Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak Chapter III V

BAB III
PENGAMPUNAN PAJAK DALAM HUKUM PERPAJAKAN DI
INDONESIA

A. Tinjauan Umum Tentang Perpajakan
1.

Pengertian, Karakteristik dan Unsur Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 1:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.60
Di Indonesia dikenal berbagai jenis pajak yang diberlakukan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Agar lebih mengerti dan
memahami mengenai pajak dan juga pajak daerah, maka terlebih dahulu
akan dibahas mengenai definisi pajak menurut pendapat beberapa sarjana.
Pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban

menyerahkan

sebagian

daripada

kekayaan

kepada

Negara

disebabkan

suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan

60

Pasal 1 Butir 1 dalam UU No 28 Tahun 2007 Tentang “ Ketentuan Umum Dan Tata

Cara Perpajakan”

59
Universitas Sumatera Utara

60

pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara
secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.61
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” 62
Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja adalah “ Iuran
wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.”
Pengertian pajak menurut Prof. PJA. Adriani adalah “Iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung
dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.63
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Smeets, dalam buku De Economische
Betekenis der Belastingen mengatakan bahwa pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang
individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.64

61

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009)

hal. 1
62

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 1
PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,(Bandung:
PT.Eresco Bandung, 1991) hal. 2
64
Ibid., hal. 4
63


Universitas Sumatera Utara

61

N.J. Feldmann,dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia,
Leiden, 1949, memberikan definisi mengenai pajak adalah sebagai berikut:65
Belastingen zijn aan de overhead (Volgens algemene, door har
vastgestelde

normen)

verschuldigde

afdwingbare

pretties,

waar geentegen prestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot
decking van publieke uitgaven.

Terjemahan bebasnya Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terhutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk
menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri atau
karakteristik yang melekat pada pajak adalah :66
a.

Pajak

dipungut

berdasarkan

undang-undang

serta

aturan


pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
b.

Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah.

c.

Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.

d.

Pajak memiliki fungsi budgeter atau mengatur.

e.

Hasil pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah,


baik

pengeluaran

rutin

maupun

pengeluaran

65

Defenisi Pajak Menurut Beberapa Ahli Ekonomi https://evaoktaviagunawan
.wordpress.com/2011/12/18/definisi-pajak-menurut-beberapa-ahli-ekonomi/ diakses tanggal 6
Januari 2017
66
Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya, Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,
(Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2015) hal. 9

Universitas Sumatera Utara


62

pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya digunakan
untuk public investment.67
Dari pengertian tersebut juga bahwa pajak memiliki unsur-unsur, diantaranya : 68
a.

Iuran dari rakyat kepada negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa
uang (bukan barang).

b.

Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.

c.


Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d.

Digunakan

untuk

membiayai

rumah

tangga

negara,

yakni


pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dari pandangan Rochmat

Soemitro dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur :69
a. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak
hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

67
68

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal. 4
Prof. Dr. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, (Yogyakarta: Penerbit Andi,2011)

hal. 1
69


Ibid hal. 1

Universitas Sumatera Utara

63

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat

ditunjuk,

dalam

pembayaran

pajak

tidak

dapat

ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2. Asas-Asas, Jenis dan Fungsi Pajak
Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asasasas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya, sehingga terdapat
keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi
yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu.
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi dalam
buku Perpajakan: Teori dan Kasus menyatakan bahwa terdapat tiga asas
pemungutan pajak yaitu :70
a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya,
baik penghasilan berasal dari dalam maupun luar negeri. Setiap Wajib Pajak
yang berdomisili atau bertempat tinggal di wilayah Indonesia (Wajib Pajak
Dalam Negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperolehnya
baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

70

Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Kasus, (Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat,2009)

hal. 10

Universitas Sumatera Utara

64

b. Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari
Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
c. Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia
dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia
tetapi bertempat tinggal di Indonesia.71
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith
dalam buku An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations
menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada asas-asas
berikut :72
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak
dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan
kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat
yang diterima.
Adil dimaksudkan bahwa setiap Wajib Pajak menyumbangkan uang
untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan
manfaat yang diminta.
71

Ibid., hal.11
Angger Sigit Pramukti & Fuady Primaharsya,
(Yogyakarta:Pustaka Yustisia,2015) hal. 37
72

