Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rakyat Indonesia, yang mengalami penjajahan selama kurang lebih tiga
setengah abad, baik di zaman kolonial maupun pada masa pendudukan balatentara
Jepang, masih belum lupa kepahitan dari masa penjajahan tersebut. Berdasarkan
kepahitan tersebut, khususnya dalam bidang perpajakan, rakyat pada awalnya
mengenal hanya sebagai alat pemeras dari kaum penjajah, dan oleh sebab itu
rakyat benci terhadap pajak. Benci karena pajak dirasakan sebagai beban yang
memberatkan hidupnya, tanpa mendapatkan imbalan.1
Zaman merdeka datang, tetapi rakyat harus tetap membayar pajak, baik
dalam bentuk pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Walaupun rakyat
mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka, dan bukan lagi merupakan negara
jajahan, namun tidak banyak dari mereka yang mengerti bahwa pajak dalam
zaman merdeka, sifatnya lain daripada pajak pada masa penjajahan. Mereka tetap
merasakan bahwa pajak memberatkan mereka, tanpa mendapatkan suatu imbalan
secara langsung. Penyuluhan dan informasi dari pihak pemerintah kepada rakyat
tentang perpajakan tidak ada atau kurang sama sekali, baik yang dilakukan secara
formal maupun secara informal melalui media massa.2
1
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan,
(Bandung: Refika Aditama, 2004) hlm 4
2
Ibid., hlm. 4.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Ekonomi orde baru yang dimulai sejak tahun 1966 secara radikal
membalikkan arah sistem ekonomi Indonesia. Pembangunan diarahkan pada
demokrasi ekonomi dan politik ekonomi untuk menggerakkan kembali roda
perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kegiatan
pencetakan uang yang telah berlangsung hampir tanpa kendali dihentikan,
anggaran belanja pemerintah dibuat berimbang, dan produksi dalam negeri
khususnya di bidang pangan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
penduduk yang terus bertambah. Sistem ekonomi pasar bebas mulai berjalan
normal, pembangunan ekonomi dibangun berdasarkan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA), yang diarahkan dari tahun 1969 sampai dengan tahun
1994.3
Ditandai dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia
Tenggara, dimulai dari negara yang sudah siap menghadapi krisis ekonomi
tersebut seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei sampai dengan negaranegara berkembang seperti Indonesia. Salah satu negara yang mengalami tahuntahun ledakan kemajuan di Asia Tenggara adalah Filipina. Indonesia sendiri
mengalami krisis hebat yang mengakibatkan terjadinya tingkat pertumbuhan
ekonomi minus 14% pada tahun 1998.4
Krisis ekonomi itu sudah mulai berlaku, tetapi baru disadari bahwa
pembangunan di bidang ekonomi lebih diutamakan dengan mengabaikan
pembangunan hukumnya. Akibatnya, dalam pembangunan bidang ekonomi
3
Asyakuri ibn Chamim, Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Diktilitbang
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999), hal 143.
4
Vedi R Hadiz, Politik Gerakan Buruh di Asia Tenggara, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama,2007), hal 8.
Universitas Sumatera Utara
3
tersebut muncul berbagai isu dan persoalan hukum berskala nasional. Oleh karena
itu, sewajarnya pemerintah berbenah diri dalam menghadapi pertumbuhan dan
perkembangan pembangunan ekonomi yang sedemikian pesatnya. Salah satu cara
adalah mengadakan penyesuaian dan perubahan seperlunya terhadap berbagai
perangkat hukum dan perundang-undangan nasional yang mengatur bidang
ekonomi.5
Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) punya suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB),
seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju (NM), seperti Jepang,
Amerika Serikat (AS), dan negara-negara di Eropa. Di Indonesia, sudah sering
dinyatakan di dalam banyak seminar dan lokakarya, dan juga banyak dibahas di
media-media massa bahwa UMKM di Indonesia sangat penting, terutama sebagai
sumber pertumbuhan kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha
tersebut jauh lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha
besar (UB).6
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-an, tidak
membuat UMKM surut dan masih tetap eksis. Waktu itu banyak usaha besar yang
bergelimpangan dan gulung tikar, mata uang Dollar Amerika melambung tinggi,
tidak sedikit perbankan yang dilikuidasi, dan ekonomi nasional melemah.
Eksistensi UMKM ini fenomenal
dan menghiasi hari-hari bangsa dengan
5
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 2.
6
Tulus Tambunan, UMKM DI INDONESIA, (Bogor, Penerbit Ghalia Indonesia,2009),
Hal. 1
Universitas Sumatera Utara
4
penderitaannya yang tak kunjung reda. Meskipun bukan rahasia lagi, UMKM
adalah anak kandung bangsa yang telah menunjukkan tindakan nyata upaya
mensejahterakan rakyat, namun tetap belum memiliki posisi dan pengaruh yang
signifikan di mata pemerintah dan ekonomi makro. Ini persoalan riil dan terus
menerus diperbincangkan. Betapa besarnya ketergantungan roda perekonomian
nasional yang sesungguhnya terletak pada pelaku UMKM, tetapi UMKM masih
terus terbentur dengan permodalan.7
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam tatanan pembangunan
nasional adalah bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi
rakyat yang kedudukan, potensi, dan perannya yang strategis untuk mewujudkan
struktur perekonomian yang semakin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi,
dan dapat peran dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan
stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah salah satu
pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama,
dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya, sebagai wujud
keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa
mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara, sehingga hal
ini perlu mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah untuk tetap
memberdayakan dan melindunginya.
Permasalahan UMKM yang cukup kompleks tentu dapat diatasi jika
pemerintah memiliki komitmen untuk melakukan perubahan kebijakan terhadap
7
Ibid, hal 17.
