KEBIJAKAN RELOKASI PENGUNGSI DAN KONFLIK (Studi Tentang Formulasi Kebijakan Relokasi Pengungsi Gunung Sinabung Berkaitan dengan Konflik Desa Lingga Kabupaten Karo Tahun 2016)

(1)

Daftar Pustaka Buku :

As, Kausar.2009. Sistem Birokrasi Pemerintahan di Daerah dalam Bayangan-

Bayangan Budaya Patron-Klien.Bandung: P.T. Alumni.

Bambang Prasetyo dkk, 2005.“Metode Penelitian Kuantitatif : teori dan aplikasi”, Jakarta, Raja Grafindo persada.

Budi Winarno, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jogjakarta: Media Persindo.

Burhan Bungin, 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta : Kencana.

Edi Suharto, 2005.Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta.

Faisal Sanafiah, 1995. “Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi”. Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Hesel Nogi S. Tangkilisan, 2005. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta : yayasan pembaruan Administrasi publik Indonesia & Lukman Offset. James ScottC. 1977. ‘Patron Client, Politics and Political Change in South East

Asia’ dalam Friends, Followers and Factions a Reader in Political

Clientalism, Steffen W. Schimidt, James C. Scott (eds.), Berkeley:

University of California Press.James C. Scott.

James Scott C. 1983. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3S. Cetakan Kedua.

JamesScottC. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor. Edisi Pertama.

James ScottC. 1994. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia

Tenggara. Jakarta [ID]: LP3ES.

Lexy J. Moleong 2000. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Muhajir,Noung,1996.Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta: Rake Sarasin.

Putra, Hedi, Sri Ahimsa. 1988. Minawang: Hubungan Patron Klien di Sulawesi


(2)

Riant, Nugroho. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang

(Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi). Jakarta : PT. Elex

Media komputindo.

Riant Nugroho, 2008. Public policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Soenarko SD, h. 2003. Publik policy, Pengertian Pokok Untuk Memahami dan

Menganalisa kebijakan Publik. Surabaya : Airlangga University Press.

Solichin Abdul Wahab, 2004.Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.

Sukaraja, Sinulingga, 2011. Metode Penelitian. Medan : USUpress.

Thomas Dye. 1976. Police Analysis: What Governments Do Why They do it, and

what Diffrence Makes.Univesrity AL. The University of Alabama Press.

William.N.Dunn. 2003.Analisis Kebijakan Publik I. Yogyakarta .Gadjah Mada University Press.

William N, Dunn. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadja Mada University Press.

Peraturan/Perundang-undangan:

Keputusan Bupati Karo Nomor 361/139/BPBD/2016 tentang Penetapan Penerimaan Bantuan Dana Rumah (BDR) dan/atau Bantuan Dana Lahan Usaha Tani (BDLUT) Relokasi Mandiri

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 21 Tahun 2015 Tentang satuan tugas percepatan relokasi korban berdampak bencana erupsi gunung Sinabung. Keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 171 Tahun 2016.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


(3)

Sumber Internet dan lain-lain:

Data diperoleh dari narasumber Muhammad Rizky Dermawan selaku anggota pelaksana pembangunan relokasi.

Komnas HAM. 2016. Keterangan Pers Komnas HAM tentang Pemantauan dan

Penyelidikan Peristiwa BentrokMasyarakat Desa Lingga Dengan Kepolisian Resor Tanah Karo.Pdf.


(4)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

kebijakan yang merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman atas dasar rencana dalam pelaksanaan rencana pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah yang dapat diterapkan pada pemerintahan, keorganisasian, dan kelompok sektor swata dan individu. Kebijakan yang mejadi pedoman tindakan yang mungkin memperoleh hasil yang dinginkan. Kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran dan pemilihannya berdasrkan dampaknya.42Richard Rose (1969) sebagai seorang pakar ilmu politik menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan menurutnya dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.43

Kebijakan yang dikeluarkan dapat bersifat publik, dimana kebijakan publik pada dasarnya dilakukan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.44

Dalam hal ini kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Karo terhadap penanggulangan

43

Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2005, hal 7 44

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Hal. 13


(5)

masyarakat pengungsi Gunung Sinabung telah di keluarkan dalam bentuk Surat Keputusan Bupati karo tentang relokasi mandiri tahap kedua.

A. Prinsip, Kebijakan dan Strategi Relokasi Mandiri

Pada formulasi kebijakan yang merupakan pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik dimana pada tahap ini mulai menerapkan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Pada tahap ini harus mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan untuk memecahkan masalah yang didalamnya mengandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan.45

Prinsip dasar yang digunakan dalam pelaksanaan relokasi mandiri adalah :

Adapun yang tersusun pada kebijakan relokasi mandiri diantaranta:

A.1. Prinsip Dasar Relokasi Mandiri.

46

a. Pemerintah daerah dalam masa pascabencana bertanggungjawab memulihkan kondisi dan melindungi masyarakat dari dampak bencana. b. Rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan secara terpadu dan

terkoordinasi dengan melibatkan semua unsur pemerintah, swasta dan masyarakat.

45

Hesel Nogi S. Tangkilisan, op. Cit. Hal. 8 46


(6)

c. Pemerintah/ pemerintah daerah bertanggungjawab untuk mengalokasikan anggaran penanggulanagn bencana secara memadai dalam APBN/APBD.

d. Perumusan dan penetapan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi bertindak cepat dan tepat secra efektif dan efisien.

e. Membangun rumah yang aman terhadap potensi bencana dalam rangka membangun kembali lebih baik dan aman dengan prinsip pengurangan resiko bencana.

A.2. Kebijakan Dan Strategi

Untuk mewujudkan pelaksanaan relokasi mandiri yang efektif maka diperlukan kebijakan dan strategi antara lain :47

a. Pembatasan relokasi mandiri yaitu diluar 7 km dari puncak Gunung Sinabung atau diluar batas Area Terdampak langsung (ATL) berdasarkan rekomendasi PVMBG dan lokasinya masih berada di dalam wilayah Kabupaten Karo.

b. Pemerintah Kabupaten Karo melakukan pendataan ulang terhadap 1.683 KK penerima bantuan relokasi yang akan dilaksanakan melalui tahapan proses verifikasi dan validasi, uji publik dan penyepakatan warga melalui kontrak sosial yang ditetapkan dalam runggu (musyawarah warga), selanjutnya di usulkan kembali untuk mendapatkan penetapan melalui Sk Bupati Karo. Apabila dilakukan

47


(7)

validasi jumlah penerima bantuan kurang dari 1.683 KK, maka sisa anggaran digunakan untuk pemenuhan kebutuhan infrastruktur, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.

c. Pendataan penerima bantuan relokasi akan dilakukan oleh Pemerintah Desa dengan dibantu oleh Tim Pemangku Pembangunan Desa (TP2D) dan Panitia Pelaksana Pendataan Swadaya (P3S) yang dibentuk melalui runggun, serta didampingi oleh Tim Pendamping.

d. Pelaksanaan relokasi mandiri baik dalam proses perencanaan maupun proses pembangunan rumah dan pengelolaan lahan pertanian harus sesuai petunjuk dan teknis.

e. Pola pemberdayaan dalam bentuk kelompok masyarakat (pokmas). f. Rumah tinggal (hunian) yang berada dalam zona larangan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah daerah tidak boleh diperbaiki atau dihuni lagi oleh pemiliknya.

g. Masyarakat yang tidak bersedia direlokasi membuat pernyataan tidak bersedia direlokasi dan tidak mendapatkan hak bantuan lahan dan pembangunan rumah.

Proses penyiapan lahan dan pembangunan rumah, serta pengelolaan dana bantuan dilaksanakan secara swakelola melalui pengorganisasian dan pendampingan kelompok masyarakat yang di bentuk dan beranggotakan masyarakat terdampak yang telah di tetapkan sebagai penerima bantuan relokasi.


(8)

Dalam hal penyampaian lahan untuk relokasi mandiri terdapat dua ketegori sebagai berikut:

a. Masyarakat menyiapkan lahan tapak dan pembangunan rumah secara berkelompok di satu hamparan yang terpisah atau menyatu dengan lahan usaha tani tetapi masih dalam wilayah Kabupaten Karo.

b. Masyarakat menyiapkan lahan tapak dan pembangunan rumah secara tidak berkelompok, terpisah atau menyatu dengan lahan usaha tani dan masih dalam wilayah Kabupaten Karo.

B. Latar Belakang Keputusan Kebijakan Relokasi Mandiri Desa Lingga

Sesuai dengan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Karo, dimana tujuh desa (2.053 KK) terdampak erupsi Gunung Sinabung akan direlokasikan ke Siosar secara Bertahap yaitu tahap I sebanyak 370 KK berasal dari Desa Berkerah (112 KK), Desa Simacem (130KK), dan Desa Suka Meriah (128KK), dan tahap ke II sebanyak 1.683 KK berasal dari empat desa yakni Desa Berastepu, Desa Gurukinayan, Desa Gamber, daan Desa Kota Tonggal. Pada tahun 2015 relokasi tahap pertama sebanyak 370 KK sudah selesai dilaksanakan dengan menggunakan Dana Siap Pakai (DSP) BNPB dengan pembangunan yang meliputi perumahan, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lahan pertanian. Pemerintah Kabupaten Karo telah menyediakan lahan relokasi untuk pemukiman yang berada pada kawasan Area Penggunaan Lain (APL) di Siosar dengan luas 250 Ha. Sedangkan lahan untuk pertanian berasal dari hutan produksi dikawasan hutan siosar dengan ijin pinjam pakai dari kementrian Lingkunan Hidup dan


(9)

Kehutanan seluas 416,44 Ha. Lahan pertanian tersebut diperuntukkan bagi warga tiga desa relokasi tahap I.

Selanjutnya relokasi tahap ke II terhadap 1.683 KK akan dilaksanakan pada tahun 2016 menggunakan Dana Hibah dari Pemerintah Pusat. Seperti halnya relokasi tahap pertama, relokasi tahap kedua juga harus mencakup perumahan, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan lahan pertanian. Kebutuhan untuk pembangunan perumahan, fasilitas umum dan fasilitas sosial masih mencukupi pada kawasan APL di Siosar seluas 250 Ha. Namun untuk ketersedian lahan pertanian hanya mampu mencukupi kebutuhan untuk 370 KK dan tidak mampu mengkordinir kebutuhan lahan pertanian untuk 1.683 KK, sehinggga masih harus menunggu ijin pinjam pakai seluas 975 Ha dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ijin pinjam pakai untuk lahan pertanian belum diterbitkan hingga Januari 2016 sehingga menyebabkan relokasi tahap kedua belum terlaksana. Dengan kondisi masyarakat yang sebgaian besar bermatapencaharian sebagai petani, masyarakat tidak mau direlokasi tanpa disediakan lahan pertaniannya. Dari permasalahan tersebut muncul gagasan untuk melakukan relokasi mandiri. Relokasi mandiri yang dimaksud adalah masyarakat menyiapkan lahan dan membangun rumahnya secara mandiri yang didampingi secara teknis oleh Tim Pendamping (Fasilitator)48

48

Keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana nomor 171 Tahun 2016. Hal 1-2

. Pihak pemerintah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah melakukan proses Relokasi tahap ke II untuk empat desa yang


(10)

diantaranya Desa Berastepu, Desa Gurukinayan, Desa Gamber, daan Desa Kota Tonggal dengan basis data calon penerimaan bantuan berdasarkan Surat Keputusan Bupati karo Nomor 361/139/BPBD/2016 tentang penetapan sewa rumah atau lahan.49