Pokok-Pokok Hukum Perpajakan,

Universitas Sumatera Utara

65

2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh
karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya
pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
3. Convenience
Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. Sebagai contoh:
pada saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini
disebut pay as you earn.73
4. Economy
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin,
demikian pula beban yang ditanggung Wajib Pajak.
Asas keadilan dalam prinsip perundang-undangan perpajakan maupun
dalam hal pelaksanaannya harus dipegang teguh, walaupun keadilan itu sangat
relatif.
Menurut Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku Public
Finance in Theory and Practice terdapat dua macam asas keadilan pemungutan
pajak, adalah sebagai berikut:

73

Ibid., hal. 38

Universitas Sumatera Utara

66

1. Benefit principle
Dalam sistem perpajakan yang adil, setiap Wajib Pajak harus membayar
pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah. Pendekatan ini
disebut revenue and expenditure approach.
2. Ability principle
Dalam pendekatan ini menyarankan agar pajak dibebankan kepada Wajib
Pajak atas dasar kemampuan membayar.
Pajak

dapat

dikelompokkan

ke

dalam

berbagai

jenis

dengan

mempergunakan kriteria-kriteria tertentu. Pajak dapat dilihat dari segi
administrative juridis, dari segi titik tolak pungutannya, berdasarkan sifatnya dan
berdasarkan kewenangan pemungutannya. 74
1. Dari Segi Administratif Yuridis
Penggolongan Pajak dari sisi ini akan menghasilkan apa yang sering
dikenal dengan Pajak langsung dan Pajak tidak langsung. Kedua jenis Pajak
tersebut masih dapat dibagi lagi ke dalam dua segi yang lain yaitu dari sisi
yuridis dan ekonomis.
a.) Segi Yuridis
Suatu jenis Pajak dikatakan sebagai Pajak langsung apabila
dipungut secara periodik, yakni dipungut secara berulang-ulang, tidak
hanya satu kali pungut saja dengan menggunakan penetapan sebagai
dasarnya dan kohir.75 Sebagai contoh, Pajak Penghasilan (PPh). Pajak
Penghasilan ini dipungut secara periodik setiap tahun atau setiap masa
74

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2009) hal.

75

Soeparmoko, Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 2002, hal.17

10

Universitas Sumatera Utara

67

Pajak, di mana pemungutannya digunakan penetapan dalam SPT.
Sedangkan Pajak tidak langsung dipungut secara incidental (tidak
berulang-ulang) dan tidak menggunakan kohir. Jadi Pajak tidak langsung
hanya dipungut sesekali ketika terpenuhi yafbestand seperti yang
dikehendaki oleh ketentuan undang-undang. Contoh Pajak tidak langsung
adalah Bea Materai atau juga Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan
Jasa. Dalam Bea Materai, pengenaan Pajak itu hanya dilakukan terhadap
dokumen. Ketika seseorang itu membuat dokumen itu, ia akan dikenai
Pajak, sehingga apabila tidak dibuat dokumen terhadap sebuah perjanjian
perdata misalnya, maka juga tidak dikenakan Pajak. Demikian pula
dengan Pajak Pertambahan Nilai, di mana Pajak dikenakan apabila
terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak. Apabila tidak terjadi penyerahan Barang/Jasa
Kena Pajak, maka juga tidak dikenakan Pajak.
b.) Segi Ekonomis
Suatu jenis Pajak ini dikatakan sebagai Pajak langsung apabila
beban Pajak tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Jadi, dalam hal
ini antara pihak yang dikenai kewajiban atau dalam hal ini antara pihak
yang dikenai kewajiban atau ditetapkan untuk membayar Pajak dengan
pihak yang benar-benar memikul beban Pajak, merupakan pihak yang
sama. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak bertindak sebagai penanggung jawab Pajak. Mereka
yang menerima penyerahan Barang Kena Pajak dari Pengusaha Kena

Universitas Sumatera Utara

68

Pajak itu bertindak sebagai penanggung Pajak, karena ketika ia menerima
penyerahan barang atau jasa maka di samping membayar harga juga ia
membayar Pajak yang kemudian dikreditkan Pengusaha Kena Pajak
dikreditkan. Sementara konsumen itu sendiri sebagai destinataris yang
memikul beban Pajak dan memang demikianlah dituju oleh pembuat
undang-undang.
2. Berdasarkan Titik Tolak Pungutannya
Pembedaan Pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutannya
ini akan menghasilkan dua jenis Pajak yakni Pajak subjektif dan Pajak
objektif. 76
a.) Pajak Subjektif adalah Pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri
orang/badan yang dikenai Pajak (wajib Pajak). Pajak subjektif dimulai
dengan menetapkan orangnya baru kemudian dicari syarat-syarat
objeknya. Jadi, yang diperhatikan pertama kali adalah subjeknya (orang
atau badan) baru kemudian dicari objeknya. Siapa saja yang
dikategorikan sebagai subjek Pajak itu sudah ditentukan dan setelah
mereka ini memenuhi syarat sebagai subjek baru kemudian dilihat
apakah mereka mempunyai/memperoleh penghasilan yang memenuhi
syarat untuk dikenai Pajak.
b.) Pajak Obektif yaitu Pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek
yang dikenai Pajak, dan untuk mengenakan Pajaknya harus dicari
subjeknya. Jadi, pertama-tama yang dilihat adalah objeknya yang selain
76