Universitas Sumatera Utara
5
UMKM di masa yang akan datang melalui deregulasi kebijakan yang mendukung
UMKM itu sendiri.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa:
1.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Sebagai piranti perbelanjaan yang digunakan secara terus menerus oleh
rumah tangga negara, pajak telah dikenal sejak zaman sebelum masehi. Dalam
sejarah, kita misalnya mengenal bahwa Cina dan kerajaan Romawi telah
melaksanakan pungutan pajak sebagai sumber pendapatan yang tetap bagi negara
Universitas Sumatera Utara
6
untuk menjalankan roda pemerintahannya. Dalam babakan selanjutnya, Inggris,
Belanda, Prancis dan banyak lagi negara lain melakukan pemajakan dengan
tatanan yang lebih teratur, sekalipun sistem yang digunakan relatif masih
sederhana.8
Di Indonesia,9 memang belum ada petunjuk tahun yang pasti sejak kapan
kerajaan-kerajaan Indonesia mulai memberlakukan pajak dan dalam bentuk apa;
hanya saja sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan-kerajaan Indonesia sudah
mengenal pajak dalam bentuk pajak tanah (terutama di wilayah-wilayah agraris)
dan berbagai mata dagangan selain berbagai bentuk kewajiban, seperti di Kerajaan
Mataram (Pertama), Kediri, Majapahit dan Pajang. Bagi kerajaan-kerajaan agraris,
tradisi pembayaran pajak langsung dan kerja rodi merupakan salah satu aspek
tradisional, berbeda dengan negara-negara maritim yang memberlakukan
pemajakan secara tidak langsung terhadap barang-barang.
Di luar kewajiban pajak seperti di atas yang dipersembahkan untuk
“pusat”, ada juga upeti-upeti setempat, di mana setiap pejabat pada kerajaan
tradisional berfungsi sebagai pemungut pajak. Karena setiap pejabat tersebut tidak
digaji oleh negara melainkan hanya diserahi wewenang dan kekuasaan, antara lain
wewenang untuk memungut pajak, upeti dan berbagai pungutan lainnya, maka
seringkali para pejabat tadi menerapkan pajak yang berlebihan, sehingga
8
Salamun Alfian Tjakradiwirja, Pajak, Citra dan Upaya Pembaruannya, (Jakarta : PT
Bina Rena Pariwara), hal 30.
9
Untuk mendalami sejarah perpajakan di Indonesia, kita harus membaca dokumendokumen dan arsip Pemerintah Belanda atau buku-buku karya penulis asing. Namun untuk sekedar
pengetahuan umum dan mengetahui ikhtisarnya, Majalah Prisma No.4, 1985 dengan edisi khusus
“Menegakkan Peranan Pajak”, dianjurkan untuk dibaca, terutama tulisan-tulisan dari M. Dawan
Rahardjo, Onghokham dan pandangan Soemarsaid Moertono.
Universitas Sumatera Utara
7
menyengsarakan rakyat. Terhadap penyalahgunaan ini biasanya raja mengenakan
“denda”, bahkan mengambil kekayaan para pejabat tersebut.10
Pajak bukan istilah asing bagi bangsa Indonesia, bahkan kata itu telah
menjadi istilah baku dalam Bahasa Indonesia. Istilah pajak baru muncul pada abad
ke-19 di pulau Jawa, yaitu pada saat pulau Jawa dijajah oleh Pemerintah Kolonial
Inggris pada tahun 1811-1816. Pada waktu itu diadakan pungutan Landrente yang
diciptakan oleh Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh
Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkan
Peraturan Landrente Stelsel bahwa sejumlah uang yang harus dibayar oleh
pemilik tanah tiap tahunnya hampir sama besar jumlahnya.11
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan
untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak adalah
penerimaan penting yang akan digunakan oleh negara untuk membiayai
pengeluaran rutin maupun pembangunan. Pengeluaran rutin dan pembangunan
tersebut untuk pelaksaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.12
Sebagian besar Undang-Undang Pajak yang berlaku sebelum UndangUndang Pajak Nasional adalah berasal dari undang-undang produk Pemerintah
Hindia Belanda. Undang-undang ini banyak mengalami perubahan dan tambahan
yang disusun dalam bahasa Indonesia, mengingat Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa:” segala badan negara dan peraturan yang masih ada masih
10
11
12
Ibid, hal 31
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, (Malang: Media Publishing,
2008) hlm 3
Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015) hlm 1
Universitas Sumatera Utara
8
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang
ini.”13
Diundangkannya
undang-undang
pajak
baru,
bertalian
dengan
pembaharuan/perombakan pajak-pajak yang masih berbau kolonial, pemerintah
mengalami kesulitan-kesulitan yang bertalian dengan itu. Di samping rakyat harus
dibuat menjadi sadar pajak, rakyat harus juga dijadikan tax minded dan sekaligus
ditanamkan tax discipline yang kuat, didasari dengan kejujuran yang mantap.
Walaupun agak terlambat, namun belum merupakan kegagalan, sehingga masih
dapat dilakukan usaha-usaha yang dapat menyelamatkan keuangan negara dan
dengan demikian melangsungkan kehidupan negara.14
Beberapa pihak yang dikenal dalam bidang pajak adalah subjek pajak,
wajib pajak, penanggung pajak. Subjek pajak adalah orang atau badan hukum
yang telah memenuhi syarat subyektif. Undang-Undang Pajak Penghasilan,
misalnya, menyebutkan bahwa Subjek Pajak dapat berupa orang, badan, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(permanent establishment). Orang dalam hal ini menyangkut manusia sebagai
pendukung hak dan kewajiban.15 Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah
memenuhi syarat objektif, selain juga syarat subjektif dalam ketentuan undangundang.16 Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
13
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta:Raja Grafindo:2004) hlm 4
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op.cit, hlm. 5.
15
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:Penerbit Andi:2009) hlm 20
16
Ibid., hlm. 22.
14
Universitas Sumatera Utara
9
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban wajib pajak.17
Kebijakan terbaru yang berkaitan tentang pajak yaitu telah disahkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Bagi pihak
yang dapat memanfaatkan kebijakan ini antara lain :18
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Wajib Pajak Badan
3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak mengatakan bahwa setiap wajib pajak berhak
mendapatkan pengampunan pajak. Dengan itu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
merupakan salah satu wajib pajak yang berhak untuk mendapatkan pengampunan
pajak. Namun kondisi ini berlaku hanya bagi seluruh Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang memenuhi tata cara dan syarat pemberian pengampunan pajak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya,
penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi
ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1.
