BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian - Prevalensi Odontektomi Molar Tiga Rahang Bawah Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Usia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

  Definisi odontektomi menurut Archer (1975) yaitu pengeluaran satu atau beberapa gigi secara bedah dengan cara membuka flap mukoperiostal, kemudian dilakukan pengambilan tulang yang menghalangi dengan tatah atau bur, menurut

3 Pederson (1996).

  Odontektomi adalah pengeluaran gigi yang dalam keadaan tidak dapat bertumbuh atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan cara pencabutan tang biasa melainkan diawali dengan pembuatan flap mukoperiostal, diikuti dengan pengambilan tulang undercut yang meghalangi pengeluaran gigi tersebut, sehingga diperlukan persiapan yang baik dan rencana operasi yang tepat dan benar dalam melakukan tindakan bedah pengangkatan molar bawah yang terpendam, untuk menghindari terjadinya

  4 komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan.

2.2 Etiologi Gigi Terpendam

  Pada umumnya gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai dengan lengkung rahang. Tetapi pada saat gigi susu tanggal tidak terjadi celah antar gigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan salah satu penyebab

  6 terjadinya gigi terpendam.

  Gigi terpendam biasanya diartikan untuk gigi yang erupsinya oleh sesuatu sebab terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai

  7 oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi.

  Hambatan halangan ini biasanya berupa :

  7 9.

a. Hambatan dari sekitar gigi

  Dapat terjadi oleh karena :

  1. Tulang yang tebal serta padat 1.

  2. Tempat untuk gigi tersebut kurang 2.

  3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut 3.

  4. Adanya gigi desidui yang persistensi 4.

  5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat 5.

  6. Letak benih abnormal: 6.

  • Horizontal •
  • Vertikal •
  • Kaudal •
  • Distal dan lain-lain •

  1. Daya erupsi gigi tersebut kurang 7.

  7 a.

b. Hambatan dari gigi itu sendiri

  1. Letak benih abnormal

  • Horizontal •
  • Vertikal •
  • Kaudal •
  • 2. Daya erupsi gigi yang kurang

  7

2.2.1 Etiologi Gigi Terpendam Menurut Berger

  Etiologi gigi terpendam menurut Berger terbagi atas kausa lokal dan kausa umum, sebagai berikut:

  7 A. Kausa Lokal 1.

  1. Posisi gigi yang abnormal 2.

  2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga 3.

  3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut 4.

  4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut 5.

  5. Gigi desidui persistensi ( tidak mau tanggal ) 6.

  6. Pencabutan gigi yang prematur 7.

  7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi

  8.

  8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena inflamasi atau abses yang ditimbulkannya

  9.

  9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak

  7 B. Kausa Umum 1.

  1. Kausa prenatal

a. Keturunan a.

  b.

  b.

  2.4 Pertumbuhan Molar Ketiga Pada Rahang

  8

  paling akhir erupsi dalam rongga mulut, yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar tiga lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena sering kali tidak tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Beberapa penelitian menemukan prevalensi gigi molar tiga terpendam yang cukup tinggi, dan gigi terpendam juga sering menimbulkan masalah bagi penderitanya, yaitu terjadinya kualitas hidup.

  8 Gigi molar tiga adalah gigi yang

  Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Merupakan potensial yang terus menerus dapat menimbulkan keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi bahkan kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis.

  2.3 Gigi Yang Paling Sering Mengalami Terpendam

  Celah-celah langit

  e.

  Akondroplasia e.

  d.

  Progeria d.

  c.

  Oksisefali c.

  b.

  3. Kelainan Pertumbuhan a.

   b.

  Malnutrisi 1.

  f.

  Gangguan kelenjar endokrin f.

  e.

  T.B.C e.

  d.

  Siphilis kongenital d.

  c.

  Anemi c.

  b.

  Riketsia b.

  a.

  2. Kausa postnatal Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada anak-anak seperti: a.

  Miscegenation 1.

  Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun dan erupsi penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukan akar sempurna terjadi pada usia 22 tahun. Dengan keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses erupsi aktif gigi tetap. Puncak tonjol mesial dan distal dari gigi ketiga bawah dapat di identifikasi pada usia kurang dari 8 tahun. Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi anatara usia 15 sampai 21

  9 tahun atau lebih dan akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun.

  Molar ketiga bawah klasik mempunyai bentuk mahkota yang sangat mirip dengan kedua bawah, dengan 4 kuspis dan morfologi molar bawah yang khas seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi dengan lebih banyak fisura tambahan yang berjalan dari fossa sentral. Seperti pada gigi geraham bungsu atas,

  10 bentuk dasarnya menjadi sasaran banyak variasi.

  Bila dilihat dari permukaan oklusal, kecembungan permukaan bukal yang jelas mudah dibedakan dari permukaan lingual yang lebih datar. Bagian oklusal berbentuk bujur atau empat persegi, tetapi sudutnya cenderung lebih membulat sampai tingkat beberapa molar ketiga bawah mempunyai bagan oklusal hampir

  10 bundar. Lebar bukolingual gigi ini terkecil pada ujung distal.

  Pada dasarnya dua akar, satu mesial dan satu distal, mirip dengan molar bawah lain, kecuali bahwa ia lebih pendek dan tidak berkembang baik atau bisa cenderung saling berfusi menjadi satu massa kerucut dalam beberapa kasus. Lengkungan akar selalu ke distal, dan biasanya lebih besar daripada molar kedua bawah. Dengan cara yang sama, lengkungan akar molar kedua bawah distal lebih

  10 jelas daripada molar pertama bawah.

  

9

Kronologi Pertumbuhan Gigi Molar Ketiga: a.

a. Tahap insisi, terjadi pada umur 3.5 – 4 tahun. Tahap insisi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi dari jaringan epitel mulut.

  b.

  b. Kalsifikasi dimulai, pada umur 8-10 tahun c.

  c. Pembentukan mahkota, pada umur 12-16 tahun d.

  d. Tahap erupsi, pada umur 17-21 tahun e.

  e. Pembentukan akar selesai, terjadi pada umur 18-25 tahun.

2.5 Indikasi Dan Kontra Indikasi Odontektomi

  Indikasi dan kontraindikasi dilakukan tindakan odontektomi gigi impaksi yaitu:

  7 A. Indikasi :

  1. Menimbulkan gejala neuralgia disebabkan tekanan gigi pada syaraf 1.

  2. Pembentukan kista 2.

  3. Ada gejala inflamasi 3.

  4. Mengalami karies 4.

  5. Ada gejala akan menimbulkan karies pada gigi tetangga 5.

  11 B. Kontraindikasi : 1. 1. Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut.

  

2. 2. Kemungkinan menyebabkan gigi terdekat rusak atau stuktur

penting lainnya.

  Tindakan odontektomi beresiko tinggi untuk merusak jaringan dengan membuka flap dan juga merusak tulang yang menghalangi akses terhadap gigi yang impaksi. Apabila dikhawatirkan kerusakan yang akan diakibatkan oleh tindakan odontektomi tidak sebanding dengan manfaat yang didapatkan, maka sebaiknya odontektomi tidak dilakukan. (mempertimbangkan resiko manfaat) 1. Penderita usia lanjut.

  3. Pada pasien yang berusia lanjut, tulang yang menutupi gigi impaksi akan sangat termineralisasi dan padat sehingga akan menyulitkan dilakukan odontektomi. Selain itu perlu diperhatikan juga keadaan umum pasien yang mungkin akan menghambat keberhasilan penyembuhan setelah dilakukannya odontektomi.

  1. 4. Kondisi fisik atau mental terganggu.

