Analisis Hermeneutika Gaya Komunikasi Dai Di Kota Medan

LAMPIRAN

HASIL WAWANCARA
Nama

: Ustad Muhammad Yunus Rangkuti

Status

: Penceramah

Hari / Tanggal

: Sabtu / 16 Januari 2016

Lokasi

: Masjid Al Anshor Ring Road Medan

Tanda Tangan


:

Apa yang dimaksud dengan dakwah menurut ustad ?
Jawab: Wallahu a‟lam kata dakwah itu berasal dari bahasa Arab da‟a, yad‟u,
da‟watan bisa juga da‟a yad‟u du‟a berarti meminta, kalau da‟a ya dau
berarti mengajak. Jadi dakwah tentu arahnya mengajak manusia kepada
kembali kepada Allah SWT dan Rasulnya SAW itulah dakwah
Perlukan seorang penceramah memiliki kemampuan teknik berbicara atau
retorika?
Jawab: Sebetulnya dakwah itu memang memerlukan beberapa perkara yang
itukan intinya termasuk dalam amal makruf nahi mungkar, amal makruf
nahi mungkar itu termasuk ibadah, dakwah juga ibadah, ibadah itu
sudah ada ketentuannya dari Allah SWT dan Rasul SAW. Sejauh yang
kita ketahui berkaitan dengan ceramah, kita tidak dapati dalil atau
keterangan yang katakanlah menyebutkan seorang da ‟i atau penceramah
itu seorang orator itu karena dakwah itu harus dilandasi dengan ilmu,
ilmunya itu benar sesuai dengan Al Qur ‟an dan Sunah dengan
pemahaman para sahabat insya Allah itu sudah mencukupi, walaupun
cara bicaranya tidak seperti orator yang menggebu-gebu, yang
dibutuhkan umat itu kan isi bukan seseorang itu bicaranya bagus

merangkai kata-kata intonasinya meledak-ledak gitu.
Tidak ada dalilnya ustad ?
Jawab: ya dalilnya gak ada, yang penting dakwah itu harus didasari dengan
ilmu, karena dahwah itu ngajak orang, sementara orang itu kalau tidak
punya ilmu bagaimana ngajak orang ya kan. Wallahu a‟lam bishshawab.
Apakah setiap akan berceramah pada satu lokasi yang baru atau pertama kali ,
ustad mencari tahu bagaimana kondisi calon jamaahnya ?
Jawab: Kalau saya lebih sering apabila diminta untuk ngisi kita ikut apa yang
dicontohkan Rasul gitu, dalam artian Rasul memulai dakwahnya dari
masalah akidah, jadi mau kita katakan masyarakatnya tipenya begini
tipenya begitu kondisinya begini dan semacamnya kita tidak timbang
lagi, karena akidah masalah prinsipil. Setiap saat harus disampaikan
dibutuhkan oleh umatkan karena dia inti dari semua ibadah. jadi tidak
ada semacam survey lah ya pertimbangan masyarakat begini begini

begini , hanya saja mungkin yang perlu kita sesuaikan disitu gaya
bahasalah, cara penyampaian, kalau untuk yang orang umum
kebanyakan mungkin bahasa penyamapai kita harus pelan-plean
disesuaikan dengan tingkat kemapuan mereka kan beda orang awan
dengan mahasiswa, mungkin itulah, tapi untuk materi kalau saya tidak

ada pertimbangan jadi kalau mahasiswa materinya harus
yang
kepemudaan, kalau orang awan materinya harus berkaitan dengan
akhirat saja.

Bagaimana dengan urusan penentuan materi, ustad atau panitian yang
menentukan ?
Jawab: Kalau kronologisnya, kita diminta isi, biasanya itu tadi karena dasarnya
akidah yang mau kita bahas, kadang ada yang mengajukan bahas
masalah ini misalnya, kalau bisa kita sarankan dialihkan ke masalah
yang lebih prinsipil masalah akidah tadi, biasanya mereka bersedia.
Kadang-kadang kalau yang acidentil ya, kita kan jadwalnya ada yang
terjadwal ada yang aksidentil. aksidentil ini kadang-kadang minta tata
cara shalat nabi gitu misalnya. Acidentil ini ya artinya tidak jadwal
tetap, misalnya kalau disini (masjid Al Anshor) kita dikasi kepercayaan
untuk isi dua kali sebulan, nah jadi jadwalnya terus setiap malam sabtu
pekan kedua dan minggu pagi pekan kedua, nah itu materi ya ng
disampaikan itu berseri artinya berlanjut, tapi kalau yang umpanyanya
dipanggil diminta ngisi bukan dalam kajian rutin itu kadang disesuaikan
juga, kadang panitai minta masalah ini kalau itu kita anggap urgen

sekali yang kita turuti, kadang kita usulkan untuk masalah yang prinsipil
dulu
Untuk kelompok pengajian mereka yang tentukan atau ustad ?
Jawab: Kalau yang itu biasanya mereka menentukan kalau kelompok pengajian.
kajian kita biasanya dimasjid saja ya kalaupun ada yang diluar masjid
biasanya ada acara-acara keluarga seperti arisan itu mereka minta
begini misalnya kadang-kadang kita penuhi juga.
Itu mempengaruhi gaya bahasa juga ustad ?
Jawab: kalau saya ngak, sama aja.

Apakah seorang ustad itu ada spesialisasinya? Bagaimana dengan ustad sendiri ?
Jawab: Ada. Kalau dinisbatkan kepada saya tidak ada spesialisasi apapun,
memang cenderung kalau diminta ngisi kajian ya masalah akidah
masalah metode beragama nah itu, adapun ustad-ustad yang lain
memang mereka
dilatarbelakangi pendidikannya, ada
yang
dilatabelakngi pendidikan masalah fiqih misalnya nah itu. tapi kalaupun
ada yang latarbelakangnya masalah fiqih, akidah dan lainnya kadangkadang juga diminta ngisi kajian temanya tidak berkaitan dengan
latarbelakangnya itu, misalnya dia latarbelakang pendidikanya masalah

fiqih kadang-kadang dia juga bahas masalah akidah, akhlak.

Bagaimana ustad menyikapi dengan adanya perbedaan pemikiran kaum muslimin
dalam melakukan ceramah ?
Jawab: Begini Wallahu a‟lam bish-shawab dakwah itu kan menyampaikan apa
yang Allah perintahkan apa yang Rasul perintahkan, disitu kita tidak
boleh takut akan celaan, takut akan protes artinya misalnya ada
sebagian kelompok ada yang mengambil sikap
berbeda dengan
pemerintah sebagai contohnya ya berhubungan dengan Hari Raya atau
puasa dan sebagainya maka kita secara pribadi, masyarakat itu harus
diberitahu
sesungguhnya tuntunan Allah dan tuntunan nabi itu
bagaimana, jadi tidak lagi menimbang ada kelompok yang bikin sendiri
terus masyarakat dibiarkan, tetep harus disampaikan yang bener itu apa,
yang bener itukan yang ada dalam Al Qur‟an dan Hadist.
Agak keluar dari topik ustad, sampai jam berapa bisa wawancara hari ni ustad ?
Jawab: Saya biasanya Sabtu sore juga ada ngajar bahasa Arab mungkin sampe
kawan itu datang.
Disini ustad ?

