Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

(1)

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONALTERHADAP KEIKUTSERTAAN

SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Oleh

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE THE PERCEPTION OF PRIVATE PROVIDERS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF NATIONAL HEALTH INSURANCE ON THE

PARTICIPATION AS A PRATAMA BPJS HEALTH PROVIDER IN THE CITY OF MEDAN IN 2014

THESIS

By

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONALTERHADAP KEIKUTSERTAAN

SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDANTAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LIDIA MARIE WINARISKI 127032255/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA

TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONALTERHADAP KEIKUTSERTAAN SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Lidia Marie Winariski

NIM : 127032255

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Ketua

(Dr. Juanita. S.E, M.Kes)

Anggota

(Siti Khadijah,Nasution,S.K.M,M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 27 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes

Anggota : 1. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes 2. dr. Heldy BZ, M.P.H


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI PROVIDER SWASTA TENTANG IMPLEMENTASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN

SEBAGAI PROVIDER PRATAMA BPJS KESEHATAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014


(7)

ABSTRAK

Peningkatan keikutsertaan sebagai provider pratama adalah salah satu strategi untuk mengurangi penumpukan pasien di beberapa PPK I BPJS kesehatan. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 diketahui bahwa persentase provider pratama PBJS kesehatan sangat kecil dibandingkan dengan seluruh klinik swasta/praktek dokter yang ada yaitu sebesar 3,6%. Kepesertaan ini masih perlu ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan primer yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh peserta BPJS.

Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi jaminan kesehatan nasional terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PPK I yang pernah bekerjasama dengan PT. Jamsostek dan PT.Askes yaitu sebanyak 68 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel keikutsertaan sebagai provider pratama adalah variabel

persepsi tentang profit (ρ=0,031) , persepsi tentang kredensialing (ρ=0,023), dan

persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim (ρ=0,018), sedangkan variabel yang tidak

berpengaruh adalah persepsi tentang manfaat (ρ=0,11) dan persepsi tentang kepentingan (ρ=0,804).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan BPJS meningkatkan sosialisasi kepada provider swasta untuk membentuk persepsi yang baik tentang implementasi JKN. Meningkatkan kerjasama dengan dinas kesehatan dalam rangka membina provider swasta serta memperbaiki mekanisme dan peraturan dalam pelaksanaan JKN.


(8)

ABSTRACT

The increase of participation as pratama provider is one of the strategies to minimize reduce the accumulation of patients in the some BPJS health’s providers. Based on the Health Profile of Medan City in 2013,it was found out that the percentage of pratama BPJS health providers was very small compared to all private clinic/doctors available (3,6%). This membership still needs to be improved to provide qualified primary health care and affordable for all participants of BPJS. The purpose of this explanatory survey study was to describe the influence of the perception of private provider about the implementation of national health insurance on the participation as pratama BPJS health provider in the city of Medan in 2014. The population of this study was all of the 68 Health Care Implementors I (PPK I) that have cooperated with PT. Jamsostek and PT.Askes and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained trough questionnaires distribution and the data obtained were analyzed trough multiple logistic regression test at the 95% confidence level.

The result of this study showed that the variables which had significant influence on the variable of participation in becoming pratama provider were the variables of perception on profit (ρ = 0.031), perception on credentialing (ρ = 0.023), and perception on capitation and claims systems (ρ = 0.018), while the variables that did not have any influence were perception on benefits (ρ = 0.11) and perception on interest (ρ = 0.804).

Based on the results of study above, the management of BPJS is expected to increase the socialization towards the private providers to establish a good perception on the implementation of National Health Insurance (JKN), to improve cooperation with health service in order to provide the private providers with guidance and to improve the mechanisms and regulations in the implementation of JKN.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kesempatan, kekuatan dan karuniaNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Hasan Basri, M.M selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan.


(10)

5. Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama proses penyusunan tesis ini.

6. Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes selaku Anggota Komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama proses penyusunan tesis ini.

7. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

8. Unggul Pasaribu, Kepala Unit Umum dan TI di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kota Medan.

9. Kepada Pemilik, Penanggung Jawab Klinik Swasta, Balai Pengobatan, Praktek Dokter Keluarga dan Praktek Dokter yang telah meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

10.Teristimewa buat suami tercinta Irwanto yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta doa yang tulus kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

11.Rasa terima kasih tak terhingga penulis tujukan kepada Ayahanda Darwin Pohan dan Ibunda Dominah Ritonga yang telah banyak memberikan do’a, dukungan serta motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan.

12.Terkhusus buat anak-anakku tersayang (Syamil, Sholih, Ahmad, dan Shiddiq) yang telah melalui hari-hari penuh dengan perjuangan.


(11)

13.Teman-teman seperjuangan di AKK ( Roni, Safrijal, Kak Yuni, Kak Ruth, Bang Cut, Hasbuh, Azis) dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (atas bantuan dan dorongannya dalam penyusunan tesis ini).

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi mkesempurnaan tesis ini. Hanya Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat.

Medan, September 2014 Penulis

Lidia Marie Winariski 127032255/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Lidia Marie Winariski dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 15 September 1984, Anak pertama dari 6 bersaudara pasangan dari Ayahanda Darwin Pohan dan Ibunda Dominah Ritonga, beragama Islam. Menikah dengan Irwanto dan telah dikaruniai 4 anak yang bernama Syamil Bahrul Ulum, Muhammad Umar Sholih, Ahmad Husein Alfalah dan Ibrahim Asshiddiq, alamat di Kompleks Sidimpuan Baru No.54 Silandit, Kota Padangsidimpuan.

Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri di SDN 142442 Padangsidimpuan dan lulus pada Tahun 1997, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Padangsidimpuan lulus Tahun 2000, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 (Plus) Matauli Pandan lulus Tahun 2003. Pada Tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara lulus Tahun 2010. Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 9

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.2. Mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional ... 11

2.1.3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional ... 12

2.1.4. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional ... 14

2.1.5. Pembiayaan ... 16

2.1.6. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan ... 18

2.2. Pelayanan Kesehatan ... 18

2.2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan ... 18

2.2.2. TujuanPelayanan Kesehatan ... 20

2.2.3. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan ... 21

2.2.4. Stratifikasi Pelayanan kesehatan ... 22

2.2.5. Jenjang Pelayanan Kesehatan ... 23

2.2.6. Upaya Pelayanan Rujukan ... 24

2.2.7. Bentuk dan Upaya Pelayanan Kesehatan ... 27

2.3. Pelayanan Kesehatan Pratama ... 30

2.3.1. Definisi Pelayanan Kesehatan Pratama ... 30

2.3.2. Persyaratan Klinik Pratama ... 30

2.3.3. Kredensialing dan Rekredensialing... 32

2.3.4. Cakupan Pelayanan kesehatan Pratama ... 35


(14)

2.4. Persepsi... 43

2.4.1. Definisi Persepsi ... 43

2.4.2. Faktor Penentu Kebijakan Kesehatan ... 45

2.5. Pengambilan Keputusan ... 46

2.5.1. Definisi Pengambilan Keputusan ... 46

2.5.2. Bentuk atau Jenis Keputusan ... 46

2.5.3. Teori Pengambilan Keputusan ... 47

2.5.4. Keputusan yang Kompleks ... 55

2.6. Kerangka Konsep ... 58

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 59

3.1. Jenis Penelitian ... 59

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 59

3.3. Populasi dan Sampel ... 59

3.4. Teknik Pengambilan Data ... 60

3.5. Definisi Operasional ... 60

3.6. Aspek Pengukuran... 61

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 61

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 62

3.7. Teknik Analisis Data ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 63

4.1.1. Kondisi Geografis ... 63

4.1.2. Ditribusi Penduduk Kota Medan Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ... 63

4.1.3. Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Medan ... 64

4.2. Analisis Univariat ... 65

4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Manfaat ... 65

4.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kepentingan ... 67

4.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Profit 69

4.2.4. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kredensialing ... 71

4.2.5. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim ... 72

4.2.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 73

4.3. Hasil Analisis Bivariat ... 74 4.3.1. Hubungan antara Persepsi tentang Manfaat dengan


(15)

4.3.2. Hubungan antara Persepsi tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan . 76 4.3.3. Hubungan antara Persepsi tentang Profit dengan

Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan . 76 4.3.4. Hubungan antara Persepsi tentang Kredensialing dengan

Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan . 77 4.3.5. Hubungan antara Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem

Klaim dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama

BPJS Kesehatan ... 78

4.4. Analisis Multivariat ... 79

4.4.1. Pembuatan Faktor Penentu Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan ... 79

BAB 5. PEMBAHASAN ... 81

5.1. Pengaruh Persepsi Tentang Profit terhadap Keikutsertaan sebagai Provider BPJS Kesehatan ... 81

5.2. Hubungan antara Persepsi tentang Kredensialing dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 82

5.3. Hubungan antara Persepsi tentang Kapitasi dan Klaim dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 83

5.4. Hubungan antara Persepsi tentang Manfaat dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 87

5.5. Hubungan antara Persepsi tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1. Kesimpulan ... 93

6.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 61 3.2. Aspek Pengukuran Variabel ... 62 4.1. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin... 64 4.2. Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Medan Tahun 2013 ... 65 4.3. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Manfaat sebagai Provider

Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 66 4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Manfaat Sebagai Provider Swasta BPJS

Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 67 4.5. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kepentingan sebagai

Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 68 4.6. Distribusi Frekuensi Variabel Kepentingan Sebagai Provider Swasta

BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 69 4.7. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Profit sebagai Provider

Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 70 4.8. Distribusi Frekuensi Variabel Profit Sebagai Provider Swasta BPJS

Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 71 4.9. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kredensialing sebagai

Provider Swasta BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014 ... 72 4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Kredensialing sebagai Provider Swasta

BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 72 4.11. Distribusi Responden Menurut Uraian tentang Kapitasi dan Klaim


(17)

4.12. Distribusi Frekuensi Variabel Kapitasi dan Klaim sebagai Provider Swasta BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 74 4.13. Distribusi Frekuensi Variabel Keikutsertaan sebagai Provider Swasta

BPJS Kesehatan tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 74 4.14. Hubungan antara Persepsi tentang Manfaat dengan Keikutsertaan sebagai

Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 76 4.15. Hubungan antara Persepsi tentang Kepentingan dengan Keikutsertaan

sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 77 4.16. Hubungan antara Persepsi tentang Profit dengan Keikutsertaan sebagai

Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 78 4.17. Hubungan antara Persepsi tentang Kredensialing dengan Keikutsertaan

Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 79 4.18. Hubungan antara Persepsi tentang Kapitasi dan Sistem Klaim dengan

Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan ... 80 4.19. Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dengan Variabel

Dependen ... 80 4.20. Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Persepsi

tentang Manfaat, Kepentingan, Profit, Kredensialing, serta Kapitasi dan Sistem Klaim dengan Variabel Keikutsertaan sebagai provider BPJS Kesehatan ... 81


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 90

2. Hasil Pengolahan Data ... 100

3. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 113

4. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 114


(20)

ABSTRAK

Peningkatan keikutsertaan sebagai provider pratama adalah salah satu strategi untuk mengurangi penumpukan pasien di beberapa PPK I BPJS kesehatan. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2013 diketahui bahwa persentase provider pratama PBJS kesehatan sangat kecil dibandingkan dengan seluruh klinik swasta/praktek dokter yang ada yaitu sebesar 3,6%. Kepesertaan ini masih perlu ditingkatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan primer yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh peserta BPJS.

Jenis penelitian ini menggunakan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi jaminan kesehatan nasional terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan Tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PPK I yang pernah bekerjasama dengan PT. Jamsostek dan PT.Askes yaitu sebanyak 68 responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel keikutsertaan sebagai provider pratama adalah variabel

persepsi tentang profit (ρ=0,031) , persepsi tentang kredensialing (ρ=0,023), dan

persepsi tentang kapitasi dan sistem klaim (ρ=0,018), sedangkan variabel yang tidak

berpengaruh adalah persepsi tentang manfaat (ρ=0,11) dan persepsi tentang kepentingan (ρ=0,804).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan BPJS meningkatkan sosialisasi kepada provider swasta untuk membentuk persepsi yang baik tentang implementasi JKN. Meningkatkan kerjasama dengan dinas kesehatan dalam rangka membina provider swasta serta memperbaiki mekanisme dan peraturan dalam pelaksanaan JKN.


