Efektifitas Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Kota Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah

mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik melalui
peningkatkan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan, jembatan, pasar, serta
sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi masyarakat melalui
peningkatan pendidikan maupun kesehatan.
Dalam upaya mengentaskan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan
instrumen kebijakan dengan menggunakan berbagai pendekatan baik ekonomi, sosial,
maupun politik, namun demikian, kebijakan anti kemiskinan di Indonesia dianggap
tidak berkelanjutan dan kurang sistemik sehingga yang muncul ke permukaan adalah
penanganan yang bersifat parsial dengan daerah cakupan yang terbatas (Damayanti,
2008).
Deklarasi universal hak azasi manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28, menetapkan bahwa kesehatan

adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan termasuk masyarakat

miskin, dalam implementasinya

dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan pemerintah dan
pemerintah daerah (Depkes, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia terutama masyarakat miskin dan
kurang mampu masih rendah. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007
menunjukkan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI)
di Indonesia, masih cukup tinggi. AKI masih sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup dan AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5
tahun, sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Kementerian Kesehatan 2014 adalah AKI 118 per 100.000 kelahiran hidup
dan AKB 24 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi diperlukan pelayanan yang berkesinambungan dari tingkat masyarakat hingga
tingkat rumah sakit. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut

diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses
pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan
secara

ekonomi

dikarenakan

biaya

kesehatan

memang

mahal

(www.depkes.go.id/jamkesmas.pdf).
Dalam rangka meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin dan sebagai langkah awal pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) maka sejak Januari tahun 2005 Departemen Kesehatan meluncurkan Program

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin yang telah berlangsung
sebelumnnya seperti Jaring Pengaman Sosial bidang Kesehatan (JPSBK) tahun 19982001 dan Program Dampak Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun 2001 atau
Bahan Bakar Minyak yakni Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (PKPSBBM) pada tahun 2002-2004.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang, Kementerian Kesehatan sejak
tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan sosial, dimulai dengan
program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau
lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama
menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008
sampai dengan sekarang, memisahkan

fungsi pengelolaan dengan fungsi

pembayaraan dengan didukung penempatan tenaga verifikator di setiap rumah sakit.
JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama
yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin
dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial (Depkes,

2011).
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2008
pemerintah telah mengupayakan untuk mengatasi kendala masyarakat miskin dalam
mendapatkan akses pelayanan kesehatan melalui kebijakan Program jamkesmas yang
diatur

dalam

Peraturan

Menteri

kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor


903/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman pelaksanaan program jamkesmas.
Jamkesmas merupakan aspek kelembagaan kualitas pelayanan publik dari
prinsip-prinsip good governance dimana adanya interaksi antara pemerintah dengan
warga negara atau dengan pasar, yaitu bagaimana keterlibatan aktor di luar
pemerintah dapat memberi masukan, kritik atau respon terhadap bentuk pelayanan
yang diberikan. Sementara, nilai-nilai good governance seperti efektifitas, efisiensi,

Universitas Sumatera Utara

non-diskriminatif, berkeadilan, berdaya tanggap tinggi dan akuntabilitas yang tinggi
dapat direalisasikan dalam penyelenggaraaan pelayanan publik. Nilai-nilai tersebut
menjadi mudah terlihat dan teraplikasikan pada pelayanan publik dalam kerangka
good governance (Mukti, 2007).
Komite Aksi Jaminan Sosial mengungkap hasil survei Lembaga Gabungan
Gerakan Anti Kemiskinan Rakyat Indonesia tahun 2009, mencatat sedikitnya 134 juta
dari 237 juta jiwa penduduk Indonesia belum memiliki asuransi atau jaminan
kesehatan. Di Sumut sendiri, dari 13 juta jiwa penduduknya sekitar 6,5 juta jiwanya
belum memiliki jaminan kesehatan (Waspada, 2011).
Dari awal pelaksanaan program jamkesmas, masalah kepesertaan sering

terjadi di berbagai daerah baik mengenai pendataan masyarakat miskin sampai
dengan sosialisasi program. Hal itu pulalah yang dialami kota Medan, dikarenakan
banyak terjadi ketidaktepatan sasaran program kesehatan masyarakat miskin.
Ditetapkannya PT Askes sebagai pengelola dana keluarga miskin (Gakin),
maka tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana PT Askes dapat melaksanakan
tanggung jawab mengelola dana gakin dan menjamin pelayanan kesehatan diterima
oleh mereka yang berhak. Beberapa indikator telah dikembangkan sebagai ukuran
keberhasilan, tetapi bagaimana PT Askes mengelola dana Gakin ini dengan baik lebih
menjadi sorotan masyarakat (bagaimana penerapan prinsip akuntabilitas dan
transparansi).