Bagaimanakah pengaturan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia ?
17
18
Ibid., hlm. 23.
http://www.pajak.go.id/amnestipajak diakses tanggal 25 September 2016
Universitas Sumatera Utara
10
2.
Bagaimanakah pengampunan pajak dalam hukum perpajakan di Indonesia ?
3.
Bagaimanakah akibat hukum pemberian pengampunan pajak bagi usaha
mikro, kecil dan menengah ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun
2016 tentang Pengampunan Pajak ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Selain itu, yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
a.
Mengetahui pengaturan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia
b.
Mengetahui pengampunan pajak dalam hukum perpajakan di Indonesia
c.
Mengetahui akibat hukum pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro,
kecil dan menengah ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun 2016
tentang pengampunan pajak.
2. Manfaat penelitian
a.
Secara teoritis, penulisan skripsi ini dapat digunakan untuk memberikan
gambaran dan uraian yang komprehensif mengenai akibat hukum
pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro, kecil dan menengah
ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan
pajak, serta menambah wawasan ilmiah baik dalam bidang ini maupun
dalam bidang terkait lainnya.
Universitas Sumatera Utara
11
b.
Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan tambahan materi bagi para pembacanya baik umum maupun para
akademisi ataupun sebagai bahan referensi bagi para mahasiswa yang
ingin membahas tentang akibat hukum pemberian pengampunan pajak
bagi usaha mikro, kecil dan menengah ditinjau dari undang-undang nomor
11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang
berjudul “ Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak”.
Adapun judul yang berkaitan dengan skripsi ini adalah skripsi yang
berjudul “ Analisis Kebijakan Pengampunan Pajak Dikaitkan Dengan Penerimaan
Negara “ yang didalamnya memuat mengenai tujuan dan manfaat yang diperoleh
dari pengampunan pajak dibandingkan dengan peraturan pengampunan pajak di
Afrika Selatan, serta manfaat yang diperoleh dari kebijakan pengampunan pajak
apabila kebijakan pengampunan pajak dalam draf RUU pengampunan pajak pada
tahun 2006 diimplementasikan di Indonesia.
Selain judul diatas, terdapat jurnal yang berkaitan dengan judul saya
adalah jurnal yang berjudul “ Tax Policy Analysis : The Introduction of The
Russian Tax Amnesty” yang didalamnya memuat faktor pertimbangan pembuatan
Universitas Sumatera Utara
12
kebijakan pengampunan pajak , evaluasi manfaat dan biaya dari pengampunan
pajak, pengalaman dari negara-negara yang melakukan pengampunan pajak.
Sedangkan dalam skripsi ini hal yang dituangkan adalah akibat hukum
pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang
diberlakukan di Indonesia pada tahun 2016. Karena keberadaan UMKM ternyata
sangat penting dalam perekonomian di Indonesia maka dibutuhkan regulasi
peraturan perpajakan yang lebih terarah dalam mengikuti perkembangan ekonomi,
dan salah satu bentuk pemanfaatan yang sangat membantu bagi UMKM dalam
kehidupan perpajakan dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2016 Tentang Pengampunan Pajak.
Dengan demikian, penulisan skripsi ini dimulai dari mengumpulkan
bahan-bahan yang berkaitan dengan pengampunan pajak, peraturan perundangundangan yang berkaitan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan
atau media cetak maupun media elektronik. Dengan demikian keaslian penulisan
skripsi ini adalah ide sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan secara alamiah
dan akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pajak
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan diberikan pengertian bahwa pajak merupakan
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
13
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 19
Pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban
menyerahkan
sebagian
daripada
kekayaan
kepada
Negara
disebabkan
suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara
secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.20
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” 21
Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja adalah “ Iuran
wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Pengertian pajak menurut Prof. PJA. Adriani adalah “Iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
19
Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang “ Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan”
20
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009)
hal. 1
21
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 1
Universitas Sumatera Utara
14
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.22
Sedangkan Rochmat Soemitro memberikan pengertian bahwa yang
dimaksud dengan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.23
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Smeets, dalam buku De Economische
Betekenis der Belastingen mengatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang
individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.24
N.J. Feldmann,dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia,
Leiden, 1949, memberikan definisi mengenai pajak adalah sebagai berikut:25
Belastingen zijn aan de overhead (Volgens algemene, door har
vastgestelde
normen)
verschuldigde
afdwingbare
pretties,
waar geentegen prestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot
decking van publieke uitgaven.
Terjemahan bebasnya Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terhutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
22
PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,(Bandung:
PT.Eresco Bandung, 1991) hal. 2
23
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus,(Yogyakarta: Salemba Empat,2009) hlm1
24
Ibid., hal. 4
25
Defenisi Pajak Menurut Beberapa Ahli Ekonomi,https://evaoktaviagunawan
.wordpress.com/2011/12/18/definisi-pajak-menurut-beberapa-ahli-ekonomi/ diakses tanggal 27
September 2016
Universitas Sumatera Utara
15
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Dari berbagai defenisi yang dikemukakan tersebut dapat dikatakan adanya
beberapa ciri atau karakteristik pajak, yaitu sebagai berikut :26
a. Pajak dipungut berdasar adanya undang-undang ataupun peraturan
pelaksanaannya;
b. Terhadap pembayaran pajak tidak ada tegen prestasi yang dapat
ditunjukkan secara langsung;
c. Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah sehingga ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;
d. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan,
dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public
investment;
e. Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana
dari rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga
mempunyai fungsi lain, yakni fungsi mengatur.
