Karakteristik dari Modifikasi Kimia Film Gelatin Dengan Formaldehida dan Glutaraldehida

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1
2.1.1

Gelatin dan Film Gelatin
Gelatin
Gelatin adalah protein yang diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang

terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat. Kandungan gelatin sekitar 85 – 92 %
protein, sisanya berupa garam meniral dan air.
Susunan asam amino gelatin hampir mirip dengan asam amino kolagen, yang
mana glisin merupakan asam amino utama dan berkontribusi sebesar 2/3 dari seluruh
asam amino yang menyusunnya, sementara itu 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh
prolin dan hidroksiprolin. Gelatin merupakan protein serat dengan berat molekul
sekitar 75 kDa. Gelatin A merupakan suatu hidrolisis asam dari kolagen sedangkan
gelatin B merupakan hasil perlakuan basa dari kolagen. Gelatin membentuk gel
termal reversibel dengan air, pada suhu sekitar 35oC , tergantung pada pH larutan

( Van Der Walle, 2011). Struktur gelatin dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin (Chaplin, 2006)

Universitas Sumatera Utara

6

Gelatin sebagai protein biodegradable dapat di denaturasi melalui proses asam basa
dari kolagen. Pengolahan ini dipengaruhi sifat elektrik dari kolagen, menghasilkan
gelatin dengan titik isoelektrik yang berbeda. Secara fisika dan kimia, gelatin
berwarna kuning cerah atau transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan
mempunyai rasa, larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat, serta tidak larut
dalam pelarut organik. Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot
asalnya. Gelatin bersifat lentur/elastis, biokompatibel, bioabsoptivitas tinggi, dan
dapat dibentuk menjadi film dan pelapis yang memiliki sifat mekanik yang cukup
baik, berwarna kuning sampai putih transparan dan hampir tidak ada rasanya serta
hampir tidak berbau, berbentuk serpihan atau serbuk, mudah larut dalam air panas
gliserol dan asam asetat dan tidak mudah larut dalam pelarut organik. Kandungan
protein gelatin sekitar 85 – 92%, sisanya berupa garam mineral dan air (Viro, 1992).

Sifat fisik gelatin yang menentukan mutunya adalah kemampuannya untuk
membentuk gel atau kekuatan gel. Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH, adanya
komponen elektrolit dan non elektrolit serta bahan tambahan lainnya. Gelatin
merupakan makro molekul protein yang memiliki sifat fungsional yang telah
dimanfaatkan secara luas di bidang farmasi, pangan, dan non pangan. Dalam industri
pangan, gelatin digunakan sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental,
pembentuk busa, pembentuk kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih.
(Ward and Courts, 1977).

2.1.2

Film Gelatin
Film gelatin merupakan suatu lapisan tipis yang didasarkan pada protein yang

memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas dari bahan yang dikemas. Penggunaan
film gelatin dapat mengurangi limbah dan mempunyai banyak keuntungan jika
dibandingkan dengan pembungkus plastik sintetik karena film gelatin dapat didaur
ulang atau dapat terdegradasi oleh mikroorganisme (Gontard,1993).
Film gelatin mudah terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir
berupa air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang kelingkungan


Universitas Sumatera Utara

7

tanpa meninggalkan sisa yang beracun. Menurut Evans (2010), biodegradable film
adalah polimer yang dapat berubah menjadi biomassa, H2O, CO2 dan atau CH4
melalui tahapan depolimerisasi dan mineralisasi. Depolimerisasi terjadi karena kerja
enzim ekstraseluler (terdiri dari endoenzim dan eksoenzim). Endoenzim memutuskan
ikatan internal pada rantai utama polimer secara acak, dan eksoenzim memutuskan
unit monomer pada rantai utama
secara berurutan. Bagian-bagian polimer yang terbentuk ini dipindahkan ke dalam sel
dan mengalami mineralisasi. Proses mineralisasi membentuk CO2, CH4, N2, air,
garam-garam, mineral, dan biomassa.
Pembuatan film gelatin dapat menjadi penyangga oksigen yang baik dengan
sifat mekanis yang baik. Sedangkan film dari lipid sangat terbatas sifat penyangga
oksigennya, sehingga pemanfaatan lipid, protein dan polisakarida dapat memperbaiki
sifat fisik film (Hawa, 2010).
Beberapa keunggulan film gelatin dibandingkan dengan bahan pengemas lain
yaitu:

