Analisis Yuridis Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Angsuran yang Dibuat Dibawah Tangan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu komponen dari hak asasi manusia maka setiap
orang harus diberi akses untuk memperoleh, mempunyai, memanfaatkan dan
mempertahankan bidang tanah yang akan atau yang sudah dipunyainya. Sebagai
hak dasar hak atas tanah sangat berarti bagi eksistensi seseorang, kebebasan dan
harkat dirinya sebagai manusia, sehingga pemenuhannya harus selalu diupayakan.1
Tanah tapak menjadi bahasa yang umum akhir-akhir ini terutama dalam hal
jual beli tanah karena jual beli secara kapling lebih menarik bagi masyarakat
umum salah satunya efek globalisasi yang terjadi, tanah tapak atau kapling adalah
bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan ukuran tertentu untuk bangunan
atau tempat tinggal.2
Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah adalah jual beli yang berarti
pengalihan hak atas tanah kepada pihak/orang lain yang berupa dari penjual
kepada pembeli tanah.3 Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik yang dalam
hal ini pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas
suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar

1


Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,(Medan,
Pustaka Bangsa Press, 2004), hal.8.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga,(Jakarta, Balai Pustaka, 2001), hal. 518.
3
Harun Al Rasyid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah (berikut Peraturan-peraturannya),
(Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987), hal. 50.

1

Universitas Sumatera Utara

2

harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut.4
Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang

telah dijanjikan. Jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan langsung
antara penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara terpisah antara
penjual dan pembeli.
Salah satu obyek jual adalah tanah, dan ada beberapa peraturan perundangundangan yang mengatur tentang jual beli tanah yang belum dibukukan/didaftarkan atau belum memiliki tanda bukti hak adalah`:
1. Pasal 24

ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah yang berbunyi Akta untuk memindahkan hak, memberikan
hak baru, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan tanggungan hak
atas tanah yang belum dibukukan dibuat oleh Penjabat jika kepadanya, dengan
menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1) sub. a, diserahkan suratketerangan Kepala Kantor. Pendaftaran Tanah yang menyatakan, bahwa hak
atas tanah itu belum mempunyai sertifikat atau sertifikat-sementara. Di
daerah-daerah kecamatan di luar kota tempat kedudukan Kepala Kantor
Pendaftaran Tanah surat keterangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah

4

Richard Eddy, Aspek Legal Property, Teori, Contoh, dan Aplikasi, (Yogyakarta, Andi,
2010), hal. 55


Universitas Sumatera Utara

3

tersebut dapat diganti dengan pernyataan yang memindahkan, memberikan
menggadaikan atau menanggungkan hak itu, yang dikuatkan oleh Kepala
Desa dan seorang anggota Pemerintah Desa yang bersangkutan. Selain suratketerangan tersebut, kepada Pejabat itu harus diserahkan pula:
a. surat bukti hak dan keterangan Kepala Desa yang dikuatkan oleh Asisten
Wedana yang membenarkan surat-bukti hak itu,
b. surat tanda bukti pembayaran biaya pendaftaran.
2. Penjelasan Pasal 24 ayat (1) point f dan g dari Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi akta pemindahan hak
yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala
Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini dan akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang
tanahnya belum dibukukan
3. Pasal 60 ayat (2) poin g dan h dari Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang


ketentuan pelaksanaan

peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang
berbunyi akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda
kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan,
atau akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya
belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

Universitas Sumatera Utara

4

Peraturan perundang-undangan diatas menjelaskan bahwa apabila ada
peralihan/perpindahan hak atas tanah yang belum dibukukan/didaftarkan maka
setidaknya proses tersebut disaksikan oleh kepala desa atau pejabat pemerintahan.
Jual beli yang dilakukan terhadap tanah sebagai obyeknya pasti memerlukan
suatu perjanjian. Perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa yang berupa suatu
rangkaian janji-janji.5 Suatu perjanjian menimbulkan perikatan, atau perjanjian
merupakan sumber utama dari perikatan.6 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda)
antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu
dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan
itu.
Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi, yang menurut
Undang-Undang dapat berupa :7
1. Menyerahkan suatu barang;
2. Melakukan suatu perbuatan;
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
Unsur-unsur dalam perikatan adalah :8
1. Bahwa perikatan itu adalah suatu hubungan hukum;