Ibid., hal. 12

Universitas Sumatera Utara

69

benda dapat pula berupa keadaan, peristiwa atau perbuatan yang
menyebabkan timbulnya kewajibanm membayar, kemudian baru dicari
subjeknya (orang atau badan) yang bersangkutan langsung tanpa
mempersoalkan apakah subjek itu sendiri berada di Indonesia atau
tidak.
3. Berdasarkan Sifatnya
Pembagian Pajak dengan mendasarkan sifatnya ini akan memunculkan
apa yang disebut sebagai Pajak yang bersifat pribadi (persoonlijk) dan Pajak
kebendaan (zakelijk). Pembagian yang seperti itu kurang disetujui oleh Prof.
PJA. Adriani dan Prof. Smeets sebagai nama lain Pajak subjektif dan
objektif, karena istilah Pajak zakelijk dapat disalahartikan dan ditafsirkan
seolah-olah dalam menetapkan Pajak ini tidak dapat diindahkan sama sekali
pribadi seseorang wajib Pajak. Padahal dalam banyak hal keadaan wajib
Pajak mempengaruhinya, walaupun bersifat sekunder. 77
a). Pajak yang bersifat pribadi, yakni Pajak yang dalam penetapannya
memperhatikan keadaan dari diri serta keluarga wajib Pajak. Dalam
penentuan besarnya utang Pajak, keadaan dan kemampuan wajib Pajak
diperhatikan. Contoh dari Pajak yang bersifat pribadi ini dapat dilihat di
dalam Pajak Penghasilan.
b). Pajak yang bersifat kebendaan, adalah Pajak yang dipungut tanpa
memperhatikan diri dan keadaan si wjib Pajak. Pajak yang bersift
kebendaan ini umumnya merupakan Pajak tidak langsung. Akan tetapi,
77

PJA. Adriani dalam Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,(Bandung:
PT.Eresco Bandung, 1991) hal. 90

Universitas Sumatera Utara

70

dalam hal tertentu, misalnya wajib Pajaknya merupakan seorang
pensiunan yang semata-mata hidup dari uang pensiunan itu dapat
mengajukan permohonan pengurangan Pajak. Demikian pula apabila
terjadi bencana alam. 78
4. Berdasarkan Kewenangan Pemungutannya
Dengan mendasarkan pada kewenangan pemungutannya, maka Pajak
dapat digolongkan menjadi dua yakni Pajak yang dipuungut oleh
Pemerintah pusat (Pajak pusat), dan Pajak yang dipungut oleh Pemerintah
daerah (Pajak daerah).79
a). Pajak Pusat, yakni Pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada
Pemerintah pusat. Yang tergolong jenis Pajak ini antara lain, Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN),
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn.BM), Bea Materai dan Cukai.
b). Pajak Daerah, yakni Pajak yang kewenangan pemungutannya berada
pada Pemerintah daerah, baik pada Pemerintah Daerah Tingkat I maupun
Pemerintah Daerah Tingkat II. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan :
Pasal 2 : 80
1). Jenis Pajak Propinsi terdiri atas :
(a). Pajak Kendaraan Bermotor;

78

Ibid., hal. 14
Ibid., hal. 14
80
Ibid., hal. 15
79

Universitas Sumatera Utara

71

(b). Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
(c). Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
(d). Pajak Air Permukaan; dan
(e). Pajak Rokok.
2.) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas :
(a). Pajak Hotel;
(b). Pajak Restoran;
(c). Pajak Hiburan;
(d). Pajak Reklame;
(e). Pajak Penerangan Jalan;
(f). Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
(g). Pajak Parkir;
(h). Pajak Air Tanah;
(i). Pajak Sarang Burung Walet;
(j). Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
(k). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Universitas Sumatera Utara

72

Di samping jenis-jenis Pajak yang telah disebutkan di atas, masih
dimungkinkan adanya Pajak Kabupaten/Kota yang lain asalkan memenuhi syaratsyarat yang ditentukan oleh Undang-Undang, misalnya yang bersifat Pajak (bukan
retribusi), objek Pajaknya bukan menjadi objek Pajak propinsi, dan sebagainya.
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dulu dikenal adanya
banyak Pajak daerah, seperti Pajak radio, Pajak bangsa asing Pajak pemotongan
hewan Pajak rumah tangga, dan sebagainya yang jenisnya begitu banyak. Perlu
diingat bahwa di samping Pajak daerah, juga dikenal apa yang dinamakan sebagai
retribusi daerah yang dibagi ke dalam tiga golongan, yakni retribusi jasa umum,
retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.
Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo dalam buku Perpajakan
Edisi Revisi 2011 menyatakan bahwa fungsi pajak yaitu :81
a. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
(1). Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.