2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan
bahwa UMKM turut serta dalam berkewajiban untuk taat pajak. Pajak, ditinjau
dari segi mikroekonomi, merupakan peralihan uang (harta) dari sektor
26
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:Penerbit Andi:2009) hlm 4
Universitas Sumatera Utara
16
swasta/individu ke sektor masyarakat/pemerintah, tanpa ada imbalan yang secara
langsung dapat ditunjuk.27
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kekuatan
strategis dalam mempercepat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah diberikan pengertian atau batasan tentang usaha mikro,
usaha kecil dan usaha menengah sebagai berikut :28
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria yakni :29
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus
juta rupiah)
Ciri-ciri usaha mikro dapat dijabarkan sebagai berikut :30
1) Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat
berganti;
2) Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah
tempat;
27
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan,
(Bandung: Refika Aditama,2004) hlm 2
28
Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”
29
Ibid, Pasal 6
30
Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, http://restafebri.blogspot.
co.id/2009/03/pengertian-dan-kriteria-usaha-mikro_08.html diakses pada tanggal 26 September
2016
Universitas Sumatera Utara
17
3) Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan
tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
4) Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa wirausaha yang
memadai;
5) Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
6) Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka
sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP.
Contoh usaha mikro :
1) Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan
pembudidaya;
2) Industri makanan dan minuman, industri meubel pengolahan kayu dan
rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat;
3) Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dll.;
4) Peternakan ayam, itik dan perikanan;
5) Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit
(konveksi).
Usaha Kecil adalah usaha mikro ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
Universitas Sumatera Utara
18
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau
Usaha Besar yang memenuhi kriteria yakni :31
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994,
Usaha Kecil didefenisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah
melakukan kegiatan, dengan penjualan tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000
atau asset / aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (diluar tanah dan bangunan
yang ditempati).
Usaha Kecil tersebut terdiri dari :
a. Badan usaha, termasuk di dalamnya Fa/Firma, CV, PT, dan Koperasi.
b. Perorangan, yang termasuk perorangan disini adalah pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang,
pedagang barang, dan jasa.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
31
Pasal 1 UU No 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”
Universitas Sumatera Utara
19
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar
yang memenuhi kriteria : 32
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah yaitu :
1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik,
lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas
antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan
penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah
ada jamsostek, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain;
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin
usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan;
5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
6. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan
terdidik.
32
Pasal 1 UU No 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”
Universitas Sumatera Utara
20
Contoh usaha menengah yaitu :
a) Usaha pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah;
b) Usaha perdagangan (grosir) termasuk ekspor dan impor;
c) Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garmen dan jasa
transportasi taksi dan bus antar propinsi;
d) Usaha pertambangan batu gunung untuk konstruksi dan marmer buatan.
Menurut penjelasan Bab I UU UMKM 2008, dinyatakan defenisi Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah itu merupakan kegiatan usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas
kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional.33
3. Pengampunan Pajak
Kebijakan terbaru dalam pengaturan pajak dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjadikan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai wajib pajak untuk turut serta ikut
dalam pelaksanaan taat pajak di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (1) dikatakan
bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
33
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah”
Universitas Sumatera Utara
21
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta, dan membayar Uang Tebusan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.34
F. Metode Penelitian
Metode penulisan yang digunakan untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar
dapat terarah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah antara lain :
1.
Jenis dan Sifat penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam
pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Karena
penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan cara meneliti bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang
tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal
dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan
bidang hukum.35
Sifat penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam
pembahasan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Karena penelitian
deskriptif ini dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library
research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun
penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber
kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari
internet.
34
Pasal 1 angka (1) UU No.11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm. 33.
35
Universitas Sumatera Utara
22
2.
Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
a.
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat yaitu UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli
hukum berupa buku-buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah,
laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.
c.
Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan
hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yang berasal dari
kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah
dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum
normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library
research).Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian
kepustakaan (library research). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan
dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
Universitas Sumatera Utara
23
data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan
dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Metode library
research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang
dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa
buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan
hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
4. Analisa data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe
penelitian hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan
kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di
bahas. Analisa data dilakukan dengan :36
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relavan dengan permasalahan
yang diteliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan
penelitian
c. Mensistematiskan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal, atau
doktrin yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif,
yaitu diawali dengan mengemukakan yang bersifat umum kemudian
diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus.
36
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
24
G. Sistematika Penelitian
Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Dalam memudahkan penulisan skripsi ini maka
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per
bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan apa yang menjadi latar belakang
penulisan skripsi, rumusan permasalahan sebagai topik yang akan
dibahas secara mendalam, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan
serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II
PENGATURAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
DI INDONESIA
Bab ini akan membahas mengenai bagaimana pengertian,
sejarah dan dasar hukum usaha mikro, kecil dan menengah, jenis
dan bentuk usaha mikro, kecil dan menengah, urgensi usaha mikro,
kecil dan menengah dalam perekonomian di Indonesia, dan
pengaturan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
25
BAB III
PENGAMPUNAN PAJAK DALAM HUKUM PERPAJAKAN DI
INDONESIA
Bab ini akan membahas mengenai, tinjauan umum tentang
perpajakan, pengampunan pajak dalam hukum perpajakan, dan
pengampunan pajak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2016.
BAB IV
AKIBAT HUKUM PEMBERIAN PENGAMPUNAN PAJAK
BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DITINJAU
DARI
UNDANG-UNDANG
NOMOR
11
TAHUN
2016
TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
Bab ini akan membahas mengenai, kedudukan usaha mikro,
kecil dan menengah dalam menerima pengampunan pajak, tata cara
dan syarat pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro, kecil
dan menengah, dan akibat hukum pemberian pengampunan pajak
bagi usaha mikro, kecil dan menengah ditinjau dari UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan dari bab-bab
yang
telah
dibahas
sebelumnya
dan
saran-saran
yang
memungkinkan berguna bagi orang-orang yang membacanya.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rakyat Indonesia, yang mengalami penjajahan selama kurang lebih tiga
setengah abad, baik di zaman kolonial maupun pada masa pendudukan balatentara
Jepang, masih belum lupa kepahitan dari masa penjajahan tersebut. Berdasarkan
kepahitan tersebut, khususnya dalam bidang perpajakan, rakyat pada awalnya
mengenal hanya sebagai alat pemeras dari kaum penjajah, dan oleh sebab itu
rakyat benci terhadap pajak. Benci karena pajak dirasakan sebagai beban yang
memberatkan hidupnya, tanpa mendapatkan imbalan.1
Zaman merdeka datang, tetapi rakyat harus tetap membayar pajak, baik
dalam bentuk pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Walaupun rakyat
mengetahui bahwa Indonesia sudah merdeka, dan bukan lagi merupakan negara
jajahan, namun tidak banyak dari mereka yang mengerti bahwa pajak dalam
zaman merdeka, sifatnya lain daripada pajak pada masa penjajahan. Mereka tetap
merasakan bahwa pajak memberatkan mereka, tanpa mendapatkan suatu imbalan
secara langsung. Penyuluhan dan informasi dari pihak pemerintah kepada rakyat
tentang perpajakan tidak ada atau kurang sama sekali, baik yang dilakukan secara
formal maupun secara informal melalui media massa.2
1
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan,
(Bandung: Refika Aditama, 2004) hlm 4
2
Ibid., hlm. 4.