C. Proses Formulasi Kebijakan Relokasi Mandiri Desa Lingga

Dalam kebijakan publik salah satu yang menjadi tahapan kebijakan publik adalah formulasi kebijakan. Formulasi kebijakan merupakan pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap ini para analisis kebijakan publik mulai menerapkan beberapa teknik ataupun tahapan dalam pembuatan kebijakan. 50

“setelah terlaksananya relokasi tahap pertama di siosar

banyak masyarakat yang belum mendapat tempat tinggal ataupun belum ditangani akibat lahan yang terbatas. Sehingga pemerintah melakukan pertemuan terhadap sisa pengungsi yang belum mendapatkan tempat tinggal dan melakukan musyawarah. Dalam musyawarah tersebut akibat keterbatasan lahan pada relokasi pengungsi Gunung Sinabung tahap pertama, masyarakat meminta agar relokasi dilakukan dengan cara masyarakat yang mencari

Artinya pada tahap ini merupakan proses pembentukan kebijakan sebelum diterapkan atau diimplementasi kepublik. Pada proses formulasi Kebijakan Relokasi Mandiri Desa Lingga dapat diketahui melalui hasil wawancara bersama Bapak Suharta Sembiring selaku Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi :

49

Keputusan Bupati Karo Nomor 361/139/BPBD/2016 tentang Penetapan Penerimaan Bantuan Dana Rumah (BDR) dan/atau Bantuan Dana Lahan Usaha Tani (BDLUT) Relokasi Mandiri 50


(11)

tempat tinggal dan diberikan biaya oleh pemerintah. Kemudian pemerintah Bupati Karo bersama-sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah menyampaikan kepada pusat tentang permintaan masyarakat pengungsi Gunung Sinabung. Kemudian melakukan rapat bersama-sama di kota medan dan menyepakati bahwa relokasi tahap kedua dinamakan sebagai Relokasi Mandiri. Berdasarkan kesepakatan dengan Pemerintah Pusat, BNPB, Pemerintah Bupati Karo, BPBD dihadirkan sebuah kebijakan yaitu Keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 171 Tahun 2016 tentang pelaksanaan Relokasi Mandiri. Setelah keluar kebijakan yang berbentuk surat keputusan BNPB tersebut kemudian disusun petunjuk teknis yang menjadi pedoman pelaksanaan Relokasi Mandiri.”51

a. Melakukan musyawarah dengan masyarakat pengungsi Gunung Sinabung terkait keterbatasan lahan dan berdiskusi tentang keinginan masyarakat,

Jika diurutkan berdasarkan penjelasan oleh bapak Suharta Sembiring, proses formulasi kebijakan dapat dilihat diantaranya :

b. Hasil musyawarah disampaikan kepada Pemerintah Pusat,

c. Pemerintah Pusat/ mewakili yaitu BNPB melakukan rapat bersama pemerintah Daerah Kabupaten Karo bersama BPBD selaku pelaksana penanggulangan bencana daerah,

d. Pihak pemerintahan bersama BNPB dan BPBD mengeluarkan kesepakatan yaitu Surat Keputusan Kepala Badan Nasional

51

Hasil wawancara bersama Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bapak Suharta Sembiring pada Jumat 28 April 2017


(12)

Penanggulangan Bencana Nomor 171 Tahun 2016 sebagai kebijakan penanggulangan pengungsi Gunung Sinabung yang dinamakan Relokasi Mandiri,

e. BPBD berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 171 Tahun 2016 melaksanakan penanggulangan bencana daerah Kabupaten Karo dengan pedoman dan teknis yang terdapat pada surat keputusan tersebut.52

Kemudian dalam prosesnya ditentukan beberapa indikaror yang menjadi kunci keberhasilan terlaksananya Relokasi Mandiri yang telah disampaikan oleh bapak Suharta Sembiring:

“terlaksananya kebijakan relokasi mandiri dapat dikatakan berhasil apabila masyarakat yang berasal dari empat desa yaitu Desa Gurukinayah, Desa Berastepu, Desa Kuta Tonggal, dan Desa Gamber sudah mendapatkan/bertempat tinggal yang layak dan juga mendapatkan lahan pertanian sebagai lahan penghasilan mereka, meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditinjau dari segi kebutuhan masyarakat, dan terpenuhinya kebutuhan psikologis dan sosial budaya.”

Artinya jika di jabarkan hal-hal yang menjadi indokator keberhasilan Relokasi Mandiri diantaranya adalah :

a. Terpenuhinya tempat tinggal masyarakat pengungsi b. Terpenuhinya lahan pertanian masyarakat pengungsi 52

Hasil wawancara bersama Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bapak Suharta Sembiring pada Jumat 28 April 2016


(13)

c. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang di tinjai dari sosial dan ekonomi

d. Terpenuhinya infrastuktur sarana dan prasarana (sekolah, tempat ibadah, kantor kepala desa, kesehatan)

e. Meningkatnya psikologi, sosial, dan budaya masyarakat pengungsi.53

C.1. Unsur yang Terdapat Pada Proses Kebijakan Relokasi Mandiri

Pada kebijakan publik, dalam proses terbentuknya sebuah kebijakan telah disebutkan bahwa ada 5 unsur yang terkait dengan kebijakan publik, diantaranta : masalah publik, nilai kebijakan, siklus kebijakan, pendekatan dalam kebijakan, serta konsekuensi kebijakan. Dalam proses formulasi kebijakan Relokasi Mandiri yang menjadi unsur dalam kebijakan nya yaitu :

a. Masalah publik.

Pada prosesnya, kebijakan Relokasi Mandiri dihadirkan dengan isu sentral yang cukup menarik perhatian publik akibat situasi dan kondisinya. Dalam hal ini, kondisi sisa para pengungsi yang belum terelokasi akibat kurangnya lahan yang di sediakan dikawasan Siosar pada proses relokasi tahap I membuat para pengungsi yang belum mendapatkan tempat tinggal harus hidup dibawah tenda pengungsian. Akibatnya masyarakat tidak tinggal diam dan menuntut pemerintah untuk memberikan solusi untuk kepastian kehidupan mereka. Sehingga pemerintah karo melakukan perkumpulan terhadap masyarakat

53


(14)

pengungsi dan menerima permintaan mereka dan segera menyampaikan ke pusat.

b. Nilai Kebijakan.

Pada kebijakan Relokasi Mandiri tidak jauh berbeda dengan kebijakan tahap pertama, dimana nilai kebijakan terdapat pada nilai sosial dan ekonomi. Dilihat dari nilai sosial, kebijakan bertujuan untuk meningkatkan taraf sosial masyarakat yang dinilai dari tingkat kesejahteraan, pendidikan, serta psikologis, sedangkan nilai ekonomi dilihat dari tingkat kebutuhan masyarakat pengungsi yang bergantung pada aktivitas pertanian. Artinya jika ketersedian lahan pertanian yang tidak mereka dapat lagi dilahan sebelumnya, maka aktivitas pertanian sebagai sumber penghasilan kehidupan mereka akan turun.

c. Perumusan kebijakan.

Dalam hal ini telah dijelaskan sebelum nya pada proses formulasi kebijakan diatas, bahwa dalam perumusannya berdasarkan musyawarah terhadap masyarakat pengungsi, kemudian dikeluarkan dengan bentuk Surat Keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 171 Tahun 2016 dan telah di implementasikan/dilaksanakan oleh pihak yang terkait khususnya BPBD selaku pelaksan dan akan dievaluasi oleh pemerintah pusat terkait hasil pelaksanaannya. Dalam hal ini, keberhasilan pelaksanaan relokasi tahap ke dua telah mencapai 95% dari indikator keberhasilan


(15)

yang disampaikan oleh bapak Suharta Sembiring selaku kepala bidang rekonstruksi dan rehabilitasi.

d. Pendekatan kebijakan.

Dalam formulasi kebijakan terdapat tiga pendekatan, diantaranya pendekatan empiris, valuatif, dan normatif. Pada formulasi kebijakan Relokasi Mandiri dilakasanakan dengan menggunakan pendekatan empiris yaitu menekankan pada penjelasaan sebab akibat dari sebuah kebijakan tersebut. Artinya telah dijelaskan bahwa kebijakan ini lahir disebabkan masih banyak pengungsi yang belum mendapatkan kepastian dan kemudian meminta kepada pemerintah karo agar segera memberi solusi dalam menangani kehidupan masyarakat pengungsi. Dan akhirnya pemerintah daerah bersama dengan pemerintah pusat dan pihak yang terkait BNPB dan BPBD menyepakati sebuah kebijakan yang dinamakan Relokasi Mandiri.

e. Konsekuensi kebijakan.

Pada perumusan kebijakan perlu ditentukan akibat atau konsekuensi yang akan terjadi agar mereka yang menerima kebijakan dapat memahami apa yang akan terjadi. Dalam hal ini telah disebutkan oleh Bapak Suharta Sembiring kebijakan Relokasi Mandiri atas dasar permintaan masyarakat pengungsi akan mengakibatkan status desa mereka akan hilang. Artinya, tersebarnya masyarakat yang


(16)

menentukan tempat tinggalnya akan sulit untuk mempertahankan desa mereka.

Selain kelima unsur diatas, terdapat beberapa unsur lain yang ada pada kebijakan Relokasi Mandiri, diantaranya :

a. Pihak yang terlibat. Adapun yang terlibat pada berjalannya kebijakan Relokasi Mandiri diantaranya adalah masyarakat dan unsur pemerintah Desa Lingga, Pemerintah Kabupaten Karo bersama BPBD, dan Pemerintah Pusat bersama BNPB.

b. Sumber dana yang digunakan pada kebijakan Relokasi Mandiri berasal dari Dana Hibah Pemerintah Pusat (BNPB-Kemenkeu) Tahun 2015, IDF-Kemen PU-PR, IDF-Kementerian/Lembaga Tahun 2016-2017. Akan tetapi kebanyakan dana bersumber dari Dana Hibah Pemerintah Pusat.

C.2. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Relokasi Mandiri

Dalam perumusan kebijakan publik terdapat setidaknya enam faktor strategis yang biasanya mempengaruhi proses kebijakan publik, diantaranya faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial budaya dan agama, faktor pertahanan dan keamanan, faktor teknologi, dan faktor administrasi. Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan Relokasi Mandiri diantaranya :

b. Faktor politik yang merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan. Dalam hal ini dilihat dari kesejahteraan


(17)

masyarakat dan keberhasilan terlaksananya Relokasi Mandiri telah dilibatkan beberapa lembaga daerah yang dianggap mendukung kegiatan Relokasi Mandiri yaitu lembaga didalam pemerintahan seperti lembaga pertanian, dinas PU (Pembangunan Umum), sinas kesehatan dan lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan Relokasi Mandiri.

c. Faktor ekonomi yang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam berjalannya sebuah kebijakan juga menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan kebijakan Relokasi Mandiri, sehingga dalam kebijakan Relokasi Mandii ini menggunakan dana Hibah Pemerintah Pusat (BNPB-Kemenkeu) tahun 2015dan dana pendukung lainnya IDF-kemen PU-PR serta dana Kementerian/Lembaga tahun 2016-2017.

d. Faktor sosial, budaya dan agama dimana faktor ini juga telah dipertimbangkan oleh kesepakatan antara pemerintah daerah bersama BPBD dengan pemerintah pusat bersama BNPB bahwa mengingat masyarakat pengungsi merupakan masyarakat yang memiliki kebudayaan Karo maka telah dipertimbangkan agar Relokasi mandiri dilaksanakan dalam lingkup Tanah Karo. Hal ini bertujan agar mereka tetap berada pada kebudayaan karo.

e. Faktor teknologi yang telah ditetapkan oleh pihak BPBD dimana jika pembangunan yang terjadi dengan bentuk ruang lingkup yang daoat dijadikan sebagai desa, maka alat-alat yang mendukung pembangunan akan dikeluarkan oleh pemerintah diluar dana bantuan kepad masyarakat


(18)

pengungsi. Tentunya dalam hal ini alat berat, dan prasarana yang dibutuhkan akan diberikan demi pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan.

f. Faktor administratif yang telah mendukung kebijakan ini dengan bentuk Surat Keputusan Bupati Karo dengan ketentuan syarat yang terdapat pada Surat Keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana serta peraturan-peraturan dan surat keputusan lainnya yang terkait telah dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan Relokasi Mandiri.

