KEBIJAKAN RELOKASI PENGUNGSI DAN KONFLIK (Studi Tentang Formulasi Kebijakan Relokasi Pengungsi Gunung Sinabung Berkaitan dengan Konflik Desa Lingga Kabupaten Karo Tahun 2016)

BAB II
DESKRIPSI LOKASIDAN PROFIL
A.

Gambaran Umum dan Sejarah Desa Lingga
Desa Lingga merupakan salah satu desa budaya yang terdapat di

Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Desa
Lingga merupakan bekas kerajaan Lingga Tanah Karo yang asalnya dari
keturunan Pak-Pak (Dairi) yang pertama ditempati di kuta Suah di lembah uruk
Gungmbelin, yang dipimpin oleh seorang raja yang bergelar Sibayak Lingga. Raja
Sibayak Lingga yang diangkat menjadi raja berasal dari Pak-pak Dairi yaitu Desa
Lingga Raja yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Raja Linge di Gayo
(Aceh). Sebelum datang ke desa Lingga Sibayak ini pernah singgah atau sempat
tinggal di desa Nodi. Setelah dari desa Nodi baru Raja Lingga (Sibayak) pindah
ke desa Lingga yang awalnya bertempat di kuta Suah di lembah uruk Gungmbelin,
namun desa Lingga pindah ke desa yang sekarang,
Pada suatu hari, kerajaan desa lingga mendapat bala yang menyedihkan
sekali bagi keluarga dan penduduk karena raja lingga sakit keras. Keadaan
penyakit Raja Lingga semakin parah, maka dengan petunjuk tuhan yang maha esa
dan pertolongan guru/dukun Mbelin pak-pak pitu sendalanen, raja lingga dapat

diobati dengan syarat anak yang termuda/terbungsu harus disuruh pergi dari
kampung Lingga raja untuk selama-lamanya dan tidak kembali lagi. Demi

Universitas Sumatera Utara

keselamatan Raja Lingga maka anak bungsu menerima persyaratan dari
guru/dukun Mbelin pak-pak Pitu Sendalanen. Sebelum kepergian anak bungsunya,
Raja memberi pesan diantaranya: memberikan satu genggam tanah kerajaan
lingga raja, satu tabu air lingga raja, dan memberi satu ekor kuda putih. Kegunaan
air dan tanah adalah sebagai ukuran yang pas sebagau tempat tinggal bagi anak
bungsu Raja Lingga dimana nantinya berat tanah dan air sama maka itulah tempat
tinggal yang cocok sebagai borong-borong (desa).
Sesampainya diperbatasan Karo dan Dairi anak Raja Lingga berhenti
istirahat dan bermalam di Lau Lingga. Keesokan harinya dia melanjutkan
perjalanan kearah Tanah Karo selama beberapa hari sampailah dia di Tanah
Sunuan Tanjung disebelah borong-borong Kaca Ribu sebelah barat dari desa
Singa dan Lau Simomo. Disitulah pertama dia beristiahat dan bermalam.
Ditimbangnya air dan tanah yang dia bawa dari kerajaan Lingga Raja, tapi berat
tanah dan air tersebut belum sama. Walaupun demikian dia membuat gubuk
smeentara sebelum jumpa dengan lokasi dimana tanah dan air tersebut memiliki

berat yang sama. Dalam suatu hari dia pergi berburu kedaerah singgalem sebelah
barat kabanjahe, siang hari dia jumpa dengan sumber mata air yang sama dengan
mata air yang ada di Lingga Raja pada saat itui pula di timbangnya air dan tanah
yang dia bawa dan hasilnya memiliki berat yang hampir sama. Karena memiliki
berat yang hampir sama maka menetaplah dia dia di daerah tersebut dan menikah
dengan gadis beru Ginting yang dia temui di pemandian sungai (lau biang).
Pernikahan yang dikaruniai 5 orang anak, 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.

Universitas Sumatera Utara

Anak yang paling tua pergi kedaerah Surbakti, yang kedua kedaerah Kacaribu dan
yang bungsu bernama Lingga tinggal menetap di Singgelem (kuta Suah) dengan
orangtuanya. Dan pada suatu hari lingga dan bapaknya pergi berburu ke uruk
(Gungmbelin) dan membawa tanah dan air lalu mengukurnya dan memiliki hasil
yang sama, sehingga menetaplah lingga di daerah tersebut dan dinamakan desa
lingga saat ini.
A.1. Kondisi Geografis Desa Lingga
Desa Lingga masuk dalam wilayah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten
Karo. Berjarak kurang lebih 4,5 km dari Kantor camat Simpang Empat dan
kurang lebih 12 km dari ibukota kabupaten.Desa Lingga terletak di dataran rendah

dengan dikelilingi oleh desa lain yang merupakan daerah pertanian. Adapun batasbatas wilayah desa Lingga sebagai berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan desa Surbakti.
• Sebelah selatan berbatasan dengan desa Kacaribu.
• Sebelah timur berbatasan dengan desa Kaban.
• Sebelah barat berbatasan dengan desa Nang Belawan.
Luas keseluruhan desa Lingga adalah 16,24 km² yang terdiri dari areal
pemukiman, ladang, hutan, jalan, dan lain-lain. Desa Lingga berada pada
ketinggian antara kurang lebih 1.000 m sampai dengan 1.300 m diatas permukaan
laut dan terletak dikoordinat 2o50oL.U, 3o19oL.S, 97o55o-98o38oB.T. curah hujan