(21)

ABSTRACT

The increase of participation as pratama provider is one of the strategies to minimize reduce the accumulation of patients in the some BPJS health’s providers. Based on the Health Profile of Medan City in 2013,it was found out that the percentage of pratama BPJS health providers was very small compared to all private clinic/doctors available (3,6%). This membership still needs to be improved to provide qualified primary health care and affordable for all participants of BPJS. The purpose of this explanatory survey study was to describe the influence of the perception of private provider about the implementation of national health insurance on the participation as pratama BPJS health provider in the city of Medan in 2014. The population of this study was all of the 68 Health Care Implementors I (PPK I) that have cooperated with PT. Jamsostek and PT.Askes and all of them were selected to be the respondents for this study. The data for this study were obtained trough questionnaires distribution and the data obtained were analyzed trough multiple logistic regression test at the 95% confidence level.

The result of this study showed that the variables which had significant influence on the variable of participation in becoming pratama provider were the variables of perception on profit (ρ = 0.031), perception on credentialing (ρ = 0.023), and perception on capitation and claims systems (ρ = 0.018), while the variables that did not have any influence were perception on benefits (ρ = 0.11) and perception on interest (ρ = 0.804).

Based on the results of study above, the management of BPJS is expected to increase the socialization towards the private providers to establish a good perception on the implementation of National Health Insurance (JKN), to improve cooperation with health service in order to provide the private providers with guidance and to improve the mechanisms and regulations in the implementation of JKN.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat berpengaruh pada segi kehidupan sosial ekonominya, maupun kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan negara dimanapun di dunia ini, baik di negara yang sudah maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya agar terwujud manusia Indonesia yang bermutu, sehat,dan produktif. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dilaksanakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan. Kedua upaya adalah pelayanan berkesinambungan atau continuum care. Upaya kesehatan masyarakat dilaksanakan pada sisi hulu untuk mempertahankan agar masyarakat tetap sehat dan tidak jatuh sakit, sedangkan upaya kesehatan perorangan dilaksanakan pada sisi hilir (Notoatmodjo,2005).

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dinyatakan bahwa negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemudian pembukaan tersebut dijabarkan dalam


(23)

pasal-pasal UUD 1945 yang mencakup banyak aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Secara umum kondisi kesehatan rakyat Indonesia masih memprihatinkan. Hal ini dapat digambarkan dengan beberapa indikator seperti Angka Kematian Ibu (AKI) yang semakin meningkat 359/100.000 kelahiran hidup (KH) serta Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih tinggi 32/1.000 KH. Besarnya AKI dan AKB menggambarkan masih rendahnya tingkat kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat, status gizi, status kesehatan ibu, cakupan dan kualitas pelayanan serta kondisi kesehatan lingkungan (SDKI, 2012).

Situasi kesehatan rakyat Indonesia tidak terlepas dari kemampuan ekonomi sebahagian besar rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakmampuan finansial akan sangat berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti makanan pokok, pakaian, tempat tinggal yang layak serta kemampuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang layak apabila mengalami kondisi sakit. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menunjukkan angka kesenjangan ekonomi di Indonesia sebesar 0,413. Artinya, hanya 40% dari pendapatan negara yang menyebar di masyarakat, selebihnya yakni 60% dikuasai oleh perorangan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan masalah-masalah sosial lainnya di masyarakat.

Oleh sebab itu beberapa aspek yang diatur pemerintah adalah hak warga negara untuk mendapatkan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Hal ini terdapat dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup


(24)

sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 34 ayat 3 juga menegaskan hal serupa bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, berbagai negara berusaha untuk mewujudkan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk atau jaminan kesehatan semesta (universal health coverage) upaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif., bermutu, dan merata bagi seluruh penduduk. Indonesia bersama negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO) lainnya telah menyepakati

strategi pencapaian jaminan kesehatan semesta yang mencakup langkah :1) menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai pusat jaminan kesehatan

semesta,2) meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan melalui perlindungan sosial, 3) meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan kesehatan, dan 4) memperkuat kapasitas pelayanan kesehatan untuk mencapai jaminan kesehatan semesta (Kemkokesra, 2012).

Sejarah dimulainya sistem jaminan kesehatan di Indonesia berlaku sejak tahun 1968. Pada tahun tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan jaminan kesehatan dan masih terbatas kepada pegawai negeri yang dikelola oleh PT.Askes. Sedangkan untuk masyarakat luas yang kurang mampu, pemerintah telah mengadakan program dana sehat di puskesmas sejak tahun 1970an. Kemudian pada tahun 1992 secara resmi dikeluarkan jaminan kesehatan bagi tenaga kerja yang dikelola oleh PT.


(25)

Jamsostek. Pada tahun yang sama pemerintah juga menerapkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Pada tahun-tahun berikutnya jaminan kesehatan untuk masyarakat mengalami perkembangan. Munculnya Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di banyak propinsi dan kabupaten, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) serta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), keseluruhan ini adalah upaya-upaya pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau untuk masyarakat. Hingga muncul sistem penjaminan kesehatan terbaru yaitu Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (Thabrany, 2011).

Menurut Kasim,dkk (2009) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan Jamkesda di pelayanan dasar di Puskesmas Banjar menyatakan bahwa manfaat program jamkesda masih kurang dirasakan oleh masyarakat karena secara khusus program ini lebih terasa di rumah sakit.. Penelitian Ginting (2011) menunjukkan pasien rawat inap peserta jamkesmas hanya 60,4% saja yang ingin dirawat inap kembali di Rumah Sakit Sembiring, Deli tua dimana mutu pelayanan berupa daya tanggap, perhatian dan kepedulian petugas terhadap pasien jamkesmas masih rendah. Adanya berbagai kelemahan dengan sistem jaminan kesehatan yang sudah pernah ada diharapkan dapat diatasi dengan sistem jaminan kesehatan nasional

Terkait dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, pada tahap awal JKN mengintegrasikan jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta jamkesmas, askes, jamsostek, dan anggota TNI/Polri yang selama ini dikelola secara terfragmentasi ke dalam suatu wadah yang dikelola oleh Badan Penyelenggara


(26)

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Proses pentahapan ini direncanakan akan dilaksanakan sampai tahun 2019 di mana seluruh warga negara akan tercakup dalam sistem jaminan sosial ini (BPJS, 2012).