C.3. Upaya Pelaksanaan Relokasi Tahap II (Relokasi Mandiri)

Pelaksanaan Relokasi Tahap ke II yang telah disebutkan sebelumya yakni dilakukan dengan menggunakan Dana Hibah dari Pemerintah Pusat telah diterima oleh Pemerintah Kabupaten Karo sebesar Rp 190.674.100.000 dan digunakan untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana relokasi tahap II. Dimana dana tersebut telah disalurkan melalui rekening kas umum negara kerekening kas umum daerah pada bulan Desember 2015. Dalam rangka percepatan pembangunan relokasi tahap ke II Pemerintah Kabupaten Karo telah melaksanakan sosialisasi tentang relokasi mandiri kepada masyarakat 4 desa yaitu Desa Berastepu, Desa Gurukinayan, Desa Gamber, daan Desa Kota Tonggal.

Secara umum kebutuhan relokasi mandiri tidak jauh berbeda dengan kebutuhan awal relokasi tahap II dimana kebutuhan awalnya adalah tersedianya rumah dan lahan pertanian masyarakat (1.683KK). sesuai dengan kebijakan pemerintah Kebupaten Karo bahwa masyarakat yang kan direlokasi tahap II akan


(19)

diberikan bantuan seniali Rp.110.000.000,-/KK dengan rincian bantuan dana rumah seniali Rp. 59,400.000,- (lahan rumah disediakan oleh masyarakat) dan bantuan lahan pertanian senilai Rp. 50.600.000,-. Dalam hal ini diperlukan pendampingan dalam hal pendapatan warga yang akan mendapatkan bantuan, pemilihan lokasi yang akan dibangun rumah, administrasi status dan kepemilikan lahan serta proses pembangunan rumah. Dalam kegiatan pendampingan dibutuhkan tenaga fasilitator sesuai bidang dan kebutuhan, dimana pengelolaannya dilakukan oleh konsultan manajemen. Sebagai acuan pelaksanaan relokasi tahap II, diperlukan suatu petunjuk teknis tentang relokasi mandiri yang kan disiapkan oleh pemerintah Kabupaten Karo bersama Tim Perndamping Nasional (TPN). Selain kebutuhan diatas, terdapat kebutuhan-kebutuhan sektor lain seperti: jalan Lingkungan, listrik, tempat ibadah, sekolah, tempat pelayanan kesehatan, kantor desa, dan sarana umum lainnya. Kebutuhan tersebut belum dapat diidentifikasi dengan pasti dikarenakan relokasi menggunakan pola mandiri dimana persebaran masyarakat belum bisa diprediksi. Namun demikian pada tabel berikut ini dapat dilihat identifikasi kebutuhan awal untuk relokasi tahap II dan sumber pendanaannya.54

54


(20)

Tabel 1.11.

Identifikasi Kebutuhan Relokasi

No Kegiatan Volume Satuan Kebutuhan (Rp)

Pendanaan

1 Pendampingan untuk verifikasi dan vaidasi penerimaan bantuan Relokasi Tahap II serta pendataan status dan fungsi lahan (fasilitator, penyusunan petunjuk teknis, sosialisasi

1 paket 4.269.616.000 4.269.616.000 Hibah Pemerintah Pusat (BNPB-Kemenkeu) kepada Pemkab Karo, TA 2015

2 Bantuan dana tapak rumah dan rumah

1.683 unit

59.400.000 99.970.200.000 Hibah Pemerintah Pusat (BNPB-Kemenkeu) kepada Pemerintah Kabupaten karo TA 2015 3 Pendampingan

Pembangunan Rumah

1 paket 3.000.000.000 3.000.000.000 IDF-Kemen PU-PR 4 Prasarana

Lingkungan

1 paket 9.970.200.000 9.970.200.000 Hibah Pemerintah Pusat (BNPB-Kemenkeu) TA 2016 5 Bantuan Dana

Lahan Pertanian

1.683 unit

50.600.000 85.159.800.000 Hibah Pemerintah Pusat


(21)

(BNPB-Kemenkeu) TA 2015 6 Pemulihan

Sosial dan Ekonomi (Relokasi tahap i dan II)

1 paket 61.000.000.000 61.000.000.000 Kementerian/ lembaga TA 2016-2017

7 Dukungan Operasional Kegiatan

1 paket 1.274.484.000 1.274.484.000 Hibah Pemerintah Pusat (BNPB-Kemenkeu) TA 2015

Jumlah Kebutuhan 264.644.300.000

D. Tahapan dalam Melaksanakan Relokasi Mandiri

Pasca kesepakatan yang telah dikeluarkan dengan bentuk Surat Keputusan BNPB Nomor 171 Tahun 2016, BPBD Karo melaksanakan kegitan Relokasi Mandiri dengan beberapa tahapan sebagai berikut :

a. Pemetaan sosial.

Hal ini dilaksanakan oleh tim pendamping, BPBD, pemerintah desa dan tokoh lokal dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan melakukan orientasi wilayah sasaran kegiatan pendampingan, menemukenali permasalahan diwilayah sasaran kegiatan, menemukenali potensi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat, menemukenali peran dan fungsi-fungsi


(22)

kelembagaan lokal, dan menemukenali peran dan tanggungjawab para tokoh lokal.

b. Sosialisasi kabupaten.

Hal ini dilakukan oleh tim pendamping dan BPBD dengan menggunakan cara workshop pada kabupaten. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mensosialisasikan konsep dan tahapan kegiatan pendampingan kelompok masyarakat dalam rangka percepatan relokasi tahap II (relokasi mandiri), merumuskan dan menyepakati “fakta integritas” antar pemangku kepentingan (stakeholder), dan membentuk organisasi Tim Kooardinasi Pemantauan Pembanguan Pascabancana (TKP3).

c. Sosialisasi Desa.

Hal ini dilakukan oleh tim pendamping, BPBD, dan SKPD terkait dengan cara runggu (musyawarah tingkat desa). Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan menyampaikan kosep dan tahapan kegiatan pendampingan kelompok masyarakat dalam rangka percepatan relokasi tahap II (relokasi mandiri), menyepakati “kontrak sosial”, membentuk organisasi Tim Pemangku Pembangunan Desa (TP2D), membentuk Panitia Pelaksana Pendataan Swadaya (P3S), dan menetapkan pengurus TP2D serta P3S.

d. Verifikasi dan validasi data penerima yang dilaksanakan oleh PPS (Panitia Pendataan Swadaya), pemerintah desa, BPBD dan tim


(23)

pendamping dengan cara review, survey, dan musyawarah. Kegiatan ini dilakukan guna pemeriksaan data penerima bantuan relokasi tahap II dan melakukan verifikasi dan validasi status dan fungsi lahan.

e. Pengorganisasian Kelompok Masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah desa, BPBD, dan tim pendamping dengan cara musyawarah masyarakat. Hal ini dilaksanakan guna mengorganisasikan penerima bantuan relokasi tahap II berdasarkan hasil verifikasi dan validasi data kedalam Kelompok Petani/Pemukim (KPP).

f. Penguatan dan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Masyarakat yang dilaksanakan oleh BPBD, SKPD terkait, dan tim pendamping dengan cara pelatihan partisipatif. Kegiatan ini dilakukan guna memberikan pembekalan kepada TKP3, TP2D, P3S, dan KPP tentang mekanisme pelaksanaan kegiatan relokasi tahap II (relokasi mandiri).

g. Perencanaan dan Pelaksanaan teknis Pembangunan Relokasi Mandiri yang dilaksanakan oleh BPBD, KPP, TP2D, pemerintah desa dan tim pendamping dengan cara pendampingan teknis. Hal ini dilaskanakan guna menyiapkan lahan usaha tani dan lahan tapak rumah, menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan rumah (hunian tetap), melaksanakan kegiatan pembangunan rumah secara swakelola, dan membentuk kelompok pemelihara hasil pembangunan.


(24)

h. Kegiatan pemuliahan dan Peningkatan Ekonomi Produktif yang dilaksanakan oleh BNPB, BPBD Sumatera Utara bersama SKPD terkait, BPBD Kabupaten Karo bersama SKPD terkait dilaksanakan dengan cara pembelajaran bersama, pendampingan teknis, dan pemberian stimulan yang ditentukan secara berkelompok. Hal ini dilaksanakan guna memberikan stimulan dan pendampingan sektor ekonomi produktif, memulihkan prekonomian masyarakat yang menjadi sasaran dalam relokasi tahap I dan tahap II, dan meningkatkan prekonomian masyarakat yang menjadi sasaran dalam relokasi tahap I dan tahap II menjadi lebih baik.

i. Kegiatan Pemulihan dan Peningkatan Sosial dilaksanakan oleh BNPB, BPBD Sumatera Utara bersama SKPD terkait, BPBD Kabupaten Karo bersama SKPD terkait dengan cara pembelajaran bersama, pendampingan teknis dan pemberian stimulan serta sarana dan prasarana yang ditentukan secara berkelompok. Kegiatan ini dilaksanakan guna meningkatkan resiliensi sosial pada masyarakat dikawasan relokasi tahap I dan tahap II, memulihkan dan meningkatkan keadaan sosial budaya pada masyarakat dikawasan relokasi tahap I dan tahap II, memulihkan dan meningkatkan pelayanan serta kualitas pendidikan masyarakat relokasi tahap I dan tahap II, memulihkan dan meningkatkan pelayanan serta kualitas kesehatan masyarakat dikawasan relokasi tahap II, serta memulihkan


(25)

dan meningkatkan bidang keagamaan dan kerukunan antarumat beragama pada masyarakat dikawasan relokasi tahap II.

E. Penyebab Kerusuhan Desa Lingga Pasca Kebijakan Relokasi Mandiri.

Pasca keluarnya kebijakan relokasi mandiri yang dikeluarkan untuk menanggulangi sisa korban bencana yang belum mendapatkan tempat tinggal dan kebutuhan lainnya, ternyata menimbulkan kerusuhan antar masyarakat dengan pihak pelaksana kebijakan relokasi mandiri. Hal ini dapat dipahami berdasarkan penjelasan yang merupakan hasil wawancara oleh Kepala Desa Lingga Kabupaten Karo. Beliau menjelaskan jalan cerita terjadinya kerusuhan yang timbul di Desa lingga dan Penyebab kerusuhan tersebut.

Pada Agustus 2015, pihak pengembang relokasi ibu Perawenta selaku camat Simpang Empat dan pihak pengembang relokasi berkunjung ke Desa Lingga dan bertemu dengan Kepala Desa Lingga dan menyampaikan keinginannya untuk meminta lahan seluas 5 Ha kepada Kepala Desa Lingga. Beliau pun menyampaikan fungsi dan guna lahan yang diminta untuk dijadikan sebagai pembangunan gudang-gudang usaha.Mendengar tujuan dari beliau, kepala Desa Linga menyepakati dan memberikan kebebasan untuk bersama-sama mencari lokasi yang di inginkan oleh pihak pengembang.