Universitas Sumatera Utara

rata-rata per tahun adalah 2.000 mm sampai dengan 3.000 mm, dengan suhu 16oc
sampai dengan 27oc.
A.2. Kondisi Lingkungan Alam Desa Lingga
Namun demikian desa Lingga juga memiliki daerah perbukitan, daerah
dataran rendah yang dijadikan sebagai temapat pemukiman dan bercocok tanam.
Keadaan tahan di desa ini bisa dikatakan sangat subur sehingga cocok dijadikan
sebagai lahan pertanian , hal ini terlihat dengan adanya tanaman yang terdapat
disana seperti jeruk, cabe, jagung, kentang, kol, dan lain-lain. Luas tanah kering

yang ditamanami tanaman seperti jeruk, cabe, jagung, kentang, kol, dan lain-lain
sekitar 1.608 Ha. Terdiri dari empat Dusun Desa Lingga Kecamatan Simpang
Empat Kabupaten Karo dengan rincian sebagai berikut :
a. Dusun 1

: ± 400 Ha

b. Dusun 2

: ± 300 Ha

c. Dusun 3

: ± 500 Ha

d. Dusun 4

: ± 400 Ha

Sebagian besar lahan yang ada di Desa Lingga dimanfaatkan oleh

penduduk untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Secara rinci pemanfaatan
lahan di Desa Lingga dapat dilihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.2.
Peruntukan Lahan
No

Peruntukan Lahan

Luas

Presentase

1.

Pertanian/Perladangan

171 Ha


%

2.

Perumahan/Permukiman

10 Ha

%

3.

Kolam/Perikanan

5 Ha

%

4.


Perkantoran/Sarana Sosial:
a. Kantor/Balai Desa

0,6 Ha

%

b. Puskesmas

0,1 Ha

%

c. 1 unit mesjid

0,2 Ha

%


d. 2 unit gereja

1 Ha

%

0,1 Ha

%

2 Ha

%

200 Ha

100 %

e. 1 unit Madrasah
f. 1 unit SD

Total
Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Tabel 1.3.
Status Kepemilikan Lahan
No

Status

Luas

1.

Milik Rakyat

2.

Milik Desa

10 Ha


3.

Milik Pemerintah

50 Ha

Total

1.540 Ha

1.600

Universitas Sumatera Utara

A.3. Stuktur Organisasi Pemerintah

Bagan 1.2.
Struktur Organisasi Pemerintah
Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat


Kepala Desa
SERPIS GINTING

BPD
Ketua
PELITA SINULINGGA

Sekdes
LOTTA SINULINGGA

Wakil Ketua
JOHANES
SINULINGGA

Bendahara
TREDIM SINULINGGA

Sekertaris
SOLEH SINULINGGA

Anggota :
- LISMAWATI BR
BANGUN
- ROBEN MANIK
- ARBETTA
MANIK
- TERSEK
GINTING
- PEDOMAN
SINULINGGA
- ELDI SEMESTA
- MUSTAFA
TARIGAN
- NARSIN
SINULINGGA

Kaur. Pemerintahan
POMAN SINULINGGA

Kadus. I

Kaur. Umum
JUSTIN TARIGAN

Kadus. II

Kaur. Pembangunan
ELEDON TARIGAN

Kadus. IV

Kadus. III

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Universitas Sumatera Utara

A.4. Kependudukan Dan Sosial Budaya
A.4.1. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel
tersebut :
Tabel 1.4.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin pada Setiap Dusun
Jumlah Penduduk

No

Nama Dusun

Laki-laki

Perempuan

Total

1.

Dusun 1

458

462

920

2.

Dusun 2

378

382

760

3.

Dusun 3

463

467

930

4.

Dusun 4

411

421

832

1710

1732

3442

Jumlah

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.5.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Pada Setiap Dusun
N

AGAMA

O

DUSUN

1

DUSUN 1

90

800

30

-

-

2

DUSUN 2

80

640

40

-

-

3

DUSUN 3

80

800

50

-

-

4

DUSUN 4

930

700

32

-

-

1180

2940

152

-

-

JUMLAH

ISLAM PROTESTAN KATOLIK HINDU BUDHA

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Dari frekuensi tabel diatas menunjukkan bahwa komposisi berdasarkan
agama kristen, dimana didesa ini terdapat 3 (tiga) bangunan gereja yakni GBKP
(Gereja Batak Karo Protestan), Gereja Katolik, dan GPDI (Gereja Pantekosta Di
Indonesia). Di desa ini juga terdapat satu bangunan mesjid, selain kedua agama ini
desa ini juga terdapat sebuah kepercayaan yang disebut oleh masyarakat desa
lingga agama Pamena, dimana agama ini merupakan kepercayaan awal yang
menyembah arwah para leluhur, namun seiring perkembangan jaman agama ini
lama kelamaan hilang, dan sekarang hanya tinggal beberapa rumah tangga saja
yang percaya kepada agama ini. Hubungan antara satu agama dengan agama yang
satunya dapat dikatakan harmonis dimana hal ini dapat kita lihat dari masih

