ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan
dalam masyarakat.
Ketika suatu perjanjian yang terjadi tidak melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan maka kedudukan para pihak dalam perjanjian tersebut akan
mendapat perlindungan hukum. Para pihak bisa menggunakan perlindungan
83

Ibid.
Ibid.
85
Ibid.
84

Universitas Sumatera Utara

42

hukum tersebut katika ada salah satu pihak yang merasa dirugikan, sehingga
kedudukannya tetap seimbang.
Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka, artinya hukum perjanjian
memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan
perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan
hukum pelengkap.suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain
di mana dua orang tersebut saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Hukum
yang bersifat pelengkap (aanvullend recht) adalah peraturan-peraturan hukum
yang

boleh

dikesampingkan

atau

disimpangi

oleh

orang-orang

yang

berkepentingan, peraturan-peraturan hukum mana hanyalah berlaku sepanjang
orang-orang yang berkepentingan tidak mengatur sendiri kepentingannya.
Dala suatu perjanjian ada memiliki beberapa akibat hukum yaitu
Akibat hukum dari suatu perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :86
1. Batal demi hukum (nietig, null and void)
Apabila dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Syarat objektif tersebut adalah :
a. Perihal tertentu, dan
b. Kausa yang legal.

86

Munir Fuady, Op.cit, halaman 34.

Universitas Sumatera Utara

43

Artinya, sejak awal tidak pernah lahir suatu perjanjian sehingga tidak
pernah ada perikatan. Karena tidak pernah lahir perjanjian, tidak ada akibat
hukum apa pun sehingga tidak ada dasar hukum yang dapat dijadikan alas
hak untuk melakukan gugatan atau penuntutan.
2. Dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable)
Apabila dalam hal tidak terpenuhinya syarat subjektif dalam Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, syarat subjektif tersebut adalah:
a. Kesepakatan kehendak, dan
b. Kecakapan berbuat.
Artinya perjanjian yang dibuat tanpa memenuhi unsur pertama atau unsur
kedua tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim melalui
pengadilan.
3. Kontrak tidak dapat dilaksanakan (unenforceable )
Kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang tidak begitu
saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai
status hukum tertentu.
Bedanya dengan kontrak yang batal (demi hukum) adalah bahwa kontrak
yang tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi kontrak
yang sah. Sedangkan, bedanya dengan kontrak yang dapat dibatalkan
(voidable) adalah bahwa dalam kontrak yang dapat dibatalkan, kontrak
tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksakan sampai dengan

Universitas Sumatera Utara

44

dibatalkan kontrak tersebut, sementara kontrak yang tidak dapat
dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi
menjadi kontrak yang sah.
Sebagai contoh, kontrak yang tidak dapat dilaksanakan adalah kontrak yang
seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi kemudian
kontrak tersebut ditulis oleh para pihak.
4. Sanksi administratif
Apabila syarat kontrak tidak dipenuhi maka, hanya mengakibatkan
dikenakan sanksi administratif saja terhadap salah satu pihak atau kedua
belah pihak dalam kontrak tersebut.Misalnya apabila terhadap suatu kontrak
memerlukan izin atau pelaporan terhadap instansi tertentu, seperti
izin/pelaporan kepada Bank Indonesia untuk suatu kontrak offshore loan.

a. Ketentuan umum tidak mempersyaratkan
Pada prinsipnya (dengan beberapa perkecualian) tidak ada kewajiban bagi
suatu kontrak untuk dibuat secara tertulis. Asal telah dipenuhinya syaratsyarat sahnya suatu kontrak sebagaimana ditentukan antara lain dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka kontrak tersebut sudah
sah, meskipun dibuat hanya secara lisan saja.
Hanya saja, dengan dibuatnya kontrak secara tertulis, maka hal tersebut
akan memudahkan dari segi pembuktian dalam praktek di samping