September 2015, pihak pengembang mendapatkan lokasi yang akan dianggap baik bagi pihak pengembang. Lokasi tersebut pun merupakan lokasi yang sebelumnya digunakan sebagai gudang pupuk di Desa Lingga. Namun pada saat itu pihak pengembang merubah fungsi lahan yang awalnya dijadikan sebagai


(26)

pembangunan gudang usaha menjadi pembangunan salah satu pasar di Kabanjahe yaitu Pajak Singa sebab lokasi pasar tersebut sudah hampir habis kontrak dan akan di pindahkan. Pembangunan dilakukan dengan cara membuat persil-persil. Dan pihak pengembang juga menawarkan kepada kepala desa dapat membeli persil-persil yang akan di bangun nanti. Kepala desa belum mengetahui pasti untuk apa digunakan lahan tersebut, hal ini dikarenakan adanya perubahan fungsi lahan yang disampaikan oleh pihak pengembang Ibu Perawenta.

Oktober 2015 terjadi kembali perubahan fungsi lahan yang di tentukan oleh pihak pengembang. Lahan tersebut telah di beli oleh pihak pengembang dari masyarakat dengan informasi lahan yang akan di gunakan sebagai pembangunan pasar. Pihak pengembang menyampaikan bahwa lokasi tersebut difungsikan sebagai lokasi pembangunan perumahan untuk para sisa korban Gunung Sinabung yang di sebut sebagai relokasi yang berasal dari empat desa diantaranya : Desa Berastepu, Desa Gurukinayan, Desa Gamber, daan Desa Kota Tonggal. Mendapat pernyataan tersebut, kepala desa meminta agar tujuan pembangunan tersebut disosialisasikan terlebih dahulu dengan tujuan agar pembangunan tidak mendapat masalah saat pembangunanya dan dapat beralan baik. Namun pihak pengembang meminta untuk tidak disosialisasikan kepada masyarakat Desa Lingga dengan alasan pembangunan relokasi tersebut belum pasti. Tetapi lokasi yang telah di tetapkan oleh pihak pengembang telah di bersihkan dan diratakan dengan menggunakan alat berat yang jumlahnya sudah bertambah. Saat bulan september jumlah alat berat berjumlah 2 unit, dan saat bulan Oktober sudah bertambah


(27)

menjadi 4 unit. Hal ini membingungkan kepala desa dan kembali disampaikan kepada pihak pengembang bahawa hal ini harus disampaikan kepada masyarakat Desa Lingga.

Februari 2016, pembersihan dan perataan lokasi pun masih berlanjut hingga mencapai menjadi ±10 Ha, dan berbeda dari permintaan awal seluas 5 Ha. Melihat luas lahan yang telah di garap oleh pihak pengembang, kejelasan fungsi lahan pun disampaikan kepada kepala desa. Bahwa lahan yang digarap akan digunakan sebagai pembangunan rumah-rumah pengungsi dengan bentuk pembanguna rumah di belakang pasar (pajak) yang akan di bangun. Artinya lahan yang di garap digunakan sebagai dua fungsi, yaitu sebagai pembangunan persil-persil yang digunakan untuk pasar dan pembangunan peumahan para pengungsi. Luas lahan yang digarap tersebut ditujukan untuk 2000 KK pengungsi dengan bentuk gambaran pembangunan sebagai berikut :

Gambar 1.1.

Skema Gambaran Pembangunan Relokasi Mandiri

Ket gambar:

Rumah pengungsi Persil yang dijadikan sebagai pasar (pajak) Jalan desa

Sumber : wawancara Kepala Desa Lingga

Keterangan : Lahan berada kanan dan kiri jalan Desa Lingga. Lahan seluas ±10 Ha difungsikan dengan membangun seperti skema gambaran diatas. Perumahan yang dibangun juga di peruntukkan untuk 2000 KK dan dibagi menjadi 2 bagian, 1000 KK disebelah kanan dan 1000 KK disebelah kiri.


(28)

Setelah mendapat kepastian yang telah di sampaikan oleh pihak pengembang beserta DPD Kecamatan Simpang empat, kepala desa pun mensosialisasikan kepada msayarakat Desa Lingga. Kepala desa membuat pertemuan yang dihadiri oleh struktur pemerintah desa, kepala dusun desa dan beberapa masyarakat Desa Lingga yang dapat hadir dalam pertemuan tersebut. Kemudian kepala desa menyampaikan rencana pembangunan relokasi di Desa Lingga. Selain perumahan dan pasar (pajak), pihak pengembang juga membangun sekolah, tempat ibadah, jambur (tempat perkumpulan warga), kantor kepala desa, akses kesehatan dan lainnya. Mendengar berita tersebut masyarakat menolak sebab tidak ada desa dalam desa. Masyarakat pun bertindak dan melakukan penolakan hal tersebut dengan membuat spanduk di Desa Lingga.

Kemudian pihak satpol PP hadir dan menurunkan spanduk tersebut. Salah satu masyarakat melihat dan membantah penurunan spanduk tersebut. Sebab mereka tidak setuju adanya pembangunan desa dalam desa mereka. Mereka pun merasa tidak di hargai sebab pihak pengembang tidak mensosialisasikan rencana terebut. Seharusnya pihak pengembang berantanya untuk persetujuan dan penentuan lokasi relokasi tersebut. Mendapat penolakan dan pembantahan dari kedua belah pihak antar masyarakat Desa Lingga dengan pihak pengembang dan pihak lainnya yang terlibat pembangunan relokasi, permasalahan terus menerus semakin memuncak. Sebab pihak pengembang telah membeli lokasi tersebut dan akan tetap melakukan pembangunan relokasi. Disisi lain masyarakat juga tetap


(29)

mempertahankan hak mereka bahwa jalan yang berada diantara tengah lokasi relokasi tersebut merupakan jalan Desa Lingga.

Kerusuhan yang semakin meningkat ditandai dengan dipasangnya pagar berduri dipinggiran jalan Desa Lingga membuat proses pembangunan dengan menggunakan alat berat terhambat. Kemudian pagar berduri tersebut disingkirkan tanpa sepengetahuan masyarakat. Melihat hal tersebut beberapa orang ibu-ibu masyarakat Desa Lingga menegur pihak kepolisian yang berjaga pada lokasi tersebut. Mendapat respon yang tidak memberi jawaban bagi masyarakat, akhirnya masyarakat membakar salah satu alat berat yang ada di lokasi tersebut. Pihak kepolisan yang ada dilokasi tersebut pun lari melihat tindakan warga dan melaporkan peristiwa tersebut ke kantor Polres Tanah Karo. Polisi pun berdatangan ke lokasi dan menangkap beberapa warga Desa Lingga. Mendengar penangkapan tersebut masyarakat tidak menerima tindakan tersebut, dan akhirnya mengumpulkan warga Desa Lingga untuk melakukan demonstrasi ke kantor Polres Tanah Karo. Masyarakat yang terdiri ±2000 orang termasuk didalamnya orang desawa beserta anak-anak berangkat dengan berjalan kaki menuju kantor Polres Tanah Karo.

Sesampainya di kantor Polres kericuhan pun semakin besar, sebab telah memakan korban 1 orang meninggal, beberapa luka parah dan sisanya luka ringan. Melihat adanya korban jiwa dan kerusuhan yang terjadi, akhirnya pihak pemerintah melalui Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana Daerah menghentikan perencanaan pembanguna relokasi korban Gunung Sinabung yang


(30)

ada di Desa Lingga. Hingga saat ini kejelasan Lokasi Relokasi yang ada di Desa Lingga masih belum jelas, sebab pasca kerusuhan yang terjadi sudah ada pembangunan rumah sebagai rumah contoh untuk pengungsi Gunung Sinabung. Walaupun demikian, sekitar ± 150 KK telah tinggal di Desa Lingga dan akan menjadi warga Desa Lingga. Saat ini keadaan Desa Lingga tidak ada kerusuhan lagi. Mereka tetap menerima para pengungsi dengan syarat mereka mau menjadi warga Desa Lingga.55

Keterlibatan pihak ketiga yaitu pihak pengembang selaku penggarap tanah relokasi mandiri ternyata pihak diluar pelaksanaan Relokasi mandiri. Dimana pihak pengembang merupakan pihak yang di butuhkan oleh masyarakat pengungsi untuk memenuhi salah satu syarat penerimaan bantuan dana bencana alam. Dimana syarat yang ditetapkan adalah sudah memiliki lahan pertanian dan lahan tapak rumah beserta rumah agar dapat menerima pencairan dana bantuan bencana alam. Pada posisinya, masyarakat pengungsi tidak bisa memenuhi syarat tersebut jika bukan melalui pihak ketiga yaitu pihak pengembang sebagai pendahulu pembelian lahan pertanian dan rumah seperti yang disyaratkan. Sehingga masyarakat pengungsi dari empat desa menyepakati untuk melibatkan pihak pengembang.56

55

Hasil wawancara bersama Kepala Desa Lingga Kabupaten Karo Bapak Servis Ginting pada Selasa 4 April 2017

56

Hasil wawancara bersama Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bapak Suharta Sembiring pada Jumat 28 April 2017


(31)

E.1. Alasan Penolakan Relokasi Masyarakat Desa Lingga

Setelah mendapat uraian permasalahan diatas terdapat beberapa alasan yang di sampaikan oleh Masyarakat Desa Lingga terhadap penolakan relokasi tersebut, diantaranta :

a. Ketidaksepakatan adanya desa di dalam desa, hal ini disebabkan dahulunya nenek moyang mereka telah menyampaikan secara turuntemurun bahwa desa mereka merupakan desa budaya yang harus dijaga kebudayaannya,

b. Tidak adanya sosialisasi terhadap persetujuan masyarakat akan rencana pembangunan relokasi kepada masyarakat Desa Lingga membuat mereka merasa tidak di hargai,

c. Khawatiran akan terjadi masalah sosial terhadap adanya desa yang akan menguasai beberapa lahan di Desa Lingga, akan menimbulkan persaingan antar desa.57

d. Terjadinya perebutan lahan sebab secara tidak langsung para pengungsi akan mencari lahan pertanian sebagai usaha mereka di Desa lingga tersebut. Artinya, lahan-lahan yang ada di Desa tersebut yang di sewakan oleh pemiliknya akan di miliki secara sewa oleh msayarakat pengungsi dengan pemikiran harga yang menentukan pemilik lahan yang disewakan tersebut. Dengan demikian terdapat kemungkinan

57


(32)

masyarakat desa tidak akan mendapat lahan jika harus tergantung dengan harga tawar yang lebih tinggi, dan

e. Air yang menjadi kebutuhan pokok manusia juga menjadi alasan masyarakat Desa Lingga terhadap penolakan tersebut. Sebab jika benar 2000 KK pengungsi yang di tempatkan di Desa Lingga akan menambah jumlah pengguna air yang bersumber dari beberapa lokasi penemuan mata air melalui sumur-sumur. Kekhawatiran masyarakat akan kekurangan sumber air menjadi alasan penolakan tersebut.58

58

Hasil wawancara bersama Bapak Keteng Sembiring masyarakat Desa Lingga Pada Rabu 12 April 2017


(33)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebijakan relokasi kedua yang dinamakan sebagai Relokasi Mandiri dihadirkan sebagai solusi untuk menangggulangi sisa para pengungsi Gunung Sinabung yang berjumlah 1.683 KK yang berasal dari empat desa yaitu DesaBerastepu, Desa Gurukinayan, Desa Gamber, daan Desa Kota Tonggal. Relokasi Mandiri merupakan relokasi yang dilakukan secara mandiri oleh para pengungsi dengan arahan dan pengawasan dari pihak pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Kebijakan yang dikeluarkan dengan memberikan dana sebesar Rp. 110jt/KK dengan pembagian sebesar 50,6jt untuk lahan perumahan serta pembangunan perumahan dan 50,4jt untuk lahan pertanian.

