Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang Bawah Di Departemen Bedah Mulut Rsgmp Fkg Usu Pada Tahun 2014 Dan 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pencabutan gigi merupakan hal yang paling umum akan dilakukan oleh seorang
dokter gigi. Pencabutan gigi yang ideal didefinisikan sebagai minimalnya rasa sakit
ketika pencabutan gigi dan minimalnya trauma ke jaringan, sehingga luka dapat
sembuh tanpa masalah pasca pencabutan gigi. Namun dalam melakukan pencabutan
gigi dapat mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca
pencabutan gigi.1
Ada beberapa hal yang dapat terjadi pada pasien pasca pencabutan gigi, seperti
perdarahan, pembengkakan, infeksi, dry socket, perforasi sinus, ujung akar di sinus
maksilaris, cedera saraf, dll.2
Dry socket pertama kali dijelaskan oleh Crawford pada tahun 1896. Nama dry
socket digunakan karena soket memiliki penampilan yang kering setelah bekuan
darah dan debris hilang. Istilah lain yang digunakan adalah osteitis alveolar,
alveolitis, localized osteitis, alveolitis sicca dolorosa, localized alveolar osteitis,
fibrinolytic alveolitis, socket septic, necrotic socket, alveolagia.3,4
Dry socket merupakan komplikasi yang paling umum setelah pencabutan gigi.
Dry socket adalah peradangan akut pada tulang alveolar di sekitar gigi yang
diekstraksi dan ditandai dengan sakit parah, kerusakan bekuan darah dalam soket

membuat soket kosong dan sering penuh dengan sisa-sisa makanan, bau tidak sedap
pada mulut, terpaparnya tulang, dan timbul gejala pembengkakan ringan di sekitar
gingiva.1,5,6 Biasanya rasa sakit dimulai hari kedua atau ketiga pasca ekstraksi, tapi
ketika nyeri menjadi lebih buruk dan terus terjadi melebihi satu minggu setelah
prosedur dan soket tidak ada tanda penyembuhan maka terjadi dry socket.1,5
Ada beberapa faktor predisposisi terjadinya dry socket, yaitu daerah tempat
pencabutan gigi, mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, jenis kelamin, merokok,
trauma, mikroorganisme dan usia.1,3

Universitas Sumatera Utara