1
Universitas Sumatera Utara
2
Ekonomi orde baru yang dimulai sejak tahun 1966 secara radikal
membalikkan arah sistem ekonomi Indonesia. Pembangunan diarahkan pada
demokrasi ekonomi dan politik ekonomi untuk menggerakkan kembali roda
perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kegiatan
pencetakan uang yang telah berlangsung hampir tanpa kendali dihentikan,
anggaran belanja pemerintah dibuat berimbang, dan produksi dalam negeri
khususnya di bidang pangan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
penduduk yang terus bertambah. Sistem ekonomi pasar bebas mulai berjalan
normal, pembangunan ekonomi dibangun berdasarkan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA), yang diarahkan dari tahun 1969 sampai dengan tahun
1994.3
Ditandai dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia
Tenggara, dimulai dari negara yang sudah siap menghadapi krisis ekonomi
tersebut seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Brunei sampai dengan negaranegara berkembang seperti Indonesia. Salah satu negara yang mengalami tahuntahun ledakan kemajuan di Asia Tenggara adalah Filipina. Indonesia sendiri
mengalami krisis hebat yang mengakibatkan terjadinya tingkat pertumbuhan
ekonomi minus 14% pada tahun 1998.4
Krisis ekonomi itu sudah mulai berlaku, tetapi baru disadari bahwa
pembangunan di bidang ekonomi lebih diutamakan dengan mengabaikan
pembangunan hukumnya. Akibatnya, dalam pembangunan bidang ekonomi
3
Asyakuri ibn Chamim, Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Diktilitbang
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1999), hal 143.
4
Vedi R Hadiz, Politik Gerakan Buruh di Asia Tenggara, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama,2007), hal 8.
Universitas Sumatera Utara
3
tersebut muncul berbagai isu dan persoalan hukum berskala nasional. Oleh karena
itu, sewajarnya pemerintah berbenah diri dalam menghadapi pertumbuhan dan
perkembangan pembangunan ekonomi yang sedemikian pesatnya. Salah satu cara
adalah mengadakan penyesuaian dan perubahan seperlunya terhadap berbagai
perangkat hukum dan perundang-undangan nasional yang mengatur bidang
ekonomi.5
Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) punya suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB),
seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju (NM), seperti Jepang,
Amerika Serikat (AS), dan negara-negara di Eropa. Di Indonesia, sudah sering
dinyatakan di dalam banyak seminar dan lokakarya, dan juga banyak dibahas di
media-media massa bahwa UMKM di Indonesia sangat penting, terutama sebagai
sumber pertumbuhan kesempatan kerja yang diciptakan oleh kelompok usaha
tersebut jauh lebih banyak dibandingkan tenaga kerja yang bisa diserap oleh usaha
besar (UB).6
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-an, tidak
membuat UMKM surut dan masih tetap eksis. Waktu itu banyak usaha besar yang
bergelimpangan dan gulung tikar, mata uang Dollar Amerika melambung tinggi,
tidak sedikit perbankan yang dilikuidasi, dan ekonomi nasional melemah.
Eksistensi UMKM ini fenomenal
dan menghiasi hari-hari bangsa dengan
5
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal 2.
6
Tulus Tambunan, UMKM DI INDONESIA, (Bogor, Penerbit Ghalia Indonesia,2009),
Hal. 1
Universitas Sumatera Utara
4
penderitaannya yang tak kunjung reda. Meskipun bukan rahasia lagi, UMKM
adalah anak kandung bangsa yang telah menunjukkan tindakan nyata upaya
mensejahterakan rakyat, namun tetap belum memiliki posisi dan pengaruh yang
signifikan di mata pemerintah dan ekonomi makro. Ini persoalan riil dan terus
menerus diperbincangkan. Betapa besarnya ketergantungan roda perekonomian
nasional yang sesungguhnya terletak pada pelaku UMKM, tetapi UMKM masih
terus terbentur dengan permodalan.7
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam tatanan pembangunan
nasional adalah bagian integral dunia usaha yang merupakan kegiatan ekonomi
rakyat yang kedudukan, potensi, dan perannya yang strategis untuk mewujudkan
struktur perekonomian yang semakin seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi,
dan dapat peran dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan
stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah salah satu
pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama,
dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya, sebagai wujud
keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa
mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara, sehingga hal
ini perlu mendapat perhatian dan perlindungan dari pemerintah untuk tetap
memberdayakan dan melindunginya.
Permasalahan UMKM yang cukup kompleks tentu dapat diatasi jika
pemerintah memiliki komitmen untuk melakukan perubahan kebijakan terhadap
7
Ibid, hal 17.