Universitas Sumatera Utara

45

mengurangi

timbulnya

ketidak

jelasan

tentang isi

kontrak

yang

bersangkutan.
b. Dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak tertentu
Kadang kala untuk suatu kontrak tertentu oleh undanag-undang sendiri
dipersyaratkan agar kontrak tersebut dibuat secara tertulis dengan ancaman
batal.Contoh dari kontrak yang memerlukan suatu syarat tertulis adalah
kontrak hibah. Bahkan untuk kontrak hibah tersebut tidak hanya
dipersyaratkan harus tertulis, tetapi juga harus dengan akta notaris ,
maksudnya apabila suatu perjanjian diatur harus dibuat secara tertulis dan
tidak dilaksanakan maka dapat berakibat batal.
Kecuali untuk hibah berupa hadiah barang bergerak yang berwujud dari
tangan ke tangan, atau suatu surat hutang yang akan dibayar atas tunjuk
yang memang tidak memerlukan akta notaris. Sesuai dengan Pasal 1682
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa “ tiada
suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam Pasal 1687, dapat, atas ancaman
batal, aslinya disimpan oleh notaris itu”
c. Dipersyaratkan untuk kontrak atas barang-barang tertentu
Undang-undang juga mempersyaratkan kontrak tertulis untuk kontrak atas
objek/barang tertentu.Misalnya kontrak yang berkenaan dengan pengalihan
hakatas tanah harus dibuat secara tertulis bahkan harus dibuat di hadapan
pejabat tertentu in casu di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.Sesuai
dengan Undang-Undang Pokok Agraria beserta peraturan pelaksanaannya.

Universitas Sumatera Utara

46

d. Dipersyaratkan karena kebutuhan praktek
Walaupun dalam banyak hal undang-undang tidak mensyaratkan bahwa
suatu kotrak harus tertulis, tetapi kebutuhan praktek ternyata menyatakan
lain. Dalam hal ini dalam praktek umumnya sangat dibutuhkan kehadiran
suatu kontrak tertulis, karena suatu kontrak tertulis memiliki maksud yaitu:
1) Untuk kepentingan pembuktian.
2) Untuk kepentingan kepastian hukum.
B. Perjanjian Yang Memuat Klausulu Khusus
Perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat maka bermunculan perjanjian yang memuat klausulu khusus yang
diatur sesuai dengan kebutuhan masyarakat, hal ini sesuai dengan asas
kebebasan berkontrak yang dianut dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Dengan pembakuan syarat-syarat perjanjian, kepentingan salah satu
pihak lebih terjamin karena pihak lawannya hanya menyetujui syarat-syarat
yang ditawarkan kepadanya. Dalam tesis ini maka kepentingan pihak calon
penjual lebih terjamin karena pihak calon penjual hanya menyetujui syaratsyarat yang tercantum dalam perjanjian tersebut. Karena perjanjian ini hanya
di buat sepihak oleh pihak calon penjual, pihak calon pembeli hanya bisa
memiliki dua pilihan yaitu menyetujui syarat-syarat tersebut dengan

Universitas Sumatera Utara

47

membubuhkan tanda tangan atau tidak menyetujui syarat-syarat perjanjian
tersebut.
Dalam praktek klausul-klausul yang berat sebelah dalam perjanjian
baku tersebut biasanya mempunyai wujud sebagai berikut:87
a. Dicetak dengan menggunakan bentuk huruf yang kecil
b. Bahsa yang sulit dipahami artinya
c. Tulisan yang kurang jelas dan susah dibaca
d. Kalimat yang disusun secara komplek dan rumit
e. Bentuk perjanjian dan kalusulanya tidak terwujud seperti suatu perjanjian
(tersamar) pada umumnya
f. Kalimat-kalimatnya ditempatkan pada tempat-tempat yang kemungkinan
besar tidak dibacakan oleh salah satu pihak.
Fdhasda
Ciri-ciri secara umum perjanjian baku sebagai berikut: 88
1. isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya)
kuat
2. masyarakat

(debitur/konsumen)

sama

sekali

tidak

bersama-sama

menetukan perjanjian

87

Munir Fuady, Hukum Kontrak(Dari Sudut pandang Hukum Bisnis), (Bandung:PT.Citra Aditya
Bakti, 2003), jal. 76.
Salim .HS, ”perkembangan hukum kontrak di luar KUH Perdata”, raja grafindo persada,
Jakarta, hal. 146.
88

Universitas Sumatera Utara

48

3. terdorong oleh kebutuhannya debitur/konsumen terpaksa menerima
perjanjian itu
4. bentuk tertentu (tertulis)
5. dipersiapkan secara massal dan kolektif.
Berdasarkan uraian diatas maka karateristik perjanjian yang memuat
klausulu baku adalah:
1. Bentuk Perjanjian Tertulis
Yang dimaksud adalag kata-kata atau maksud pernyataan kedua
belah pihak yang hendak dimuat dengan syarat-syarat baku dibuat secara
tertulis berupa akta autentik atau akta di bawah tangan.
2. Format Perjanjian dibakukan
Format perjanjian meliputi model, rumusan dan ukuran, format yang
dibakukan artiya modelnya, rumusannya dan ukurannya sudah ditentukan
sehingga tidak dapat diganti, diubah atau dibuat dengan cara lain karena
sudah dicetak. Contoh format perjanjian baku adalah polis asuransi, akta
Pejabat Pembuat Akta Tanah, Perjanjian Sewa Beli, Penggunaan kartu
kredit, konosemen dan obligasi. 89
3. Syarat-Syarat Perjanjian Ditentukan Oleh Pengusaha
Syarat-syarat perjanjian yang merupakan pernyataan kehendak
ditentukan sendiri secara sepihak oleh pengasaha atau organisasi

89

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal.6.