Hal penting lainnya yang menjadikan mengapa sistem jaminan sosial nasional begitu dibutuhkan adalah, pertama memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial nasional menerapkan kendali mutu dan biaya.Sehingga peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu dan memadai dengan biaya yang wajar.Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. (Kemenkes, 2013).

Jaminan kesehatan nasional yang berlaku saat ini adalah bagian terintegrasi dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dan merupakan bagian yang terintegrasi dari sub sistem pendanaan kesehatan. Sub sistem pendanaan kesehatan merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Oleh karena itu, pengembangan dari yang sudah ada tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan di Indonesia secara keseluruhan yang bertujuan akhir untuk mencapai derajat kesehatan penduduk Indonesia yang memungkinkan penduduk untuk hidup produktif serta berdaya saing (Kemenkes RI,2013).

Berdasarkan data Rifaskes tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah puskesmas di Indonesia telah mencapai 9.188 puskesmas. Namun hanya 7,4% yang


(27)

memiliki dokter untuk menangani pasien. Sistem jaminan ini menghendaki penyedia pelayanan tingkat pertama mampu menjadi gatekeeper yang akan melayani pasien JKN. Untuk itu BPJS menggandeng klinik swasta dan praktek dokter/dokter gigi sebagai bagian dari provider pratama dalam pelayanan kesehatan ini.

Untuk menangani seluruh pasien BPJS diperkirakan membutuhkan sekitar 41.000 fasilitas pelayanan kesehatan primer agar JKN bisa berjalan. Sementara saat ini jumlah fasilitas pelayanan primer yaitu klinik swasta dan puskesmas yang ada di Indonesia masih sekitar 15.100 unit. Artinya fasilitas yang tersedia sebagai pelaksana pelayanan kesehatan primer masih kurang sekitar 25.900 unit untuk melayani sekitar 123 juta peserta BPJS (Pusat KPMAK UGM, 2013).

Untuk menjadi penyedia pelayanan pratama dalam sistem jaminan ini tentu tidak mudah. Ada berbagai prasyarat yang harus dipenuhi oleh klinik swasta atau praktek dokter sehingga dianggap layak untuk bekerja sama dengan BPJS, prosedur tersebut disebut dengan sistem kredensialing. Sistem kredensialing akan mempertimbangkan banyak hal sebagai persyaratan, antara lain : sumber daya manusia, sarana dan prasarana, peralatan medis dan obat-obatan medis, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.(Kemenkes RI, 2013).

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang telah melakukan uji kelayanan adalah PT. Jamsostek Persero dan PT.Askes. Berdasarkan data PT. Jamsostek (2013) jumlah PPK pratama yang selama ini telah melayani seluruh peserta Jamsostek ada sekitar 4.896 unit yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Pemerintah dalam hal ini dapat mempertimbangkan klinik swasta yang pernah


(28)

bekerjasama dengan PT.Jamsostek dan PT. Askes untuk menjadi PPK pratama dalam BPJS kesehatan.

Kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) akan sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Ada berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap mutu pelayanan klinik swasta terhadap kepuasan pasien. Menurut Wahyu (2011), mutu pelayanan, harga dan fasilitas klinik Asy Syifa di Kota Bekasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan pasien. Kesiapan klinik swasta dan praktek dokter dalam penerapan sistem JKN ini adalah sesuatu yang mutlak dilakukan.

Sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, Kota Medan diharapkan menjadi salah satu pusat penyedia pelayanan kesehatan yang lengkap dan baik. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Medan (2012) jumlah klinik swasta, balai pengobatan dan praktek dokter/dokter gigi yang ada di Kota Medan berjumlah 1.345 unit. Jumlah klinik swasta yang pernah menjadi PPK I dalam program Jamsostek ada sekitar 68 unit. Sedangkan jumlah klinik yang sudah layak atau lulus proses kredensialing untuk menjadi penyedia fasilitas pelayanan pratama bagi masyarakat dan mau melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS kesehatan adalah sebanyak 52 unit. Artinya yang sudah dinyatakan lulus kredensialing BPJS dan telah operasional dalam JKN hanya 3,6 persen dari seluruh klinik pratama yang ada. Jumlah tersebut apabila ditambah dengan puskesmas yang ada di Kota Medan dianggap sangat kurang memadai untuk menampung seluruh peserta JKN yang akan ditangani di Kota Medan.


(29)

Proses kredensialing yang menjadi prasyarat untuk menjadi PPK I dalam JKN menjadi dilema bagi seribu lebih klinik swasta. Mereka dianggap tidak layak menjadi PPK dalam JKN sebelum memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh BPJS. Di lain pihak, implementasi JKN yang telah berlangsung sejak Januari 2014 menuntut PPK I yang cukup sehingga pasien JKN tidak menumpuk di beberapa PPK yang telah menjalin kerjasama dengan BPJS. Sementara itu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh BPJS bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan bahwa penyakit-penyakit yang dapat ditangani di PPK I harus dirujuk kembali Ke PPK I oleh rumah sakit yang menerima pasien dengan kondisi penyakit yang masuk ke dalam daftar pelayanan PPK I.

Berdasarkan survei peneliti di lapangan, sejak BPJS mulai berlaku per 1 Januari 2014, jumlah masyarakat yang mendaftar untuk menjadi peserta dalam program JKN mencapai ratusan orang per hari, bahkan hingga pertengahan bulan Maret antrian masih mencapai 300 orang dalam sehari. Hal ini menggambarkan antusiasme masyarakat yang besar untuk bisa memperoleh jaminan terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Peningkatan peserta JKN yang tidak diiringi dengan penambahan PPK dalam jumlah yang memadai tentu menjadi dilema dalam penerapan JKN ini. Hal tersebut di atas tentu harus dapat diakomodir oleh pemerintah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas kesehatan yang cukup dan memadai dalam segi jumlah dan kualitas pelayanan. Bagaimanapun hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah mengingat tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia harus terdaftar sebagai peserta BPJS.