Universitas Sumatera Utara

kuatnya sikap tolong menolong dalam mengerjakan pekerjaan diladang atau
ketika satu keluraga mengalami kemalangan atau musibah.
A.4.2. Pola Pemukiman
Letak perumahan didesa Lingga kurang beraturan dan berlapislapis
sehingga di Lingga Kuta terlihat padat sementara bila dilihat di bagian Lingga
Baru sudah cukup beraturan yaitu sejajar mengikuti jalan raya, sebagian lagi
bertumpuk sehingga jarak antara satu rumah dengan rumah yang lainnya hanya
kira-kira 2 m. Penduduk desa Lingga terdapat 3442 jiwa yang mempunyai ± 300
KK (kepala keluarga) yang masing-masing mempunyai tempat tinggal. Kondisi
perumahan penduduk ditinjau dari segi bangunan maupun dari segi kesehatan
sudah cukup baik, diantaranya adanya rumah yang permanen, semi permanen,
papan dan ada juga tinggal di rumah kayu (hanya tinggal beberapa rumah saja).
Sarana air bersih juga sudah didapatkan oleh penduduk desa tersebut, namun air
PAM belum masuk hanya saja sebaian masyarakat setempat membuat sumur bor
dan sebagiannya lagi pergi ke Tapin.
Tapin ini merupakan sebuah tempat pemandian umum, yang bebas
digunakan oleh masyarakat setempat. Ketika rumah adat (rumah siwaluh jabu)
masih banyak berdiri persebaran penduduk desa Lingga tergantung pada marga
yang ia bawa misalnya rumah jahe, dihuni oleh marga Sinulingga, rumah gerga
dihuni oleh marga Sinulingga, rumah bangun dihuni oleh marga Bangun, kesain
tarigan dihuni oleh marga Tarigan dan lain-lain. Namun sejak rumah adat banyak
yang runtuh dan masyarakat desa Lingga juga sudah membangun rumah masing-

Universitas Sumatera Utara

masing, maka persebaran penduduk berdasarkan lingkungan terdiri dari tiga
lingkungan yakni; Rumah Lingga di mana perkampungan awal desa mulai di
dirikan dan jumlah penduduknya cukup padat, yang kedua Lingga Baru di mana
bangunan rumah mulai sejajar dengan jalan dan lebih teratur, namun jumlah
penduduknya masih lebih padat rumah Lingga, dan yang ketiga yaitu Rumah
Darat, yang hanya terdiri dari 50 (lima puluh) rumah tangga dan terletak di daerah
jalan keluar desa. Dulunya daerah pemukiman penduduk ini adalah ladang, namun
karena pemukiman penduduk daerah Rumah Lingga dan daerah Lingga Baru
sudah padat maka pemukiman ditambahkan ke daerah Rumah Darat.
Tabel 1.6.
Klasifikasi Bangunan Rumah Di Desa Lingga
No

Bentuk Rumah

Jumlah

1.

SD Negeri

1

2.

Gereja

2

3.

Mesjid

1

4.

Puskesmas BKAI

2

5.

Rumah Permanen

629

6.

Semi Permanen

137

7.

Rumah Kayu

26

Jumlah

799

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Universitas Sumatera Utara

Kantor

Kecamatan

Simpang

Empat

Berdasarkan

tabel

di

atas

menunjukkan bahwa segi bentuk perumahan, masyarakat suku Karo di desa
Lingga sudah memadai, bahkan tidak sedikit mereka yang telah memiliki rumah
permanen. Selain itu di desa Lingga ini juga masih terdapat beberapa bangunan
rumah adat yang disebut masyarakat Karo Rumah Si Waluh Jabu.Rumah adat ini
biasanya dihuni oleh 8 (delapan) keluarga, namun pada saat ini rumah ini hanya
dihuni beberapa kepala keluarga saja.Dan kebanyakan keluarga yang menghuni
rumah adat ini adalah keluarga yang kurang mampu atau yang berekonomi
rendah.Karena bagi keluarga yang tinggal di rumah ini hanya cukup membayar
atau menyewa rumah adat ini kepada marga/keluarga yang memiliki rumah adat
tersebut sebesar Rp50000- Rp75000 saja setahun.
Di desa Lingga juga terdapat sebuah museum tempat penyimpanan
barang-barang bersejarah.Bentuk bangunan meseum ini menyerupai bangunan
rumah adat siwaluh jabu. Museum ini dijaga oleh satu keluarga, dan keadaan
museum ini sangat mengkhawatirkan dimana masyarakat desa tersebut kurang
memperhatikannya, dan orang-orang yang datang mengunjungi museum ini hanya
diminta memasukkan uang sumbangan sesuka hati ke dalam kotak sumbangan
untuk pembangunan museum tersebut, museum ini terletak dipinggir jalan jika
kita mau keluar dari desa Lingga, kendaraan yang digunakan untuk menempuh
tempat ini bisa digunakan kendaraan umum seperti Sigantangsira, jika kita
berangkat dari kota Kabanjahe Ke desa Lingga hanya kena biaya ongkos Rp2000.
Kendaraan umum Sigantangsira ini sampai ke desa Surbakti yang melewati kota