81

Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2011, hal.1

Universitas Sumatera Utara

73

(2). Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
(3). Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk
Indonesia di pasaran dunia.

3. Subjek Pajak, Wajib Pajak dan Penanggung Pajak
Dalam

bidang

pajak

dikenal

beberapa

pihak

yang

saling

berhubungan. Mereka adalah Subjek Pajak, Wajib Pajak, dan Penanggung
Pajak.82
a. Subjek Pajak
Subjek Pajak adalah orang atau badan yang telah memenuhi syarat
subjektif. Undang-Undang Pajak Penghasilan, misalnya, menyebutkan
bahwa Subjek Pajak dapat berupa orang, badan, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(permanent establishment). Orang dalam hal ini menyangkut manusia
sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sementara itu pengertian badan
memang agak berbeda dengan apa yang selama ini banyak dipahami
dalam Hukum Keperdataan. Dalam Hukum Keperdataan, yang
namanya badan sebagai subjek hukum haruslah berbadan hukum.
Dalam hal ini yang dapat menjadi badan hukum adalah Perseroan
Terbatas, yayasan, dan koperasi. Sementara itu dalam hal pajak yang
dimaksud sebagai badan tidak selalu badan hukum. Bentuk CV, Firma,
82

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:Penerbit Andi:2009)

hlm.20

Universitas Sumatera Utara

74

Kongsi, Persekutuan, atau perkumpulan orang pun dapat menjadi
badan.
Bahkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 ditentukan sangat luas,
yakni sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (Pasal 1.3).
Di dalam pasal 4 ayat (1) huruf o dari Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 ditentukan bahwa yang termasuk dalam pengertian
penghasilan yang dapat dikenakan pajak adalah iuran yang diterima
atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Dengan demikian
perkumpulan dari mereka yang melakukan pekerjaan bebas seperti
perkumpulan para dokter, pengacara, PPAT, akuntan publik dan
sebagainya sepanjang menerima penghasilan dari anggotanya dapat
dikategorikan sebagai wajib pajak.83
Untuk menjadi subjek pajak, syarat subjektif harus dipenuhi.
Syarat subjektif yakni syarat yang melekat pada diri subjek yang
83

Pasal 4 ayat (1) huruf o Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan

Universitas Sumatera Utara

75

bersangkutan, seperti misalnya lahir di Indonesia, berdomisili di
Indonesia, berkedudukan atau didirikan di Indonesia, dan sebagainya.
Atau, kalau tidak tinggal dan berkedudukan di Indonesia, maka
memiliki kekayaan di Indonesia atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia. Subjek pajak dinilai potensial untuk dikenakan pajak, tetapi
belum mempunyai kewajiban untuk membayar pajak.
b. Wajib Pajak
Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat
objektif, selain juga syarat subjektif.84 Syarat objektif adalah syarat
yang berkaitan dengan sasaran pengenaan pajak (objek pajak). Sebagai
contoh adalah seseorang yang tinggal di Indonesia yang memperoleh
penghasilan dan penghasilan tersebut memenuhi syarat untuk
dikenakannya pajak.
Di dalam ketentuan, khususnya di dalam Pasal 1 Butir 2 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2007 dimasukkan pula sebagai Wajib Pajak
adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.85
Subjek pajak/wajib pajak itu menurut tempatnya dapat dibedakan
menjadi subjek pajak/wajib pajak dalam negeri dan luar negeri. Subjek
pajak/wajib pajak dalam negeri adalah subjek pajak/wajib pajak yang
84

Ibid, hal.22.
Pasal 1 Butir 2 dalam UU No 28 Tahun 2007 Tentang “ Ketentuan Umum Dan Tata
Cara Perpajakan”
85