(30)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap salah satu pemilik klinik swasta di Kota Medan bahwa pemilik swasta ini sangat ingin untuk menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan pratama untuk JKN. Namun, kurangnyanya sosialisasi tentang JKN oleh pemerintah dan BPJS membuat pemilik klinik tersebut tidak paham hal apa yang harus diperbuat agar dapat menjadi salah satu PPK dalam penyelenggaraan JKN. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh persepsi provider swasta tentang implementasi JKN terhadap keikutsertaan sebagai provider pratama BPJS kesehatan di Kota Medan tahun 2014.


(31)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan dalam proses penyelenggaraan JKN

2. Memberikan masukan kepada BPJS dalam bekerja sama dan menjalin kemitraan dengan klinik swasta dalam implementasi JKN di lapangan

3. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka membina klinik swasta dalam implementasi JKN


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan kesehatan nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah.

2.1.2. Mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional

1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).


(33)

2. Sistem jaminan sosial nasional adalah tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.

3. Jaminan sosial adalah bentuk perlindungan social untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

2.1.3 Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan nasional mengacu kepada prinsip-prinsip SJSNberikut : 1. Prinsip Kegotongroyongan

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prisip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba. Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.


(34)

3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektifitas Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

4. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat., penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada pada akhirnya SJSN dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalan rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan peserta.


(35)

2.1.4 Kepesertaan JKN

Peserta dalam sistem ini adalah penerima bantuan iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut :

a. Peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu terdiri atas :

a. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: 1. Pegawai negeri sipil

2. Anggota TNI 3. Anggota Polri 4. Pejabat Negara

5. Pegawai pemerintah non pegawai negeri 6. Pegawai swasta

7. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai huruf f yang menerima upah

b. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: 1. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

2. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah 3. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga


(36)

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas : 1. Investor

2. Pemberi kerja 3. Penerima pensiun 4. Veteran

5. Perintis kemerdekaan

6. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran

d. Penerima pensiun terdiri atas :

1. Pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pensiun

2. Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun 3. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun

4. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c

5. Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi : 1. Istri atau suami yang sah dari peserta

2. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta Peserta bukan PBI dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.


(37)

e. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

2.1.5. Pembiayaan a. Iuran

b. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teraturoleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013) tentang jaminan kesehatan.

c. Pembayar Iuran

- Bagi peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah

- Bagi peserta penerima upah, iuran dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja - Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja

iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan

- Besarnya iuran ditetapkan melalui peraturan presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak

d. Pembayaran Iuran

Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah(untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).


(38)

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iurannya tersebut setiap bulan kepada BPJS kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan).Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayarkan oleh pemberi kerja.

e. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS kesehatan. Pembayaran iuran dapat dilakukan diawal.

BPJS kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran sesuai dengan gaji atau upah peserta.Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran.Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.

Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.


(39)

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan.

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.

2.1.6. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan sistem kapitasi (Perpres No. 12, 2013). Apabila di suatu daerah tertentu tidak memungkinkan dilakukan pembayaran secara kapitasi,maka BPJS akan melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna.

Semua fasilitas kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS.

2.2. Pelayanan Kesehatan

2.2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan

Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan adalah :


(40)

1. Menurut Notoatmodjo (2007) Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

2. Menurut Azwar (1996)Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan perseorangan, bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

3. Menurut Depkes RI (2009)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secarabersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

4. Menurut Levey dan Loomba (1973)

Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara, keluarga,kelompok, atau masyarakat.

Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan) kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Yang dimaksud sub


(41)

sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan yaitu input , proses, output, dampak, umpan balik.

1. Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem

2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga mengasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan

3. Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses

4. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya

5. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut

6. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang memengaruhi sistem tersebut. 2.2.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan

1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan

2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit), terdiri dari :

a. Preventif Primer

Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik.

b. Preventif Sekunder


(42)

dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.

c. Preventif Tersier

Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnosa dan pengobatan.

d. Kuratif (penyembuhan penyakit).

e. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental , cedera atau penyalahgunaan.

2.2.3. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah : 1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta bersifat berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan.

2. Dapat diterima danwajar

Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.


(43)

4. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

2.2.4. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Stratifikasi pelayanan kesehatan merupakan pengelompokan pemberian pelayanan kesehatan berdasarkan tingkat kebutuhan subjek layanan kesehatan.Stratifikasi pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama. Namun secara umum stratifikasi pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi kesehatan).Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient


(44)

services).Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan balkemas.

2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

Pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit kelas C dan D.

3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Rumah Sakit kelasA dan B (Azwar, 1996).

2.2.5. Jenjang Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang pelayanankesehatan dibedakan atas lima, yaitu:

1. Tingkat Rumah Tangga

Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga sendiri. 2. Tingkat Masyarakat

Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri, misalnya: posyandu, polindes, POD, saka bakti husada, dan lain-lain.


(45)

3. Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama

Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan oleh puskesmas dan unit fungsional dibawahnya, praktek dokter swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.

4. Fasilitas Pelayanan Tingkat Kedua

Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan spesial) oleh balai: balai pengobatan penyakit paru (BP4), balai kesehatan mata masyarakat (BKMM), balai kesehatan kerja masyarakat (BKKM), balai kesehatan olah raga masyarakat (BKOM), sentra pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (SP3T), rumah sakit kabupaten atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinas kesehatan kabupaten atau kota, dan lain-lain.

5. Fasilitas Pelayanan Tingkat Ketiga

Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan spesialis lanjutan atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat atau pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.

2.2.6. Upaya Pelayanan Rujukan

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.


(46)

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan.Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional.

a. Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :

1. Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalaminstitusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.

2. Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

b. Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

1. Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.