Jawab: Ya disini (Masjid Al Anshor).
Jadi ustad ngajar bahasa Arab juga ?
Jawab: Iya ngajar private, ngajar tentang kaidah-kaidah bahasa Arab gitu.
Latarbelakang ustad memang bahasa Arab ?
Jawab: Saya tamatan IAIN di Banda Aceh fakultasnya Tarbiah jurusannya
Bahasa Arab.
Asli dari mana ustad ?
Jawab: Saya asli orang seberang, wilayah Stabat lurus kesana biasa disebut
tanjung pura gitulah.
Kalau saya perhatikan ceramahnya sepertinya ustad orang Sunda ?
Jawab : Bukan, saya orang Mandailing.
Sejak kapan ustad memulai menjadi penceramah ?
Jawab : Kalau persisnya kapan kita diminta ngisi gak inget mas,
Sejak kapan ada keinginan berceramah ustad ?
Jawab: Yah, mungkin dimulai dari kita suka mengajar, tidak terbayanglah tidak
jadi program, tidak ada cita-cita jadi penceramah seperti itu.
Tantangan seorang penceramah sekarang ini dimasyarakat kita apa ustad ?
Jawab: Tantangannya yang paling banyak atau yang paling sering ya,
masyarakat itu kalau boleh dikatakan, inikan gimana ya, kalau merunut
kepada hadis nabi ini sudah masuk akhir jaman, yakan, sudah bisa

dibilang sudah dekat dengan dihari akhir. fitnah itu sudah semakin
banyak. fitnahnya disini maksudnya fitnah yang menimpa agama, nah
fitnah menimpa agama itu bencana2 yang menimpa agama seseorang,

jauh dari agama , itu salah satu indikasi akhir jaman itu ilmu banyak
yang ilang, jadi masyarakat itu pengetahuannya tentang agama
walahualam bisawab bisa dikatakan turun temurun, itu gak bisa ditolak.
kalau kita tanyalah bapak bikin ini dasarnya darimana, ini memang dari
dulu sudah begini. nah tantangan terbesarnya ya merubah pemahaman
yang selama ini mereka memang sudah mentok disitu, bayangkan
puluhan tahuan, dari kecil sudah dapat pemahaman umpanya kalau
begini begini harus begini. padahal kalau dikembalikan kepada al quran
dan hadist salah misalnya, itukan berat. kita sajalah sudah terbiasa
melakukan maaf cakap kita sudah terbiasa makan tangan kanan atau
menulis tangan kanan dari keci suruhlah tangan kiri, kan susah itu

Bagaimana cara menghadapinya ustad ?
Jawab: Ah itu dia, kalau disitu yang penting kita bukan takut menyampaikan
kebenaran pada masyarakat mungkin bahasa yang kita perhalus,
misalnya, orangkan gerah sekali kalau mendengarkan kata-kata bid‟ah,

padahal itukan bahasa nabi. Mungkin bisa kita perhalus yang maknanya
sama, ini tidak sesuai dengan sunah nabi gitulah, bahasa-bahasa seperti
ini meyalahi petunjuk nabi kita karena jaman sekarang banyak orang
tidak tahu agama, jadi kalau kita sampaikan begitu.
Munculnya perbedaan-perbedaan pemikiran itu bagaimana ustad ?
Jawab: Ada dua hal yang harus kita bedakan sebagai mana yang dibahas para
ulama, perbedaan itu ada perbedaan dalam masalah prinsipil, masalah
akidah, masalah metode beragama nah disini kita tidak boleh berbeda.
Pemahaman kita tidak boleh berbeda, karena masalah akidah masalah
metode beragama itu perkaranya itu bisa dibilang saklek tidak ada
ruang ijtihad gitu, misalnya kalau masalah akidah, Allah SWT itu berada
diatas arash misalnya, itu masalah akidah dari jaman nabi sampe kita
sekarang para ulama yang mengikuti petunjuk nabi semuanya sepaham,
semuanya satu akidahnya, tetapi kalau masalah yang ibadah, praktekpraktek ibadah disitu terkadang Wallahu a‟lam bish-shawab satu tata
cara ibadah contohnya dibuat nabi ada beberapa macam. Misalnya
kalau masalah shalat itukan praktek ibadah, tabiraktul ikramnya
mengangkat tangan ada yang (sambil mempraktekan beberapa posisi
tangan dalam tabiraktul ikram) itu berbeda tapi berbeda sebenarnya
tetap dalam bingkai dalil ada contohnya, beragam dia ada yang
mengangkat tanganya sebatas serentang bahu ada yang setentang

telinga, itukan ada dasarnya dari nabi, tapi kalau berbedanya disitu pun
tabiktul ikramnya sampe maaf-maaf sampe nampak ketiaknya begini ini
kan gak ada contohnya dari nabi perbedaan seperti itu juga tidak
berlaku. Perbedaan ini bukan seenak hati kita, kalau nabi ada
mencontohkan tiga atau empat macam cara atau bacaan boleh salah
satunya kita pilih. Bacaan doa iftitah aja dari nabi ada beberapa riwayat
berbeda disitu boleh kalau ada dalilnya.Tapi kalau dalam masalah
akidah kita gak boleh berbeda pendapat, tapi kalau seperti tadi dalam
masalah praktek ibadah doa iftitah ada yang prakteknya begini begini

tidak boleh kita vonis salah, tapi kalau masalah akidah yang menyelisihi
nabi itu harus kita vonis salah, akidah itu sudah sa klek.”

Bagaimana dengan humor dalam berceramah menurut ustad ?
Jawab: Nabi juga didalam riwayat-riwayat disebutkan beliau juga suka
bercanda tetapi candaan beliau itu bener gak bohong nah gitu ya. Kalau
ditanya dalam kajian itu supaya suasana tidak terlalu tegang,
mencengkam, mungkin ya bahasa-bahasa yang menyegarkan sajalah,
kalau humor nanti identiknya dengan ketawa-ketawa gitu, gak bener
juga kalau banyak ketawa dalam majelis ilmu begitu.

Apakah ada organisasi untuk tempat bernaungnya para da‟i di Medan ustad ?
Jawab: Yang saya tahu Wallahu a‟lam bish-shawab ada namanya IKADI Ikatan
DAI Indonesia, kita tidak masuk dalam keorganisasian manapun,
termasuk juga IKADI itu juga
Bagaimana menyikapi jika ditemukan seorang ustad yang melakukan
penyelewengan dalam berdakwah ?
Jawab: Kalau menyikapi masalah tersebut ada yang memang Wallahu a ‟lam
bish-shawab ada yang bisa disikapi secara individual ada yang disikapi
secara institusional, kalau secara institusional MUI lah yang melakukan
peneguran. Adapun kita-kita secara individual ini menjelaskan kepada
umat sebetulnya metode dakwah nabi itu seperti apa, jadi kita tidak maaf
cakapnya kita tidak harus menunggu MUI itu berbuat apa terus kita
mengambil sikap gak gitu kita maksudnya. Jadi misalnya ada fenomena
ustad fulan ketika berceramah ada isinya itu yang secara agama tidak
benar, maka adab dalam majelis itu tidak dibenarkanlah kalau tidak
betul-betul perlu, tidak dibenarkan untuk menyebutkan ustad fulan itu.
Misalnya ustad fulan pernah berkata begini didalam televisi ketika
berceramah maka kita sampaikan kepada masyarakat adapun perkataan
sebagian orang yang dianggap ustad mengatakan masalah ini beginibegini itu tidak benar. Jadi gak nunggu MUI mengatakan itu salah baru
kita katakan salah. Kita tidak menyebutkan secara nama, nama itukan

menyangkut kehormatan. yang kita perbaiki itu kesalahannya orangnya
tidak perlu kita eksposkan.
Menurut pendapat ustad suksesnya suatu dakwah itu bagaimana ?
Jawab: Wallahu a‟lam bish-shawab, tersampaikan. Kita harus jernihkan dulu
dakwah itu tidak harus di mimbar ya, bisa dengan duduk-duduk begini,
bisa kita lihat anak kita mengucapkan kata tidak baik kita kasih tahu
tidak boleh ngomong gini itu juga dakwah ya. Jadi kalau hitungan
keberhasilan itu bukan orang ikut, orangya tambah banyak tidak
kesana, sebab kalau itu jadi ukurannya nabi-nabi dulu ada yang tidak
punya pengikut sebagaimana dalam hadis nabi, ada nabi yang dikuti
sekian orang dari umat, ada yang diikuti dua orang ada juga yang tidak
diikuti sama sekali, itukan tidak bisa dibilang mereka gagal. Bukan
kuantitas, yang penting tersampaikan gitu