Universitas Sumatera Utara

76

bertempat tinggal, berkedudukan, atau berdomisili di dalam negeri.
Adapun subjek pajak/wajib pajak luar negeri adalah subjek pajak/wajib
pajak yang bertempat tinggal, berdomisili, atau berkedudukan di luar
negeri, tetapi memiliki objek pajak di dalam negeri. Pembedaan
tersebut di dalam Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan
membawa konsekuensi pembedaan perlakuan. Subjek pajak/wajib pajak
dalam negeri dikenakan pajak terhadap seluruh penghasilannya, dari
mana pun berasal, berdasarkan penghasilan bersihnya, dengan tarif
progresif, dan sekaligus dikenai kewajiban untuk mengisi SPT (Surat
Pemberitahuan). Adapun untuk subjek pajak/wajib pajak luar negeri
dikenakan pajak terhadap penghasilan yang berasal dari dalam negeri
saja

(Indonesia),

berdasarkan

penghasilan

kotor,

dengan

tarif

proporsional, dan tidak diwajibkan untuk mengisi SPT.
c. Penanggung Pajak
Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1.28 UU
KUTAP). Jadi mereka adlaah orang atau pihak yang bertanggung jawab
dalam pemenuhan kewajiban pajak. Dalam menjalankan hak dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, wajib pajak diwakili dalam hal :86

86

Ibid, hal.23.

Universitas Sumatera Utara

77

1). badan oleh pengurus;
2). badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
3). badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk
melakukan pemberesan;
(a). badan dalam likuidasi oleh likuidator;
(b). suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli
warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta
peninggalannya; atau
(c). anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam
pengampuan oleh wali atau pengampunya (Pasal 32 ayat (1) UU
No.28 Tahun 2007).
Penanggung pajak kadang kala memang sekaligus wajib pajak itu sendiri.
Misalnya, untuk wajib pajak orang pribadi, selain sebagai wajib pajak, ia juga
sekaligus penaggung pajak. Artinya ia bertanggung jawab terhadap apa yang
mestinya dipenuhi dalam soal pajak yang wajib baginya.

B. Pengampunan Pajak Dalam Hukum Perpajakan
1.

Pengertian dan Sumber Hukum Pengampunan Pajak
Pembangunan nasional yang berlangsung secara terus-menerus dan

berkesinambungan selama ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, untuk merealisasikan tujuan tersebut diperlukan suatu anggaran
pembangunan yang cukup besar. Salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan
penerimaan untuk pembangunan tersebut adalah dengan menggali sumber dana

Universitas Sumatera Utara

78

yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan
yang dominan dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hampir 70 persen penerimaan berasal dari sektor pajak. Karena itu untuk
mencapai target penerimaan negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upayaupaya yang nyata, serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan
pemerintah. Salah satunya adalah tax amnesty atau pengampunan pajak.
Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek
pajak.Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar
negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.87
Sebenarnya Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984.
Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespons dan
tidak

diikuti

dengan

reformasi

sistem

administrasi

perpajakan

secara

menyeluruh.Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak
yang selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan
membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin
akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.
Secara umum pengertian pengampunan pajak adalah kebijakan pemerintah
yang diberikan kepada pembayar pajak tentang forgiveness / pengampunan pajak,
dan sebagai ganti atas pengampunan tersebut pembayar pajak diharuskan untuk
membayar uang tebusan. Mendapatkan pengampunan pajak artinya data laporan

87

Makalah
Peran
Tax
Amnesty
Dalam
Pembangunan
Indonesia,
http://hanifhanifku.blogspot.co.id/2016/09/makalah-peran-tax-amnesty-dalam.html diakses tanggal
7 Februari 2017

Universitas Sumatera Utara

79

yang ada selama ini dianggap telah diputihkan dan atas beberapa utang pajak juga
dihapuskan.88
Menurut UU Pengampunan Pajak dalam Pasal 1 Ayat (1) mengatakan
bahwa pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang,
tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Menurut "PMK No. 118/PMK.03/2016" Pengampunan Pajak adalah
adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi
administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara
mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Pengampunan Pajak.89
Sumber Hukum Materiil Pengampunan Pajak haruslah berasal dan
bersumber dari pancasila. Pancasila merupakan sumber hukum materiil bagi
semua hukum yang ada di Indonesia. Begitu juga dengan sumber hukum
pengampunan pajak. Nilai-nilai Pancasila Menjadi Inspirasi sekaligus Bahan
(Materi) dalam Menyusun Semua Peraturan Hukum Perpajakan. Pancasila
sekaligus sebagai Alat Penguji Setiap Peraturan Hukum Perpajakan yang Berlaku,
Apakah Bertentangan atau Tidak dengan Nilai-nilai Pancasila seperti yang
tercantum dalam ketetapan MPR No. III/2000 Pasal 1, 2, 3.