Universitas Sumatera Utara

Sebagian besar masyarakat yang mendaftarkan diri untuk masuk sebagai
peserta jamkesmas mengetahui program itu dari masyarakat yang sebelumnya telah
mendaftar. Mereka mengetahuinya dari mulut ke mulut, bukan dari sosialisasi.
Sebagian masyarakat lain mendaftar berdasarkan surat keterangan tanda miskin
(SKTM) yang dibawa pasien sebagai rujukan untuk mendapatkan pelayanan gratis
berobat.
Kementerian Kesehatan saat ini telah mencanangkan Jaminan Kesehatan

Semesta pada akhir Tahun 2014, sehingga nantinya seluruh penduduk Indonesia akan
masuk dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (universal coverage).
Kendala dalam pelaksanaan jamkesmas pada tahun 2010 dalam aspek kepesertaan
antara lain database peserta Jamkesmas 2010 masih mengacu pada data makro BPS
(Badan Pusat Statistik) Tahun 2005, dan ditetapkan by name by address oleh
Bupati/Walikota Tahun 2008, masih belum adanya kesamaan persepsi antara
verifikator independen, Petugas Askes di lapangan dan fasilitas kesehatan. Kendala
lain adalah meskipun sasaran kepesertaan 2010 dan 2011 tetap sama 76,4 juta namun
demikian banyak daerah yang meminta tambahan (Depkes, 2011).
Pada aspek pendaan Tim Pengelola Jamkesmas terus melakukan upaya
perbaikan mekanisme pertanggungjawaban dana Jamkesmas dengan penggunaan
program INA CBGs (Indonesian Case Based Groups)/ INA DRGs, (Indonesian
Diagnosis Related Group) agar dana yang dikirimkan sebagai uang muka kepada
fasilitas kesehatan dapat segera dipertanggungjawabkan secara tepat waktu, tepat
jumlah, tepat sasaran, akuntabel, efisien dan efektif. Kendala dalam keuangan

Universitas Sumatera Utara

jamkesmas yaitu permasalahan teknis dalam penerapan pola pembayaran INA-DRGs
antara lain: a) belum komprehensifnya pemahaman penyelenggaraan pola

pembayaran dengan INA-DRGs terutama oleh dokter dan petugas lainnya yang
menyebabkan belum terlaksananya pelayanan yang efisien dan mengakibatkan biaya
pembayaran paket seringkali dianggap tidak mencukupi, b) belum semua rumah sakit
memiliki kode rumah sakit dan penetapan kelas rumah sakit, b) belum semua rumah
sakit pengampu dapat memberikan pembinaan tentang pola pembayaran dengan INADRGs kepada rumah sakit disekitarnya secara optimal. Permasalahan waktu
pengiriman

klaim,

yaitu

ketidaktepatan

waktu

dalam

mengirimkan

pertanggungjawaban klaim, bahkan masih ditemukan beberapa rumah sakit belum

dapat menggunakan format INADRGs secara benar. Dengan demikian, perlu kerja
keras rumah sakit dan Tim Pengelola Pusat dan Daerah agar pertanggungjawaban
keuangan dapat diselenggarakan sesuai dengan pengaturannya (Depkes, 2011).
Pada aspek pelayanan seiring dengan penambahan kepesertaan maka perlu
perluasan jaringan fasilitas kesehatan rujukan dengan meningkatkan jumlah
Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota dan
fasilitas kesehatan rujukan setempat. Kendala dalam pelayanan kesehatan antara lain:
a) masih terdapat (meskipun kasusnya sangat sedikit) penolakan pasien Jamkesmas
dengan alasan kapasitas rumah sakit sudah penuh, b) sistem rujukan belum berjalan
dengan optimal, c) belum semua rumah sakit menerapkan kendali mutu dan kendali
biaya, d) peserta masih dikenakan iuran biaya dalam mendapatkan obat dan darah, e)
penyediaan dan distribusi obat belum mengakomodasi kebutuhan pelayanan obat