2. Adapun pada prosesnya, melibatkan masyarakat pengungsi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, BNPB, dan BPBD dalam melakukan musyawarah dan membuat kesepakatan yang berbentuk Surat Keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 171 Tahun 2016. Pada surat keputusan ini sudah terdapat tahapan pelaksanaan, strategi pelaksanaan, serta syarat penerimaan bantuan bencana.


(34)

3. Kerusuhan yang terjadi di Desa Lingga disebabkan oleh Ketidakterbukaan pihak pengembang terhadap tujuan permintaan lahan kepada kepala desa, tidak ada sosialisasi kepada masyarakat Desa Lingga atas tujuan permintaan lahan yang ingin dijadikan sebagai lahan Relokasi mandiri. 4. Adanya Pihak ketiga yaitu pihak pengembang yang berperan dalam

penggarapan tanah merupakan pihak diluar Badan Penanggulangan Bencana Daerah selaku pelaksana Relokasi Mandiri.

5. Yang menjadi alasan utama bagi masyarakat Desa Lingga terhadap penolakan Relokasi Mandiri adalah adanya desa dalam desa yang mengakibatkan terganggunya tatanan budaya desa lingga, serta dianggap tidak menghargai masyarakat akibat membuat desa pada desa mereka tanpa adanya pemberitahuan dan sosialisasi.

B. Saran

Adapun saran yang ingin disampaikan peneliti diantaranya :

1. Sebaiknya pihak pemerintah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat Desa Lingga serta aparat pemerintah desa sesuai dengan tahap pelaksanaan Relokasi Mandiri guna mencegah terjadinya kesalahpahaman oleh masyarakat Desa Lingga.

2. Sebaiknya Pihak pemerintah daerah serta BPBD selaku pelaksana Relokasi Mandiri terhadap keterkaitan pihak ketiga yang juga terlibat dalam kerusuhan Desa Lingga namun tidak Terlibat pada struktur pelaksana Relokasi Mandiri.


(35)

3. Sebaiknya kepala desa selalu menyampaikan keputusan atau hal-hal yang terjadi kepada struktur pemerintah desa dan kepada masyarakat dengan segera atas keputusan ataupun perubahan keputusan yang diterima tentang hal-hal yang terjadi didesa.

4. Sebaiknya masyarakat Desa Lingga melakukan musyawarah atau menyampaikan protes kepada pihak pemerintah atas ketidaksukaan terhadap keputusan yang terjadi guna mencegah kerusuhan dan korban.


(36)

BAB II

DESKRIPSI LOKASIDAN PROFIL

A. Gambaran Umum dan Sejarah Desa Lingga

Desa Lingga merupakan salah satu desa budaya yang terdapat di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Desa Lingga merupakan bekas kerajaan Lingga Tanah Karo yang asalnya dari keturunan Pak-Pak (Dairi) yang pertama ditempati di kuta Suah di lembah uruk Gungmbelin, yang dipimpin oleh seorang raja yang bergelar Sibayak Lingga. Raja Sibayak Lingga yang diangkat menjadi raja berasal dari Pak-pak Dairi yaitu Desa Lingga Raja yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Raja Linge di Gayo (Aceh). Sebelum datang ke desa Lingga Sibayak ini pernah singgah atau sempat tinggal di desa Nodi. Setelah dari desa Nodi baru Raja Lingga (Sibayak) pindah ke desa Lingga yang awalnya bertempat di kuta Suah di lembah uruk Gungmbelin, namun desa Lingga pindah ke desa yang sekarang,

Pada suatu hari, kerajaan desa lingga mendapat bala yang menyedihkan sekali bagi keluarga dan penduduk karena raja lingga sakit keras. Keadaan penyakit Raja Lingga semakin parah, maka dengan petunjuk tuhan yang maha esa dan pertolongan guru/dukun Mbelin pak-pak pitu sendalanen, raja lingga dapat diobati dengan syarat anak yang termuda/terbungsu harus disuruh pergi dari kampung Lingga raja untuk selama-lamanya dan tidak kembali lagi. Demi


(37)

keselamatan Raja Lingga maka anak bungsu menerima persyaratan dari guru/dukun Mbelin pak-pak Pitu Sendalanen. Sebelum kepergian anak bungsunya, Raja memberi pesan diantaranya: memberikan satu genggam tanah kerajaan lingga raja, satu tabu air lingga raja, dan memberi satu ekor kuda putih. Kegunaan air dan tanah adalah sebagai ukuran yang pas sebagau tempat tinggal bagi anak bungsu Raja Lingga dimana nantinya berat tanah dan air sama maka itulah tempat tinggal yang cocok sebagai borong-borong (desa).

Sesampainya diperbatasan Karo dan Dairi anak Raja Lingga berhenti istirahat dan bermalam di Lau Lingga. Keesokan harinya dia melanjutkan perjalanan kearah Tanah Karo selama beberapa hari sampailah dia di Tanah Sunuan Tanjung disebelah borong-borong Kaca Ribu sebelah barat dari desa Singa dan Lau Simomo. Disitulah pertama dia beristiahat dan bermalam. Ditimbangnya air dan tanah yang dia bawa dari kerajaan Lingga Raja, tapi berat tanah dan air tersebut belum sama. Walaupun demikian dia membuat gubuk smeentara sebelum jumpa dengan lokasi dimana tanah dan air tersebut memiliki berat yang sama. Dalam suatu hari dia pergi berburu kedaerah singgalem sebelah barat kabanjahe, siang hari dia jumpa dengan sumber mata air yang sama dengan mata air yang ada di Lingga Raja pada saat itui pula di timbangnya air dan tanah yang dia bawa dan hasilnya memiliki berat yang hampir sama. Karena memiliki berat yang hampir sama maka menetaplah dia dia di daerah tersebut dan menikah dengan gadis beru Ginting yang dia temui di pemandian sungai (lau biang). Pernikahan yang dikaruniai 5 orang anak, 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.


(38)

Anak yang paling tua pergi kedaerah Surbakti, yang kedua kedaerah Kacaribu dan yang bungsu bernama Lingga tinggal menetap di Singgelem (kuta Suah) dengan orangtuanya. Dan pada suatu hari lingga dan bapaknya pergi berburu ke uruk (Gungmbelin) dan membawa tanah dan air lalu mengukurnya dan memiliki hasil yang sama, sehingga menetaplah lingga di daerah tersebut dan dinamakan desa lingga saat ini.

A.1. Kondisi Geografis Desa Lingga

Desa Lingga masuk dalam wilayah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Berjarak kurang lebih 4,5 km dari Kantor camat Simpang Empat dan kurang lebih 12 km dari ibukota kabupaten.Desa Lingga terletak di dataran rendah dengan dikelilingi oleh desa lain yang merupakan daerah pertanian. Adapun batas-batas wilayah desa Lingga sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan desa Surbakti. • Sebelah selatan berbatasan dengan desa Kacaribu. • Sebelah timur berbatasan dengan desa Kaban.

• Sebelah barat berbatasan dengan desa Nang Belawan.

Luas keseluruhan desa Lingga adalah 16,24 km² yang terdiri dari areal pemukiman, ladang, hutan, jalan, dan lain-lain. Desa Lingga berada pada ketinggian antara kurang lebih 1.000 m sampai dengan 1.300 m diatas permukaan laut dan terletak dikoordinat 2o50oL.U, 3o19oL.S, 97o55o-98o38oB.T. curah hujan


(39)

rata-rata per tahun adalah 2.000 mm sampai dengan 3.000 mm, dengan suhu 16oc sampai dengan 27oc.

A.2. Kondisi Lingkungan Alam Desa Lingga

Namun demikian desa Lingga juga memiliki daerah perbukitan, daerah dataran rendah yang dijadikan sebagai temapat pemukiman dan bercocok tanam. Keadaan tahan di desa ini bisa dikatakan sangat subur sehingga cocok dijadikan sebagai lahan pertanian , hal ini terlihat dengan adanya tanaman yang terdapat disana seperti jeruk, cabe, jagung, kentang, kol, dan lain-lain. Luas tanah kering yang ditamanami tanaman seperti jeruk, cabe, jagung, kentang, kol, dan lain-lain sekitar 1.608 Ha. Terdiri dari empat Dusun Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo dengan rincian sebagai berikut :

a. Dusun 1 : ± 400 Ha b. Dusun 2 : ± 300 Ha c. Dusun 3 : ± 500 Ha d. Dusun 4 : ± 400 Ha

Sebagian besar lahan yang ada di Desa Lingga dimanfaatkan oleh penduduk untuk kegiatan pertanian dan permukiman. Secara rinci pemanfaatan lahan di Desa Lingga dapat dilihat pada tabel berikut :


(40)

Tabel 1.2. Peruntukan Lahan

No Peruntukan Lahan Luas Presentase

1. Pertanian/Perladangan 171 Ha %

2. Perumahan/Permukiman 10 Ha %

3. Kolam/Perikanan 5 Ha %

4. Perkantoran/Sarana Sosial: a. Kantor/Balai Desa b. Puskesmas

c. 1 unit mesjid d. 2 unit gereja e. 1 unit Madrasah f. 1 unit SD

0,6 Ha 0,1 Ha 0,2 Ha 1 Ha 0,1 Ha

2 Ha

% % % % % %

Total 200 Ha 100 %

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa Tabel 1.3.

Status Kepemilikan Lahan

No Status Luas

1. Milik Rakyat 1.540Ha

2. Milik Desa 10 Ha

3. Milik Pemerintah 50 Ha


(41)

A.3. Stuktur Organisasi Pemerintah

Bagan 1.2.

Struktur Organisasi Pemerintah Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa Kepala Desa SERPIS GINTING Sekdes LOTTA SINULINGGA Kaur. Umum JUSTIN TARIGAN Kaur. Pemerintahan POMAN SINULINGGA Kaur. Pembangunan ELEDON TARIGAN Kadus. I Bendahara TREDIM SINULINGGA

Kadus. II Kadus. IV Kadus. III

BPD Ketua PELITA SINULINGGA Wakil Ketua JOHANES SINULINGGA Sekertaris SOLEH SINULINGGA Anggota :

- LISMAWATI BR

BANGUN

- ROBEN MANIK

- ARBETTA MANIK - TERSEK GINTING - PEDOMAN SINULINGGA

- ELDI SEMESTA

- MUSTAFA

TARIGAN

- NARSIN


(42)

A.4. Kependudukan Dan Sosial Budaya A.4.1. Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel tersebut :

Tabel 1.4.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin pada Setiap Dusun

No

Nama Dusun

Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Total

1. Dusun 1 458 462 920

2. Dusun 2 378 382 760

3. Dusun 3 463 467 930

4. Dusun 4 411 421 832

Jumlah 1710 1732 3442


(43)

Tabel 1.5.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Pada Setiap Dusun

N

O DUSUN

AGAMA

ISLAM PROTESTAN KATOLIK HINDU BUDHA

1 DUSUN 1 90 800 30 - -

2 DUSUN 2 80 640 40 - -

3 DUSUN 3 80 800 50 - -

4 DUSUN 4 930 700 32 - -

JUMLAH 1180 2940 152 - -

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Dari frekuensi tabel diatas menunjukkan bahwa komposisi berdasarkan agama kristen, dimana didesa ini terdapat 3 (tiga) bangunan gereja yakni GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), Gereja Katolik, dan GPDI (Gereja Pantekosta Di Indonesia). Di desa ini juga terdapat satu bangunan mesjid, selain kedua agama ini desa ini juga terdapat sebuah kepercayaan yang disebut oleh masyarakat desa lingga agama Pamena, dimana agama ini merupakan kepercayaan awal yang menyembah arwah para leluhur, namun seiring perkembangan jaman agama ini lama kelamaan hilang, dan sekarang hanya tinggal beberapa rumah tangga saja yang percaya kepada agama ini. Hubungan antara satu agama dengan agama yang satunya dapat dikatakan harmonis dimana hal ini dapat kita lihat dari masih


(44)

kuatnya sikap tolong menolong dalam mengerjakan pekerjaan diladang atau ketika satu keluraga mengalami kemalangan atau musibah.