Bagaiman dengan ada penceramah yang memiliki guru spiritual, menurut ustad
bagaimana ?
Jawab: Kalau kita lebih cenderung mengatakan bapak kita lah orang yang lebih
tua dari kita yang ilmunya lebih mumpuni daripada kita, ungkapan guru
spiritual kayaknya kita tidak sependapat. Artinya kalau kita sedang
menghadapi kendala dalam berdakwah masalah materi atau masalah
orang yang didakwahi, kitakan perlu sharing ya kan dengan rekanrekan sharing kepada orang-orang yang mengajari kita, pengalaman
mereka mungkin lebih banyak lagi mungkin seperti itu gambaranya.
Kalau untuk sesama penceramah sendiri ada perkumpulanya ustad ?
Jawab: Jadi gini harus dibedakan antara berkomunikasi antara satu dengan
lainya dengan harus punya organisasi, kalau kita wallahu a ‟lam bishshawab organisasi secara khusus yang punya aturan-aturan sendiri
harus begini begitu kayaknya gak ada, akan tetapi kita punya link secara
pemahamanlah begitu yah, ustad ini pemahamannya sama dengan para
pemahaman ahlusunnah waljamaah misalnya, kita kadang-kadang bisa
denger ceramahnya, kita punya nomornya, nah itu nanti kalau ada perlu
kumpul-kumpul mempererat kekeluargaan gitu baru kumpul, tapi tidak
jadi kerutinan sebulan sekali gitu.
Mengenai penampilan penceramah ada perbedaan makna ustad ?
Jawab: Tidak ada perbedaan makna, itu masing-masing, maaf cakapnya kalau
sayakan sepertinya gemuk ya kalau pake batik atau pake baju koko
kayaknya gak nyaman, kan pendek dia, gimana kalau kita rukuk, kita
sujud kurang etis juga nengoknya kan. tapi kalau harus seorang
penceramah harus pake jubah mewajibkan sesuatu yang gak ada
dasarnya tidak boleh juga.
Ada pengaruh budaya luar mengenai pakaian ini ustad ?
Jawab: Bukan pakaian Indonesialah kita bilang, kayak gamis dari Pakistan
kayaknya. yang penting tidak menlanggar koridor agama dalam
berpakaian itu, tidak boleh ketat kalau ketentuannya harus bergamis
atau berjubah kita minta dalilnya seperti itu, yang penting sopan
menutupi aurat tidak ketat tidak tembus pandang tidak transparan.
Jadi bagaimana kalau ada yang mengatakan bahwa dia mengikuti nabi dalam
berpakaian ?
Jawab: Yang diikuti nabi itu wallahualam bisawab, nanti malah muncul image
orang-orang yang tidak seperti mereka berarti tidak mengikuti nabi,
padahal nabi juga tidak ada setahu kita wallahualam bisawab
mengatakan kalau kamu berpakaian harus berpakaian saya atau kalau
berpakaian harus pake jubah seperti itu. yang nabi sebutkan itu atau
yang nabi jelaskan dalam hadis-hadis itu sifatnya tata cara
berpakaiannya harus longgar harus tidak boleh transparan harus
menutup aurat, itu yang harus kita jaga.

Ada tidak persiapan sebelum berceramah itu ?
Jawab: Harus ada persiapanlah mas, banyak bacalah kita. Persiapan materi
persiapan fisik juga kalau sakit juga atau staminanya kurang
berpengaruh juga ketika berceramah. Untuk menjaga tetap fit kita ikuti
aja pola nabi, nabi tidak berlebih-lebihan dalam segala hal, kalau dah
berlebihan dampaknya gak bagus misalnya kita sampe begadang gak
tidur-tidur walaupun atas nama nyiapin bahan, kalau ternyata itu
berdampak buruk bagi kita besoknya kita gak fit staminanya gak bener
juga itu. Kata nabikan badan kamu itu punya hak dari kamu, hak
istirahat misalnya, jadi ikuti petunjuk nabilah makan tidak berlebihan,
tidur jangan berlebihan juga pertengahanlah.

Masalah mahzab itu bagaimana ustad ?
Jawab: Mahzab itukan bahasa Arab mas, kita harus kembalikan pengertiannya
sama para ulama, jadi yang kita tahu mahzab itu kalau kita sambung
dengan kata-kata misalnya ma hzab Safi‟i mahzab Maliki, itu maknanya
metodologi mereka menyimpulkan hukum dari ayat maupun hadist, tapi
itu kaitanya dengan masalah-masalah fiqih. Jadi mahzab itu
pengertianya metodologi pengambilan kesimpulan hukum dalam
masalah fiqih dari ayat maupun hadist. Imam Safi‟i punya metode
sendiri, Imam Maliki punya metode sendiri, Imam Hanafi begitu juga.
Metode mereka ini ada yang mengikuti jadilah disebutlah mahzab Safi‟i
mahzab Maliki dan sebagainya. Tapi intinya, imam-imam mahzab ini gak
keluar dari dalil, makanya kita dilarang kalau umpamanya mengikuti
pendapat Imam Safi‟i tapi ada dalil yang tidak cocok dengan pendapat
Imam Safi‟i kita gak boleh ikuti Imam Safi‟i kita harus ikut dalil, kalau
masalah akidah tidak ada mahzab. Karena akidah imam-imam itu sama,
rukun imanya itulah contoh gampangnya sama. Beda itu masalah fiqih
itupun disebabkan banyak faktor, salah satunya Wallahu a ‟lam paling
bisa kita katakan paling besar kadang satu hadist sudah didengar salah
satu imam hadis yang lain belum pernah didengarnya. Itu yang bikin
beda pendapat, sementara terkadang dalam majelis itu, misalnya di
majelis Imam Safi‟i ada yang bertanya satu permasalahan kepada Imam
Safi‟i, Imam Safi‟i telusuri diayat tidak ada secara tegas menyebutkanya,
dalam hadist yang beliau dapati gak menyebutkan secara tegas, nah
disitu beliau berijtihad, mngatakan begini-begini. Ternyata masalah
yang ditanyakan tadi itu Imam Mali punya hadistnya. Nah kalau
dipertemukan kita seharusnya ikut yang ada hadistnya tapi sebetulnya
bukan mengikuti Imam Malinya tapi mengikuti hadist yang ada di Imam
Mali sebenarnya. Jadi kalaupun kita katakan kita mahzab Imam Safi‟i
maksudnya dalil-dalil yang dipakai Imam Safi‟i bukan Imam Safi‟i nya
yang kita ikuti, gak boleh kita ikuti individunya begitu, bahaya itu. Jadi
perbedaan pendapat itu karena yang satu belum mendapat hadist yang
satu sudah, sementara mereka saat itu dituntut harus menjawab
misalnya.