1. Meningkatkan retensi warna, asam, gula dan komponen flavour
2. Mengurangi kehilangan berat
3. Mempertahankan kualitas saat pengiriman dan penyimpanan
4. Mengurangi kerusakan akibat penyimpanan
5. Memperpanjang umur simpan
6. Mengurangi pengemas sintetik
(Sothornvit 2000)
Secara umum parameter yang sering digunakan dalam mengukur sifat fisik
dan

mekanik dari film gelatin adalah ketebalan, swelling, kuat tarik (tensile

strength), dan kemuluran (elongation). Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan
film gelatin adalah konsentrasi padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan
ukuran pelat pencetak. Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan
film akan meningkat (Krisna, 2011).

Universitas Sumatera Utara

8


2.2
2.2.1

Agen Pengikat Silang
Formaldehida
Pada penelitian ini, ada dua agen pengikat silang yang digunakan yaitu

formaldehida dan gluteraldehida. Formaldehida dan gluteraldehida, keduanya
termasuk dalam golongan senyawa aldehida. Senyawa aldehida lain telah banyak
diteliti untuk kemampuan aktivitasnya,

namun hanya formaldehida dan

glutaraldehida yang banyak digunakan industri,hal ini dikarenakan dua aldehida ini
mengalami ikat silang dengan mekanisme yang berbeda. Formaldehid mempunyai
banyak kegunaan dalam industri. Senyawa ini digunakan dalam produksi plastik dan
resin, produk intermediet, dan keperluan lain yang bervariasi seperti agen pengkelat.
Salah satu penggunaannya yang paling umum adalah dalam resin ureaformaldehid
dan melamin-formaldehid. Formaldehid sangat reaktif dan sangat larut dalam air.

Oleh karena lapisan mucous epitelium saluran pernapasan 95% tersusun dari air,
formaldehid dengan mudah terserap ke dalam membran mucous saluran pernapasan
atas.

Walaupun

demikian,

paparan

formaldehid

melalui

inhalasi

tidak

memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi formaldehid dalam darah
(Heck,1985). Struktur formaldehida dapat dilihat pada Gambar 2.2.

O

H

C

H

Gambar 2.2 Formaldehida
Gugus fungsional protein dapat bereaksi dengan formaldehida, gugus ini
antara lain gugus amina dan amida primer, amida sekunder dari ikatan peptida, gugus
guanidine, gugus imidazol, gugus indolil, gugus tiol dan gugus fenolik. Dari semua
gugus tersebut, gugus indolil dan gugus tiol ditemukan dalam kolagen dan secara
potensial mengalami ikat silang.

Universitas Sumatera Utara

9

Reaksi formaldehid dengan protein akan membentuk ikatan kovalen, namun

tidak stabil dalam kondisi hidrolisis. Kelemahan dari senyawa formaldehida ini yaitu
bersifat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker, selain itu juga menyebabkan
iritasi pada mata. Namun formaldehid dapat digunakan untuk membasmi sebagian
besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai desinfektan dan juga sebagai
pengawet. Formaldehid dipakai dalam medis untuk mengeringkan kulit dan juga
mematikan bakteri (Artha,2007).