5

Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, ( Bandung, Alumni, 1976), hal. 12.
Ibid., hal. 13.
7
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta, PT. Intermasa, 2003), hal. 123.
8
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, 2003), hal. 17.
6

Universitas Sumatera Utara

5

2. Hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau tiga orang orang
(pihak);
3. Hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan
hukum harta kekayaan;
4. Hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu
pihak dalam perikatan.
Hubungan hukum dalam jual beli dinyatakan dengan pernyataan tertulis, yaitu
perjanjian jual beli ialah perjanjian konseptual karena mengikat para pihak saat
terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esencial dan aksidentalia
dari perjanjian tersebut.9 Setelah dilakukan perjanjian jual beli maka dilakukan
penyerahan terhadap obyek yang diperjual belikan, penyerahan terhadap barang tidak
bergerak atau tanah dilakukan dengan pendaftaran atau balik nama.10
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual

dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan
objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban
untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.11
Salah satu yang timbul di masayarakat adalah timbulnya surat perjanjian
urusan pengadaan tanah tapak rumah yang secara garis besar berisi tentang jual beli

9

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 126.
10
Ibid., hal. 129
11
Salim, H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2011), hal. 49.

Universitas Sumatera Utara

6


tanah tapak rumah secara angsuran. Jual beli secara angsuran bisa memiliki
persamaan dengan sewa beli yaitu tentang klausul yang menyebabkan pembeli tidak
diberi kebebasan untuk mengalihkan barang yang dibeli secara angsuran atau disewa
beli sebelum barang tersebut dibayar lunas,12 dan perbedaannya adalah pada proses
penyerahan hak milik barang yang akan diterima pembeli pada jual beli angsuran
pada dasarnya hak milih sudah beralih pada saat barang yang menjadi obyek jual beli
diserahkan kepada pembeli sedangkan pada sewa beli hak milik naru beralih pada
saat pembayaran angsuran telah lunas.
Perjanjian jual beli tanah biasanya dibuat dalam akta autentik yang dibuat oleh
pejabat yang berwenang untuk itu,13 di Indonesia tentang jual beli hak atas tanah
seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan
yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli yang merupakan
bentuk peralihan hak atas tanah dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan Notaris.
Sedangkan untuk tanah yang belum bersertipikat yaitu tanah yang alas haknya berupa
Surat Keterangan Camat, bisa dilakukan di hadapan notaris umumnya dengan akta
pelepasan hak atas sebidang tanah dengan ganti rugi.


12
13

Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 139.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

7

Pembayaran harga barang pada umumnya dilakukan secara tunai bersamaan
dengan penyerahan barang. Akan tetapi, dalam beberapa jenis perjanjian harga
barang tersebut tidak dilakukan secara tunai, akan tetapi dilakukan dengan
angsuran.14 Dalam hal ini suatu perjanjian yang dimaksudkan untuk mengalihkan hak
milik atas suatu barang, namun hak milik atas suatu barang itu tidak beralih pada saat
penyerahan barang karena orang yang berkehendak untuk memiliki barang tersebut
statusnya bukan sebagai pembeli, tetapi hanya sebagai penyewa atas barang yang
diserahkan kepadanya dan status ini akan berubah menjadi pembeli pada saat
pembayaran angsuran terakhir dilunas oleh pihak yang berkehendak memiliki barang

tersebut.15
Dalam jual beli proses penyerahan obyek jual beli menurut Kitab UndangUndang Hukum Perdata sangat berbeda dengan menurut hukum adat. Kitab Undang–
undang hukum perdata menyatakan bahwa penyerahan fisik bukan unsur jual beli
tetapi kewajiban penjual karena obyek jual beli adalah hak atas tanah sedangkan
menurut hukum adat penyerahan fisik adalah unsur jual beli.16
Dalam praktek yang terjadi ada surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak
rumah yang dibuat di bawah tangan yang obyeknya adalah tanah tapak dan belum
bersertipikat di Kota Binjai. Bentuk perjanjian tersebut dibuat tidak didepan pejabat
yang berwenang sehingga kedudukan pembeli kurang terjamin selama angsuran itu

14

Ibid.,hal.131.
Ibid., hal. 132
16
Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hal.
15

15.


