Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang Bawah Di Departemen Bedah Mulut Rsgmp Fkg Usu Pada Tahun 2014 Dan 2015 Chapter III VI

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei yang
bertujuan untuk menggambarkan prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang
bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU jalan
Alumni no.2 USU, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 1 Februari 2016 – 18 Februari 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami dry socket pada
rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada
tahun 2014 dan 2015.


3.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total
sampling, diamana sampel merupakan keseluruhan dari populasi. Besar sampel
sebanyak 61 kasus dry socket.

Universitas Sumatera Utara

3.4 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 1. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Penelitian

Definisi Operasional

Dry Socket

Komplikasi setelah pencabutan gigi,
karena tidak terbentuknya bekuan darah
normal


sehingga

menyebabkan

terbukanya tulang alveolar.
Rahang atas

Tulang rahang bagian atas dan tidak
dapat digerakkan.

Rahang bawah

Tulang rahang bagian bawah dan
dapat digerakkan.

3.5 Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara mencatat data sekunder rekam medis pasien
yang mengalami dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah
Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015.


3.6 Pengolahan dan Analisis data
3.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dari hasil penelitian dilakukan secara komputerisasi.

3.6.2 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan cara menghitung persentase hasil pencatatan data
sekunder rekam medis dari pasien yang mengalami dry socket pada rahang atas dan
rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan
2015.

Universitas Sumatera Utara

3.7 Ethical Clearance
Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh Komisi Etik
Penelitian untuk penelitian yang melibatkan mahluk hidup (manusia, hewan,
tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah
memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komisi
Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi Dry Socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU
Pada Tahun 2014 dan 2015
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data sekunder rekam medis
pasien pada tahun 2014 dan 2015. Dalam penelitian ini diambil berupa prevalensi dry
socket pada rahang atas dan rahang bawah. Dari data sekunder tersebut diperoleh :
1. Pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 pasien yang
mengalami dry socket.
2. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 pasien yang
mengalami dry socket.
Sesuai data diatas, pasien dry socket yang datang ke Departemen Bedah Mulut
RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 yang dapat diambil datanya adalah
sebanyak 61 orang dengan data yang lengkap.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus
pencabutan gigi dengan 33 pasien yang mengalami dry socket yang setara dengan
persentase sebesar 0,9%. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus
pencabutan gigi dengan 28 pasien yang mengalami dry socket yang setara dengan

pesentase sebesar 0,7%.

Tabel 2. Prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada
Tahun 2014 dan 2015
Jumlah

Jumlah kasus dry

Persentase dry

Pencabutan gigi

socket

socket

2014

3.417


33

0,9%

2015

3.778

28

0,7%

Tahun

Universitas Sumatera Utara

1.00%
0.90%
0.80%
0.70%

0.60%
0.50%
0.40%
0.30%
0.20%
0.10%
0.00%

0,9%
0,7%

2014

2015

Diagram 1. Prevalensi dry socket di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU
Pada tahun 2014 dan 2015

4.2 Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang di Departemen
Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2014 dan 2015

Berdasarkan rekam medis pada tahun 2014 terdapat 33 kasus dry socket, dengan
uraian 15 kasus dry socket terjadi pada rahang atas dengan persentase sebesar 45,5%
dan 18 kasus dry socket terjadi pada rahang bawah dengan persentase sebesar 54,5%.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kasus dry socket lebih sering terjadi
pada rahang bawah.

Tabel 3. Prevalensi Dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen
Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014
Jumlah

Persentase

Rahang Atas

15

45,5%

Rahang Bawah


18

54,5%

Total

33

100%

Universitas Sumatera Utara

Rahang
Bawah
54,5%

Rahang
Atas
45,5%


Diagram 2. Prevalensi Dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen
Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014

Berdasarkan rekam medis pada tahun 2015 terdapat 28 kasus dry socket, dengan
uraian 10 kasus dry socket terjadi pada rahang atas dengan persentase sebesar 35,7%
dan 18 kasus dry socket terjadi pada rahang bawah dengan persentase sebesar 64,3%.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa kasus dry socket lebih sering terjadi
pada rahang bawah.

Tabel 4. Prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen
Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2015
Jumlah

Persentase

Rahang Atas

10

35,7%


Rahang Bawah

18

64,3%

Total

28

100%

Universitas Sumatera Utara

Rahang
Atas
35,7%
Rahang
Bawah
64,3%

Diagram 3. Prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen
Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2015