  Pada pasien dengan kesehatan umum yang terganggu misalanya mengidap penyakit sistemik maka diperlukan konsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang bersangkutan sebelum melakukan tindakan bedah. Sedangkan untuk pasien dengan keadaan mental yang terganggu dapat mengganggu tingkat kooperatif pasien selama melakukan tindakan pembedahan.

2.6 Prosedur Odontektomi Definisi

  Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi tetangga, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan menghambat erupsi. Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur hidup pasien kecuali dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Namun, harus diingat bahwa tidak semua gigi yang tidak erupsi dinyatakan mengalami impaksi. Jadi, diagnosis impaksi membutuhkan pemahaman tentang kronologi erupsi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi (Peterson dkk.,

  13

  2004). Umumnya, suatu gigi mengalami impaksi akibat panjang lengkung gigi yang kurang adekuat dan ruangan erupsi lebih kecil dibandingkan dengan panjang total lengkung gigi. Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah gigi molar tiga rahang atas dan bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar rahang yang paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat. Sejumlah penelitian mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi gigi molar tiga. Menurut SOP Odontektomi 2 beberapa penelitian longitudinal, gigi yang terlihat mengalami impaksi pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50% untuk erupsi sempurna pada usia 25 tahun. Dalam serangkaian penelitian di Swedia, prevalensi impaksi ditemukan sebesar 45,8% (Anonim, 1997)

2.6.1 Klasifikasi

  Menurut Pell and Gregory, yang meliputi sebagian klasifikasi dari George

  B. Winter, diketahui bahwa klasifikasi pada molar tiga mandibula terpendam, agar operator dapat menentukan klasifikasi suatu gigi molar tiga mandibula terpendam dilakukan dengan bantuan Ro-foto dan posisi gigi terpendam itu di tulang rahang. Ro-foto yang diperlukan disini adalah intra oral radiograf, lateral

  5,7 jaw radiograf , bite wing radiograf, dan oklusal radiografi.

A. Hubungan gigi dengan tepi ramus antara mandibula dan tepi distal A.

  molar dua.

  Klas I : Ada cukup ruangan antara ramus dan batas distal molar dua

  12 untuk lebar mesio distal molar tiga.

  Klas II : Ruangan antara distal molar dua dan ramus lebih kecil dari

  12 pada lebar mesio distal molar tiga.

  Klas III : Sebagian besar atau seluruh molar tiga terletak di dalam

  12 ramus.

  A. Dalamnya molar tiga terpendam di tulang rahang.

  B.

  Posisi A : Bagian tertinggi gigi terpendam teletak setinggi atau lebih

  12 tinggi dari pada dataran oklusal gigi yang normal.

  Posisi B : Bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal

  12 tapi lebih tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).

  Posisi C : Bagian tertinggi dari gigi terpendam berada dibawah garis

  12 serviks gigi molar dua.

A. Posisi aksis memanjang dari pada gigi molar tiga terhadap aksis C.

  7 molar dua.

  1.

  1. Vertikal

  2. Horizontal 3.

  3. Inveted (terbalik/kaudal) 4.

  4. Mesio angular 5.

  5. Disto angular 6.

  6. Buko angular 7.

  7. Linguo angula

  7 A. Jumlah atau Keadaan akar D.

  a.

a. Angulasi dan Posisi

  1. Vertikal 1.

  2. Horizontal 2.

  3. Transversal 3.

  4. Mesio angular 4.

  5. Disto angular 5.

  6. Posisi yang menyamping 6.

2.6.2 Cara Pengambilan 1.

  Pengambilan secara intoto (dalam keadaan utuh), dengan cara 1. membuang tulang yang menghalangi dan cara ini membutuhkan pengambilan tulang yang lebih banyak dan menimbulkan trauma yang lebih

  7 besar, tetapi pengebor tulang lebih mudah dari pada pengebor gigi.