Universitas Sumatera Utara

8

berjalan didukung fakta bahwa proses administrasi dan penyerahan terhadap tanah
tersebut akan diproses setelah angsuran lunas, seperti balik nama menjadi milik
pembeli.
Pembeli dalam hal ini hanya memiliki surat perjanjian dibawah tangan
tersebut dan kwitansi pembayaran angsurannya dan berpegang pada kepercayaan
masing-masing pihak, dan selama angsuran belum lunas maka surat asli tanah yang
diperjual belikan tidak diproses balik nama menjadi nama pembeli dan masih berada
di bawah kekuasaan pihak penjual.
Nama perjanjiannya tersebut mengandung unsur kata pengadaan tanah, di
indonesia sendiri aturan tentang pengadaan tanah sudah diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam Pasal 1 ayat 2
menyebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dan ayat
3 Pasal tersebut menyebutkan bahwa pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai
atau memiliki objek pengadaan tanah. Pihak yang membayar ganti kerugian dan
menerima objek pengadaan tanah adalah intansi pemerintah yang sudah mendapat
kuasa atas hal tersebut.
Sehingga ciri khas dari pengadaan tanah ada keterlibatan pihak pemerintah
yang diwakilkan oleh instansi pemerintahan, namun dalam surat perjanjian urusan
pengadaan tanah tapak rumah tidak ada keterlibatan pemerintah namun pihak

Universitas Sumatera Utara

9

masyarakat dengan direksi sebuah perseroan komanditer, sehingga ada kesenjangan
yang terjadi dalam surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah tersebut.
Dalam hal jual beli secara angsuran yang terjadi dalam surat perjanjian urusan
pengadaan tanah tapak rumah, pembeli sudah melakukan kewajibannya (prestasi)
yaitu menyerahkan sesuatu yakni uang angsuran, sedangkan penjual hanya memberi
kwitansi pembayaran angsuran, dalam hal ini bagaimana tanggung jawab para pihak
ketika timbul masalah dari perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah tersebut
seperti seperti penjual meninggal dunia, surat tanah yang menjadi obyek jual beli
bermasalah, atau perjanjian tersebut dibatalkan sepihak serta bagaimana kekuatan
pembuktiannya secara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.
Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Yuridis Tanggung Jawab
Para Pihak daam Perjanjian Urusan Pengadaan Tanah Tapak Rumah yang dibuat di
Bawah Tangan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk dan pengaturan perjanjian urusan pengadaan tanah tapak
rumah di Indonesia?
2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian wanprestasi yang
terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah?
3. Bagaimana kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak
rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

Universitas Sumatera Utara

10

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memberikan pemahaman yang benar tentang
permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, kemudian untuk menemukan
jawaban-jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut dalam lingkup yang
lebih khusus penelitian ini ditujukan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk dan pengaturan perjanjian perjanjian urusan
pengadaan tanah tapak rumah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian masalahmasalah yang terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah.
3. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah
tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
D. Manfaat Penelitian
Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan serta
tercapainya tujuan penelitian diharapkan memberikan sejumlah manfaat secara
teoritis maupun secara praktis, antara lain:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi data
tentang tentang bentuk perjanjian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak
rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tanggung jawab
para pihak dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi karena
perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah dan kekuatan pembuktian
perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ditinjau dari Kitab UndangUndang Hukum Perdata agar dapat disebar luaskan dan dibaca, baik oleh