Universitas Sumatera Utara
5
UMKM di masa yang akan datang melalui deregulasi kebijakan yang mendukung
UMKM itu sendiri.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa:
1.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Sebagai piranti perbelanjaan yang digunakan secara terus menerus oleh
rumah tangga negara, pajak telah dikenal sejak zaman sebelum masehi. Dalam
sejarah, kita misalnya mengenal bahwa Cina dan kerajaan Romawi telah
melaksanakan pungutan pajak sebagai sumber pendapatan yang tetap bagi negara
Universitas Sumatera Utara
6
untuk menjalankan roda pemerintahannya. Dalam babakan selanjutnya, Inggris,
Belanda, Prancis dan banyak lagi negara lain melakukan pemajakan dengan
tatanan yang lebih teratur, sekalipun sistem yang digunakan relatif masih
sederhana.8
Di Indonesia,9 memang belum ada petunjuk tahun yang pasti sejak kapan
kerajaan-kerajaan Indonesia mulai memberlakukan pajak dan dalam bentuk apa;
hanya saja sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan-kerajaan Indonesia sudah
mengenal pajak dalam bentuk pajak tanah (terutama di wilayah-wilayah agraris)
dan berbagai mata dagangan selain berbagai bentuk kewajiban, seperti di Kerajaan
Mataram (Pertama), Kediri, Majapahit dan Pajang. Bagi kerajaan-kerajaan agraris,
tradisi pembayaran pajak langsung dan kerja rodi merupakan salah satu aspek
tradisional, berbeda dengan negara-negara maritim yang memberlakukan
pemajakan secara tidak langsung terhadap barang-barang.
Di luar kewajiban pajak seperti di atas yang dipersembahkan untuk
“pusat”, ada juga upeti-upeti setempat, di mana setiap pejabat pada kerajaan
tradisional berfungsi sebagai pemungut pajak. Karena setiap pejabat tersebut tidak
digaji oleh negara melainkan hanya diserahi wewenang dan kekuasaan, antara lain
wewenang untuk memungut pajak, upeti dan berbagai pungutan lainnya, maka
seringkali para pejabat tadi menerapkan pajak yang berlebihan, sehingga
8
Salamun Alfian Tjakradiwirja, Pajak, Citra dan Upaya Pembaruannya, (Jakarta : PT
Bina Rena Pariwara), hal 30.
9
Untuk mendalami sejarah perpajakan di Indonesia, kita harus membaca dokumendokumen dan arsip Pemerintah Belanda atau buku-buku karya penulis asing. Namun untuk sekedar
pengetahuan umum dan mengetahui ikhtisarnya, Majalah Prisma No.4, 1985 dengan edisi khusus
“Menegakkan Peranan Pajak”, dianjurkan untuk dibaca, terutama tulisan-tulisan dari M. Dawan
Rahardjo, Onghokham dan pandangan Soemarsaid Moertono.
Universitas Sumatera Utara
7
menyengsarakan rakyat. Terhadap penyalahgunaan ini biasanya raja mengenakan
“denda”, bahkan mengambil kekayaan para pejabat tersebut.10
Pajak bukan istilah asing bagi bangsa Indonesia, bahkan kata itu telah
menjadi istilah baku dalam Bahasa Indonesia. Istilah pajak baru muncul pada abad
ke-19 di pulau Jawa, yaitu pada saat pulau Jawa dijajah oleh Pemerintah Kolonial
Inggris pada tahun 1811-1816. Pada waktu itu diadakan pungutan Landrente yang
diciptakan oleh Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur yang diangkat oleh
Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India. Pada tahun 1813 dikeluarkan
Peraturan Landrente Stelsel bahwa sejumlah uang yang harus dibayar oleh
pemilik tanah tiap tahunnya hampir sama besar jumlahnya.11
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan
untuk melaksanakan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pajak adalah
penerimaan penting yang akan digunakan oleh negara untuk membiayai
pengeluaran rutin maupun pembangunan. Pengeluaran rutin dan pembangunan
tersebut untuk pelaksaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.12
Sebagian besar Undang-Undang Pajak yang berlaku sebelum UndangUndang Pajak Nasional adalah berasal dari undang-undang produk Pemerintah
Hindia Belanda. Undang-undang ini banyak mengalami perubahan dan tambahan
yang disusun dalam bahasa Indonesia, mengingat Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa:” segala badan negara dan peraturan yang masih ada masih
10
11
12
Ibid, hal 31
Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak, (Malang: Media Publishing,
2008) hlm 3
Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015) hlm 1
Universitas Sumatera Utara
8
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang
ini.”13
Diundangkannya
undang-undang
pajak
baru,
bertalian
dengan
pembaharuan/perombakan pajak-pajak yang masih berbau kolonial, pemerintah
mengalami kesulitan-kesulitan yang bertalian dengan itu. Di samping rakyat harus
dibuat menjadi sadar pajak, rakyat harus juga dijadikan tax minded dan sekaligus
ditanamkan tax discipline yang kuat, didasari dengan kejujuran yang mantap.
Walaupun agak terlambat, namun belum merupakan kegagalan, sehingga masih
dapat dilakukan usaha-usaha yang dapat menyelamatkan keuangan negara dan
dengan demikian melangsungkan kehidupan negara.14
Beberapa pihak yang dikenal dalam bidang pajak adalah subjek pajak,
wajib pajak, penanggung pajak. Subjek pajak adalah orang atau badan hukum
yang telah memenuhi syarat subyektif. Undang-Undang Pajak Penghasilan,
misalnya, menyebutkan bahwa Subjek Pajak dapat berupa orang, badan, warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(permanent establishment). Orang dalam hal ini menyangkut manusia sebagai
pendukung hak dan kewajiban.15 Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah
memenuhi syarat objektif, selain juga syarat subjektif dalam ketentuan undangundang.16 Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung
13
Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta:Raja Grafindo:2004) hlm 4
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op.cit, hlm. 5.
15
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:Penerbit Andi:2009) hlm 20
16
Ibid., hlm. 22.
14
Universitas Sumatera Utara
9
jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban wajib pajak.17
Kebijakan terbaru yang berkaitan tentang pajak yaitu telah disahkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Bagi pihak
yang dapat memanfaatkan kebijakan ini antara lain :18
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Wajib Pajak Badan
3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Berdasarkan Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak mengatakan bahwa setiap wajib pajak berhak
mendapatkan pengampunan pajak. Dengan itu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
merupakan salah satu wajib pajak yang berhak untuk mendapatkan pengampunan
pajak. Namun kondisi ini berlaku hanya bagi seluruh Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang memenuhi tata cara dan syarat pemberian pengampunan pajak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya,
penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi
ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
1.