A.4.2. Pola Pemukiman

Letak perumahan didesa Lingga kurang beraturan dan berlapislapis sehingga di Lingga Kuta terlihat padat sementara bila dilihat di bagian Lingga Baru sudah cukup beraturan yaitu sejajar mengikuti jalan raya, sebagian lagi bertumpuk sehingga jarak antara satu rumah dengan rumah yang lainnya hanya kira-kira 2 m. Penduduk desa Lingga terdapat 3442 jiwa yang mempunyai ± 300 KK (kepala keluarga) yang masing-masing mempunyai tempat tinggal. Kondisi perumahan penduduk ditinjau dari segi bangunan maupun dari segi kesehatan sudah cukup baik, diantaranya adanya rumah yang permanen, semi permanen, papan dan ada juga tinggal di rumah kayu (hanya tinggal beberapa rumah saja). Sarana air bersih juga sudah didapatkan oleh penduduk desa tersebut, namun air PAM belum masuk hanya saja sebaian masyarakat setempat membuat sumur bor dan sebagiannya lagi pergi ke Tapin.

Tapin ini merupakan sebuah tempat pemandian umum, yang bebas digunakan oleh masyarakat setempat. Ketika rumah adat (rumah siwaluh jabu) masih banyak berdiri persebaran penduduk desa Lingga tergantung pada marga yang ia bawa misalnya rumah jahe, dihuni oleh marga Sinulingga, rumah gerga dihuni oleh marga Sinulingga, rumah bangun dihuni oleh marga Bangun, kesain tarigan dihuni oleh marga Tarigan dan lain-lain. Namun sejak rumah adat banyak yang runtuh dan masyarakat desa Lingga juga sudah membangun rumah


(45)

masing-masing, maka persebaran penduduk berdasarkan lingkungan terdiri dari tiga lingkungan yakni; Rumah Lingga di mana perkampungan awal desa mulai di dirikan dan jumlah penduduknya cukup padat, yang kedua Lingga Baru di mana bangunan rumah mulai sejajar dengan jalan dan lebih teratur, namun jumlah penduduknya masih lebih padat rumah Lingga, dan yang ketiga yaitu Rumah Darat, yang hanya terdiri dari 50 (lima puluh) rumah tangga dan terletak di daerah jalan keluar desa. Dulunya daerah pemukiman penduduk ini adalah ladang, namun karena pemukiman penduduk daerah Rumah Lingga dan daerah Lingga Baru sudah padat maka pemukiman ditambahkan ke daerah Rumah Darat.

Tabel 1.6.

Klasifikasi Bangunan Rumah Di Desa Lingga

No Bentuk Rumah Jumlah

1. SD Negeri 1

2. Gereja 2

3. Mesjid 1

4. Puskesmas BKAI 2

5. Rumah Permanen 629

6. Semi Permanen 137

7. Rumah Kayu 26

Jumlah 799


(46)

Kantor Kecamatan Simpang Empat Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa segi bentuk perumahan, masyarakat suku Karo di desa Lingga sudah memadai, bahkan tidak sedikit mereka yang telah memiliki rumah permanen. Selain itu di desa Lingga ini juga masih terdapat beberapa bangunan rumah adat yang disebut masyarakat Karo Rumah Si Waluh Jabu.Rumah adat ini biasanya dihuni oleh 8 (delapan) keluarga, namun pada saat ini rumah ini hanya dihuni beberapa kepala keluarga saja.Dan kebanyakan keluarga yang menghuni rumah adat ini adalah keluarga yang kurang mampu atau yang berekonomi rendah.Karena bagi keluarga yang tinggal di rumah ini hanya cukup membayar atau menyewa rumah adat ini kepada marga/keluarga yang memiliki rumah adat tersebut sebesar Rp50000- Rp75000 saja setahun.

Di desa Lingga juga terdapat sebuah museum tempat penyimpanan barang-barang bersejarah.Bentuk bangunan meseum ini menyerupai bangunan rumah adat siwaluh jabu. Museum ini dijaga oleh satu keluarga, dan keadaan museum ini sangat mengkhawatirkan dimana masyarakat desa tersebut kurang memperhatikannya, dan orang-orang yang datang mengunjungi museum ini hanya diminta memasukkan uang sumbangan sesuka hati ke dalam kotak sumbangan untuk pembangunan museum tersebut, museum ini terletak dipinggir jalan jika kita mau keluar dari desa Lingga, kendaraan yang digunakan untuk menempuh tempat ini bisa digunakan kendaraan umum seperti Sigantangsira, jika kita berangkat dari kota Kabanjahe Ke desa Lingga hanya kena biaya ongkos Rp2000. Kendaraan umum Sigantangsira ini sampai ke desa Surbakti yang melewati kota


(47)

Berastagi, jika kita hendak mau ke desa Surbakti dan kota Berastagi, kita tidak perlu lagi dua kali nyambung, sebelum kendaraan umum Sigantangsira ini masuk ke desa Lingga, kendaraan umum yang biasa digunakan masyarakat desa Lingga adalah Gaya Baru, namun kendaraan ini hanya sampai ke kota Kabanjahe saja, tapi sekarang kendaraan Gaya Baru sudah tidak ada lagi karena kendaraan ini dapat dikatakan kendaraan lama atau tua.

A.4.3. Pendidikan

Tabel 1.7.

Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase

1 Belum Tamat 275 11,98 %

2 Tidak Tamat SD 188 8,20 %

3 Sekolah Dasar 849 37,00 %

4 SLTP/Sederajat 464 20,21 %

5 SMU/Sederajat 453 19,74 %

6 Perguruan tinggi 66 2,87 %

Jumlah 2295 100,00 %

Sumber Data : Kantor Camat Simpang Empat Kabupaten Karo

Pendidikan merupakan unsur penting dalam kehidupan setiap orang. Pendidikan yang diperoleh seseorang khususnya pendidikan formal sangat besar pengaruhnya terhadap cara berpikir seseorang dalam menjalankan aktifitas hidupnya sehari-hari. Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi


(48)

umumnya memiliki pola berpikir yang lebih maju dibandingkan dengan orang yang memiliki pendidikan yang lebih rendah.

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa keadaan penduduk di desa Lingga dilihat dari tingkat pendidikan tergolong cukup baik bahkan terdapat 66 orang yang sampai kepada perguruan tinggi. Namun jika dibandingkan dengan keadaan jaman pada saat ini bisa dikatakan di desa ini masih sangat tertinggal dengan pendidikan di mana dapat kita lihat bahwa di desa ini hanya terdapat 3 (tiga ) bangunan Sekolah Dasar, dan itupun keadaannya dapat dikatakan kurang memadai. Sementara untuk tingkat yang lebih tinggi seperti sekolah lanjutan pertama (SLTP) dan sekolah menengah umum (SMU) masyarakat atau anak-anak pergi bersekolah di Kabanjahe ibukota kabupaten. Sedangkan untuk tingkat perguruan tinggi mereka umumnya menuntut ilmu di kota Medan dan kota lainnya.Selain itu di desa ini juga masih terdapat anak-anak yang tidak mengecap atau merasakan pendidikan.Hal ini dikarena berbagai hal, ada yang memang tidak mau sekolah, ada karena alasan ekonomi yang rendah. Tetapi kebanyakan diakibatkan karena kurangnya kesadaran akan arti pentingnya pendidikan bagi kehidupan yang akan datang.


(49)

A.4.4. Mata Pencaharian

Tabel 1.8.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Frekuensi Presentase

1 Bertani 1259 50,01 %

2 Berdagang 659 26,20 5

3 Pegawai Negeri/Swasta 259 10,29 %

4 Dll 340 13, 50 %

Jumlah 2517 100,00 %

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Secara umum kehidupan masyarakat didesa Lingga bersifat agraris.Hasil pertanian merupakan sumber penghidupan yang utama bagi kebanyakan penduduk tersebut.Hampir setiap orang ikut terlibat dalam usaha pertanian, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang bertani sambil berdagang. Hasil dari pertanian seperti kentang, jagung, cabe, kol, jeruk dan lain-lain biasanya dibawa kepasar dan didagangkan di sana, tetapi ada sebagian dari mereka tidak membawanya kepasar tetapi dijual kepada agen dan harganya tentunya lebih murah. Biasanya hasil tanaman yang dijual kepada agen hanya yang sedikit tidak mencapai puluhan kilo karena menurut masyarakat desa Lingga jika dijual kepasar ongkosnya saja tidak kembali.


(50)

Selain bertani dan berdagang masyarakat desa lingga juga mempunyai pekerjaan lain yaitu membuat keranjang yang digunakan untuk tempat jeruk dikirim keluar kota, seperti ke Jakarta, Bandung, Lampung, dan lain-lain. Keranjang ini dibuat dari pohon bambu, dan kebanyakan yang mengerjakan pekerjaan ini adalah laki-laki, sementara perempuan kebanyakan beraktivitas bertani dan berdagang.Biasanya para perempuan yang bertani dipagi hari, setelah jam 3 (tiga) sore mereka pergi berdagang ke pasar, dan setelah pukul 7 (tujuh) malam mereka baru kembali kerumah. Didesa Lingga juga banyak yang bekerja di institusi-institusi baik itu negeri maupun swasta.

Sebagian pegawai negeri yang ada di desa Lingga bekerja di kantor Kecamatan, kantor Bupati, guru baik itu guru negeri maupun swasta, puskesmas, dan lain-lain, dan yang bekerja di institusi-institusi swasta misalnya seperti pegawai rumah sakit, penjaga toko, penjaga wartel, penjaga konter pulsa, dan lain-lain. Biasanya pegawai-pegawai ini bekerja di ibu kota Kabupaten, berangkat pagi hari dan pulang pada sore hari, karena jarak dari kota Kabanjahe ke desa Lingga tidak jauh maka kebenyakan dari pegawai- pegawai ini pulang balik dari desa Lingga ke kota Kabanjahe.

A.4.5. Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat di Desa Lingga sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat-istiadat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa/berumah tangga-mati), seperti upacara


(51)

perkawinan dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat yang diadakan di Balai Desa (jambur). Namun tradisi sedekah bumi, bersih desa dan semacamnya juga tidak pernah lagi dilakukan karena seluruh masyarakat desa lingga sudah beragama yang diakui di indonesia.

Sikap gotong royong masyarakat Desa Lingga masih kuat. Kebiasaan menjenguk orang sakit (tetangga atau sanak famili) masih dilakukan oleh masyarakat. Biasanya ketika menjenguk orang akit, menjenguk orang yang sedang melahirkan, dan setiap ada yang menjenguk past membawa buah tangan dan memberi ala kadarnya untuk menambah biaya perobatan. Kebiasaan saling membantu tetangga yang mengadakan perhelatan pesta adat ataupun kemalangan masih kental dilakukan. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan ketetanggan di Desa Lingga masih erat/kuat.

A.4.6. Kondisi Kesehatan Desa Lingga

Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama setelah adanya puskesmasdan Bidan Desa Lingga. Namun demikian, pada musim-musim tertentu warga masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama malaria, demam akibat perubahan cuaca dan kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Keberadaan balita kurang gizi hampir tidak ada sebab selarasnya dengan perkembangan dan semakin baiknya perekonomian masyarakat. Kesadaran seorang ibu untuk memberi gizi yang seimabang untuk balita serta berperannya bidan desa yang aktif juga mengurangi angka kekurangan gizi pada


(52)

balita. Beberapa indikator penting pada bidang kesehatan di Desa Lingga dapat di lihat dari tabel berikut :

Tabel 1.9.