Secara konsep ada perbedaan antara tausyiah, tabligh, ceramah atau pengajian ?
Jawab: Bahasa aja itu cuman, tausyiah bahasa arab artinya ngasi nasihat,
tabligh bahasa Arab artinya menyampaikan, menyampaikan nasihat
juga, ceramah itu bahasa kita, khutbah mungkin sudah identik dengan
waktu misalnya khutbah Jumat. Khutbah Idul Fitri itu bahasa lain atau
bahasa-bahasa terapan dari kata dakwah itulah mungkin, kesimpulanya
umumnya itu dakwah, bahasanya macem-macem.
Motivasi berceramah apa ustad?
Jawab: Ya mudah-mudahan Allah ikhlaskan saya suka membaca, saya suka
bahasa Arab saya suka baca buku-buku Arab, otomatis kalau kita
diminta ceramah kan harus banyak persiapan kita harus banyak baca,
dengan banyak baca yang dulunya mungkin kita gak tahu gara-gara
diminta ceramah misalnya ya kan bahasannya masalah ini jadi tambah
lah ilmu kita, disitulah kenikmatannya lah.
Pendapat ustad saat kita mendengarkan ceramah apa yang harus dilakukan ?
Jawab: Kita tidak boleh asal comot, gini baik mata telinga mulut kita gak boleh
sembarang maksudnya dalam urusan beragama, artinya begini termasuk
mas mendengarkan dari saya, misalnya kita duduk dengar ceramah ada
kita dapat keterangan begini begini, apa iya, kita harus seperti itu apa
iya memang ada dalilnya dari Al Qur‟an atau Hadist. Jadi kita tidak
terpukau dengan penampilan tidak terpukau dengan intonasi menggebugebu ini hebat ini hebat misalnya ternyata yang diomongkannya maaf
cakapnya ini ada hadist nabi padahal bukan hadist nabi itu gawat itu,
karena disana nanti masing-masing ditanya..
Bagaiamana pendapat ustad masalah pembomnya Sarinah kemarin ?
Jawab: Itu akibat salah dalam metode beragam itu mas, jadi semua yang
berkaitan dengan agma semua sudah ada petunjuknya dari nabi, kita
mau orang lain masuk islam ,kita ingin orang lain ikut sunah nabi
petunjuknya itu sudah ada semua tinggal kita jalankan aja, kalau kasus
bom sarinah kemarin, mungkin bisa kita ajak kaum muslimin berfikir
nabi itu pernah menegur sahabatnya, jadi ceritanya pulang dalam
perang para sahabat ini dengan membawa persenjataan, ditengah
perjalanan mereka lelah istirahat, nah diantara mereka ini ada yang
tertidur, kemudian diantara mereka ada yang bercanda maksudnya
diumpetin satu biji anak panahnya ketika bangun yang tidur tadi terkejut
dia mana anak panahnya. wajar dalam kondisi abis perang seperti itu
dia takut terkejut, jadi yang ngumpetin tadi geli ketawa, sampe kepada
nabi, nabi negur gak boleh seorang muslim itu membuat cemas atau
takut sodaranya yang lain, itu contoh gampang cuman ngumpetin anak
panahnya bikin orang kaget itu aja gak boleh, apalagi sampe
mengacungkan senjata itu kan lebih parah lagi kasusnya apalagi sampe
nembak sampe ngebom, itu jelas-jelas gak bener.

Hari / Tanggal

: Sabtu / 6 Februari 2016

Lokasi

: Masjid Al Anshor Ring Road Medan

Dalam mempersiapkan ceramah apakah ustad juga menyiapakan bagaimana agar
jamaah tertarik dengan ceramah ustad ?
Jawab: Yang kita ketahui tidak ada pertimbangan masyarakat nanti bakal terima
atau tidak, masyarakat nanti bakal senang atau tidak, karena contoh kita
kan nabi. Nabi itu yang didakwahkannya tauhid akidah yang pertamatama itu, padahal bukan tidak banyak waktu masa nabi itu kasus
pencurian, kasus korupsi, kasus asusila, perzinaan dan lain-lain
sebagainya. Tapi yang diperintahkan kepada nabi memang yang paling
mendasarkan, akarnya masalah akidah. Orang Arab itu yang selama ini
sudah salahlah akidahnya menyembah berhala, ketika diajak untuk
mentauhidkan Allah kan tidak suka. Kalau pertimbanganya suka tidak
sukanya jamaah tentunya nabi lebih tahu lagikan, kan begitu kan. Ini
orang Arab sudah ratusan tahun dia menyembah berhala jadi kalau kita
mentauhidkan Allah mereka tidak suka pula, ya sudahlah biarlah mereka
lakukan yang mereka suka dulu, tidak dilakukan begitukan oleh nabi.
Jadi saya berusaha untuk mencontohi itu dan bisa dibilang dalam tanda
kutip ya “cuek” aja tidak perduli orang mau terima atau tidak, tapi kan
harus dibedakan ketika menyampaikan tidaklah dengan bahasa-bahasa
yang tidak mengenakan hati gitu, membentak-bentak atau memvonisvonis secara blak-blakan ini harus kita jaga.
Bagaimana ustad menjelaskan suatu perintah atau larangan dalam konteks jaman
nabi kedalam konteks sekarang? Semisal contohnya perintah untuk taat kepada
suami, sebagaimana diketahui jaman dahulu para suami sering berperang maka
perintah itu sesuai, sedangkan saat ini situasi berbeda.
Jawab: Sebelum kita jawab itu lah kita bisa ajukan pertanyaan balik kira-kira
menurut kaum muslimin urusan hidup mereka ini diatur atau tidak oleh
Allah SWT? diaturkan, mulai dari urusan ibadah sampai dengan urusan
kebiasaan sehari-hari, setuju tidak kalau kita tanyakan kepada kaum
muslimin sebagai perbandingan ya, orang tua menyuruh anaknya untuk
membersihkan halaman ini perintah, si anak yang tentunya dimasa
kekanak-kanaknya lebih dikuasai keinginan untuk bermain, kira-kira
suka atau tidak? Gak suka biasanya, akan tetapi sebetulnya tujuan orang
tua menyuruh anak ini untuk menyapu halaman apakah hendak
melenyapkan rasa suka masa anak-anaknya? kan tidak, artinya si anak
ini tidak tahu bahwa tujuan orang tua menyuruh anaknya tadi supaya
kedepanya nanti terbina begini mau jaga kesehatan mau menjaga
kebersihan. Artinya dibalik perintah itu dalam kehidupan kita sehari-hari
ada dampak positifnya, dan ketika si anak kita dilarang untuk berdusta
itu karena dampaknya nanti kedepan ada dampak buruknya, begitulah
ajaran agama kita semuanya sudah Allah jelaskan, setiap yang Allah
perintahkan disitu ada manfaatnya walaupun manusia tidak bisa
mencernanya saat itu jugadan ketika Allah dan Rasulnya melarang
manusia dari sesuatu karena ada dampak buruknya baik itu segera

dampak buruknya atau yang akan datang besar atau kecil. Maka kalau
dikatakan dulu dengan sekarang nabinya beda atau tidak? Sama kan.
Tuhannya pada masa nabi dan sekarang sama kan. Pertanyaan
selanjutnya apa kita punya anggapan Allah ta‟ala itu tidak tahu bahwa
setelah masa nabi ribuan tahun setelah masa nabi orang akan seperti ini,
artinya manusia sudah semakin padat, perempuan banyak yang bekerja,
kira-kira Allah tahu gak? pasti tahu. Jadi intinya tadi syariat Allah
ta‟ala yang sudah mengatur semuanya sejak diutusnya nabi sampai hari
kiamat kan berlaku. Terjadinya seperti yang kita lihat sekarang itu sudah
belok jalur. Dan kalau seseorang itu sudah belok jalur hukum alamnya
berlaku pasti salah jalan.