2. Pengambilan secara inseparasi, gigi yang terpendam dibelah dan 2.

  dikeluarkan sebagian-sebagian. Disini kita akan menseparasir gigi, kita pisahkan korona dari akar, kalau akar lebih dari satu maka dipisahkan dan akar yang telah dipisah tersebut diambil satu persatu. Tujuannya

  7 memperkecil pengeboran tulang.

3. Pada rontgen foto harus dapat dibaca: 3.

  a.

a. Posisi dari gigi terpendam dengan bentuk dan besarnya gigi,

  7 relasinya dengan gigi tetangga dan jaringan sekitarnya.

  b.

  b. Keadaan akar gigi misalnya jumlah, panjang, besar kurva tura akar, juga harus dilihat ada tidaknya ankilosis, hipersementosis dan bentuk

  7 akar.

  c.

  c. Banyak dan tebal tulang alveolar yang merintangi gigi tersebut dilihat dari segala pihak, mislanya lingual atau palatinal, labial dan

  7 bukal.

  7

2.7 Teknik Operasi

  Beberapa teknik operasi untuk dilakukannya tindakan odontektomi molar tiga rahang bawah:

  1. Membuat insisi untuk pembuatan flap Syarat-syarat flap: a. Harus membuka daerah operasi yang jelas.

  a.

  b. Insisi terletak pada jaringan yang sehat.

  b.

c. Mempunyai dasar atau basis cukup lebar sehingga pengaliran c.

  daerah ke flap cukup baik.

  2. Pengambilan Tulang Bila gigi terpendam seluruhnya dilapisi tulang, maka tulang dapat dibuang dengan bur atau pahat. Bur yang dipakai yaitu bur yang bulat dan tajam, ada yang menyukai nomor 3-5 yaitu yang besar, apabila banyak tulang yang harus dibuang. Tetapi harus disediakan juga bur kecil untuk membuang tulang penghalang. Dilakukan irigasi disaat pengeburan dilakukan untuk mengurangi panas yang timbul waktu mengebur, supaya tidak terjadi nekrose tulang.

  Perlu diperhatikan bahwa tulang bagian lingual tidak diambil, karena ada suatu modifikasi untuk mempercepat pengambilannya dapat dibuat suatu muko osteoflap di sebelah lingual (tidak dilakukan dengan pengambilan lokal anestesi) dan dilakukan bila gigi molar tiga terpendam mengarah ke lingual. Dengan mengembalikan mukosanya maka tulang nya juga dikembalikan.

  3. Pengambilan Gigi

  Dapat dilakukan secara: a.

  5.

  2. Rasa sakit dan pembengkakan normal apabila terjadi smapai hari ke 5, apabila setelah 5 hari masih sangat sakit, khawatir terjadinya dry

  socket.

  3.

  3. Bila nervus terpotong terjadi parastesi yang lama pada seluruh daerah yang di inervasi nervus tersebut. Pada molar ketiga yang dikhawatirkan yaitu terkenanya atau terpotongnya nervus fasialis yang berakibat mulut pasien bisa menjadi merot (miring sebelah).

  4.

  4. Terlukanya bibir atau mukosa oleh karena tang ekstraksi, respatorium dan alat-alat lain yang dipergunakan sehingga dapat terjadi inflamasi sekitar bibir dan mukosa mulut.

  5. Pada waktu operasi terjadi fraktur prosesus alveolaris.

  1. Jahitan terbuka.

  6.

  6. Gigi tetangga dapat menjadi: a.

  a. Gangren b.

  b. Nekrose c.

  c. Mobiliti (goyah) 7. Dapat terjadi osteomielitis.

  8. Banyak lagi komplikasi-komplikasi lainnya, antara lain gigi yang dekat

  2.

  7 1.

  a.

  a.

  Intoto ( utuh ) : gigi dikeluarkan secara bulat ( utuh ).

  b.

  b.

  Separasi ( terpisah ) : gigi dibelah dulu baru dikeluarkan.

  4. Pemberisihan Luka

  7 a.

  Folikel harus di bersihkan atau di buang, karena dapat menyebabkan kista residual.