Universitas Sumatera Utara

Berastagi, jika kita hendak mau ke desa Surbakti dan kota Berastagi, kita tidak
perlu lagi dua kali nyambung, sebelum kendaraan umum Sigantangsira ini masuk
ke desa Lingga, kendaraan umum yang biasa digunakan masyarakat desa Lingga
adalah Gaya Baru, namun kendaraan ini hanya sampai ke kota Kabanjahe saja,
tapi sekarang kendaraan Gaya Baru sudah tidak ada lagi karena kendaraan ini
dapat dikatakan kendaraan lama atau tua.
A.4.3. Pendidikan
Tabel 1.7.
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No

Tingkat Pendidikan

Frekuensi

Presentase

1

Belum Tamat

275

11,98 %

2

Tidak Tamat SD

188

8,20 %

3

Sekolah Dasar

849

37,00 %

4

SLTP/Sederajat

464

20,21 %

5

SMU/Sederajat

453

19,74 %

6

Perguruan tinggi

66

2,87 %

2295

100,00 %

Jumlah

Sumber Data : Kantor Camat Simpang Empat Kabupaten Karo

Pendidikan merupakan unsur penting dalam kehidupan setiap orang.
Pendidikan yang diperoleh seseorang khususnya pendidikan formal sangat besar
pengaruhnya terhadap cara berpikir seseorang dalam menjalankan aktifitas
hidupnya sehari-hari. Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi

Universitas Sumatera Utara

umumnya memiliki pola berpikir yang lebih maju dibandingkan dengan orang
yang memiliki pendidikan yang lebih rendah.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa keadaan penduduk di desa
Lingga dilihat dari tingkat pendidikan tergolong cukup baik bahkan terdapat 66
orang yang sampai kepada perguruan tinggi. Namun jika dibandingkan dengan
keadaan jaman pada saat ini bisa dikatakan di desa ini masih sangat tertinggal
dengan pendidikan di mana dapat kita lihat bahwa di desa ini hanya terdapat 3
(tiga ) bangunan Sekolah Dasar, dan itupun keadaannya dapat dikatakan kurang
memadai. Sementara untuk tingkat yang lebih tinggi seperti sekolah lanjutan
pertama (SLTP) dan sekolah menengah umum (SMU) masyarakat atau anak-anak
pergi bersekolah di Kabanjahe ibukota kabupaten. Sedangkan untuk tingkat
perguruan tinggi mereka umumnya menuntut ilmu di kota Medan dan kota
lainnya.Selain itu di desa ini juga masih terdapat anak-anak yang tidak mengecap
atau merasakan pendidikan.Hal ini dikarena berbagai hal, ada yang memang tidak
mau sekolah, ada karena alasan ekonomi yang rendah. Tetapi kebanyakan
diakibatkan karena kurangnya kesadaran akan arti pentingnya pendidikan bagi
kehidupan yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

A.4.4. Mata Pencaharian
Tabel 1.8.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No

Mata Pencaharian

Frekuensi

Presentase

1

Bertani

1259

50,01 %

2

Berdagang

659

26,20 5

3

Pegawai Negeri/Swasta

259

10,29 %

4

Dll

340

13, 50 %

2517

100,00 %

Jumlah
Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Secara umum kehidupan masyarakat didesa Lingga bersifat agraris.Hasil
pertanian merupakan sumber penghidupan yang utama bagi kebanyakan
penduduk tersebut.Hampir setiap orang ikut terlibat dalam usaha pertanian,
bahkan tidak sedikit diantara mereka yang bertani sambil berdagang. Hasil dari
pertanian seperti kentang, jagung, cabe, kol, jeruk dan lain-lain biasanya dibawa
kepasar dan didagangkan di sana, tetapi ada sebagian dari mereka tidak
membawanya kepasar tetapi dijual kepada agen dan harganya tentunya lebih
murah. Biasanya hasil tanaman yang dijual kepada agen hanya yang sedikit tidak
mencapai puluhan kilo karena menurut masyarakat desa Lingga jika dijual
kepasar ongkosnya saja tidak kembali.

Universitas Sumatera Utara

Selain bertani dan berdagang masyarakat desa lingga juga mempunyai
pekerjaan lain yaitu membuat keranjang yang digunakan untuk tempat jeruk
dikirim keluar kota, seperti ke Jakarta, Bandung, Lampung, dan lain-lain.
Keranjang ini dibuat dari pohon bambu, dan kebanyakan yang mengerjakan
pekerjaan ini adalah laki-laki, sementara perempuan kebanyakan beraktivitas
bertani dan berdagang.Biasanya para perempuan yang bertani dipagi hari, setelah
jam 3 (tiga) sore mereka pergi berdagang ke pasar, dan setelah pukul 7 (tujuh)
malam mereka baru kembali kerumah. Didesa Lingga juga banyak yang bekerja di
institusi-institusi baik itu negeri maupun swasta.
Sebagian pegawai negeri yang ada di desa Lingga bekerja di kantor
Kecamatan, kantor Bupati, guru baik itu guru negeri maupun swasta, puskesmas,
dan lain-lain, dan yang bekerja di institusi-institusi swasta misalnya seperti
pegawai rumah sakit, penjaga toko, penjaga wartel, penjaga konter pulsa, dan lainlain. Biasanya pegawai-pegawai ini bekerja di ibu kota Kabupaten, berangkat pagi
hari dan pulang pada sore hari, karena jarak dari kota Kabanjahe ke desa Lingga
tidak jauh maka kebenyakan dari pegawai- pegawai ini pulang balik dari desa
Lingga ke kota Kabanjahe.
A.4.5. Kondisi Sosial Budaya
Kehidupan masyarakat di Desa Lingga sangat kental dengan tradisi-tradisi
peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat-istiadat yang berhubungan dengan
siklus hidup manusia (lahir-dewasa/berumah tangga-mati), seperti upacara