2.2.2

Glutaraldehida
Glutaraldehida merupakan senyawa dwifungsi yang umumnya digunakan

untuk modifikasi protein dan polimer. Nama lain Dari glutaraldehid adalah
glutardialdehid, 1,3-diformilpropan, glutaral, 1,5-pentanedial, 1,5-pentanedion, asep,
cidex, jotacide, sonacide. Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif
dibandingkan formaldehida, sehingga lebih banyak dipilih dalam berbagai bidang dan
tidak bersifat karsinogenik. Dalam berbagai penelitian, senyawa pengikat silang
seperti glutaraldehid digunakan untuk mengatur ikatan antar molekul kovalen antara
rantai polimer agar menjadi polimer yang lebih kaku.
Sifat fisik kimia glutaraldehid ialah tidak berwarna, berminyak, berbentuk cair

dengan bau menyengat, sangat reaktif, tidak dapat terbakar. Glutaraldehid yang
paling sering digunakan dalam bentuk yang diencerkan dengan konsentrasi berkisar
antara 0,1% sampai 50% dalam air. Struktur glutaraldehida dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
O

H

C

O

(CH2)3

C

H

Gambar 2.3 Struktur Glutaraldehid
Glutaraldehid bersifat sedikit asam, dan dalam larutan basa (pH= 7,5-8,5)

berperan sebagai antimikroba yang efektif dan umumnya digunakan untuk sterilisasi

Universitas Sumatera Utara

10

alat-alat kesehatan, alat bedah dan lainnya. Glutaraldehid berfungsi sebagai agen
pengikat silang berdasarkan pembentukan basa Schiff, glutaraldehida akan bereaksi
dengan protein dimana gugus aldehid membentuk ikatan silang dengan asam amino
dari gelatin sehingga membentuk dinding mikrokapsul yang kuat.
Reaksi glutaraldehid dengan protein seperti kolagen, kasein, polylisin
membentuk ikat silang kovalen dan memiliki stabilitas hidrotermal yang baik dan
stabil dalam suasana asam maupun basa (Friedman,1976).

2.3

Plasticizer
Plasticizer berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dengan mengurangi

derajat ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antar molekul dari polimer. Semakin

banyak penggunaan plasticizer maka akan meningkatkan kelarutan. Begitu pula
dengan penggunaan plasticizer yang bersifat hidrofilik juga akan meningkatkan
kelarutannya dalam air.
Pada penelitian ini, plastisizer yang digunakan adalah gliserol. Salah satu
jenis plasticizer yang efektif dan murah adalah gliserol. Gliserol lebih cocok
digunakan sebagai plasticizer karena berbentuk cair. Bentuk cair gliserol lebih
menguntungkan karena mudah tercampur dalam larutan film dan terlarut dalam air.
Penambahan gliserol digunakan untuk membuat plastik yang dihasilkan fleksibel
bahkan pada suhu yang sangat rendah.
Gliserol mempunyai titik didih tinggi sehingga tidak ada gliserol yang
menguap selama proses pembuatan film. Keuntungan lain adalah gliserol tidak
berinteraksi dengan molekul protein sehingga film yang terbentuk akan sangat
kompatibel, hidrofilik fleksibel, halus, dan tidak rapuh. Gliserol berasal langsung dari
minyak bumi dan industri oleokimia dapat terdegradasi oleh alam (ramah
lingkungan), dapat diperbaharui dan sumber mudah diperoleh (Yusmarlela, 2009).
Penambahan gliserol akan meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer
yang ditunjukkan dengan bioplastik semakin elastis sehingga perpanjangan saat putus
cenderung akan meningkat (Sinaga,2014).