Universitas Sumatera Utara

11

kalangan akademisi maupun praktisi serta masyarakat pada umumnya karena
penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Secara Praktis, hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan pikiran:
a. Sebagai bahan masukan dan panduan bagi para paktisi hukum dalam
menyelesaikan kasus yang dihadapi
b. Untuk menambah khazanah dan wawasan pemikiran hukum tentang
bentuk dan pengaturan perjanjian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak
rumah di Indonesia, tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian
masalah-masalah yang terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah
tapak rumah dan kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah
tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
c. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang
hukum kepada almamater.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah
dilakukan. Akan tetapi ditemukan judul tesis yang berhubungan dengan topik
dalam tesis ini yaitu tesis atas nama Wanda Lucia, Nim. 117011154, dengan judul
Tinjau Yuridis atas akta notaris terkait dengan pengikatan jual beli hak atas tanah
dengan cicilan, dengan perumusan masalah:

Universitas Sumatera Utara

12

1. Apakah pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut sebagai jual beli yang
disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?
2. Bagaimana proses hukum jual beli tanah secara cicilan?
3. Bagaimana status hukum penjual dan pembeli terhadap tanah yang dibeli secara
cicilan dalam hal penjual wanprestasi ?
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut berbeda dengan
permasalahan yang akan dibahas dengan penelitian ini. Oleh karena itu penelitian
ini dapat menjamin dengan sepenuhnya tentang keaslian penelitian dan dapat
dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan dapat dipertanggung jawabkan
secara akademik.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang
fenomena

tertentu

yang dapat

menerangkan bentuk substansi

atau

eksistensinya,17dan suatu teori harus konsisten tentang apa yang diketahui
tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada
aturan-aturan penerjemah yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu
bahkan pengetahuan lain,18 sedangkan kerangka teori adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau

17

H.R. Otje Salman, S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung, Refika Aditama
2005), hal. 23.
18
Ibid .

Universitas Sumatera Utara

13

permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan
teoritis.19
Menurut J.J.H Bruggink yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik teori
hukum adalah “suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan
dengan sistem konseptual antara aturan-aturan hukum dan putusan-putusan
hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan”.20
Sedangkan, menurut Bernard Arief Sidharta yang dikutip oleh Hasim
Purba teori hukum diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam
perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis mengalisis berbagai aspek
gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam
konsepsi teoritisnya maupun praktisnya dengan tujuan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin
tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan
kemasyarakatan .21
Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa
kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: 22
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam dan menkhususkan faktorfaktor yang hendak diselidiki atai dikaji kebenarannya.

19
20

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, Mandar Maju, , 1994), hal. 80.
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta, Prestasi Pustakaraya. 2006), hal.

145.
21

Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, ( Medan, CV. Cahaya Ilmu, 2006),

hal. 98.
22

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press,
1982), hal. 121.

Universitas Sumatera Utara

14

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi
fakta membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisidefinisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah
diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkit objek yang diteliti
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh
karena telah dikatahui sebab-sebab terjaadi fakta tersebut mungkin
faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhdap kekurangan-kekurangan
pada pengetahuan peneliti.
Teori hukum yang digunakan adalah teori kepastian hukum

dari

Soerjono Soekanto yang menyatakan yang penting dalam kepastian hukum
adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan.
Apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat
adalah diluar pengutamaan kepastian hukum. Dengan tersedianya perangkat
hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan mudah mengetahui
kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan
tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak,
kewajiban serta larangan yang ada di dalamnya.23
Teori kepastian hukum menekankan pada penafsiran dan sanksi yang

23

Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,
(Bandung, Alumni, 1982), hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

15

jelas agar suatu perjanjian dapat memberikan kedudukan yang sama antar
subyek hukum yang membuat perjanjian itu. Kepastian memberikan kejelasan
dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan perjanjian dalam bentuk
prestasi bahkan saat perjanjian tersebut telah masuk kepada wanprestasi.24
Memperbaiki kepastian hukum, memang bukan satu-satunya dan juga
tidak dapat berdiri sendiri, namun dengan mengetahui hak dan kewajiban
masing-masing yang diatur dalam hukum sangat dimungkinkan tidak terjadi
sengketa,25 artinya bila kepastian hukum yang dijadikan sasaran, maka hukum
formal adalah wujud yang dapat diambil sebagai tolak ukurnya, dengan
demikian perlu mengkaji hukum formal sebagai basis dalam menganalis suatu
kebijakan yang dapat memberikan suatu kepastian hukum. Teori kepastian
hukum ini digunakan untuk mencari kepastian hukum bagi pembeli yang
melakukan jual beli terhadap tanah kapling secara mengangsur dengan
perjanjian yang dilakukan dibawah tangan.