Universitas Sumatera Utara

perkawinan dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir
selalu dilakukan oleh warga masyarakat yang diadakan di Balai Desa (jambur).
Namun tradisi sedekah bumi, bersih desa dan semacamnya juga tidak pernah lagi
dilakukan karena seluruh masyarakat desa lingga sudah beragama yang diakui di
indonesia.
Sikap gotong royong masyarakat Desa Lingga masih kuat. Kebiasaan
menjenguk orang sakit (tetangga atau sanak famili) masih dilakukan oleh
masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang akit, menjenguk orang yang sedang
melahirkan, dan setiap ada yang menjenguk past membawa buah tangan dan
memberi ala kadarnya untuk menambah biaya perobatan. Kebiasaan saling
membantu tetangga yang mengadakan perhelatan pesta adat ataupun kemalangan
masih kental dilakukan. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan ketetanggan
di Desa Lingga masih erat/kuat.
A.4.6. Kondisi Kesehatan Desa Lingga
Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama setelah
adanya puskesmasdan Bidan Desa Lingga. Namun demikian, pada musim-musim
tertentu warga masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama
malaria, demam akibat perubahan cuaca dan kurangnya kesadaran masyarakat
akan kesehatan. Keberadaan balita kurang gizi hampir tidak ada sebab selarasnya
dengan perkembangan dan semakin baiknya perekonomian masyarakat.
Kesadaran seorang ibu untuk memberi gizi yang seimabang untuk balita serta
berperannya bidan desa yang aktif juga mengurangi angka kekurangan gizi pada

Universitas Sumatera Utara

balita. Beberapa indikator penting pada bidang kesehatan di Desa Lingga dapat di
lihat dari tabel berikut :
Tabel 1.9.
Fasilitas dalam Bidang Kesehatan
No

Uraian

Frekuensi

1

Tenaga Kesehatan

2

2

Pustu

1

3

Poskesdes

1

4

Posyandu

1

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Selain hal tersebut, keamanan pada Desa Lingga juga dikategorikan cukup
baik, hal ini dikarenakan kegiatan pengamanan (siskamling) yang aktif pada desa
ini. Kategori yang cukup baik disampaikan karena kegiatan pengamanan yang
terkadang tidak dilaksanakan, hal ini dikarenakan waktu yang dimiliki warga Desa
Lingga berkurang sebab digunakan untuk mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari keluarganya.
A.4.7. Kesenian
Kesenian merupakan suatu kebanggan bagi setiap suku bangsa yang
merupakan hal yang sangat penting didalam kehidupan seseorang. Misalnya
masyarakat karo sejak jaman dahulu telah mengenal dan mengerti akan seni.
Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki rasa seni.Dalam berbagai hasil

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan yang telah dilakukan oleh mereka tidaklah terlepas dari unsur seni
sekalipun mereka belum memberikan penggolongan atau macam cabang seni.
Kenyataan dapat ditemui bahwa mereka telah mampu berkreasi sejak dulu dan
hasilnya diwariskannya sampai sekarang antar lain pakaian, perhiasan, alat-alat
rumah tangga sehari-hari, alat bekerja maupun alat pertanian, dan alat-alat
kesenian.
Adanya alat tersebut menunjukkan pada waktu dahulu mereka mapu
memberikan perhatian dan mampu berkreasi dibidang kesenian.Selain dari pada
itu mereka juga menunjukkan karya dibidang kegunaan bahasa Karo dalam
berbagai bentuk seni bahasa, misalnya seperti mengenai vokalisasi dan seni
suara.Didalam masyarakat Karo di desa Lingga kesenian merupakan sesuatu yang
sangat berarti bagi setiap masyarakat.Bahkan masyarakat Lingga masih
melestarikan hasil seni nenek moyang mereka sampai sekarang seperti masih
terawatnya rumag adat karo yang dapat ditemuai di desa ini.
Selain dari pada itu Tari (landek) yang merupakan salah satu sarana dalam
mengikuti suatu acara tertentu misalnya dalam acara kerja tahun (pesta tahunan),
acara pesta bunga dan buah, atau acara perlombaan pada hari Kemerdekaan, hari
Natal, selain untuk mengikutiacara-acara perlombaan tari (landek) sering juga
dilaksanakan misalnya pada acara memasuki rumah baru, pesta perkawinan. Tari
dalam bahasa Karo disebut “landek”. Pola dasar dari tari Karo ialah: posisi tubuh,
gerakan tangan, gerakan naik turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo

Universitas Sumatera Utara

gendang dan gerak kaki. Pola dasar tari itu harus pula ditambah variasi tertentu
sehingga tarian tersebut menarik dan indah.
Kesenian yang terdapat pada Desa Lingga dan paling di sukai oleh warga
dulunya adalah tari-tarian khas adat karo seperti tari lima serangkai, dikkar
(pencak silat karo). Namun belakangan ini para pemuda cendrung lebih menyukai
musik modern seperti musik kyboard, dangdut, dan musik modern lainnya.
Kelmpok-kelompok kesenian tradisional tampak mulai hilang segala aktivitasnya,
sedangkan kelompok kesenian modern (kyboard) sudah membudaya pada
masyarakat karo dan meninggalkan kesenian peninggalan nenek moyang.
A.5. Kondisi Ekonomi Desa Lingga
Desa Lingga Kecamatan Simoang Empat kabupaten Karo merupakan desa
yang mayoritas penduduknya merupakan petani yang hasil ekonominya
bersumber dari agraria. Dilihat dari tingkat penghasilan rata-rata masyarakat Desa
Lingga tergolong kedalam kategori sederhana. Dari luas ±200Ha dimiliki oleh 95%
penduduk Desa Lingga. Kemampuan produksi Desa Lingga Minimal 6 ton/Ha per
satu musim. Jika dalam 1 tahun 2 kali tanam maka produksi menjadi 12 Ton/ha
pertahunnya. Jika harga gabah dikisarkan Rp. 2.500,- maka perhektar bisa
menghasilkan 18 juta. Karena 230 KK hanya memiliki 0,4Ha, maka penghasilan
rata-rata petani Desa lingga hanya Rp. 1.500.000,-/Bulan. Dari uraian tersebut,
jelas tergambar masuh lemahnya kondisi prekonomian warga Desa Lingga
sehingga diperlukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan

Universitas Sumatera Utara

masyarakat baik dibidang pertanian itu sendiri ataupun pada sektor lain. Adapun
penghasilan pendapatan masyarakat Desa Lingga dapat dilihat melalui tabel
berkut ini :
Tabel 1.10.
Jumlah Penghasilan Melalui Potensi Hasil Pertanian dan Peternakan
No

Pertanian

Produksi/
Tahun

Peternakan

Produksi/
Tahun

1

Padi

497 Ton

Sapi

95 ekor

2

Jagung

191 Ton

Kerbau

4 ekor

3

Jeruk

-

Kambing

100 eor

4

Kopi

25,34 Ton

Itik

200 ekor

5

Tembakau

1.7 Ton

-

-

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

A.6. Sistem Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan
Apabila kita berbicara mengenai suatu masyarakat maka didalam
masyarakat itu sendiri sudah pasti terdapat sistem organisasi sosial yang mengatur
dan sebagai wadah interaksi sosial antara masyarakat itu sendiri.Kesatuan sosial
yang terkecildalam suatu masyarakat yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu,
anaknya yang belum menikah yang disebut dengan “jabu” oleh masyarakat Karo.
Di desa Lingga sebagai mana suku Karo misalnya seorang ayah dianggap sebagai
pimpinan (kepala keluarga) dimana bertanggung jawab terhadap segala
sesuatunya yang berhubungan dengan rumah tangga sementara peran perempuan

Universitas Sumatera Utara

sebagai ibu rumah tangga disamping mengasuh anak-anak juga ikut bekerja
mencari nafkah di ladang ataupun bekerja ditempat yang lain, ini menunjukkan
bahwa perempuan Karo khususnya di desa Lingga gigih dan tabah.
Namun apabila dilihat dari sistem organisasi sosial yang menikat hubungan
kekerabatan satu dengan yang lain didesa Lingga dalam aktivitas setiap adanya
upacara perkawinan dan juga dalam acara yang lain. Misalnya organisasi sosial
yang terdapat di desa Lingga antara lain : organisasi sosial PKK, organisasi
keagamaan, organisasi kepemudaan (karang taruna), dan lain-lain yang
memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi masyarakat desa Lingga. Sistem
kekerabatan yang terdapat dalam setiap masyarakat khususnya masyarakat Karo
merupakan suatuhal yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari setiap
kehidupan masyarakat Karo, fungsi dan tanggung jawab suatu keluarga (jabu)
dengan keluarga lain.
Munculnya sistem kekerabatan dalam masyarakat Karo disebabkan
terjadinya perkawinan antara marga yang satu dengan marga yang lain yang
menghasilkan keturunan. Dimana setiap terbentuknya keluarga yang baru maka
terjadilah sistem kekerabatan yang baru pula.Maka pihak keluarga laki-laki dalam
suatu perkawinan dinamakan “anak beru" pihak perempuan.Sementara keluarga
pihak perempuan disebut “kalimbubu” oleh pihak keluarga laki-laki. Dalam hal
ini terjadi proses keluarga baru disamping adanya keluarga lamanya. Maka
akhirnya timbullah sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah “sangkep
nggeluh” atau “rakut sitelu".