Universitas Sumatera Utara

11

Gelatin mempunyai sifat hidrokoloid, dapat membentuk lapisan tipis yang
elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, serta mempunyai sifat daya cerna
yang tinggi. Berdasarkan sifat tersebut gelatin mempunyai potensi sebagai bahan
baku pembuatan film gelatin. Dalam pembuatan film berbahan baku gelatin harus
ditambah dengan plasticizer untuk memperoleh film yang elastis, tidak kaku, dan
untuk menjaga kerusakan film gelatin sehingga tidak mengalami kerusakan pada saat
digunakan menjadi bahan pengemas. Mekanisme proses plastisasi polimer sebagai
akibat penambahan plasticizer melalui urutan sebagai berikut:
1. Pembasahan dan adsorpsi
2. Pemecahan dan penetrasi pada permukaan
3. Absorpsi, difusi
4. Pemutusan pada bagian amorf
5. Pemotongan struktur
Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan dalam pembuatan film adalah
gliserol, lebah, polivinil alkohol, sorbitol, asam laurat, asam oktanoat, asam laktat,
trietilen glikol, acetylated monoglyceride ( Gioia and Guilbert,1999).
Penggunaan gliserol dalam jumlah yang tepat memberikan efek tekstural,
karena substansi tersebut secara potensial dapat melenturkan matriks protein. Gliserol
sebagai konstituen dengan berat molekul rendah dapat menyela jaringan protein dan
meningkatkan mobilitas pada struktur protein (Reed,1998).

2.4

Reaksi Ikat Silang
Dalam pembuatan suatu bahan polimer yang memiliki yang kuat diperlukan

agen pengikat silang karena struktur jaringan ini dapat menentukan daya adsorbsi
terhadap medium cair dan kemampuan swelling yang rendah. Perubahan dari derajat
ikat silang dimanfaatkan untuk memperoleh sifat mekanik yang diinginkan, dimana
dengan meningkatnya derajat ikat silang akan menghasilkan film yang lebih kuat.
Kemampuan dari film gelatin untuk mengembang dan dehidrasi tergantung pada
komposisi dan lingkungan yang telah dimanfaatkan untuk memfasilitasi berbagai

Universitas Sumatera Utara

12

aplikasi seperti pelepasan obat, biodergradibilitas dan kemampuan untuk membentuk
film yang kuat.
Ikatan silang dapat memperbaiki sifat mekanik, hal ini terbukti bahwa
semakin banyak glutaraldehid yang ditambahkan semakin menurun kemampuan
absorbsinya dikarenakan rantai NH2 dipakai untuk mengikat gugus aldehid pada
glutaraldehid. Dapat dianalogikan, semakin banyak jumlah glutaraldehid yang
ditambahkan, film gelatin semakin padat dan pori-pori rongga mengecil, jika film
gelatin semakin padat maka dapat dipastikan sifat mekanik semakin meningkat
(Istiqomah,2012).
Polimer yang berikatan silang memiliki derajat stabilitas dimensi yang baik.
Hal ini dikarenakan, ketika terjadi pengikatan silang maka rantai-rantai polimer
tersebut akan mengalami kehilangan kemampuan untuk mengalirkan atau
melewatkan suatu rantai ke rantai lainnya sehingga sulit dibentuk (Stevens, 2001).
Untuk hidrogel, proses pembentukan ikat silang dapat melalui cara kimia
dengan menggunakan agen pengikat silang seperti : glutaraldehid, asetaldehid,
formaldehid, dan monoaldehid lainnya. Metode lainnya adalah dengan penggunaan
berkas elektron dan radiasi sinar gamma. Kedua metode ini memiliki kelemahan yaitu
dihasilkannya residu yang bersifat racun sehingga film yang dihasilkan menjadi
berbahaya untuk jaringan biologi. Metode lain adalah dengan proses pengikatan
silang secara fisis untuk membentuk kristalit. Metode ini tidak memerlukan agen
pengikat silang sehingga lebih ramah lingkungan dan tidak berbahaya bagi jaringan
biologi.