Universitas Sumatera Utara

49

pengusaha. Karena syarat-syarat perjanjian itu dimaksud dimonopoli oleh
pengusaha daripada konsumen, maka sifatnya lebih menguntungkan
cenderung menguntungkan pengusaha dari pada konsumen. Pengusaha
dalam hal ini adalah pihak calon penjual dan konsumen adalah pihak
calon pembeli.
4. Konsumen (Pihak Calon Pembeli) Hanya Menerima Atau Menolak
Jika konsumen (pihak calon pembeli) bersedia menerima syaratsyarat perjanjian yang ditawarkan kepadanya, maka ditandatanganilah
perjanjian itu. Penandatanganan tersebut menunjukkan bahwa konsumen
(pihak calon pembeli) bersedia memikul tanggung jawab walaupun
mungkin konsumen (pihak calon pembeli) bisa tidak bersalah. Jika
konsumen (pihak calon pembeli) tidak setuju, maka konsumen (pihak
calon pembeli) tidak boleh menawar-nawat atas syarat-syarat perjanjian
yang sudah dibakukan tersebut, karena menawar syarat-syarat perjanjian
tersebut berarti menolak perjanjian yang memuat klausula khusus
tersebut.
5. Penyelesaian Sengketa Melalui Musyawarah atau Peradilan
Dalam syarat-syarat perjanjian terdapat klausula standar mengenai
penyelesaian sengketa. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan
perjanjian, maka penyelesaiannya dilakukan melalui musyawarah. Tetapi
jika ada pihak yang mengkehendaki, tidak tertutup kemungkinan
penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri

Universitas Sumatera Utara

50

6. Perjanjian Baku Menguntungkan Pengusaha (pihak calon penjual)
Bahwa adanya kecenderungan perkembangan perjanjian adalah dari
lisan menjadi tertulis, dari perjanjian tertulis biasa ke perjanjian tertulis
yang dibakukan, syarat-syarat baku dimuat lengkap dalam naskah
perjanjian, atau ditulis sebagai lampiran yang tidak terpisah dari formulir
perjanjian atau ditulis dalam dokumen bukti perjanjian. Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa perjanjian baku yang dirancang secara sepihak
oleh pengusahan (pihak calon penjual) akan menguntungkan beberapa
hal yaitu:
a. Efisiensi biaya, waktu dan tenaga
b. Praktis
c. Penyelesaiannya cepat karena konsumen hanya menyetujui dengan
tidak menyetujui
d. Homogenitas perjanjian yang dibuat dalam bentuk yang banyak.
Pemerintah Indonesia secara resmi melalui Undang-undang No. 8
tahun 1999 menggunakan istilah klausula baku sebagaimana dapat ditemukan
dalam pasal 1 angka 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pasal
tersebut menyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan
dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan
atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Ada juga
yang menyebutkan bahwa perjanjian standar itu dikatakan perjanjian atau

Universitas Sumatera Utara

51

persetujuan yang dibuat oleh para pihak mengenai sesuatu hal yang telah
ditentukan secara baku (standar) serta dituangkan secara tertulis.90
Pengaturan tentang klausul baku ini dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999. Pasal 18 ayat (1) menentukan pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat
atau mencantumkan klausul baku di setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang telah dibeli konsumen
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo,”Hukum Perlindungan konsumen”, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008,hal 108
90

Universitas Sumatera Utara

52

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi yang
menjadi objek jual beli jasa
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
teradap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
C. Aspek Hukum Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Secara Langsung
Melalui Jual Beli
1. Perjanjian Jual Beli Secara Umum
Perjanjan jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dimana
pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu
barang, sedang pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga
yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut.91
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak
penjual dan pembeli, didalam perjanjian ini pihak penjual berkewajiban
menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan
91

R, Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

53

pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek
tertentu.92 Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi tersebut adalah :93
a.

adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli;

b.

adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga;

c.

adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.
Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan

dinamakan menjual, sedangkan dari pihak lain dinamakan membeli. Istilah
yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik adalah sesuai dengan
istilah belanda yaitu koopen verkoop yang juga mengandung pengertian
bahwa pihak yang satu verkoopt (menjual) sedang yang lainnya koopt
(membeli).
Barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu,
setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan
diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adalah sah
menurut hukum misalnya jual beli mengenai panenan yang akan diperoleh
pada suatu waktu dari sebidang tanah tertentu.94
Perjanjian jual beli adalah jual beli dimana hak milik atas barang
seketika berpindah kepada pembeli.95 Dalam jual beli hak atas tanah,

92

Salim, H.S, Op.Cit, hal. 49.
Ibid., hal. 49.
94
R, Subekti, Op.Cit, hal. 1-2.
95
Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 217.
93

Universitas Sumatera Utara

54

perjanjian jual beli terjadi pada saat penandatanganan akta jual beli dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Dalam jual beli terjadi peralihan hak dengan unsur kesengajaan, karena
suatu pihak melakukan suatu perbuatan hukum untuk mengalihkan/memindahkan haknya atas suatu hak dalam hal ini adalah hak atas tanah.96
Perbuatan hukum mengakibatkan beralihnya hak atas tanah tersebut dapat
dilakukan dengan cara membuat perjanjian.
Unsur-unsur pokok (essentialia ) perjanjian jual beli adalah barang dan
harga. Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiawai hukum perdata,
perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat
mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang
dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.97
Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi jual beli dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai
kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu
belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
Konsensualisme berasal dari perkataan konsensus yang berarti
kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak
yang bersangkutan tercapai suatu persatuan kehendak, artinya apa yang

96
97

John Salindeho, Op.Cit, hal. 38.
R, Subekti, Op.Cit, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

55

dikehendaki oleh yang satu adalah apa yang dikehendaki oleh yang lain.
Kedua kehendak itu bertemu dalam sepakat tersebut. Tercapainya sepakat ini
dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan
ataupun dengan bersama-sama dengan menaruh tanda tangan dibawah
pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak
telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu.98
Asas konsensualisme dianut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan UndangUndang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian yang sah memiliki kekuatan yang sama dengan UndangUndang. Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat
perjanjian yaitu sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi syarat sahnya suatu perjanjian jual beli harus
memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Pasal 1320 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, karena syarat tersebut merupakan tolak ukur sah atau
tidak sahnya suatu perjanjian.

98

R, Subekti, Op.Cit, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

56

Sepakat yang hanya disebutkan saja tanpa dituntutnya suatu bentuk
atau cara apapaun, seperti tulisan, pemberian tanda atau panjar dan lain
sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu,
maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau
berlakulah ia sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.99
Dua Kewajiban utama penjual yaitu:
a. Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan meliputi segala
perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik
atas barang yang diperjual belikan itu dari penjual kepada si pembeli.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai tiga macam barang yaitu
barang bergerak, barang tetap dan barang tak bertubuh (dengan mana yang
dimaksudkan piutang, penagihan atau claim).100
1. Untuk barang bergerak sesuai dengan bunyi Pasal 612 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang berbunyi penyerahan barang-barang
bergerak, kecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan
yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan
kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada. Penyerahan
tidak diharuskan, bila barang-barang yang harus diserahkan, dengan

99

Ibid., hal. 4.
Ibid., hal. 9.

100

Universitas Sumatera Utara

57

alasan

hak

lain,

telah

dikuasai

oleh

orang

yang

hendak

menerimanya.101
Penyerahan tak perlu dilakukan, apabila kebendaan yang harus
diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang
hendak menerimanya. Sehingga adanya kemungkinan menyerahkan
kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada di
saam suatu gudang, hal mana merupakan suatu penyerahan secara
simbolis, sedangkan apabila barangnya sudah berada dalam kekuasaan
si pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan
saja.102
2. Untuk barang tetap (tak bergerak) dalam hal ini tanah, sudah dicabut
karena dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria.
Barang Tak Bertubuh dilakukan dengan perbuatan yang disebut cessie
sebagaimana diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang berbunyi penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain
yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta autentik atau di
bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada
orang lain.