Bagaimanakah pengaturan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia ?
17
18
Ibid., hlm. 23.
http://www.pajak.go.id/amnestipajak diakses tanggal 25 September 2016
Universitas Sumatera Utara
10
2.
Bagaimanakah pengampunan pajak dalam hukum perpajakan di Indonesia ?
3.
Bagaimanakah akibat hukum pemberian pengampunan pajak bagi usaha
mikro, kecil dan menengah ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun
2016 tentang Pengampunan Pajak ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Selain itu, yang menjadi tujuan dari pembahasan skripsi ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
a.
Mengetahui pengaturan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia
b.
Mengetahui pengampunan pajak dalam hukum perpajakan di Indonesia
c.
Mengetahui akibat hukum pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro,
kecil dan menengah ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun 2016
tentang pengampunan pajak.
2. Manfaat penelitian
a.
Secara teoritis, penulisan skripsi ini dapat digunakan untuk memberikan
gambaran dan uraian yang komprehensif mengenai akibat hukum
pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro, kecil dan menengah
ditinjau dari undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan
pajak, serta menambah wawasan ilmiah baik dalam bidang ini maupun
dalam bidang terkait lainnya.
Universitas Sumatera Utara
11
b.
Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan tambahan materi bagi para pembacanya baik umum maupun para
akademisi ataupun sebagai bahan referensi bagi para mahasiswa yang
ingin membahas tentang akibat hukum pemberian pengampunan pajak
bagi usaha mikro, kecil dan menengah ditinjau dari undang-undang nomor
11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang
berjudul “ Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
Tentang Pengampunan Pajak”.
Adapun judul yang berkaitan dengan skripsi ini adalah skripsi yang
berjudul “ Analisis Kebijakan Pengampunan Pajak Dikaitkan Dengan Penerimaan
Negara “ yang didalamnya memuat mengenai tujuan dan manfaat yang diperoleh
dari pengampunan pajak dibandingkan dengan peraturan pengampunan pajak di
Afrika Selatan, serta manfaat yang diperoleh dari kebijakan pengampunan pajak
apabila kebijakan pengampunan pajak dalam draf RUU pengampunan pajak pada
tahun 2006 diimplementasikan di Indonesia.
Selain judul diatas, terdapat jurnal yang berkaitan dengan judul saya
adalah jurnal yang berjudul “ Tax Policy Analysis : The Introduction of The
Russian Tax Amnesty” yang didalamnya memuat faktor pertimbangan pembuatan
Universitas Sumatera Utara
12
kebijakan pengampunan pajak , evaluasi manfaat dan biaya dari pengampunan
pajak, pengalaman dari negara-negara yang melakukan pengampunan pajak.
Sedangkan dalam skripsi ini hal yang dituangkan adalah akibat hukum
pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang
diberlakukan di Indonesia pada tahun 2016. Karena keberadaan UMKM ternyata
sangat penting dalam perekonomian di Indonesia maka dibutuhkan regulasi
peraturan perpajakan yang lebih terarah dalam mengikuti perkembangan ekonomi,
dan salah satu bentuk pemanfaatan yang sangat membantu bagi UMKM dalam
kehidupan perpajakan dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2016 Tentang Pengampunan Pajak.
Dengan demikian, penulisan skripsi ini dimulai dari mengumpulkan
bahan-bahan yang berkaitan dengan pengampunan pajak, peraturan perundangundangan yang berkaitan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan
atau media cetak maupun media elektronik. Dengan demikian keaslian penulisan
skripsi ini adalah ide sendiri dan dapat dipertanggungjawabkan secara alamiah
dan akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pajak
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan diberikan pengertian bahwa pajak merupakan
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
13
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 19
Pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban
menyerahkan
sebagian
daripada
kekayaan
kepada
Negara
disebabkan
suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara
secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.20
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” 21
Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja adalah “ Iuran
wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Pengertian pajak menurut Prof. PJA. Adriani adalah “Iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
19
Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang “ Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan”
20
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009)
hal. 1
21
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 1
Universitas Sumatera Utara
14
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.22
Sedangkan Rochmat Soemitro memberikan pengertian bahwa yang
dimaksud dengan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.23
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Smeets, dalam buku De Economische
Betekenis der Belastingen mengatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang
individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.24
N.J. Feldmann,dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia,
Leiden, 1949, memberikan definisi mengenai pajak adalah sebagai berikut:25
Belastingen zijn aan de overhead (Volgens algemene, door har
vastgestelde
normen)
verschuldigde
afdwingbare
pretties,
waar geentegen prestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot
decking van publieke uitgaven.
Terjemahan bebasnya Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terhutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
22
PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,(Bandung:
PT.Eresco Bandung, 1991) hal. 2
23
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus,(Yogyakarta: Salemba Empat,2009) hlm1
24
Ibid., hal. 4
25
Defenisi Pajak Menurut Beberapa Ahli Ekonomi,https://evaoktaviagunawan
.wordpress.com/2011/12/18/definisi-pajak-menurut-beberapa-ahli-ekonomi/ diakses tanggal 27
September 2016
Universitas Sumatera Utara
15
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Dari berbagai defenisi yang dikemukakan tersebut dapat dikatakan adanya
beberapa ciri atau karakteristik pajak, yaitu sebagai berikut :26
a. Pajak dipungut berdasar adanya undang-undang ataupun peraturan
pelaksanaannya;
b. Terhadap pembayaran pajak tidak ada tegen prestasi yang dapat
ditunjukkan secara langsung;
c. Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah sehingga ada istilah pajak pusat dan pajak daerah;
d. Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan,
dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan untuk public
investment;
e. Di samping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana
dari rakyat ke dalam kas negara (fungsi budgeter), pajak juga
mempunyai fungsi lain, yakni fungsi mengatur.