2.4.1

Reaksi Formaldehida dengan Protein
Gugus aldehid dapat berkombinasi dengan nitrogen dan dengan beberapa

atom protein lainnya dengan dua atom yang sangat dekat. Bentuk ikatan silang yang
terbentuk –CH2–

yang disebut jembatan metil. Pada gelatin yang mengandung

protein dapat mengalami ikat silang dengan formaldehid, tipe ikatan silang yang

Universitas Sumatera Utara

13

banyak terbentuk adalah antara atom nitrogen yang ikatan samping dari lisin dan
atom nitrogen dari peptida ( Gustavson, 1956 ).
Berikut reaksi formaldehida dengan protein :

( A ) PROTEIN

( B ) PROTEIN

H

+ HCHO

HCHOH +

H

PROTEIN

Lysine

(C)

O

PROTEIN

H2C

PROTEIN

+ H2O

Methylene glycol
(= formaldehyde + water)

C
CH

O

C
(CH3)4

HCHOH

PROTEIN

NH2 +

HOCH2OH + NH

NH

Peptide
linkage

Gambar 2.4 Reaksi formaldehida dengan protein ( Kiernan : 2000 )
Reaksi formaldehida dengan protein adalah lambat dan membutuhkan waktu
yang lama. Protein dapat bereaksi sempurna dengan formaldehid selesai dalam 24
jam tetapi proses pembentukan jembatan metil sangat lambat, substansi seperti lemak
dan asam-asam nukleat terjebak didalam matriks sehingga ikatan silang pada protein
membutuhkan waktu yang panjang ( Helander, 1994 ).
Pada formaldehida Cis, Lis dan His reaktif dengan asam amino formaldehid
dengan berat molekul lebih mudah bereaksi dengan ikatan protein membentuk ikatan
kovalen yang baru ( Hopwood,1969 ).

Universitas Sumatera Utara

14

2.4.2

Reaksi Glutaraldehida dengan Protein
Glutaraldehida mempunyai ukuran yang terbuka sangat kecil dimana masing-

masing glutaraldehida mempunyai gugus aldehid yang dipisahkan jembatan yang
lebih pleksibel. HCO – (CH2)3 – CHO pada glutaraldehid lebih berpotensi berikatan
silang dibandingkan dengan formaldehida karena jembatan 3 metil dapat berikatan –
CHO kedua ujung dengan berbagai jarak ( Monsan et.al., 1962 ). Berikut reaksi
glutaraldehida mula-mula terbentuk sebelum bereaksi dengan protein dan setelah
bereaksi dengan protein

(A)

(n + 2) O

O

O

O

O

+ (n + 1) H2O

O

n

(B)

(n + 1)

poly(glutaraldehyde)

P
R
O
T
E
I
N

NH2

+ O

O

any protein
amino group

O

O

n

O

O

N

Cross-linked
protein molecules

P
R
O
T
E
I
N

n

N

P
R
O
T
E
I
N

+ (n + 1) H2O

Gambar.2.5 : Reaksi glutaraldehida dengan protein (Kiernan : 2000 )

Universitas Sumatera Utara

15

Glutaraldehida sebagai larutan biasanya digunakan sebagai polimer dengan berbagai
ukuran dimana ada gugus aldehid yang bebas berikatan dengan posisi disamping tiaptiap unit molekul polimernya. Semua gugus – CHO akan berikatan dengan NH3
yang saling berikatan sehingga lebih besar untuk berikatan silang.
( Paljarvi et al.,1979 )

2.5

Spektroskopi Infra Merah Fourier Transform (FT-IR)
Spektroskopi infra merah (IR) suatu metode yang digunakan untuk

mengkarakterisasi bahan polimer seperti gelatin dan analisis gugus fungsinya.
Dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi
oleh molekul organik dalam daerah sinar infra merah. Panjang gelombang 1-500 nm
merupakan daerah infra merah. Gugus-gugus dalam setiap molekul umumnya
mempunyai karakteristik sendiri, sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk
mendeteksi gugus yang spesifik pada senyawa organik maupun polimer. Intensitas
pita serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh
polimer (Creswell,2005).
Mengidentifikasi senyawa kimia maupun polimer secara infra merah,
memerlukan persyaratan yaitu zat yang diselidiki harus homogen secara kimia. Tahap
awal

identifikasi

bahan

kimia

maupun

polimer

harus

diketahui

dengan

membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas akan
ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Metode
analisa didasarkan terhadap interaksi antara radiasi infra merah dengan materi
interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Adapun kelebihan dari FT-IR mencakup ukuran sampel yang kecil,
perkembangan spektrum yang cepat, dan dilengkapi komputer yang terdedikasi
sehingga memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar dalam penelitianpenelitian struktur polimer karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan dan

Universitas Sumatera Utara

16

ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini akan memudahkan penelitian
reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang (Stevens,2001).