  Alveolus dapat di isi dengan terragas ( drain ), white head varnish, vasenol , bubuk sulfa.

  b.

  b.

  Sisa enamel organ harus dibersihkan untuk menghindari terjadinya kista residual.

  c.

  c.

  Tepi tulang yang runcing harus di haluskan dengan bur atau dengan bone file setelah itu rongga dibersihkan dengna semprotan air garam fisiologis 0,9% agar pecahan partikel-partikel tulang dapat keluar d.

  d.

2.8 Komplikasi Pasca Operasi

  sinus maksilaris, oleh karena itu operator harus hati-hati bekerja.

  7

2.8.1 Perawatan Pasca Bedah

  Bila sudah bersih, flap dikembalikan ke tempatnya dan dijahit. Pada pasien diberikan obat-obatan seperti : a.

  a. Antibiotik b.

  b. Analgetika c.

  c. Anti Inflamasi d.

  d. Vitamin untuk menaikkan daya tahan tubuh Pada pasien diberikan petunjuk tertulis: a.

  a. Menggigit tampon

  b. Pasien dilarang berkumur-kumur selama 24 jam c.

  c. Tampon diganti dengan tangan yang bersih bila masih berdarah d.

  d. Tampon steril yang dletakkan pada luka harus dubuang setelah 30 menit oleh karena dapat menyebabkan insfeksi e.

  e. Pasien harus istirahat yang cukup f.

  f. Bila terjadi perdarahan maka dilakukan dengan cara :

  • membersihkan luka
    • mencari penyebab
    • pemberian hemostatika
    • a.

  g. Pasien memakan makanan yang lunak dan bergizi b.

  h. Kontrol pasien dilakukan setiap hari sampai jahitan terbuka c. i. Luka dibersihkan dengan air garam fisiologi atau aquadest kemudian diolesi iodine 1-3% atau gentran ( setelah 5 hari jahitan dibuka )

  Alur Penelitian

  Prevalensi odontektomi molar tiga rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2012 berdasrkan jenis kelamin dan usia

  Populasi Seluruh pasien dengan kasus odontektomi molar tiga rahang bawah di

  Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2012 Sampel

  Seluruh pasien odontektomi molar tiga rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini

  Variabel a.

  1. Odontektomi b.

  2. Jenis kelamin c.

  3. Usia Rekam medik

  Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik Analisa data

  Hitung prevalensi odontektomi molar tiga rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2012 berdasarkan jenis kelamin dan usia KERANGKA TEORI DEFINISI ETIOLOGI ODONTEKTOMI

  INDIKASI KONTRAINDIKASI TEKNIK PENGAMBILAN

KERANGKA KONSEP

  ODONTEKTOMI PREVALENSI JENIS KELAMIN USIA Prevalensi di RSGMP FKG USU

Dokumen yang terkait

Prevalensi Fraktur Akar Gigi Molar Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin Yang Dicabut Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

1 69 48

Prevalensi Odontektomi Molar Tiga Rahang Bawah Di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Pada Tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Usia

11 119 48

Prevalensi Fraktur Gigi Premolar Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

8 89 54

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Anestetikum Lokal

6 75 49

Komplikasi Odontektomi Pada Molar Tiga Rahang Atas Serta Perawatannya

1 34 47

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Prevalensi fraktur akar gigi anterior berdasarkan umur dan jenis kelamin yang dicabut di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial RSGMP FKG USU tahun 2010-2012

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

0 0 19

Prevalensi Fraktur Akar Gigi Molar Berdasarkan Umur Dan Jenis Kelamin Yang Dicabut Di Departemen Bedah Mulut Dan Maksilofasial RSGMP FKG USU Tahun 2010-2012

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan terjadinya dry socket di Departemen Bedah Mulut FKG USU

0 0 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik Terhadap Pencegahan Terjadinya Dry Socket Di Departemen Bedah Mulut FKG USU

0 0 17