101
102

Ibid.,
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

58

Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum
penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau
diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan
memberikannya, penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan
memberikannya bersama endosemen surat itu. Penyerahan yang demikian
bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah penyerahan itu
diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya. Penyerahan
tiap-tiap piutang karena surat-surat dilakukan dengan penyerahan surat itu.103
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut sistem
perjanjian jual beli hanya obligatoir saja, artinya bahwa perjanjian jual beli
baru meletakkan hak dan kewajiban bertimbal balik antara kedua belah pihak
yaitu penjual dan pembeli. Penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak
milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk
menuntut pembayaran harga yang telah disetujui dan disebelah lain yaitu
pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang sesuai imbalan haknya
untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya.104
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan perjanjian jual beli
belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik berpindah ketika ada
levering atau penyerahan, sehingga penyerahan menurut Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata adalah perbuatan yuridis guna memindahkan hak

103
104

Ibid., hal. 10.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

59

miliknya dengan 3 (tiga) cara sesuai dengan bentuk barang sesuai uraian
diatas. Menurut para ahli sarjana Belanda penyerahan adalah tahap kedua dari
proses jual beli yang khusus bertujuan memindahkan hak milik dari penjual
kepada pembeli.105
Sifat obligatoir perjanjian jual beli dapat dilihat dari Pasal 1459 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi hak milik atas barang yang
dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan
menurut Pasal 612 dan 613. Sistem levering atau penyerahan dapat dilihat
dalam Pasal 1257 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi
semua syarat harus dipenuhi dengan cara yang dikehendaki dan dimaksudkan
oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Aspek Hukum Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Dengan Jual Beli
Salah satu tujuan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum adalah untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum, sekaligus mewujudkan keadilan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat pemilik tanah yang tanahnya
dipergunakan bagi pembangunan.
Pengadaan Tanah adalah suatu kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
105

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

60

Dan ayat 3 Pasal tersebut menyebutkan bahwa pihak yang berhak adalah
pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah. Pihak yang
membayar ganti kerugian dan menerima objek pengadaan tanah adalah intansi
pemerintah yang sudah mendapat kuasa atas hal tersebut.
Ciri Khas dari pengadaan tanah menurut Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum adalah:
1. Adanya obyek tanah
2. Adanya perpindahan hak
3. Adanya ganti rugi
4. Adanya keterlibatan pemerintah sebagai salah satu pihak dalam
perjanjian pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut,
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum memiliki tujuan untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan
terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.
Kepentingan umum yang dimaksud pada hakekatnya pembangunan
untuk kepentingan umum adalah untuk kepentingan sebagian besar
masyarakat. Manfaat yang lebih besar tersebut tidak seharusnya dikalahkan

Universitas Sumatera Utara

61

oleh kepentingan dari sebagian masyarakat, karena kerugian yang timbul
sebagai akibat tidak terlaksananya pembangunan untuk kepentingan umum
tersebut tidak hanya diderita oleh masyarakat yang terkena langsung saja
melainkan juga menjadi beban masyarakat lainnya dan Pemerintah. 106
Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang diteliti dalam
penelitian ini tidak ada kepentingan umum yang ingin dipenuhi melainkan
hanya kepentingan pribadi para pihak untuk memiliki secara pribadi hak atas
tanah tersebut, sehingga perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ini
tidak memenuhi kriteria pengadaan tanah yang dimaksud dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Ketiga

Atas

Peraturan

Presiden

Nomor

71

Tahun

2012

tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum sehingga tidak memiliki aspek hukum sesuai Peraturan Presiden
Tersebut.
Pada Pasal 68 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum yang tidak di ubah menyebutkan bahwa :
(1) Pelaksana Pengadaan Tanah melaksanakan musyawarah dengan Pihak
yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil

106

Supratman, R., Implementasi Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, 2005, hal 3.

Universitas Sumatera Utara

62

penilaian dari Penilai diterima oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (3).
(2) Pelaksanaan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mengikutsertakan Instansi yang memerlukan tanah.
(3) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara
langsung untuk menetapkan bentuk Ganti Kerugian berdasarkan hasil
penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (1).
(4) Dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksana
Pengadaan Tanah menyampaikan besarnya Ganti Kerugian hasil penilaian
Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1).
Ada proses musyawarah menurut peraturan presiden tersebut yang
sudah ditentukan, sedangkan dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak
rumah tidak ada proses musyawarah melainkan langsung kepada suatu
keadaan pihak pembeli setuju atau tidak setuju terhadap syarat-syarat yang
diberikan oleh pihak penjual, ada perbuatan sepihak dalam perjanjian ini dan
pembeli tidak bisa mengubah syarat-syarat yang diberikan kepadanya oleh
penjual.
Kalimat jual beli tercantum pada Pasal 77 ayat 4 Presiden Nomor 71
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum yang menyebutkan Penyediaan tanah pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui jual beli atau cara lain

Universitas Sumatera