Trus untuk memaknai perintah dari suami yang melarang istri keluar rumah saat
suami keluar untuk masa sekarang bagaimana?
Jawab: Tetap sama, begini semuanya pakai ilmu, menyuruh atau melarang juga
harus pakai ilmu, patuh pada suami juga harus ada ilmunya, suami
menyuruh istri juga harus ada ilmunya. Kalau suami melarang istri
untuk shalat fardhu misalnya kita gak boleh patuh, karena menyuruh
pada perbuatan dosa, istri juga begitu. Jadi intinya kalau dilarang
keluar rumah apa halnya dilarang keluar rumah, kalau dia mau keluar
rumah dalam kondisi harus keluar rumah ya gak boleh juga dilarang.
Maka si istri dengan keilmuanya juga harus pandai bersikap, masak
dirumah dia harus masak apa dia tidak belanja, artinya keperluan
dirumah cuma bisa diperoleh diluar ya itu gak apa-apa Insha Allah. Tapi
kalau keluarnya itu untuk hal-hal yang kurang berguna cuman untuk
kumpul-kumpul, cerita-cerita jika suaminya melarang ya patuhlah.
Bagaimana dengan rujukan misalnya dalam syariah jaman dulu tidak ada
dijelaskan suatu masalah yang saat ini ada, misalnya mengenai rokok?
Jawab: Agama kita ini dasarnya dia mudah, mudahnya gimana? tidak
disebutkan benda tapi disebutkan sifat, misalnya kalau kita cari katakata rokok dalam AL Quran dan Hadits itu gak akan ada. Tapi justru
sebetulnya kalau orang yang ngerti bahasa dengan menyebutkan sifat itu
lebih mencakup daripada menyebutkan bendanya, misalnya akan
bertele-tele yang menunjukan semuanya satu-persatu kapan habisnya lah
gitu kira-kira, akan tetapi seandainya disebutkan sifatnya saja makan
nanti dengan munculnya ungkapan-ungkapan baru, nama-nama baru
tapi dia punya sifat juga, dirujukan pada sifat yang ditetapkan sama
agama. Misalnya morfium, rokok, ganja, narkotika secara bahasa tidak
ada ya, tapi sifat dari benda-benda ini kan merusak akal, menghamburhamburkan harta, merusak jiwa, nah didalam agama kita sudah ada sifat
itu, kita dilarang merusak badan, dilarang merusak akal, dilarang
menghambur-hamburkan harta kan dapet kembali semua dia. Sama
halnya dengan dalam agama itu ada kata-kata riba, orang sekarang kan
jarang menggunakan kata-kata ini. Istilah-istilah yang beragama ini
tentukan dia punya sifat, punya mekanis. Berkaitan dengan
perbankanlah misalnya sistem yang dilakukan adalah sistem yang kalau
minjem sekian pulanginya sekian, pinjam seribu pulanginya seribu

seratus misalnya, dalam lingkungan masyarakat mungkin namanya
bukan riba lagi, tapi sifatnya didalamnya kan mengembalikan tidak
sebagaimana yang dipinjam, berlebih dia itu riba.

Kalau istilahnya bagi hasil yang tidak ditentukan diawal bagaimana?
Jawab: Babnya harus jelas juga, pengertian bagi hasil itu gimana. Akad itu ada
bermacam-macam, ada akad jual beli, ada akad sewa menyewa, ada
akad pinjam meminjam. Kalau jual beli babnya Insha Allah gak apa-apa.
Tapi kalau akadnya pinjam meminjam itu gak boleh lebih gak boleh
kurang.
Apakah seorang dai diperbolehkan mempromosikan diri?
Jawab: Dakwah itukan ibadah ya, ibadah itu harus ikhlas. Promosikan diri nanti
bisa mempengaruhi keikhlasan. Namun apabila menggunakan bahasa
promosi ya, saya cenderung menceritakan siapa gurunya, dengan siapa
dia menimba ilmu, kayak biografi pendidikan dari tahun sekian ke sekian
saya dulu ikut majelisnya ustad ini, nantikan dicek sama yang
mendengarkan. Menurut saya itulah maksud promosi, supaya orang
berhati-hati terhadap si ustad, artinya jelas ini keilmuannya dari siapa,
kalau gurunya ternyata dukun kan gak boleh diambil ilmunya.
Bagaimana dengan dai yang menyebarkan nomor kontaknya kepada jamaah agar
diundang jika mengadakan acara?
Jawab: Tidak dianjurkan itu. Wallahu a‟lam itu sama dengan minta jabata, itu
beda tipis dengan minta jabatan. Kita dilarang minta jabatan dalam
agama. Minta amanah itukan gak diperbolehkan, kita harus sadar posisi
kita, seorang sahabat nabi pernah minta kepada nabi supaya diberikan
sebuah tugas. Nabi menilai sahabat ini tidak cocok untuk disitu. Jadi
istilahnya jangan nyari susah begitu, orang-orang sekarangkan banyak
seperti itu. Supaya dipilih, supaya diundang, supaya dipanggil itukan
mempersulit diri sendiri sebetulnya.
Bagaimana menurut ustad jika seorang dai mempelajari teknik berbicara didepan
umum agar dapat manarik bagi jamaah?
Jawab: Kalau berguru supaya ketika dia nanti berceramah lebih berhati-hati
mungkin dalam hal ini saya setuju, misalnya sebelum kita diminta
ceramah kita datangi orang yang lebih berilmu dari kita, kita tanyakan
pada beliau ustad kira-kira untuk orang yang begini-begini misalnya
orang perbankan, orang mahasiswa, yang sekarang kondisinya lagi
begini-begini apa materi yang cocok saya sampaikan? Kemudian apa
yang perlu saya jaga supaya tidak saya sampaikan? Dan apa tinjauan
ustad tentang masalah sekarang yang begini-begini. Itukan bekal supaya
ketika kita tampil berceramah menyampaikan kajian supaya lebih
berhati-hati, kalau seperti itu saya setuju. Tapi kalau yang sifatnya fisik
pakaian apa yang cocok, penampilan yang bagaimana yang cocok,
intonasi seperti bagaimana bagusnya, supaya mata audien itu gak
kemana-mana itu gak penting menurut saya. Kalau bahasa blakblakannya ya seorang dai itu harus siap-siap sekali dipanggil besok-

besoknya gak dipanggil lagi, kita harus siap dengan itu. Karena
namanya juga orang awan belum tau betapa pentingnya masalah yang
disampaikan ini, dan itu sering dihadapi oleh para penceramah.

Bagaimana dengan perintah menggunakan jilbab, sebagaimana perintah langsung
mengenai jilbab tidak ada dalam Al Quran dan Hadist?
Jawab: Jilbab dalam bahasa Arab hijab artinya penutup, yang ditutupkan aurat,
aurat perempuan dan laki-laki kan sudah dijelaskan nabi. Kalau
dikatakan kata-kata langsung hijab seperti tadi rokok juga gak ada. Tapi
sifatnya, ketentuannya, kriterianya pakaian seorang wanita itu
bagaimana, sampai mana batas auratnya ada dijelaskan, yang boleh
kelihatan hanya wajah dan telapak tangan.