Fasilitas dalam Bidang Kesehatan

No Uraian Frekuensi

1 Tenaga Kesehatan 2

2 Pustu 1

3 Poskesdes 1

4 Posyandu 1

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

Selain hal tersebut, keamanan pada Desa Lingga juga dikategorikan cukup baik, hal ini dikarenakan kegiatan pengamanan (siskamling) yang aktif pada desa ini. Kategori yang cukup baik disampaikan karena kegiatan pengamanan yang terkadang tidak dilaksanakan, hal ini dikarenakan waktu yang dimiliki warga Desa Lingga berkurang sebab digunakan untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

A.4.7. Kesenian

Kesenian merupakan suatu kebanggan bagi setiap suku bangsa yang merupakan hal yang sangat penting didalam kehidupan seseorang. Misalnya masyarakat karo sejak jaman dahulu telah mengenal dan mengerti akan seni. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki rasa seni.Dalam berbagai hasil


(53)

pekerjaan yang telah dilakukan oleh mereka tidaklah terlepas dari unsur seni sekalipun mereka belum memberikan penggolongan atau macam cabang seni. Kenyataan dapat ditemui bahwa mereka telah mampu berkreasi sejak dulu dan hasilnya diwariskannya sampai sekarang antar lain pakaian, perhiasan, alat-alat rumah tangga sehari-hari, alat bekerja maupun alat pertanian, dan alat-alat kesenian.

Adanya alat tersebut menunjukkan pada waktu dahulu mereka mapu memberikan perhatian dan mampu berkreasi dibidang kesenian.Selain dari pada itu mereka juga menunjukkan karya dibidang kegunaan bahasa Karo dalam berbagai bentuk seni bahasa, misalnya seperti mengenai vokalisasi dan seni suara.Didalam masyarakat Karo di desa Lingga kesenian merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi setiap masyarakat.Bahkan masyarakat Lingga masih melestarikan hasil seni nenek moyang mereka sampai sekarang seperti masih terawatnya rumag adat karo yang dapat ditemuai di desa ini.

Selain dari pada itu Tari (landek) yang merupakan salah satu sarana dalam mengikuti suatu acara tertentu misalnya dalam acara kerja tahun (pesta tahunan), acara pesta bunga dan buah, atau acara perlombaan pada hari Kemerdekaan, hari Natal, selain untuk mengikutiacara-acara perlombaan tari (landek) sering juga dilaksanakan misalnya pada acara memasuki rumah baru, pesta perkawinan. Tari dalam bahasa Karo disebut “landek”. Pola dasar dari tari Karo ialah: posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo


(54)

gendang dan gerak kaki. Pola dasar tari itu harus pula ditambah variasi tertentu sehingga tarian tersebut menarik dan indah.

Kesenian yang terdapat pada Desa Lingga dan paling di sukai oleh warga dulunya adalah tari-tarian khas adat karo seperti tari lima serangkai, dikkar (pencak silat karo). Namun belakangan ini para pemuda cendrung lebih menyukai musik modern seperti musik kyboard, dangdut, dan musik modern lainnya. Kelmpok-kelompok kesenian tradisional tampak mulai hilang segala aktivitasnya, sedangkan kelompok kesenian modern (kyboard) sudah membudaya pada masyarakat karo dan meninggalkan kesenian peninggalan nenek moyang.

A.5. Kondisi Ekonomi Desa Lingga

Desa Lingga Kecamatan Simoang Empat kabupaten Karo merupakan desa yang mayoritas penduduknya merupakan petani yang hasil ekonominya bersumber dari agraria. Dilihat dari tingkat penghasilan rata-rata masyarakat Desa Lingga tergolong kedalam kategori sederhana. Dari luas ±200Ha dimiliki oleh 95% penduduk Desa Lingga. Kemampuan produksi Desa Lingga Minimal 6 ton/Ha per satu musim. Jika dalam 1 tahun 2 kali tanam maka produksi menjadi 12 Ton/ha pertahunnya. Jika harga gabah dikisarkan Rp. 2.500,- maka perhektar bisa menghasilkan 18 juta. Karena 230 KK hanya memiliki 0,4Ha, maka penghasilan rata-rata petani Desa lingga hanya Rp. 1.500.000,-/Bulan. Dari uraian tersebut, jelas tergambar masuh lemahnya kondisi prekonomian warga Desa Lingga sehingga diperlukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan


(55)

masyarakat baik dibidang pertanian itu sendiri ataupun pada sektor lain. Adapun penghasilan pendapatan masyarakat Desa Lingga dapat dilihat melalui tabel berkut ini :

Tabel 1.10.

Jumlah Penghasilan Melalui Potensi Hasil Pertanian dan Peternakan

No Pertanian Produksi/ Tahun

Peternakan Produksi/ Tahun

1 Padi 497 Ton Sapi 95 ekor

2 Jagung 191 Ton Kerbau 4 ekor

3 Jeruk - Kambing 100 eor

4 Kopi 25,34 Ton Itik 200 ekor

5 Tembakau 1.7 Ton - -

Sumber Data : Dokumen/Data Kantor Kepala Desa

A.6. Sistem Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan

Apabila kita berbicara mengenai suatu masyarakat maka didalam masyarakat itu sendiri sudah pasti terdapat sistem organisasi sosial yang mengatur dan sebagai wadah interaksi sosial antara masyarakat itu sendiri.Kesatuan sosial yang terkecildalam suatu masyarakat yaitu keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, anaknya yang belum menikah yang disebut dengan “jabu” oleh masyarakat Karo. Di desa Lingga sebagai mana suku Karo misalnya seorang ayah dianggap sebagai pimpinan (kepala keluarga) dimana bertanggung jawab terhadap segala sesuatunya yang berhubungan dengan rumah tangga sementara peran perempuan


(56)

sebagai ibu rumah tangga disamping mengasuh anak-anak juga ikut bekerja mencari nafkah di ladang ataupun bekerja ditempat yang lain, ini menunjukkan bahwa perempuan Karo khususnya di desa Lingga gigih dan tabah.

Namun apabila dilihat dari sistem organisasi sosial yang menikat hubungan kekerabatan satu dengan yang lain didesa Lingga dalam aktivitas setiap adanya upacara perkawinan dan juga dalam acara yang lain. Misalnya organisasi sosial yang terdapat di desa Lingga antara lain : organisasi sosial PKK, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan (karang taruna), dan lain-lain yang memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi masyarakat desa Lingga. Sistem kekerabatan yang terdapat dalam setiap masyarakat khususnya masyarakat Karo merupakan suatuhal yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari setiap kehidupan masyarakat Karo, fungsi dan tanggung jawab suatu keluarga (jabu) dengan keluarga lain.

Munculnya sistem kekerabatan dalam masyarakat Karo disebabkan terjadinya perkawinan antara marga yang satu dengan marga yang lain yang menghasilkan keturunan. Dimana setiap terbentuknya keluarga yang baru maka terjadilah sistem kekerabatan yang baru pula.Maka pihak keluarga laki-laki dalam suatu perkawinan dinamakan “anak beru" pihak perempuan.Sementara keluarga pihak perempuan disebut “kalimbubu” oleh pihak keluarga laki-laki. Dalam hal ini terjadi proses keluarga baru disamping adanya keluarga lamanya. Maka akhirnya timbullah sistem kekerabatan yang dikenal dengan istilah “sangkep nggeluh” atau “rakut sitelu".


(57)

Sangkep ngeluh berarti kelengkapan hidup.Sangkep ngeluh sering juga disebut ikatan rakut sitelu/daliken sitelu, artinya kelengkapan dari tiga unsur dalam keluarga. Sangkep nggeluh berfungsi menjadi wadah musyawarah sekaligus menjadi perangkatnya dalam kelompok keluarga tertentu yang bertindak sebagai sukut atau tuan rumah. Sangkep nggeluh tersebutlah membahas suatu rencana kerja menyangkut kegiatan dalam suatu kelompok keluarga.Apa yang dihasilkan sebagai putusan musyawarah, itulah yang dilaksanakan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab oleh pihak anak beru.

Kalimbubu

Senina Anak Beru

Pada masyarakat Karo, segala hubungan kekerabatan, baik berdasarkan pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan dapat kita kelompokkan ke dalam tiga jenis kekerabatan yaitu kalimbubu, senina, anak beru. Ketiga janis kekerabatan itu biasa disebut dengan istilah daliken si telu “tungku yang berkaki tiga” atau telu sendalanen “tiga sejalan”, “tiga seiring”, “tri tunggal” ataupun sangkep si telu “tiga yang lengkap atau tri tunggal”. Setiap anggota masyarakat Karo berada diantara senina, anak beru, dan kalimbubu, selalu berada di atas daliken si telu. Unsur-unsur sangkep nggeluh antara lain, senina, kalimbubu, anak beru. Senina artinya saudara, karena satu nenek, dalam hal ini dari pihak


(58)

ayah.Dalam keluarga masyarakat etnis Karo senina terbagi lagi dalam beberap kelompok yaitu:

• Senina Bapa, saudara karena ayah bersaudara kandung berarti satu nenek.

• Senina Sembuyak Nini, saudara karena nenek bersaudara kandung, atau satu empung.

• Senina Sembuyak Empung, saudara karena empung bersaudara kandung atau ayah empung satu.

Kalimbubu ialah pihak keluarga perempuan yang dikawini.Dalam hal ini bila pihak kita kawin dengan seorang perempuan, maka keluarga pihak perempuan itu adalah kalimbubu kita.Di sebabkan adanya perkawinan tersebut maka nenek, ayah dan anak-anaknya semua telah masuk jadi golongan kalimbubu.Dalam adat Karo kedudukan kalimbubu sangat dihormati, malah disebutkan dengan istilah “Dibata niIdah” artinya Tuhan yang dapat dilihat.Kalimbubu punya perbedaan dengan senina, karena kalimbubu dibedakan secara berjenjang mulai dari atas sampai kebawah.Oleh karena itu kalimbubu untuk setiap jenjang atau tingkat diberi namanya untuk membedakannya. Kalimbuu menurut jenjangnya sebagai berikut :

• Kalimbubu Taneh disebut juga kalibubu simajek lulang, ialah kalimbubu yang termasuk pendiri kampung. Jadi dalam hal ini


(59)

dikaitkan dengan sejarah dan seterusnya golongannya tetap dihargai dan dikenal dengan nama itu.

• Kalimbubu Bena-bena, ialah kalimbubu setingkat empung, dalam hal ini termasuk saudara, anak dan keturunannya.

• Kalimbubu Tua, ialah kalimbubu setingkat nenek, dalam hal ini termasuk saudara, anak dan cucunya.

• Kalimbubu Simada Daerah, ialah kalimbubu setingkat ayah, termasuk bapak, saudaranya, anaknya.

• Kalimbubu Iperdemui, ialah kalimbubu langsung karena anak perempuannya dikawini, dalam hal ini termasuk bapak bapaknya, saudara dan anaknya.

• Puang Kalimbubu, ialah semua kalimbubu itu sendiri dengan berbagai tingkatannya. Anak beru ialah pihak keluarga laki-laki yang menikah dengan anak perempuan suatu keluarga.

Golongan anak beru sama dengan golongan kalimbubu dalam hal jenjang atau tingkatan derajat berdasarkan keturunan, oleh karena itu untuk anak beru juga diberi nama sesuai dengan jenjang/ tingkatnya untuk dapat membedakan satu dengan yang lain. Anak beru menurut jenjang dan tingkatannya sebagai berikut :

• Anak Beru Taneh, ialah golongan anak beru yang ikut mendirikan suatu kampung.


(60)

• Anak Beru Sincekuh Baka Tutup, ialah anak beru langsung dari ayah, dalam arti anak laki-laki dari saudara perempuan kandung ayah.