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di
Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015, diperoleh
sebanyak 61 kasus dry socket. Pada tabel 2 bab 4 pada tahun 2014 terdapat 3.417
kasus pencabutan gigi dengan 33 kasus dry socket yang setara dengan persentase
sebesar 0.9%. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 kasus
dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0,7%. Dari tahun 2014 ke tahun
2015 terjadi penurunan prevalensi dry socket dari persentase sebesar 0,9% menjadi
0,7%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barbatunde O dkk, dari rekam
medis pada Januari 2010 sampai Desember 2013, terdapat perbedaan prevalensi dry
socket disetiap tahunnya, pada tahun 2010 prevalensi dry socket sebesar 2,4%, pada
tahun 2011 prevalensi dry socket sebesar 1,1% dan pada tahun 2012 prevalensi dry
socket sebesar 0,6%. Ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa terjadi
penurunan prevalensi dry socket, tetapi terdapat perbedaan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Barbatunde O dkk pada tahun 2012 ke tahun 2013 yang mengalami
kenaikan prevalensi dari 0,6% menjadi 1%.5 Ini tidak sesuai dengan penelitian yang
telah dilakukan, dimana berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa
prevalensi dry socket mengalami penurunan. Ini disebabkan, pertama, berbedanya
cara anamnesis, ketika melakukan anamnesis operator harus menanyakan apakah
pasien seorang perokok, apabila pasien wanita ditanyakan apakah pasien sedang
mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, ada kemungkinan operator tidak menanyakan
hal tersebut. Kedua, berbedanya keahlian dari setiap operator. Ketiga, berbedanya
penanganan preoperatif dan postoperatif, dimana pembilasan dengan menggunakan
chlorhexidin 0,12% sebelum dan setelah pencabutan gigi dapat mengurangi resiko
dry socket, menurut beberapa penelitian terdahulu pemberian antibiotik setelah
pencabutan gigi juga dapat mengurangi resiko terjadinya dry socket. Keempat, kurang

Universitas Sumatera Utara

patuhnya pasien dalam melaksanakan instruksi setelah pencabutan gigi, seperti
jangan terlalu keras ketika berkumur, jangan menghisap dan menggerakkan lidah ke
daerah bekas pencabutan gigi dikarenakan dapat merusak bekuan darah yang telah
terbentuk, hindari merokok, hindari menyikat gigi pada daerah bekas pencabutan gigi.
Terakhir, berbedanya jumlah kasus teknik pencabutan gigi (bedah dan tanpa bedah),
dimana pencabutan dengan teknik bedah lebih beresiko menimbulkan dry socket
karena dapat menimbulkan trauma yang lebih besar. 21
Pada tabel 3 dan tabel 4 bab 4 hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu,
prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah
Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 diperoleh hasil pada tahun 2014
prevalensi pada rahang atas sebesar 45,5% dan pada rahang bawah sebesar 54,5%.
Pada tahun 2015 hasil prevalensi pada rahang atas sebesar 35,7% dan pada rahang
bawah sebesar 64,3%. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa prevalensi
dry socket terbesar terdapat pada rahang bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Khitab U dkk yang dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien pada klinik
pribadi di Mardan dari Januari 2008 sampai Maret 2011, pada penelitian tersebut
didapat bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah
dengan persentase sebesar 73,3%.3
Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Uphadaya C dkk,
berdasarkan rekam medis dari Januari 2007 sampai Desember 2008, pada penelitian
tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang
bawah dengan persentase sebesar 60,22%.7
Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Momeni H dkk, berdasarkan
rekam medis dari bulan Mei sampai Juni 2010, pada penelitian tersebut didapat juga
bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan
persentase sebesar 0,07%.
Hal ini dikarenakan kepadatan tulang pada rahang bawah relatif tinggi,
kurangnya vaskularisasi pada rahang bawah dan adanya penurunan kapasitas
produksi jaringan granulasi pada rahang bawah.8 Soket pada rahang bawah lebih
sering terisi oleh debris makanan dibandingkan dengan rahang atas, mikroorganisme

Universitas Sumatera Utara

pada pasien yang memiliki oral hygiene buruk dapat berperan menyebabkan infeksi
pada luka bekas pencabutan gigi.5 Trauma bedah yang cukup besar ketika pencabutan
gigi molar ketiga menyebabkan tulang alveolar melepaskan sel-sel yang dapat
mengubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan darah
sehingga soket kering, pada saat yang bersamaan terjadi pelepasan kinin sehingga
menimbulkan rasa sakit pada soket.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dry socket adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi setelah pencabutan
gigi, baik pencabutan secara sederhana maupun pencabutan yang dilakukan dengan
cara pembedahan. Dry socket biasanya terjadi 2-3 hari setelah pencabutan yang
ditandai dengan rasa nyeri yang hebat pada soket bekas pencabutan gigi dan biasanya
menyebar sampai ke telinga. Dari penelitian yang dilakukan di Departemen Bedah
Mulut RSGMP FKG USU didapat bahwa prevalensi dry socket pada tahun 2014
sebesar 0,9% dari 3.417 kasus pencabutan gigi dan pada tahun 2015 sebesar 0,7%
dari 3.778 kasus pencabutan gigi. Dari penelitian ini juga didapatkan prevalensi dry
socket pada rahang atas dan rahang bawah yaitu, pada tahun 2014 prevalensi dry
socket pada rahang atas sebesar 45,5% dan pada rahang bawah sebesar 54,5%.
Sedangkan pada tahun 2015 prevalensi dry socket pada rahang atas sebesar 35,7%
dan pada rahang bawah sebesar 64,3%. Dari penelitian ini didapat kesimpulan bahwa
prevelensi terbesar terdapat pada rahang bawah.

6.2 Saran
1. Diharapkan penelitian dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
di kedokteran gigi dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat prevalensi
dry socket berdasarkan faktor resiko lainnya.
2. Berdasarkan hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan
rahang bawah pada tahun 2014 dan 2015 sudah mengalami penurunan, namun sangat
diharapkan prevalensi tersebut dapat ditekan menjadi lebih kecil lagi.

Universitas Sumatera Utara