TRANSKRIP CERAMAH

Nama Ustad

: Ustad Muhammad Yunus Rangkuti

Kegiatan

: Kajian Rutin

Tema

: Masalah Tasyabbuh (Meniru)

Waktu

: 8 Januari 2016, 19.30 – Selesai

Lokasi

: Masjid Al Anshor Ring Road Pasar 3 Medan

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Membaca doa, Syahadat, Shalawat.
Sebagaimana yang kita ketahuai bersama bahwasanya Allah SWT telah
menyempurnakan agama ini. Firman Allah SWT “Al-yauma akmaltu lakum
diinakum wa atmamtu „alaikum ni‟matii waradhiitu lakumul islaamadiinan”,
yang artinya pada hari ini telah KU sempurnakan untukmu agamamu, dan telah
KU cukupkan nikmat KU atasmu dan AKU telah ridho Islam sebagai agamamu.
Diantara perkara yang telah Allah SWT sempurnakan didalam agama ini yaitu
yang berkaitan dengan perintah dan larangan. Semua hal-hal yang berkaitan
dengan perintah dan larangan telah Allah SWT sebutkan dan telah dijelaskan oleh
Rasulullah SAW. Satu hal yang harus kita ingat, Allah SWT memiliki salah satu
namanya adalah Hakim, yang artinya Maha Bijaksana, segala ketetapan Allah
SWT baik perintah maupun larangan pasti ada hikmahnya, dibalik perintah itu ada
manfaat dan dibalik larangan itu ada kerusakan, baik kerusakan lahiriah maupun
kerusakan yang lebih parah yaitu kerusakan hati atau batin. Salah satu aturan
ataupun ketetapan yang sudah dijelaskan oleh Allah dan Rasul bagi seorang
muslim adalah masalah pergaulan atau berkaitan dengan aspek sosial.
Islam telah mengatur segala urusan manusia bahkan sampai dengan perkara yang
dianggap oleh orang mungkin perkara yang sepele, yaitu masalah buang air baik
buang air kecil maupun buang air besar. Allah SWT dan Rasulullah SAW dalam
syariatnya telah menjelaskan kepada kita secara gamblang bagaimana adab,
bagaimana cara, bagaimana seharusnya seseorang itu ketika buang hajat. Kalau
sampai dengan urusan sepele itu saja diatur Allah SWT karena ada hikmahnya
maka tentunya perkara-perkara lebih besar lagi daripada itu juga telah diatur oleh
Allah SWT demi kebaikan manusia baik didunia maupun diakhirat.
Diantara perkara yang diatur oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW itu adalah
perkara sosial seperti yang kita katakan tadi atau perkara kehidupan muamalah
atau sosial ini ada yang dihalalkan ada yang diharamkan. Salah satu bencana
yang telah begitu menguasai kaum muslimin adalah bencana tasyabbuh yaitu
bencana meniru, tasyabbuh bil kuffar meniru orang-orang kafir. Maka dalam

kesempatan ini dengan melihat kepada tulisan-tulisan para ulama dimana mereka
memberi penjelasan yang begitu penting terkait dengan masalah tasyabbuh ini
kepada kaum muslimin, mereka tidak menafikan permasalahan ini tidak
memandang remeh masalah ini bahkan menganggapnya salah satu permasalahan
yang bisa dikatakan berkaitan dengan pola beragama atau manhaj metode
beragama. Pada kesempatan ini dalam rangka untuk melakukan amar makruf nahi
mungkar dan juga melakukan nasihat sebagaimana sabda nabi SAW, maka
mudah-mudahan materi kita yang berkaitan dengan tasyabbuh itu menjadi ilmu
tambahan bagi kita yang bisa menjadi sarana kita untuk mendakwahkannya
kepada kaum muslimin lainnya agar mereka menjauhi sikap tasyabbuh bil kuffar.
Sesungguhnya tasyabbuh bil kuffar ini dampaknya/ efeknya luar biasa jahatnya,
luar biasa buruknya, pada kesempatan ini ada beberapa poin nanti Insya Allah
yang akan kita ketengahkan berkaitan dengan tasyabbuh. Pembahasan kita ini kita
rujuk kepada ceramah yang dituangkan dalam tulisan yang disampaikan oleh Dr.
Syeikh Nasir Al Nasar. Beliau adalah seorang mualim, seorang ahli ilmu yang
Alhamdulillah Allah SWT senantiasa menjaganya, beliau sekarang masih aktif
mengajar di Arab Saudi masalah akidah dan spesialisasinya tentang kelompokkelompok. Judul ceramahnya adalah neraca atau timbangan pedoman untuk
mengetahui bagaimana seseorang itu telah dianggap sebagai orang yang telah
tasyabbuh dengan orang-orang kufar. Sekali lagi ini adalah masalah penting yang
tidak diabaikan oleh para ulama kita. Jika mereka tidak mengabaikan terlebih kita
patut untuk lebih memperhatikannya, Wallahu a‟alam bish-shawab.
Dengan memohon pertolongan kepada Allah SWT maka kita masuki pada poin
demi poin yang berkaitan dengan masalah ini yang pertama berkaitan definisi atau
pengertian tasyabbuh yaitu meniru, menyerupai orang-orang kafir. Beliau
mengatakan tasbi itu artinya secara bahasa adalah menyerupai, jadi kalau ada
kata-kata mutasyabi‟a itu artinya saling menyerupai, dalam sebuah ungkapan
disebutkan dalam bahasa Arab ashba‟a fulan fulanan sifulan meniru atau
menyerupai sifulan yang lain, itu secara bahasa.
Jadi tasyabbuh itu ada dua, tasyabbuh yang baik dan tasyabbuh yang buruk ini
berdasarkan hadits nabi SAW “man tasyabbuh minqaumin qahuu minum” barang
siapa yang menyerupai atau meniru satu kaum maka dia bagian dari mereka,
hadits ini tidak mutlak ditafsirkan dengan penafsiran yang jelek, barang siapa
yang meniru orang lain berarti dia buruk, tidak ya, tetapi hadits ini sifatnya masih
umum untuk kepada siapa yang ditiru kalau yang ditiru orang-orang shaleh dari
kalangan kaum muslimin, ahli ibadah, orang-orang yang memiliki keutamaan
maka itu terpuji karena itu dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan
tasyabbuh yang kita bahas sekarang adalah tasyabbuh yang tercela yang dilarang
yaitu tasyabbuh bil kufar.
Nah larangan tentang meniru orang-orang kafir didalam Al Quran maupun
Sunnah pengertiannya pengertian tasyabbuh secara syar‟i yang ada larangannya
dalam Al Quran maupun Sunnah yaitu meniru, menyerupai, menyamai orangorang kafir dengan berbagai macam keadaan mereka. Pertama meniru mereka
dalam masalah akidah, Insya Allah nanti akan dibahas apa saja contohnya. Yang
kedua meniru dalam masalah ibadah, yang ketiga meniru dalam masalah