88

Pengertian Tax Amnesty, http://www.lembagapajak.com/2016/07/pengertianpengampunan-pajak-tax-amnesty-adalah.html diakses tanggal 7 Februari 2017
89
Pasal 1 Butir 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang
Pengampunan Pajak

Universitas Sumatera Utara

80

Peraturan yang mendasari pelaksanaan Pengampunan Pajak tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak,
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK03/2016 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.08/2016 tentang Tata Cara
Pengalihan Harta Wajib Pajak ke Dalam Wiayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Penempatan pada Instrumen Investasi di Pasar Keuangan dalam
rangka Pengampunan Pajak.

2. Tujuan dan Sasaran Pengampunan Pajak
Pengampunan Pajak bertujuan untuk:90
a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan
Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas
domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan
peningkatan investasi;
b.

mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi; dan

c.

meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Pengampunan Pajak ditujukan terhadap subjek dan objek pajak yang

dituangkan dalam Pasal 3 UU Pengampunan Pajak diantaranya :91

90

Pasal 2 Butir 2 UU No 11 Tahun 2016 Tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

81

1. Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
2. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat
Pernyataan.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Wajib
Pajak yang sedang:
a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap
oleh Kejaksaan;
b. dalam proses peradilan; atau
c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
4. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pengampunan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir Tahun Pajak
Terakhir, yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak.
5. Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas
kewajiban:
a. Pajak Penghasilan; dan
b. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
Wajib Pajak yang dimaksudkan dalam hal ini antara lain:92
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Wajib Pajak Badan

91

Pasal 3 UU No 11 Tahun 2016 Tentang “ Pengampunan Pajak”
Siapa Yang Bisa Memanfaatkan?, http://pajak.go.id/content/amnesti-pajak diakses
tanggal 10 Februari 2017
92

Universitas Sumatera Utara

82

3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengan
(UMKM)
4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak

3. Subjek Hukum Pengampunan Pajak
Subjek Hukum Pengampunan Pajak yang dituangkan dalam Pasal 3 UU
Pengampunan Pajak diantaranya :93
1. Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan Pengampunan Pajak.
2. Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Wajib Pajak melalui pengungkapan Harta yang dimilikinya dalam Surat
Pernyataan.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu
Wajib Pajak yang sedang:
a. dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap
oleh Kejaksaan;
b. dalam proses peradilan; atau
c. menjalani hukuman pidana, atas Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.

93

Pasal 3 Butir 1,2, dan 3 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

83

C. Pengampunan Pajak Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
1. Tarif dan Cara Menghitung Uang Tebusan Pengampunan Pajak
Berdasarkan Pasal 4 UU No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak,
ditekankan aspek penghitungan tarif uang tebusan dalam keikutsertaan wajib
pajak dalam pengampunan pajak.94 Uang Tebusan yang dimaksudkan merupakan
sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan
pajak. Tarif uang tebusan yang harus dibayarkan merupakan hasil dari Surat
Pernyataan Harta untuk Pengampunan Pajak yang selanjutnya disebut Surat
Pernyataan yang merupakan surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk
mengungkapkan Harta, Utang, nilai Harta Bersih serta penghitungan dan
pembayaran Uang Tebusan. Yang dimaksud dengan “Harta” adalah akumulasi
tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang
digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam
dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud
dengan “Utang” adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan
langsung dengan perolehan Harta.
Sesuai yang diatur dalam Pasal 4 bahwa tarif uang Tebusan yang
dikenakan terbagi sesuai dengan letak harta yang berada di dalam atau di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tarif Uang Tebusan dikenakan 2%
didalam NKRI dan 4% diluar NKRI untuk periode penyampaian bulan pertama
sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak UU Pengampunan Pajak

94

Pasal 4 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

84

berlaku, 3% didalam NKRI dan 6% diluar NKRI untuk periode pada bulan
keempat hingga tanggal 31 Desember 2016, dan 5% didalam NKRI dan 10%
diluar NKRI untuk periode yang dimulai tanggal 1 Januari 2017 hingga 31 Maret
2017. Serta Tarif Uang Tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya
sampai dengan Rp 4,8 miliar pada Tahun Pajak Terakhir sebesar 0,5% bagi
Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp 10 miliar dalam
Surat Pernyataan dan 2% bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih
dari Rp 10 miliar dalam Surat Pernyataan.
Sesuai dengan Pasal 5 UU Pengampunan Pajak, cara penghitungan Uang
Tebusan dilakukan dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dengan dasar pengenaan Uang Tebusan. Pengenaan Uang Tebusan
dihitung berdasarkan nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir (SPT
PPh). Nilai Harta Bersih merupakan selisih antara nilai Harta dikurangi nilai
Utang.95

2. Tata Cara Pengampunan Pajak Atas Kewajiban Perpajakan
Berdasarkan Pasal 8 UU Pengampunan Pajak, untuk memperoleh
Pengampunan Pajak, Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pernyataan kepada
Menteri.