(47)

2. Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

Rujukan secara konseptual terdiri atas:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain meliputi:

a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional dan lain-lain.

b. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.

c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:

a. Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.

b. Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu


(48)

penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.

c. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

d. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral

e. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni: 1. Rujukan upaya kesehatan perorangan

a. Antara masyarakat dengan puskesmas

b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota 2.2.7. Bentuk dan Upaya Pelayanan Kesehatan

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:


(49)

a. Dokter Umum (Tenaga Medis) b. Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan.Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat jalan (Ambulatory Services).Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas.Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan).Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit kelas D sampai dengan rumah sakit kelas A.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh: a. Dokter Spesialis


(50)

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.

Contoh : Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D. 3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh: a. Dokter Subspesialis

b. Dokter Subspesialis Luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Contohnya: Rumah Sakit kelas A dan Rumah sakit kelas B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pelayanan Kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya


(51)

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

2.3. Pelayanan Kesehatan Pratama

2.3.1. Definisi Pelayanan Kesehatan Pratama

Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap ( Permenkes No.71, 2013).

2.3.2. Persyaratan Klinik Pratama

Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Pasal 5 ayat (1), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh fasilitas kesehatan pratama untuk menjadi salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan terdiri atas:

a. untuk praktik dokter atau dokter gigi harus memiliki: 1. Surat Ijin Praktik;

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);


(52)

4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

b. untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki: 1. Surat Ijin Operasional;

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;

3. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan

4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

c. untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki: 1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain

3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik menyelenggarakan pelayanan kefarmasian

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan dan

6. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

d. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki : 1. Surat Ijin Operasional


(53)

2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

4. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan dan

5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (Permenkes pasal 8, 2013). Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan. Persyaratan bagi praktik bidan dan/atau praktik perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas:

a. Surat Ijin Praktik (SIP);

b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya; dan

d. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

2.3.3. Kredensialing dan Rekredensialing

Kredensialing dan rekredensialingdilakukan kepada keseluruhan fasilitas kesehatan yang akan dan masih berkerjasama dengan BPJS Kesehatan, baik faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan. Kredensialing dan rekredensialingdilakukan


(54)

kepada keseluruhan fasilitas kesehatan milik Pemerintah maupun Swasta / Perorangan.

Kredensialing adalah penilain BPJS terhadap fasilitas kesehatan yang ada untuk mengetahui fasilitas yang layak dan memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan BPJS (Askes, 2013). Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penilaian kredensialing adalah :

a. Kriteria Administratif

1. Surat permohonan kerjasama 2. Surat Ijin Praktek

3. Surat Ijin Operasional (Bagi Klinik Pratama, Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan)

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

5. Kontrak kerjasama dengan jejaring (jika diperlukan)

6. Surat Pernyataan Kesediaan mematuhi ketentuan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

b. Kriteria Teknis

1. Sumber Daya Manusia: ketenagaan, pelatihan kompetensi, pengalaman kerja, pengalaman kerjasama dengan asuransi, penghargaan yang dimiliki. 2. Sarana dan Prasarana: bangunan, ruangan pendukung, perlengkapan praktek,


(55)

3. Peralatan Medis dan Obat-obatan :peralatan medis mutlak, peralatan kedaruratan, obat-obatan, peralatan medis tambahan, peralatan kunjungan rumah dan perlengkapan edukasi.

4. Lingkup Pelayanan: konsultasi/pemeriksaan, pelayanan gigi, pelayanan obat, pelayanan laboratorium sederhana, pelayanan imunisasi, pelayanan KB, promosi kesehatan dan kunjungan rumah.

5. Komitmen Pelayanan: pemenuhan jam praktek, penggunaan aplikasi SIM, kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis, mendukung aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan

Dalam menetapkan pilihan Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan seleksi dan kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis yang meliputi:

a. sumber daya manusia;

b. kelengkapan sarana dan prasarana; c. lingkup pelayanan; dan

d. komitmen pelayanan.

Rekredensialing adalah proses seleksi ulang terhadap pemenuhan persyaratan dan kinerja pelayanan bagi fasilitas kesehatan yang telah dan akan melanjutkan kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Rekredensialing bertujuan untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang berkomitmen dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien melalui metode dan standar penilaian yang terukur dan objektif.Proses Rekredensialing dilakukan 3 bulan sebelum kontrak dengan faskes berakhir.Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk


(56)

penetapan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, jenis dan luasnya pelayanan, besaran kapitasi, dan jumlah Peserta yang bisa dilayani. Perpanjangan kerja sama antara fasilitas kesehatan dengan BPJS kesehatan setelah dilakukan rekredensialing.

1. Kriteria Administratif

Updating Surat Ijin Praktek dan Surat Ijin Operasional 2. Kriteria Teknis

a. Sumber Daya Manusia (updating) b. Sarana dan Prasarana (updating)

c. Peralatan Medis dan Obat-obatan (updating) d. Lingkup Pelayanan (updating)

e. Realisasi Komitmen Pelayanan : pemenuhan jam praktek, penggunaan aplikasi SIM, kepatuhan terhadap panduan klinik, penyelenggaraan prolanis, mendukung aktifitas kesehatan masyarakat yang dilaksanakan BPJS Kesehatan.

f. Kinerja Faskes : Angka kepuasan pasien, angka rujukan, angka keberkunjungan prolanis, ketepatan waktu penyampaian laporan

2.3.4. Cakupan Pelayanan Kesehatan Pratama 1. Rawat Jalan Tingkat Pertama

1) Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama.


(57)

2) Pelayanan promotif preventif, meliputi

1) Kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan

Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

2) Imunisasi dasar

Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan Campak. 3) Keluarga berencana

a) Pelayanan KB meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.

b) Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. c) BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian

vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di daerah perifer.

4) Skrining kesehatan

a) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan selektif.


(58)

b) Pelayanan skrining kesehatan ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu, meliputi:

1) Diabetes mellitus tipe 2 2) Hipertensi

3) Kanker leher rahim 4) Kanker payudara dan

5) Penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Pelayanan skrining kesehatan penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi dimulai dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.Jika Peserta teridentifikasi mempunyai risiko penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan hipertensi berdasarkan riwayat kesehatan, akan dilakukan penegakan diagnosa melalui pemeriksaan penunjang diagnostik tertentu dan kemudian akan diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi medis. Pelayanan skrining kesehatan untuk penyakit kanker leher rahim dan kanker payudara dilakukan sesuai dengan indikasi medis.

1. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

2. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif 3. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

4. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama 5. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi


(59)

6. Upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi termasuk penanganan komplikasi KB paska persalinan

7. Rehabilitasi medik dasar. 2. Pelayanan Gigi

a) Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama

b) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis c) Premedikasi

d) Kegawatdaruratan oro-dental

e) Pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi) f) Pencabutan gigi permanen tanpa penyulit g) Obat pasca ekstraksi

h) Tumpatan komposit/GIC i) Skeling gigi (1x dalam setahun) 3. Rawat Inap Tingkat Pertama

Cakupan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan cakupan pelayanan rawat jalan tingkat pertama dengan tambahan akomodasi bagi pasien sesuai indikasi medis.


(60)

4. Pelayanan darah sesuai indikasi medis

Pelayanan transfusi darah di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat dilakukan pada kasus:

a. Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan

b. Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien

c. Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat rekomendasi dari dokter Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan

2.3.5. Prosedur Pelayanan 1. Ketentuan Umum

a. Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar

b. Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi:

berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta terdaftar; atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

c. Peserta dianggap berada di luar wilayah apabila peserta melakukan kunjungan ke luar domisili karena tujuan tertentu, bukan merupakan kegiatan yang rutin. Untuk mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat tujuan, maka peserta wajib membawa surat pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan tujuan.

d. Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan


(61)

rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

e. Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan, tidak dapat langsung mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang baru sampai dengan akhir bulan berjalan. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang baru di bulan berikutnya.

f. Peserta dapat memilih untuk mutasi fasilitas kesehatan tingkat pertama selain fasilitas kesehatan tempat peserta terdaftar setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan atau lebih.

g. Untuk peserta yang baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sudah membayar iuran, maka pada bulan berjalan tersebut peserta dapat langsung mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar

2. Rawat Jalan Tingkat Pertama dan Pelayanan Gigi

a. Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi) b. Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta

c. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan d. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan

pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan.


(62)

f. Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum.

g. Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka fasilitas kesehatan

h. Surat rujukan dibutuhkan untuk pertama kali pengobatan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan, dan selanjutnya selama masih dalam perawatan dan belum di rujuk balik ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama tidak dibutuhkan lagi surat rujukan. Dokter yang menangani memberi surat keterangan masih dalam perawatan.

i. Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS Kesehatan

j. Ketentuan Khusus Pelayanan pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pemeriksaan pasca melahirkan (PNC)

1) Peserta memeriksakan kehamilan (ANC) pada fasilitas kesehatan tingkat pertama atau jejaringnya sesuai dengan prosedur pemeriksaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama

2) Pemeriksaan ANC dan pemeriksaan PNC tingkat pertama akan memberikan surat rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem rujukan


(63)

yang berlaku diharapkan dilakukan pada satu tempat yang sama, misalnya pemeriksaan ANC dilakukan pada bidan jejaring maka diharapkan proses persalinan dan pemeriksaan PNC juga dilakukan pada bidan jejaring tersebut.

3) Pemeriksaan ANC dan pemeriksaan PNC pada tempat yang sama dimaksudkan untuk :

a) Monitoring terhadap perkembangan kehamilan b) Keteraturan pencatatan partograf

c) Memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan

3. Rawat Inap Tingkat Pertama

a. Peserta datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yang memiliki fasilitas rawat inap

b. Fasilitas kesehatan dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta yang dirujuk dari fasilitas kesehatan tingkat pertama lain

c. Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan

d. Fasilitas kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta

e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan bahan medis habis pakai (BMHP)

f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan.


(64)

g. Fasilitas kesehatan wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS Kesehatan

h. Peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan bila secara indikasi medis diperlukan

Pelayanan darah sesuai indikasi medis

a. Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

b. Penggunaan darah sesuai indikasi medis berdasarkan surat permintaan darah yang ditandatangani oleh dokter yang merawat.

2.4. Persepsi

2.4.1. Definisi Persepsi

Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. Persepsi dinyatakan sebagai proses menafsir sensasi-sensasi dan memberikan arti kepada stimuli. Persepsi merupakan penafsiran realitas dan masing-masing orang memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda (Notoatmodjo, 2003). Persepsi dapat dipandang sebagai proses seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan informasi untuk suatu gambaran yang memberi arti (Abramson, 1991).

Persepsi adalah bagaimana kita melihat dunia sekitar kita. Persepsididefinisikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih,


(65)

mengatur, danmenafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia(Schiffman, G.Leon, Lazar, Leslie, 2004).Sedangkan menurut Simamora dan Bilson (2002) persepsi dapatdidefinisikan sebagai suatu proses dengan mana seorang menyeleksi,mengorganisasikan, menginterpretasikan stimuli dalam suatu gambaran dunia yangberarti menyeluruh. Individu terbuka terhadap berbagai pengaruh yang cenderungmembelokkan persepsi mereka, yaitu sebagai berikut : 1. Penampilan fisik

Berbagai studi mengenai penampilan fisik telah menemukanbahwa model yang menarik lebih persuasif dan mempunyaipengaruh yang lebih positif terhadap sikap dan perilaku konsumen

2. Stereotip

Stereotip ini menimbulkan harapan mengenai bagaimana situasi,orang, atau peristiwa tertentu akan terjadi dan stereotip inimerupakan faktor penentu yang penting bagaimana stimulitersebut dirasakan

3. Petunjuk yang tidak relevan

Ketika diperlukan untuk membuat perkembangan yang sulitmelalui persepsi, para konsumen sering kali memberi respon padastimuli yang tidak relevan.

4. Kesan pertama

Kesan pertama cenderung pribadi, namun dalam membentuk kesantersebut, penerima belum mengetahui stimuli mana yang relevan,penting, atau yang dapat diramalkan menjadi perilaku lainnya.