kebiasaan, yang keempat meniru perilaku, pergaulan yang merupakan kekhususan
atau ciri khas orang-orang kafir. Termasuk tasyabbuh yang dilarang dalam Al
Quran dan Sunnah adalah tasyabbuh dengan orang-orang yang tidak baik
meskipun mereka ini termasuk kaum muslimin, contohnya adalah orang-orang
fasik orang-orang yang terus menerus melakukan perbuatan keji, perkara-perkara
yang dilarang syaiah. Juga termasuk tasyabbuh terhadap orang-orang bodoh,
termasuk juga tasyabbuh terhadap orang-orang yang dianggap badui, yang agama
mereka itu belum dianggap sempurna sebagaimana yang akan dijelaskan lebih
lanjut. Jadi dalam definisi ini syeikh menyebutkan beberapa unsur yang termasuk
dalam tasyabbuh yang dilarang terhadap orang-orang kafir, yang pertama masalah
akidah, kedua masalah ibadah, ketiga masalah kebiasaan, keempat masalah
perilaku yang merupakan kekhususan mereka termasuk tasyabbuhnya yang
dilarang bukan hanya kepada orang-orang kafir tapi tasyabbuh atau meniru orangorang yang bodoh meskipun yang ditiru itu orang muslim, misalnya orang-orang
fasik, demikian secara global dapat kami katakan, selama tidak termasuk
kekhususan orang-orang kafir, selama tidak termasuk ciri khas orang kafir tidak
termasuk kebiasaan mereka tidak termasuk dalam ibadah-ibadah mereka dan
selama tidak bertentangan dengan dalil atau kaidah-kaidah syar‟i dan tidak
menimbulkan kerusakan maka itu tidak termasuk tasyabbuh. Sekali lagi kita
sebutkan secara umum dapat dikatakan menurut beliau tidak termasuk tasyabbuh
kalau perkara itu bukan kekhususan orang kafir, bukan kebiasan orang kafir,
bukan termasuk ibadah orang kafir, bukan perkara yang menyelisihi agama dan
tidak menimbulkan kerusakan itu tidak termasuk dalam makna tasyabbuh kata
beliau wallahu a‟lam bish-shawab.
Kemudian beliau menyebutkan kenapa tasyabbuh terhadap orang kafir itu
dilarang. Dalam agama kita wallahu a‟lam bish-shawab perintah dan larangan itu
ada dua sifat, yang pertama disebut mu‟alalah, yang kedua ghairu mu‟alalah.
Mu‟alalah itu maksudnya sebab alasan disyariatkannya sesuatu itu disebutkan atau
diketahui ada keterangannya baik dari dalil maupun dari penelitian, yang kedua
ghairu mu‟alalah tidak disebutkan alasanya yang dituntut adalah menerima,
mengimani dan mangamalkan, contohnya shalat, kenapa shalat kenapa disuruh
shalat tidak ada keterangan dalil alasan yang menyebutkan kita disuruh shalat
karena begini-begini kalau ada yang mengatakan supaya sehat supaya ini itu gak
ada dalilnya itu hanya omongan dari manusia saja tidak bisa dijadikan acuan, ada
ibadah-ibadah yang bisa diketahui sebabnya.
Nah tasyabbuh orang kafir ini larangannya sebabnya diketahui, kata beliau
pertama kita harus memahami sebuah kaidah sebelum masuk kepada sebab-sebab
larangan tasyabbuh kepada kaum kufar. Pertama kata beliau diantara sebabnya
tasyabbuh kepada orang kafir itu dilarang, amal tingkah laku perbuatan orangorang kafir itu landasannya adalah kesesatan dan kerusakan, kenapa demikian.
Coba lihat firman Allah SWT dalam surat Al Fatihah yang terakhir “Siratal lazina
an'amta'alaihim ghairil maghdubi 'alaihim waladdhalin ”, kita memohon kepada
Allah SWT agar diberikan jalan yang lurus, jalan siapa itu? Jalan orang-orang
yang terdahulu bukan jalan orang-orang yang dimurkai, siapa ini? orang-orang
Yahudi dan bukan juga jalan orang yang sesat, siapa ini? kaum Nasrani. Nah
yang jadi kerusakan atau kesesatan mereka apa? mereka berani mengobrak-abrik,

mereka berani mengutak-atik kitab suci mereka, kaum Yahudi dan Nasrani itu
berani mengutak-atik kitab suci mereka Taurat dan Injil. Kalau kitab suci saja
sudah berani mereka utak-atik apalagi yang menjadi landasan amal mereka?
Sudah tidak murni lagi, sudah tidak bersih lagi kitab suci mereka buat lantas apa
landasan mereka untuk beramal kalau bukan kerusakan wallahu a‟alam bishshawab. Alasan utama kata beliau perbuatan tingkah laku orang kafir itu dasarnya
adalah kerusakan dan kesesatan, ini landasan amal perbuatan orang-orang kafir.
Baik kerusakannya itu nampak maupun kerusakannya itu tersembunyi, semua
amal orang kafir landasanya itu kesesatan, penyimpangan, kerusakan dalam
seluruh masalah mereka, masalah akidah mereka, masalah kebiasaan mereka,
masalah ibadah mereka, masalah hari-hari besar mereka dan juga dalam masalah
perilaku mereka kalaupun diantara mereka itu ada didapati perkara-perkara yang
baik sedikit saja maka orang yang mengamalkanya itu tidak mendapatkan pahala
sama sekali, ini satu perkara ini satu sebab dan sebab ini kita bisa mengambil
kesimpulan: kalaulah amal orang-orang kafir itu landasannya adalah berdasarkan
kesesatan dan kerusakan maka kaum muslimin muslimat yang meniru orangorang kafir akan jatuh pada perbuatan ini amal mereka nanti akan sesat, amal
mereka akan rusak dan lain sebagainya.
Yang kedua kata beliau, biasanya dan paling banyak terjadi meniru itu akan
menimbulkan perlakuan yang sama, bersikap yang sama diantara yang meniru dan
ditiru jadi sama sikapnya, jadi orang yang mengikut biasanya perbuatannya diikut,
ucapannya diikut lihatlah pada orang-orang yang tasyabbuh pada orang-orang
kufar. Benar kata nabi SAW sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan,
kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sedepah demi sedepah sehasta
demi sehasta, ini maksudnya adalah awalnya sedikit-sedikit sejengkal demi
sejengkal setepa demi setepa sehasta demi sehasta, awalnya sedikit dianggap
remeh tidak masalah seperti yang kebanyakan sekarang terjadi apalah itu hanya
ucapan hanya begini-begini dan seterusnya, masalah ucapan contohnya sedikit
demi sedikit digrogoti ikut ikut ikut sampai kalau yang diikuti itu mau masuk
kelubang dho, dho itu kadal gurun bukan biawak, kalian pasti ikut maksa masuk,
maksudnya apa saking susahnya itu dilakukan karena sudah begitu terpengaruh,
sudah begitu lengket hatinya untuk ikut yang susah itu pun dikerjakan, buang
waktu, buang tenaga, buang uang. Contoh tahun baru kemarin, habis uang beli dar
der dor itu mengundang sumpah serapah masyarakat, dia dimeriahkan dengan
sumpah serapah masyarakat, dia tidak tahu mungkin diantara masyarakat ada yang
mendoakan dengan doa-doa yang buruk, nah sampai tidak punya uang pun
berhutang untuk beli itu karena toleransi, karena pergaulan dan sebagainya, buang
tenaga semalam suntuk gak tidur, mau shalat subuh baru tidur. Betul kata nabi
SAW sampai yang susah-susah pun buang tenang, buang uang ikut wallahu a‟lam
bish-shawab. Meniru orang lain biasanya itu terpengaruh dan ikut ucapan dan
perbuatan orang yang diikutinya, anak-anak muda sekarang coba pakaiannya yang
diatas dikancing satu bawahnya buka dan sebaginya, model rambut kosak
modelnya sekarang, rambut kosak sebagian dicukur sebagian tidak, disini dibikin
ukiran apa. Itu tasyabbuh mana ada dijaman Rasulullah SAW para sahabat orangorang yang baik ini rambutnya diutak-atik, gak ada, kalau dipangkas pangkas
semua jangan ditinggal sebelah kita gak tahu bagaimana model rambut nanti.
Maka para ulama tidak tinggal diam, gawat ini. Meniru secara zohir nanti