Teori kedua yang digunakan adalah teori tanggung jawab hukum dari Hans
Kelsen yang menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas
suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab atas suatu sanksi

24

Thomas Widinarto, Asas-asas Hukum Perjanjian Berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, (Jakarta, Salemba Empat, 2012), hal. 46.
25
Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan, Pustaka Bangsa
Press, 2003), hal. 41-42.

Universitas Sumatera Utara

16

dalam hal perbuatan yang bertentangan.26 Pertanggungjawaban berdasar kesalahan
biasanya mencakup persoalan kelalaian.27 Prinsip ini menyatakan seseorang baru
dapat dimintakan untuk bertanggungjawab secara hukum apabila terdapat unsur
kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang dikenal dengan pasal perbuatan melawan hukum mengharuskan empat unsur
kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara
kesalahan dan kerugian. Pertanggungjawaban mutlak biasanya kejadian yang tidak
terperkirakan atau tidak disengaja.28 Karena itu tanggung jawab mutlak sering disebut
dengan tanggung jawab tanpa kesalahan. Bentuk pertanggungjawaban dalam hukum
perdata dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, pertanggungjawaban
kontraktual dan kedua, pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum.

Perbedaan antara tanggung jawab kontraktual dengan tanggung jawab
perbuatan melawan hukum adalah apakah dalam hubungan hukum tersebut terdapat
perjanjian atau tidak. Apabila terdapat perjanjian tanggung jawabnya adalah tanggung
jawab kontraktual. Sementara apabila tidak ada perjanjian namun terdapat satu pihak
merugikan pihak lain, pihak yang dirugikan dapat menggugat, pihak yang merugikan
bertanggung jawab dengan dasar perbuatan melawan hukum.29 Teori ini digunakan

26

Jimly Asshidiqie dan Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jendrall
dan kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, halaman 63.
27
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung,
Nusamedia, 2008, halaman 140.
28
Ibid.
29
Rosa Agustina dkk, Hukum Perikatan (Law of Obligations), Denpasar, Pustaka Larasan;
Jakarta, 2012, halaman 4.

Universitas Sumatera Utara

17

untuk meneliti seperti apa tanggung jawab para pihak dalam perjanjian urusan
pengadaan tanah tapak rumah ketika ada salah satu pihak melakukan wanprestasi.

2. Kerangka Konsepsi
Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau
pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.30
Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, kalau masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, maka
sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok
perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari
sekolompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa
yang perlu diamati, Konsep menentukan antara variable-variable yang ingin
menentukan antara variable-variable yang ingin menentukan adanya gejala
empiris.31
Konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau
pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yanh
sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka
konsepsional belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga
diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit

30

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 7.
31
Koentjoro Ningrat, Metode-metode Penelitian masyarakat, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1997), hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

18

di dalam penelitian.32
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitin tesis ini perlu
didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar
secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh
hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan.
Konsep itu adalah sebagai berikut:
a.