(66)

5. Terlalu cepat mengambil keputusan

Banyak orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelummeneliti semua keterangan atau bukti yang berhubungan.

6. Efek halo

Gagasan efek halo diperluas meliputi penilaian terhadap berbagaiobjek atas dasar penilaian pada satu dimensi. Dengan definisi yanglebih luas, para pemasar memanfaatkan efek halo ketika merekamemperluas merek yang menghubungkan satu lini produk denganyang lain. Produsen memperoleh pengakuan dan status yang cepatdengan mengaitkan nama yang sudah terkenal.

Dari beberapa pendapat mengenai persepsi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, melalui indera dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti yang berbeda. Persepsi dapat diartikan juga sebagai proses seorang individu memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia ( Kotler, 1994 ).

2.4.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persepsi

Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh: 1) tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang, 2) faktor pada pemersepsi / pihak pelaku persepsi, 3) faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan 4) faktor situasi dimana persepsi itu dilakukan (Dunham, 1984).


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.882(b) 1 .002

Continuity Correction(a) 8.141 1 .004

Likelihood Ratio 9.951 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear

Association 9.737 1 .002

N of Valid Cases 68

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.59. Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Kredentialing (Kurang

Baik / Baik) 6.750 1.885 24.172

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

= Tidak 4.286 1.540 11.925

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

= Ya .635 .453 .889


(2)

Kapitasi * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam

sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak

Kapitasi Kurang Baik Count 13 10 23

Expected Count 5.4 17.6 23.0

% within Kapitasi 56.5% 43.5% 100.0%

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

81.3% 19.2% 33.8%

% of Total 19.1% 14.7% 33.8%

Baik Count 3 42 45

Expected Count 10.6 34.4 45.0

% within Kapitasi 6.7% 93.3% 100.0%

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam

sistem JKN 18.8% 80.8% 66.2%

% of Total 4.4% 61.8% 66.2%

Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0

% within Kapitasi 23.5% 76.5% 100.0%

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 23.5% 76.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 21.025(b) 1 .000

Continuity Correction(a) 18.346 1 .000

Likelihood Ratio 20.665 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 20.716 1 .000

N of Valid Cases 68

a Computed only for a 2x2 table


(3)

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Kapitasi (Kurang Baik /

Baik) 18.200 4.345 76.230

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

= Tidak 8.478 2.683 26.789

For cohort Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

= Ya .466 .290 .747

N of Valid Cases 68

Bisnis prpfit * Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN

Crosstab

Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam

sistem JKN Total

Tidak Ya Tidak

Bisnis prpfit

Kurang Baik Count 14 14 28

Expected Count 6.6 21.4 28.0

% within Bisnis prpfit 50.0% 50.0% 100.0%

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam

sistem JKN 87.5% 26.9% 41.2%

% of Total 20.6% 20.6% 41.2%

Baik Count 2 38 40

Expected Count 9.4 30.6 40.0

% within Bisnis prpfit 5.0% 95.0% 100.0%

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam

sistem JKN 12.5% 73.1% 58.8%

% of Total 2.9% 55.9% 58.8%

Total Count 16 52 68

Expected Count 16.0 52.0 68.0

% within Bisnis prpfit 23.5% 76.5% 100.0%

% within Salah satu Fasilitas Kesehatan Primer dalam


(4)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 18.537(b) 1 .000

Continuity Correction(a) 16.120 1 .000

Likelihood Ratio 19.503 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 18.264 1 .000

N of Valid Cases 68

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.59. Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Bisnis prpfit (Kurang Baik /

Baik) 19.000 3.823 94.420

For cohort Salah satu Fasilitas

Kesehatan Primer dalam sistem JKN =

Tidak 10.000 2.464 40.579

For cohort Salah satu Fasilitas

Kesehatan Primer dalam sistem JKN =

Ya .526 .361 .767


(5)

Block 1: Method = Enter

Block 0: Beginning Block

Omnibus Tests of Model Coefficients

40.333 5 .000

40.333 5 .000

40.333 5 .000

Step Block Model Step 1

Chi-square df Sig.

Classification Tablea,b

0 16 .0

0 52 100.0

76.5 Observed

Tidak

Ya Salah s atu Fasilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Overall Percentage Step 0

Tidak Ya

Salah s atu Fasilitas Kesehatan Primer

dalam sistem JKN Percentage

Correct Predicted

Constant is included in the model. a.

The cut value is .500 b.

Va riables in the Equa tion

1.179 .286 16.998 1 .000 3.250

Constant St ep 0

B S. E. W ald df Sig. Ex p(B )

Va riables not in the Equa tion

16.019 1 .000

10.887 1 .001

18.537 1 .000

9.882 1 .002

21.025 1 .000

mankat kepkat bis kat krekat kapikat Variables

St ep 0


(6)

Model Summary

33.868a .447 .674

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Es timation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by les s than .001. a.

Cl assi fication Tablea

9 7 56.3

3 49 94.2

85.3 Observed

Tidak

Ya Salah satu Fas ilitas Kesehatan Primer dalam sistem JKN Overall Percent age St ep 1

Tidak Ya

Salah satu Fas ilitas Kesehatan Primer

dalam sistem JKN Percentage

Correc t Predic ted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

2.481 1.552 2.556 1 .110 11.958 .571 250.511

-.277 1.119 .061 1 .804 .758 .084 6.796

2.505 1.161 4.656 1 .031 12.243 1.258 119.123

2.352 1.036 5.154 1 .023 10.504 1.379 80.012

2.355 .997 5.579 1 .018 10.539 1.493 74.394

-11.744 3.609 10.589 1 .001 .000

mankat kepkat biskat krekat kapikat Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

95.0% C.I.for EXP(B)

Variable(s) entered on step 1: mankat, kepkat, biskat, krekat, kapikat. a.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 19

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 10

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 48

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 3

Pengaruh Persepsi Provider Swasta tentang Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Keikutsertaan Sebagai Provider Pratama BPJS Kesehatan di Kota Medan Tahun 2014

0 0 23

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 18

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 7

Pengaruh Persepsi dan Motivasi terhadap Minat Rumah Sakit Swasta Sebagai Provider Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Medan Tahun 2015

0 0 31