Universitas Sumatera Utara

Sangkep ngeluh berarti kelengkapan hidup.Sangkep ngeluh sering juga
disebut ikatan rakut sitelu/daliken sitelu, artinya kelengkapan dari tiga unsur
dalam keluarga. Sangkep nggeluh berfungsi menjadi wadah musyawarah
sekaligus menjadi perangkatnya dalam kelompok keluarga tertentu yang bertindak
sebagai sukut atau tuan rumah. Sangkep nggeluh tersebutlah membahas suatu
rencana kerja menyangkut kegiatan dalam suatu kelompok keluarga.Apa yang
dihasilkan sebagai putusan musyawarah, itulah yang dilaksanakan sebaik-baiknya,
penuh tanggung jawab oleh pihak anak beru.
Kalimbubu
Senina

Ego

Anak Beru

Pada masyarakat Karo, segala hubungan kekerabatan, baik berdasarkan
pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan dapat kita kelompokkan ke
dalam tiga jenis kekerabatan yaitu kalimbubu, senina, anak beru. Ketiga janis
kekerabatan itu biasa disebut dengan istilah daliken si telu “tungku yang berkaki
tiga” atau telu sendalanen “tiga sejalan”, “tiga seiring”, “tri tunggal” ataupun
sangkep si telu “tiga yang lengkap atau tri tunggal”. Setiap anggota masyarakat
Karo berada diantara senina, anak beru, dan kalimbubu, selalu berada di atas
daliken si telu. Unsur-unsur sangkep nggeluh antara lain, senina, kalimbubu, anak
beru. Senina artinya saudara, karena satu nenek, dalam hal ini dari pihak

Universitas Sumatera Utara

ayah.Dalam keluarga masyarakat etnis Karo senina terbagi lagi dalam beberap
kelompok yaitu:
• Senina Bapa, saudara karena ayah bersaudara kandung berarti satu
nenek.
• Senina Sembuyak Nini, saudara karena nenek bersaudara kandung, atau
satu empung.
• Senina Sembuyak Empung, saudara karena empung bersaudara
kandung atau ayah empung satu.
Kalimbubu ialah pihak keluarga perempuan yang dikawini.Dalam hal ini
bila pihak kita kawin dengan seorang perempuan, maka keluarga pihak
perempuan itu adalah kalimbubu kita.Di sebabkan adanya perkawinan tersebut
maka nenek, ayah dan anak-anaknya semua telah masuk jadi golongan
kalimbubu.Dalam adat Karo kedudukan kalimbubu sangat dihormati, malah
disebutkan dengan istilah “Dibata niIdah” artinya Tuhan yang dapat
dilihat.Kalimbubu punya perbedaan dengan senina, karena kalimbubu dibedakan
secara berjenjang mulai dari atas sampai kebawah.Oleh karena itu kalimbubu
untuk setiap jenjang atau tingkat diberi namanya untuk membedakannya.
Kalimbuu menurut jenjangnya sebagai berikut :
• Kalimbubu Taneh disebut juga kalibubu simajek lulang, ialah
kalimbubu yang termasuk pendiri kampung. Jadi dalam hal ini

Universitas Sumatera Utara

dikaitkan dengan sejarah dan seterusnya golongannya tetap dihargai dan
dikenal dengan nama itu.
• Kalimbubu Bena-bena, ialah kalimbubu setingkat empung, dalam hal
ini termasuk saudara, anak dan keturunannya.
• Kalimbubu Tua, ialah kalimbubu setingkat nenek, dalam hal ini
termasuk saudara, anak dan cucunya.
• Kalimbubu Simada Daerah, ialah kalimbubu setingkat ayah, termasuk
bapak, saudaranya, anaknya.
• Kalimbubu Iperdemui, ialah kalimbubu langsung karena anak
perempuannya dikawini, dalam hal ini termasuk bapak bapaknya,
saudara dan anaknya.
• Puang Kalimbubu, ialah semua kalimbubu itu sendiri dengan berbagai
tingkatannya. Anak beru ialah pihak keluarga laki-laki yang menikah
dengan anak perempuan suatu keluarga.
Golongan anak beru sama dengan golongan kalimbubu dalam hal jenjang
atau tingkatan derajat berdasarkan keturunan, oleh karena itu untuk anak beru juga
diberi nama sesuai dengan jenjang/ tingkatnya untuk dapat membedakan satu
dengan yang lain. Anak beru menurut jenjang dan tingkatannya sebagai berikut :
• Anak Beru Taneh, ialah golongan anak beru yang ikut mendirikan suatu
kampung.
• Anak Beru Tua, ialah anak beru langsung dari empung.

Universitas Sumatera Utara

• Anak Beru Sincekuh Baka Tutup, ialah anak beru langsung dari ayah,
dalam arti anak laki-laki dari saudara perempuan kandung ayah.
• Anak Beru Menteri (menteri asal katanya minteri) yaitu anak beru dari
anak beri itu sendiri.
• Anak Beru Singikuri asal katanya singkuri yaitu anak beru dari anak
beru menteri.
Adapun fungsi dan tugas dari ketiga unsur sangkep nggeluh pada
masyarakat Karo tentunya berbeda satu sama lainnya tergantung pada siapa yang
mengadakan pesta. Fungsi senina dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya di
sesuaikan dengan tugas sangkep nggeluh yaitu ikut bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan sebagai unsur sangkep baik dalam musyawarah maupun
dalam kegiatan atau pelaksanaan suatupekerjaan, baik berat amaupun ringan.
Fungsi kalimbubu dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan
tugas-tugas sangkep nggeluh, dalam hal ini terutama sebagai penasehat, memberi
arahan, menjaga keserasian, menunjukkan raa cinta kasih, menggugah semangat
dan kepeloporan. Fungsi anak beru dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya
disesuaikan dengan tugas sangkep, yaitu memberi saran, memberi usul, memberi
pendapat, dan menjalankan atau melaksanakan seluruh tugas berdasarkan hasil
musyawarah sangkep nggeluh di dalam berbagai kegiatan adat, misalnya seperti
membentangkan tikar untuk para undangan, menyediakan makanan, menyediakan
rokok para kalimbubu, dan menyelesaikan semua tugas sampai acara adat selesai.