Yang

menyelenggarakan

dimaksud
urusan

dengan

“Menteri”

pemerintahan

di

adalah

bidang

menteri

keuangan

yang

negara.96

Penyampaian Surat Pernyataan dalam Pengampunan Pajak harus ditandatangani
95
96

Pasal 5 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”
Pasal 8 UU No 11 tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

85

oleh Wajib Pajak orang pribadi, pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian
badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan atau
penerima kuasa, dalam hal ini pemimpin tertinggi dalam keadaan sedang
berhalangan. Pemberian Surat Pernyataan kepada Wajib Pajak setelah melalui
proses yang telah diatur dalam UU Pengampunan Pajak dengan dilakukannya
pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau penyidikan Tindak Pidana
di Bidang Perpajakan untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir sampai dengan diterbitkannya Surat
Keterangan. Yang dimaksud dengan “Tahun Pajak” adalah jangka waktu 1 (satu)
tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender. Yang dimaksud dengan “Surat Keterangan” adalah
surat yang diterbitkan oleh Menteri sebagai bukti pemberian Pengampunan Pajak.
Bagi Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan sebagaimana diatur
dalam Pasal 11 UU Pengampunan Pajak, memperoleh fasilitas Pengampunan
Pajak berupa :97
a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak
dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di
bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian
Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak
Terakhir;

97

Pasal 11 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

86

b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda,
untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan
Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban
perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak,
sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak
sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban
perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, yang sebelumnya
telah ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), yang
berkaitan dengan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (5).

3. Perlakuan Perpajakan Pengampunan Pajak
Sesuai dengan Pasal 14 undang-undang Pengampunan Pajak, kegiatan
dalam mengikuti pengampunan pajak diharapkan kewajiban bagi Wajib Pajak
untuk menyelenggarakan pembukuan menurut ketentuan Undang-Undang
mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, harus membukukan selisih
antara nilai Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) yang
disampaikan dalam Surat Pernyataan dikurangi dengan nilai Harta bersih yang

Universitas Sumatera Utara

87

telah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, sebagai tambahan atas saldo laba ditahan
dalam neraca.98
Perlakuan

perpajakan

berhubungan

dengan

pengalihan

hak

dan

pembatasan hak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib
Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak untuk
dapat mendapatkan pengampunan pajak. Ketetapan perlakuan perpajakan atas
harta yang belum diungkap yang dituangkan dalam Pasal 18 menekankan adanya
ditemukan hal yang berkaitan dengan data dan/atau informasi mengenai Harta
yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan setelah
diperolehnya Surat Keterangan oleh Wajib Pajak. Dengan adanya penemuan hal
tersebut maka Wajib Pajak tidak lagi untuk menyampaikan Surat Pernyataan
sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir namun dianggap menjadi
tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat
ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud, paling lama 3
(tiga) tahun terhitung sejak UU Pengampunan Pajak berlaku. Dengan ketentuan
yang ada dalam UU Pengampunan Pajak maka Wajib Pajak akan dikenai Pajak
Penghasilan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan.99

98
99

Pasal 14 Butir 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”
Pasal 15 sampai 18 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

88

4. Upaya Hukum Dan Ketentuan Pidana
Mengenai sengketa pajak yang ada telah ditentukan upaya hukum yang ada
sesuai dengan Pasal 19 UU Pengampunan Pajak. Sengketa yang berkaitan dengan
Undang-Undang ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan kepada
badan peradilan pajak. Sengketa yang terjadi dalam perpajakan karena adanya
penemuan pelanggaran akan kerahasiaan data dan informasi sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 21 UU Pengampunan Pajak. Pasal ini menekankan aturan
sebagai berikut :100
1). Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan Informasi dalam rangka
pelaksanaan Undang-Undang ini.
2). Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan,
menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang
diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
3). Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam rangka
Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada
pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas
persetujuan Wajib Pajak sendiri.
4). Data dan informasi yang disampaikan Wajib Pajak digunakan sebagai basis
data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 21 UU Pengampunan Pajak, apabila
terjadi pelanggaran maka telah diatur ketentuan pidananya dalam Pasal 23 UU

100

Pasal 19 sampai 21 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

89

Pengampunan Pajak dimana ditekankan bagi setiap orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun serta penuntutan terhadap tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang
kerahasiaannya dilanggar. Namun dalam Pasal 22 UU Pengampunan Pajak
mengatur bahwa Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementerian Keuangan, dan
pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat
dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut,
baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan
pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.101

101

Pasal 21 sampai 23 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
AKIBAT HUKUM PEMBERIAN PENGAMPUNAN PAJAK BAGI USAHA
MIKRO KECIL MENENGAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

A.