2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan
bahwa UMKM turut serta dalam berkewajiban untuk taat pajak. Pajak, ditinjau
dari segi mikroekonomi, merupakan peralihan uang (harta) dari sektor
26
Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:Penerbit Andi:2009) hlm 4
Universitas Sumatera Utara
16
swasta/individu ke sektor masyarakat/pemerintah, tanpa ada imbalan yang secara
langsung dapat ditunjuk.27
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kekuatan
strategis dalam mempercepat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Di Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah diberikan pengertian atau batasan tentang usaha mikro,
usaha kecil dan usaha menengah sebagai berikut :28
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria yakni :29
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus
juta rupiah)
Ciri-ciri usaha mikro dapat dijabarkan sebagai berikut :30
1) Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat
berganti;
2) Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah
tempat;
27
H. Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas Dan Dasar Perpajakan,
(Bandung: Refika Aditama,2004) hlm 2
28
Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”
29
Ibid, Pasal 6
30
Pengertian dan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, http://restafebri.blogspot.
co.id/2009/03/pengertian-dan-kriteria-usaha-mikro_08.html diakses pada tanggal 26 September
2016
Universitas Sumatera Utara
17
3) Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan
tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
4) Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa wirausaha yang
memadai;
5) Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
6) Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka
sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP.
Contoh usaha mikro :
1) Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan
pembudidaya;
2) Industri makanan dan minuman, industri meubel pengolahan kayu dan
rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat;
3) Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dll.;
4) Peternakan ayam, itik dan perikanan;
5) Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit
(konveksi).
Usaha Kecil adalah usaha mikro ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
Universitas Sumatera Utara
18
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau
Usaha Besar yang memenuhi kriteria yakni :31
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah).
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994,
Usaha Kecil didefenisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah
melakukan kegiatan, dengan penjualan tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000
atau asset / aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (diluar tanah dan bangunan
yang ditempati).
Usaha Kecil tersebut terdiri dari :
a. Badan usaha, termasuk di dalamnya Fa/Firma, CV, PT, dan Koperasi.
b. Perorangan, yang termasuk perorangan disini adalah pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang,
pedagang barang, dan jasa.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
31
Pasal 1 UU No 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”
Universitas Sumatera Utara
19
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar
yang memenuhi kriteria : 32
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah yaitu :
1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik,
lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas
antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan
penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah
ada jamsostek, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain;
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin
usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan;
5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
6. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan
terdidik.
32
Pasal 1 UU No 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”
Universitas Sumatera Utara
20
Contoh usaha menengah yaitu :
a) Usaha pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan skala menengah;
b) Usaha perdagangan (grosir) termasuk ekspor dan impor;
c) Usaha jasa EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut), garmen dan jasa
transportasi taksi dan bus antar propinsi;
d) Usaha pertambangan batu gunung untuk konstruksi dan marmer buatan.
Menurut penjelasan Bab I UU UMKM 2008, dinyatakan defenisi Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah itu merupakan kegiatan usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas
kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan
pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam
mewujudkan stabilitas nasional.33
3. Pengampunan Pajak
Kebijakan terbaru dalam pengaturan pajak dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjadikan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai wajib pajak untuk turut serta ikut
dalam pelaksanaan taat pajak di Indonesia. Dalam Pasal 1 ayat (1) dikatakan
bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
33
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang “Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah”
Universitas Sumatera Utara
21
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta, dan membayar Uang Tebusan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.34
F. Metode Penelitian
Metode penulisan yang digunakan untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar
dapat terarah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah antara lain :
1.
Jenis dan Sifat penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam
pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Karena
penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan cara meneliti bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang
tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal
dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan
bidang hukum.35
Sifat penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam
pembahasan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Karena penelitian
deskriptif ini dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library
research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun
penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber
kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari
internet.
34
Pasal 1 angka (1) UU No.11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta: PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hlm. 33.
35
Universitas Sumatera Utara
22
2.
Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
a.
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat yaitu UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil
Dan Menengah.
b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli
hukum berupa buku-buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah,
laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.
c.
Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan
hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yang berasal dari
kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah
dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum
normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library
research).Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian
kepustakaan (library research). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan
dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
Universitas Sumatera Utara
23
data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan
dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Metode library
research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang
dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa
buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan
hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
4. Analisa data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe
penelitian hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan
kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di
bahas. Analisa data dilakukan dengan :36
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relavan dengan permasalahan
yang diteliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan
penelitian
c. Mensistematiskan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal, atau
doktrin yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif,
yaitu diawali dengan mengemukakan yang bersifat umum kemudian
diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus.
36
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
24
G. Sistematika Penelitian
Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Dalam memudahkan penulisan skripsi ini maka
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per
bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan apa yang menjadi latar belakang
penulisan skripsi, rumusan permasalahan sebagai topik yang akan
dibahas secara mendalam, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian yang digunakan
serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II
PENGATURAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
DI INDONESIA
Bab ini akan membahas mengenai bagaimana pengertian,
sejarah dan dasar hukum usaha mikro, kecil dan menengah, jenis
dan bentuk usaha mikro, kecil dan menengah, urgensi usaha mikro,
kecil dan menengah dalam perekonomian di Indonesia, dan
pengaturan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
25
BAB III
PENGAMPUNAN PAJAK DALAM HUKUM PERPAJAKAN DI
INDONESIA
Bab ini akan membahas mengenai, tinjauan umum tentang
perpajakan, pengampunan pajak dalam hukum perpajakan, dan
pengampunan pajak dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2016.
BAB IV
AKIBAT HUKUM PEMBERIAN PENGAMPUNAN PAJAK
BAGI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DITINJAU
DARI
UNDANG-UNDANG
NOMOR
11
TAHUN
2016
TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
Bab ini akan membahas mengenai, kedudukan usaha mikro,
kecil dan menengah dalam menerima pengampunan pajak, tata cara
dan syarat pemberian pengampunan pajak bagi usaha mikro, kecil
dan menengah, dan akibat hukum pemberian pengampunan pajak
bagi usaha mikro, kecil dan menengah ditinjau dari UndangUndang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan dari bab-bab
yang
telah
dibahas
sebelumnya
dan
saran-saran
yang
memungkinkan berguna bagi orang-orang yang membacanya.
Universitas Sumatera Utara