Tanggung jawab para pihak adalah kewajiban para pihak dalam
melaksanakan segala kewajiban yang tertulis di dalam Perjanjian urusan
pengadaan tanah tapak rumah yang menjadi obyek penelitian ini.

b. Perjanjian adalah suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. 33
c. Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang behak. 34
d. Dibawah tangan adalah suatu perjanjian yang ditandatangani oleh para
pihak yang bersangkutan saja.35

32

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakara, UII Press, 2007), hal. 21.
Salim, H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2011), hal. 25.
34
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
35
Salim, H.S, Ibid, hal. 43.
33

Universitas Sumatera Utara

19

F. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian.
Spesifikasi penelitian dalam penulisan bersifat deskriptif analitis, dari
penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis
tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan
gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana
menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban
dari permasalahan tersebut .36
Pendekatan kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip
umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia, atau pola-pola yang yang dianalisis gejala-gejala sosial
budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan
untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.37
2. Jenis Penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode atau jenis penelitian yuridis
normatif, pendekatan teradap permasalahan dilakukan dengan mengkaji
ketentuan mengenai tanggung jawab para pihak dalam perjanjian urusan
pengadaan tanah tapak rumah yang dibuat di bawah tangan. Menggunakan
pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum

36

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, (Jakarta, UII Press, 2001), hal.

37

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta, Rineka Cipta, 2007), hal. 20-21

30.

Universitas Sumatera Utara

20

atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam
arti sempit (value), Peraturan hukum konkret. Penelitian yang berobjekan
hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi
vertikal dan horisontal.38
Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk
memperoleh data sekunder dibidang hukum. Penelitian lebih meliputi
penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, Peraturan perUndangUndangan

yang

berlaku,

literatur-literatur

yang

berkaitan

dengan

permasalahan penelitian ini. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian
dokumenter, yang berarti lebih banyak menelaah dan mengkaji data
sekunder yang diperoleh dari penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah tanggung
jawab para pihak dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah
yang dibuat di bawah tangan
3. Metode Pengumpulan Data.
Sebagai penelitian hukum Normatif, penelitian ini menitikberatkan pada
studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan
dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan data sekunder dan data
primer. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari
arsip-arsip, bahan pustaka, data resmi pada instansi Pemerintah, Undang-

38

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal. 70.

Universitas Sumatera Utara

21

Undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti,
yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer,

39

yaitu bahan hukum yang mengikat seperti

peraturam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
b. Bahan hukum sekunder,40 yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan
hukum primer, antara lain berupa tulisan atau pendapat pakar hukum
dibidang Perjanjian atau Pertanahan.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang
untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar,
internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.41
Selain data sekunder, penulis juga menggunakan data primer, yaitu data
yang diambil langsung dengan wawancara yang dilakukan secara terarah
(directive interview),42 yaitu pembeli dan direktur CV. Putra Agung sebagai
pihak yang terlibat di dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah,
yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan
narasumber. 43 Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui ketentuan dan tata

39

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1988), hal. 55.
40
Ibid.
41
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 14.
42
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit., hal. 60.
43
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Banyu
Media, 2005), hal. 28.

Universitas Sumatera Utara

22

cara penyelesaian wanpretasi dalam perjanjian jual beli tanah kaplingan secara
mengangsur yang dilakukan dibawah tangan.
4. Alat Pengumpulan Data.
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan
kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam
penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan
menggunakan cara :
a. Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan
membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data
sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.44
b. wawancara merupakan teknik pengumpulan data

dimana

penulis

melakukan percakapan atau tatap muka yang terarah kepada pihak yang
berkepentingan guna memperoleh keterangan atau data-data yang
diperlukan.

Wawancara

merupakan

cara

yang

digunakan

untuk

memperoleh keterangan lisan guna mencapai tujuan tertentu.45

44

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press,
1986), hal. 21.
45
Burhan Ashshofa, Op.Cit, hal. 95.

Universitas Sumatera Utara

23

5.

Analisis Data.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Data hasil penelitian yang berupa data
hasil studi dokumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara
dianalisis dengan metode kualitatif,46 dengan maksud untuk memaparkan
apa yang dianalisis tadi secara sistematis dan menyeluruh untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini
dengan menggunakan metode deduktif.
Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik secara studi
dokumen dan wawancara. Setelah itu secara keseluruhan data tersebut akan
dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan
dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga
menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban terhadap
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

46

Ibid., hal. 58.

Universitas Sumatera Utara