Universitas Sumatera Utara

program Jamkesmas, f) penetapan status kepesertaan Jamkesmas atau bukan peserta
Jamkesmas sejak awal masuk Rumah Sakit, belum dipatuhi sepenuhnya oleh peserta
(Depkes, 2011).
Pada aspek pengorganisasian dan manajemen, dilakukan penguatan peran Tim
Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota,

terutama peningkatan kontribusi pemerintah daerah di dalam pembinaan dan
pengawasan serta peningkatan sumber daya yang ada untuk memperluas cakupan
kepesertaan melalui Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan memberikan bantuan
tambahan (suplementasi dan komplementasi) pada hal-hal yang tidak dijamin oleh
program Jamkesmas.
Peran,

tugas

dan

fungsi

Tim

Pengelola

dan

Tim


Koordinasi

Provinsi/Kabupaten/Kota dirasakan masih belum dapat berjalan secara optimal.
Kendala yang dihadapi adalah operasional kegiatan seperti kegiatan sosialiasi,
advokasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan dalam keuangan serta kinerja pelayanan
kesehatan masih belum berjalan sebagaimana seharusnya. Kendala tersebut dapat
dipahami karna tidak tersedianya dana operasional tahun 2010 dari Pusat dan bantuan
dana dari daerah juga tidak tersedia. Oleh karena itu perlu komitmen daerah dalam
pelaksanaan program jamkesmas dan jamkesda secara harmonis, dan menghindari
duplikasi anggaran (Depkes, 2011).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Medan bahwa jumlah penduduk kota
medan sebesar 2.121.053 jiwa dengan jumlah penduduk miskin menurut data BPS

Universitas Sumatera Utara

sebesar 345.127 jiwa (79.136 RT), dan jumlah cakupan jaminan pemeliharaan
kesehatan di Kota Medan antara lain sebagai berikut:
Tabel 1.1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tahun 2010
No

Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan
1. Jamkesmas
2. JPKMS
3. ASKES
4. JAMSOSTEK
5. Komersial
6. Biaya Sendiri
Total

Jumlah Penduduk

Persentasi (%)

412.266
354.855
239.476
182.792
100.307
831.357
2.121.053

19
16
11
9
5
40

Sumber: Data Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2010

Data Profil Dinas Kesehatan Kota Medan jumlah masyarakat miskin yang
dicakup jamkesmas sebanyak 412.266 dari jumlah penduduk miskin, sedangkan
masyarakat miskin yang mendapat pelayanan kesehatan hanya sekitar 250.705 orang
(57,15%), Permasalahan kesehatan penduduk miskin di Kota Medan sangat
kompleks. Dari jumlah penduduk miskin di Kota Medan seharusnya dapat masuk
kuota jamkesmas tetapi pada buktinya, masih ada penduduk miskin yang tidak
terlindungi program jaminan kesehatan yang dikelola pemerintah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah (2010) bahwa
implementasi kebijakan pemerintah tentang program jamkesmas di Kota Medan tidak
berjalan dengan baik, dilihat dari keterlambatan pelaksanaan program yang dilakukan
oleh Puskesmas Kota Matsum, sosialisasi yang tidak dilakukan secara intensif
sehingga menyebabkan masyarakat miskin di wilayah kerja mereka tidak mengetahui
dengan baik sehingga kembali menimbulkan kasus salah sasaran. Implementasi

Universitas Sumatera Utara

program jamkesmas mengalami hambatan, diantaranya koordinasi dan komunikasi
yang kurang baik, ketidaktahuan implementor mengenai kriteria keluarga miskin,
kurangnya komitmen yang dimiliki implementor dalam mengimplementasikan
program serta kurangnya kesadaran aparatur puskesmas akan tugas dan tanggung
jawab sebagai pelaksana program jamkesmas.
Penelitian yang dilakukan oleh Mukti (2007) yang meneliti tentang efektivitas
kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM)
pada tahun 2005, dengan melihat aspek pendanaan dan administrasi, kepesertaan dan
manajemen pelayanan kesehatan bahwa sosialisasi program kepada pemangku
kepentingan di daerah dan sasaran (gakin) masih kurang, kriteria dan jumlah gakin
ditetapkan dengan SK Bupati dengan kuota yang lebih tinggi dari jumlah gakin.
Program jamkesmas yang belum bisa menyentuh pada semua masyarakat
miskin berimbas pada belum

berhasilnya program jamkesmas dalam pemberian

pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimana efektivitas jamkesmas di Kota Medan.

1.2.

Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian yaitu bagaimana efektivitas kebijakan jamkesmas di Kota Medan.

1.3.

Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis bagaimana efektivitas

kebijakan Jamkesmas di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

1.4.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi pengelola jamkesmas dalam membuat kebijakan dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam memberikan pelayanan
kesehatan untuk masyarakat miskin.
2. Sebagai masukan untuk pelayanan dan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat miskin sesuai dengan pedoman pelaksanaan
Jamkesmas.
3. Sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan
implementasi

kebijakan

pemerintah

terhadap

efektivitas

pelayanan.

Universitas Sumatera Utara