• Anak Beru Menteri (menteri asal katanya minteri) yaitu anak beru dari anak beri itu sendiri.

• Anak Beru Singikuri asal katanya singkuri yaitu anak beru dari anak beru menteri.

Adapun fungsi dan tugas dari ketiga unsur sangkep nggeluh pada masyarakat Karo tentunya berbeda satu sama lainnya tergantung pada siapa yang mengadakan pesta. Fungsi senina dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya di sesuaikan dengan tugas sangkep nggeluh yaitu ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan sebagai unsur sangkep baik dalam musyawarah maupun dalam kegiatan atau pelaksanaan suatupekerjaan, baik berat amaupun ringan. Fungsi kalimbubu dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan tugas-tugas sangkep nggeluh, dalam hal ini terutama sebagai penasehat, memberi arahan, menjaga keserasian, menunjukkan raa cinta kasih, menggugah semangat dan kepeloporan. Fungsi anak beru dalam kesatuan sangkep nggeluh tugasnya disesuaikan dengan tugas sangkep, yaitu memberi saran, memberi usul, memberi pendapat, dan menjalankan atau melaksanakan seluruh tugas berdasarkan hasil musyawarah sangkep nggeluh di dalam berbagai kegiatan adat, misalnya seperti membentangkan tikar untuk para undangan, menyediakan makanan, menyediakan rokok para kalimbubu, dan menyelesaikan semua tugas sampai acara adat selesai.


(61)

Dilihat sistem kekerabatan yang ada pada masyarakat Karo, bahwa kedudukan anak beru lebih rendah dari pada kedudukan senina dan kalimbubu. Biasanya anak beru, diambil dari perempuan dimana anak perempuan harus menghormati dan menghargai saudara laki-lakinya, karena saudara laki-laki ini merupakan kalimbubu yang harus dihargai dan dihormati, karena jika hati mereka tersinggung maka rejeki akan berkurang, mala petaka akan data seperti tidak mendapat keturunan.

B. Profil BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) B.1. Struktur Organisasi

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Karo terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Karo Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo yang terdiri dari :

1. Kepala Badan, 2. Kepala Pelaksana,

3. Sekretariat (sub bagian umum, sub bagian keuangan, dan sub bagian program

4. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan (seksi pencegahan dan seksi kesiapsiagaan)


(62)

6. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi (seksi rehabilitasi dan seksi rekonstruksi)

7. Kelompok Jabatan Fungsional

adapun badan kepengurusan BPBD Karo dapat di lihat melalui bagan berikut ini :

Bagan 1.3.

Struktur Organisasi BPBD Karo

BPBD Kabupaten Karo Kepala (Sekretaris Daerah)

Kepala pelaksana BPBD

Unsur Pelaksanaan

Ir. Martin Sitepu

Sekretaris Aswin Ginting S.E

Subbag Umum Ruslely Br Sitepu Subbag keuangan Seriawani Br Ginting S.H Subbag program

Beni Lamhot P S S.T Unsur Pengarahan BPBD Kelompok Unsur Pengarah Bid. Pencegahan dan kesiapsiagaan Bid. Kedaruratan dan Logistik Bid. Rehabilitas dan Rekonstruksi k. Hasyim Purba S.E Natanail Perangin-angin S.H Suharta Sembiring S.T Seksi Pencegahan Halasan Manalu Seksi Kedaruratan

Ridwan K S.H

Seksi Rehabilitasi Hendri Jusran Bangun S.E Seksi Kesiapsiagaan

Romalisda N Br sihaloho S.Sos, M.PA Seksi Logistik Panji Surianto S.H Seksi Rekonstruksi

Lely J Br Ginting S.T

Kelompok Jabatan fungsional Umum


(63)

B.2. Tugas Pokok Dan Fungsi

Dasar hukum tentang tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karo terdapat pada Peraturan Bupati Karo Nomor 4 Tahun 2014. dimana tugas pokok BPBD diantaranya :

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha dan penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara sesuai kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah,

b. Menetapkan standartnisasi dan kebutuhan penyelenggaraan dan penanggulangan bencana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

c. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana, d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana,

e. Melaporkan penyelenggaraan, penanggulangan bencana kepada Bupati setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana,

f. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran bantuan uang dan barang, g. Mempertanggungajawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan sumbangan pihak lain yang sah dan tidak mengikat,


(64)

h. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan.

Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi :

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi secara cepat, tepat, efektif dan efisien,

b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

Berkenaan dengan tugas dan fungsi tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo memiliki tugas dan peran sentral dalam manajemen Penanggulangan Bencana di Kabupaten Karo.

B.3. Visi dan Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) B.3.1. Visi BPBD

Visi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo yaitu “Mewujudkan ketangguhan dan Kesiapsiagaan Kabupaten Karo dalam Menghadapi Bencana”.


(65)

B.3.2. Misi BPBD

Misi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo yaitu : a. Melaksanakan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap

Program, administrasi, sumber daya manusia dan sarana prasarana aparatur,

b. Membangun masyarakat yang sadar, siap, siaga, dan tangguh dalam menghadapi bencana,

c. Membangun dan menyelenggarakan sistem dan mekanisme penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh,

d. Melindungi masyarakat Kabupaten Karo dengan mengutamakan pengurangan resiko bencana, dan

e. Melaksanakan peningkatan kapasitas lembaga usaha dan masyarakat dalam kesiapsiagaan serta pengurangan resiko bencana.


(66)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, dimana saja dan kapan saja. Bencana alam merupakan peritiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan manusia yang disebabkan baik oleh faktor alam, atau faktor nonalam atau faktor tindakan manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.1

Gunung Sinabung yang telah tertidur selama 400 tahun, pada tahun 2010 telah aktif kembali dan mengakibatkan terjadinya erupsi di Kabupaten Karo. Selang tiga tahun kemudian, gunung Sinabung tersebut kembali meletus dan mengakibatkan terjadinya erupsi yang cukup besar disaerah sekitar Gunung

Hal ini mendorong masyarakat yang tinggal dilokasi daerah kawasan rawan bencana untuk memahami, mencegah dan menanggulangi bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Selain masyarakat yang tanggap akan bencana alam diperlukan juga pemerintah yang tanggap akan bencana. Kabupaten Karo yang terletak di kawasan tinggi Sumatera Utara memiliki potensi bencana alam yang cukup tinggi. Kabupaten Karo memiliki dua gunung yang sampai saat ini masih aktif yaitu Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Hal inilah yang menyebabkan Kabupaten Karo sering mengalami bencana alam gunung meletus.

1


(67)

Sinabung sehingga menyebabkan banyak memakan korban jiwa.2

Dalam UUD 1945 tepatnya pada pembukaan alinea IV yang merupakan tujuan negara telah menjelaskan bahwa negara akan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, artinya negara memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan pancasila. Selain pada UUD 1945, berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menanggulangi setiap bencana yang terjadi di Indonesia. Pada Undang-undang ini telah dijelaskan bagaimana sesungguhnya tanggung jawab dan wewenang

Pada tahun 2013 Gunung Sinabung meletus kembali sampai 17 September 2013 telah terjadi 4 kali letusan. Tanggal 15 September 2013 telah terjadi letusan sebanyak dua kali yaitu pada dini hari dan pada sore harinya. Pada 17 September 2013 juga terjadi dua kali letusan pada siang dan sore harinya. Letusan ini melepaskan awan panas dan abu vulkanik. Akibat peristiwa ini, status Gunung Sinabung dinaikkan ke level 3 manjadi siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari, pada tanggal 29 September 2013 status diturunkan menjadi level 2 yaitu status waspada. Namun demikian, aktifitas tidak berhenti dan kondisnya fluaktif. Keadaan yang demikian membuat sorotan bagi pemerintah untuk menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin bangsa. Pemerintah pusat juga memiliki tugas yang telah diatur dalam konstitusi negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945.

2

http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2014/03/10/buku-sinabung-bangun-dari-tidur-panjang-diterbitkan/diakses pada tanggal 20 oktober 2016 pukul 16.00 wib


(1)

G.2. Jenis Penelitian ... 35

G.3. Lokasi Penelitian ... 37

G.4. Teknik Pengumpulan Data ... 38

G.5. Teknik Analisis Data ... 39

H. Sistematika Penulisan ... 41

BAB II DESKRIPSI LOKASI DAN PROFIL ... 42

A. Gambaran Umum dan Sejarah Desa Lingga ... 42

A.1. Kondisi Geografis Desa Lingga ... 44

A.2. Kondisi Lingkungan Alam Desa Lingga ... 45

A.3. Struktur Organisasi Pemerintah ... 47

A.4. Kependudukan dan Sosial Budaya ... 48

A.4.1. Komposisi Penduduk ... 48

A.4.2. Pola Pemukiman ... 50

A.4.3. Pendidikan ... 53

A.4.4. Mata Pencaharian ... 55

A.4.5. Kondisi Sosial Budaya ... 56

A.4.6. Kondisi Kesehatan ... 57

A.4.7. Kesenian ... 58

A.5. Kondisi Ekonomi Desa Lingga ... 60

A.6. Sistem Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan ... 61

B. Profil BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) ... 67

B.1. Struktur Organisasi ... 67

B.2. Tugas Pokok dan Fungsi ... 69

B.3. Visi dan Misi BPBD ... 70

B.3.1. Visi BPBD... 70

B.3.2. Misi BPBD ... 70

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 72

A. Prinsip, Kebijakan dan Strategi Relokasi Mandiri ... 73


(2)

Daftar Isi

Halaman Persetujuan ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Bagan ... xiii

Daftar Gambar ... ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori ... 12

F.1. Teori Kebijakan Publik ... 12

F.1.1. Pengertian Kebijakan Publik ... 12

F.1.2. Tahap Analisis Kebijakan Publik ... 14

F.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan ... 23

F.1.4. Kategori Kebijakan Publik ... 24

F.1.5. Bentuk dan Tahap Kebijakan Publik ... 26

F.1.6. Bentuk-Bentuk Analisis Kebijakan ... 27

F.2. Teori Konflik Patron-Klien ... 30

G. Metodologi Penelitian ... 34


(3)

A.2. Kebijakan dan Strategi Relokasi Mandiri ... 74

B. Latar Belakang Keputusan Relokasi Mandiri Desa Lingga ... 76

C. Proses Formulasi Kebijakan Relokasi Mandiri Desa Lingga ... 78

C.1. Unsur yang Terdapat pada Proses Kebijakan Relokasi Mandiri ... 81

C.2. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Relokasi Mandiri ... 84

C.3. Upaya Pelaksanaan Relokasi Mandiri ... 86

D. Tahapan dalam Melaksanakan Relokasi Mandiri ... 89

E. Penyebab Kerusuhan Desa Lingga Pasca kebijakan Relokasi Mandiri ... 93

E.1. Alasan Penolakan Relokasi Masyarakat Desa Lingga ... 99

BAB IV PENUTUP ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102


(4)

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan Publik ... 22

Tabel 1.2 Peruntukan Lahan ... 46

Tabel 1.3 Status Kepemiliki Lahan ... 46

Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 49

Tabel 1.6 Klasifikasi Bangunan Rumah di Desa Lingga ... 51

Tabel 1.7 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53

Tabel 1.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 55

Tabel 1.9 Fasilitas dalam Bidang Kesehatan ... 58

Tabel 1.10 Jumlah Penghasilan Hasil Pertanian dan Peternakan ... 61


(5)

Daftar Bagan

Bagan 1.1 Proses Analisis Kebijakan Publik ... 14 Bagan 1.2 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Lingga ... 47 Bagan 1.3 Struktur OrganisasiBPBD Karo ... 68


(6)

Daftar Gambar