Universitas Sumatera Utara

Dilihat sistem kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo, bahwa
kedudukan anak beru lebih rendah dari pada kedudukan senina dan kalimbubu.
Biasanya anak beru, diambil dari perempuan dimana anak perempuan harus
menghormati dan menghargai saudara laki-lakinya, karena saudara laki-laki ini
merupakan kalimbubu yang harus dihargai dan dihormati, karena jika hati mereka
tersinggung maka rejeki akan berkurang, mala petaka akan data seperti tidak
mendapat keturunan.
B. Profil BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah)
B.1. Struktur Organisasi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Karo
terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Karo Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo yang terdiri
dari :
1. Kepala Badan,
2. Kepala Pelaksana,
3. Sekretariat (sub bagian umum, sub bagian keuangan, dan sub bagian
program
4. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (seksi pencegahan dan seksi
kesiapsiagaan)
5. Badan Kedaruratan dan Logistik (seksi Kedaruratan dan seksi Logistik

Universitas Sumatera Utara

6. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi (seksi rehabilitasi dan seksi
rekonstruksi)
7. Kelompok Jabatan Fungsional
adapun badan kepengurusan BPBD Karo dapat di lihat melalui bagan
berikut ini :
Bagan 1.3.
Struktur Organisasi BPBD Karo
BPBD Kabupaten Karo
Kepala
(Sekretaris Daerah)

Kelompok Unsur
Pengarah

Unsur Pengarahan
BPBD

Unsur Pelaksanaan

Bid.
Pencegahan dan
kesiapsiagaan

Bid.
Kedaruratan
dan Logistik

Bid. Rehabilitas
dan
Rekonstruksi

k. Hasyim
Purba S.E

Natanail
Perangin-angin
S.H

Suharta
Sembiring S.T

Seksi
Pencegahan

Seksi
Kedaruratan

Seksi
Rehabilitasi

Halasan Manalu

Ridwan K S.H

Hendri Jusran
Bangun S.E

Seksi
Kesiapsiagaan

Seksi Logistik

Romalisda N Br
sihaloho S.Sos,
M.PA

Panji Surianto
S.H

Kepala pelaksana BPBD

Sekretaris

Ir. Martin Sitepu

Aswin Ginting S.E

Subbag
Umum

Subbag
keuangan

Subbag
program

Ruslely Br
Sitepu

Seriawani Br
Ginting S.H

Beni Lamhot P
S S.T

Seksi
Rekonstruksi

Satuan Tugas
Lely J Br
Ginting S.T

Kelompok Jabatan
fungsional Umum

Universitas Sumatera Utara

B.2. Tugas Pokok Dan Fungsi
Dasar hukum tentang tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo terdapat pada Peraturan Bupati Karo
Nomor 4 Tahun 2014. dimana tugas pokok BPBD diantaranya :
a. Menetapkan

pedoman

dan

pengarahan

terhadap

usaha

dan

penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan
setara sesuai kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah,
b. Menetapkan standartnisasi dan kebutuhan penyelenggaraan dan
penanggulangan

bencana

sesuai

dengan

peraturan

perundang-

undangan yang berlaku,
c. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana,
d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana,
e. Melaporkan penyelenggaraan, penanggulangan bencana kepada Bupati
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam
kondisi darurat bencana,
f. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran bantuan uang dan barang,
g. Mempertanggungajawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, dan sumbangan pihak lain yang sah dan tidak
mengikat,

Universitas Sumatera Utara

h. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan/peraturan
perundang-undangan.
Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah mempunyai fungsi :
a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien,
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Berkenaan dengan tugas dan fungsi tersebut, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Karo memiliki tugas dan peran sentral dalam
manajemen Penanggulangan Bencana di Kabupaten Karo.
B.3. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
B.3.1. Visi BPBD
Visi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo yaitu
“Mewujudkan

ketangguhan

dan

Kesiapsiagaan

Kabupaten

Karo

dalam

Menghadapi Bencana”.

Universitas Sumatera Utara

B.3.2. Misi BPBD
Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo yaitu :
a. Melaksanakan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap
Program, administrasi, sumber daya manusia dan sarana prasarana
aparatur,
b. Membangun masyarakat yang sadar, siap, siaga, dan tangguh dalam
menghadapi bencana,
c. Membangun

dan

menyelenggarakan

sistem

dan

mekanisme

penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh,
d. Melindungi masyarakat Kabupaten Karo dengan mengutamakan
pengurangan resiko bencana, dan
e. Melaksanakan peningkatan kapasitas lembaga usaha dan masyarakat
dalam kesiapsiagaan serta pengurangan resiko bencana.

Universitas Sumatera Utara