2.6

Uji Keteguhan Tarik dan Kemuluran
Keteguhan tarik dan kemuluran merupakan sifat mekanis yang sangat penting

dari logam terutama untuk perhitungan-perhitungan konstruksi. Untuk memperoleh
informasi tentang kekuatan tarik dilakukan pengujian tarik. Didalam pengujian tarik,
batang percobaan atau batang uji dikenai beban aksial yang ditambah secara
berangsur-angsur dan kontinu. Keteguhan tarik merupakan sifat mekanik yang
banyak ditonjolkan dan dapat dianggap sebagai kekuatan bahan.
Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Secara sederhana,
keteguhan diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan
untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. Karena
selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk
(deformasi) maka defenisi kekuatan tarik dinyatakan sebagai besarnya beban
maksimum yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas
penampang semula (Ao).
Harga kemuluran (%) bahan dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini :
Kemuluran (%) =

x 100%

Dimana : I – Io = harga stroke
Io = panjang awal.
Nilai kekuatan tarik bahan dihitung dengan persamaan :
Kekuatan tarik (kgf/mm2) = nilai beban tarik / (kgf)/A(mm2)
Dimana : A = luas permukaan yang mendapat beban.

2.7

Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
Struktur permukaan suatu benda diuji dapat dipelajari dengan menggunakan

scanning electron mikroskop karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur

Universitas Sumatera Utara

17

permukaan ini secara langsung. Dengan berkas sinar elektron difokuskan kesuatu titik
dengan diameter sekitar 100 A dan digunakan untuk melihat permukaan dalam suatu
layar. Elektron-elektron dari benda diuji difokuskan dengan suatu elektroda
elektrostatik pada suatu alat pemantul yang dimiringkan. Sinar yang dihasilkan
diteruskan melalui suatu pipa sinar pantulan kesuatu alat pebesar foto dan sinyal yang
dapat digunakan untuk memodulasikan terangnya suatu titik osiloskop yang melalui
suatu layar dengan adanya persesuaian dengan berkas sinar elektron pada permukaan
benda uji.
Sebagai perngertian awal, mikroskop elektron pancaran menggunakan
hamburan elektron-elektron (dengan E = 30 kV) yang merupakan energi dating dan
elektron-elektron sekunder (dengan E = eV) yang dipantulkan dari benda uji. Karena
elektron-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah, maka elektron-elektron
tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi.
Intensitas dari hamburan balik elektron-elektron yang cenderung tertimbun karena
dengan energinya yang lebih tinggi maka tidak mudah dikumpulkan oleh sistem
kolektor normal seperti yang digunakan pada elektron pancaran. Jika elektronelektron sekunder akan terkumpul, maka kisi didepan detektor akan mengalami
kemiringan sekitar 200 V (Smallman, 2008).
Analisis permukaan akhir-akhir ini mendapatkan tingkat kepentingan yang
tinggi. Pada dasarnya, analisis permukaan melibatkan radiasi permukaan dengan
sumber energi foton, elektron, atau ion yang cukup untuk menembus dan
menimbulkan beberapa jenis transisi yang menghasilkan emisi dari permukaan berkas
energy yang bisa dianalisis.

Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian

disperse pigmen dalam cat, pelepuhan, atau peretakan koting, batas-batas fase dalam
polipaduan yang tidak saling campur dan kerusakan pada bahan perekat (Stevens,
M.P.2001).

Universitas Sumatera Utara