sebagaimana disebutkan itu imbasnya akan ke batin. Awalnya secara zohir dia,
contoh anak kecil; pakaikan dia pakaian biasa trus pakaikan pakaian polisi atau
dokter lain rasanya, ada dalam perasaannya yang lain dengan pakaian yang
pakaian biasa yang dia pakai. Mungkin sikapnya akan lebih gagah kalau pakai
pakaian tentara atau polisi itu contoh anak kecil saja begitu apalagi orang-orang
lainnya wallahu a‟lam bish-shawab. Jadi kata beliau alasannya landasannya
orang-orang kafir itu kesesatan dan penyimpangan, yang kedua tasyabbuh itu
biasanya menyebabkan persamaan antara yang ikut dan yang diikuti baik ucapan
maupun perbuatan, kaum muslim gak boleh latah mereka harus punya pendirian
inilah ciri ahlul sunnah wal jamaah akan muncul dalam umatku satu golongan
yang tegak diatas kebenaran gak peduli orang lain mau membenci mereka, kaum
muslimin itu harus punya sikap bukan membeo maka betul apa kata nabi SAW
dalam hadist tadi, kalau kamu lihat orang-orang sebelum kamu itu masuk kedalam
lubah dhot kamu paksa masuk juga, kemudian sambungan hadits tadi yang
terputus, kemudian nabi SAW ditanya apakah itu orang-orang romawi dan persia
ya Rasulullah? kata nabi SAW kalau bukan mereka sapa lagi, didalam riwayat
yang lain ahlul kitab.
Yang ketiga, tasyyabuh dengan orang-orang kafir biasanya, umumnya
menyebabkan orang Islam itu meremehkan Sunnah, merememehkan petunjuk
Rasulullah SAW, minder jadi anggap remeh, jadi terasa asing, betul kata nabi
SAW Islam itu diawal munculnya dianggap aneh dan akan dianggap aneh nanti
sebagaimana awal kemunculannya. Lihatlah kalau anak muda sekarang
umpamanya pakaiannya tidak ketat-ketat dicibir, sampai anak kecil. Ada seorang
teman kita, punya anak laki-laki celananya besar gak ketat, kawannya rata-rata
celananya ketat dibilang kepada anaknya tadi celanamu kok besar kali padahal
Sunnah Rasulullah SAW itu pakaian itu tidak boleh ketat itu salah satunya, asing.
Lihatlah pemuda-pemudi misalnya tidak ngumpul-ngumpul, tidak campur baur
ketawa-ketawa, becanda-becanda yang lain tidak berbuat seperti, yang berbuat
seperti itu dibilang ketinggalan jaman padahal itu mengamalkan Sunnah
Rasulullah SAW mengamalkan syariat. Jadi orang yang meniru orang kufar bisabisa jatuh pada meremehkan syariat Islam.
Yang keempat kata beliau, meniru melahirkan sikap suka, sayang dan loyal. Ini
fakta, misalnya ketiaka ada seorang muslim menasihati saudaranya tentang orang
yang dia tiru, contohnya dia meniru para artis dalam kehidupannya glamor,
shalatnya entah gimana, makan minumnya kadang-kadang tidak bisa
membedakan mana halal mana haram dikasi tahu seperti itu kepada fansnya apa
dia bilang, dibaiat, kenapa? karena sudah sampai pada tahapan meniru itu.
Sebagaimana halnya ketika seorang muslim meniru orang-orang shaleh, meniru
ulama, meniru orang-orang bertakwa, meniru orang-orang yang baik ibadahnya
ketika orang-orang yang ditiru ini dicela, dihina, direndahkan bagaimana
perasaannya? tidak terima, dia akan bela itu, maka disinilah kalau yang ditirunya
orang-orang saleh kemudian orang-orang saleh ini dicela, dicerca dan sebagainya
ini akan dibela oleh orang yang menirunya, begitu juga kalau yang ditirunya
orang-orang kafir, orang-orang fasik yang menirunya akan membelanya kalau
dicela, ini fakta tidak bisa dibantah wallahu a‟lam bish-shawab.

Inilah beberapa perkara atau sebab yang sebutkan oleh Syeikh tentang sebab
mengapa tasyabbuh itu dilarang, tasyabbuh terhadap orang-orang kafir itu
dilarang dan yang boleh tasyabbuh terhadap orang-orang yang shaleh. Berikutnya
beliau menyebutkan beberapa kaidah, dengan kaidah ini bisa diketahui timbangan
tentang tasyabbuh, ingat Ahlul Sunnah Wal Jamaah adalah Ahlul Wasab, Ahlul
Sunnah Wal Jamaah adalah orang-orang yang sikapnya pertengahan. Bisa
pertengahan itu karena dalil atau kaidah yang disebutkan dalam dalil, tidak
berlandaskan dalil tidak berlandaskan kaidah maka akan berada disalah satu
posisi, kalau tidak ekstrim atau kafir/ meremehkan tidak memperdulikan
menganggap sepele. Jadi kalau kita tidak tahu kaidah tasyabbuh bisa-bisa terjatuh
dalam dua sikap yang bertolak belakang yang sama-sama buruk. Pertama kita
bisa terjatuh dalam pemahaman ini tasyabbuh padahal bukan tasyabbuh, bisa-bisa
jatuh dalam pemahaman ini bukan tasyabbuh padahal tasyabbuh. Pentingnya
belajar manhaj pentingnya belajar kaidah beragama seperti ini agar kita tidak
terjatuh dalam dua kubangan yang sama-sama jelek, berlebihan/ ekstrem yang
kedua menganggap remeh, ahli sunnah pertengahan.
Yang pertama kata beliau berkaitan dengan kaidah-kaidah yang dengan kaidah ini
kita bisa mengukur ini termasuk tasyabbuh kepada orang-orang kafir atau bukan,
kaidah yang pertama Rasulullah SAW telah mengabarkan dengan pengabaran
yang benar karena beliau berbicara tidak berdasarkan hawa nafsu beliau berbicara
berdasarkan wahyu dia tidak berbicara menurut keinginannya menurut hawa
nafsunya tetapi berdasarkan wahyu dan ini termasuk tanda-tanda kenabian, Nabi
SAW ketika masih hidup mengabarkan yang akan terjadi dan itu terjadi, Nabi
SAW ketika masih hidup membawa berita dan itu pasti benar dan kita dituntut
untuk membenarkan itu karena konsekuensi dari syahadat, beliau mengabarkan
umat ini pasti bukan seluruhnya, sebagian besar mereka ada yang mengikuti
kebiasaan umat-umat sebelum mereka hadits yang menyebutkan bahwa umat ini
akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelumnya haditsnya shahih bukan hadits
yang lemah bukan hadits yang palsu, haditsnya banyak disebutkan dalam kitabkitab shahih. Nabi SAW bersabda kalian pasti benar-benar akan mengikuti
kebiasaan umat-umat sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta awalnya ringan lama-lama jadi besar, dari mulai dari perkara-perkara yang
dianggap remeh sampai dengan menyangkut masalah akidah, sampai menyangkut
masalah yang fatal dan hadits-hadits lainnya yang menegaskan bahwasannya
kelompok-kelompok dari umat ini akan terjatuh dalam sikap mengikuti orangorang kafir, kecuali satu siapa mereka ? kelompok atau umat yang mengikuti
petunjuk nabi dan para sahabat beliau, jadi hadits nabi SAW yang menyebutkan
bahwa kaum Yahudi terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, umatku
akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya celaka kecuali
satu, ketika ditanya siapa ya Rasulullah yang selamat dari celaka itu? Orang yang
mengikut aku dan para sahabat. Maka berdasarkan hadits itu memberikan isyarat
kepada kita diantara kaum muslimin kelompok-kelompok itu ada yang binasanya
karena meniru atau mencontoh atau mengikuti orang kafir. Jadi sebenarnya
meniru orang-orang kafir yang kita sebutkan tadi akidahnya, ibadahnya dan
sebagainya gak akan membawa kebaikan, kebiasaan-kebiasaan, perilaku-perilaku
yang disebutkan nabi SAW yang disebutkan disini kata para ulama mencakup
masalah akidah, masalah ibadah, masalah