Kedudukan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Dalam Menerima
Pengampunan Pajak
UMKM dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: standard regime dan

presumptive regime. Dalam standard regime, UMKM tidak dibedakan perlakuan
perpajakannya. Namun demikian terdapat beberapa negara yang menerapkan
standard regime dengan penyederhanaan formulir perpajakan, tata cara
pembayaran, atau dengan pengurangan tarif. Negara-negara yang menerapkan
standard regime untuk UMKM pada umumnya negara-negara maju yang
komunitas UMKM-nya telah memiliki efisiensi administrasi tinggi dan
mempunyai kemampuan book-keeping yang memadai. Sementara itu, dalam
model presumptive regime, pajak dikenakan berdasarkan pada kondisi tertentu
dari Wajib Pajak. Presumptive regime biasa digunakan terutama di negara yang
mayoritas pembayar pajaknya adalah kelompok tidak memenuhi kewajiban
membayar pajak dan sumber daya administrasinya tidak memadai. Di negara
tersebut sebagian besar Wajib Pajak tidak memiliki transparansi keuangan yang
memungkinkan untuk pengenaan pajak secara efektif oleh Pemerintah.102

102

Lukman Adam, Pengampunan Pajak Terhadap UMKM, (Majalah Info Singkat
Ekonomi dan Kebijakan Publik), Juli 2016, hal. 15

90
Universitas Sumatera Utara

91

Hubungan yang tercipta antara UMKM dalam pengampunan pajak adalah
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 UU Pengampunan Pajak bahwa
Wajib Pajak turut serta dalam pemanfaatan program pengampunan pajak.103
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan
sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

perpajakan.

Pengampunan pajak dalam hal ini merupakan penghapusan pajak yang seharusnya
terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang
perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan
sebagaimana diatur dalam undang-undang.104
Ketentuan pemanfaatan pengampunan pajak bagi Wajib Pajak yang
dimaksudkan dalam hal ini diantaranya :105
1. Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Wajib Pajak Badan
3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM)
4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Dari ketentuan tersebut UMKM selaku Wajib Pajak berhak dalam
pemanfaatan pengampunan pajak. Hubungan yang tercipta antara UMKM sebagai
Wajib Pajak dalam menerima pengampunan pajak, maka wajib bagi UMKM
untuk tunduk dalam mematuhi peraturan perundang-undangan tentang pajak

103

Pasal 3 Butir 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”
Pasal 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “Pengampunan Pajak”
105
Siapa Yang Bisa Memanfaatkan?, http://pajak.go.id/content/amnesti-pajak diakses
tanggal 11 Maret 2017
104

Universitas Sumatera Utara

92

terkhusus Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
Sesuai Pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 menekankan bahwa semua
Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem
self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor
Pokok Wajib Pajak.106
Self assessment dalam hal ini muncul sejak perubahan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983 yang merupakan awal
dimulainya reformasi perpajakan Indonesia. Indonesia telah mengganti sistem
pemungutan pajaknya pula dari sistem official-assessment menjadi sistem selfassessment yang masih diterapkan sampai dengan sekarang. Sistem Selfassessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan
kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.107
Self Assesment System antara lain :
a. Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada
WP sendiri

106

Pasal 2 Butir 1 UU No 28 Tahun 2007 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan”
107

https://chimcute.wordpress.com/tag/self-assessment-system-official-assessmentsystem/ diakses pada tanggal 23 Maret 2017

Universitas Sumatera Utara

93

b. Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
c.

Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi

Sebaliknya

pada

sistem official-assessment

besarnya

pajak

yang

seharusnya terutang ditetapkan sepenuhnya oleh Fiskus (aparat pajak). Kriteria
dari Official Assesment system adalah :
a.

Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada
fiskus

b.

Wajib Pajak bersifat pasif

c.

Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
fiskus.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif adalah persyaratan yang
sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya. Serta Wajib Pajak yang memenuhi
persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh

penghasilan

atau

diwajibkan

untuk

melakukan

pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya.108
Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tersebut berlaku pula terhadap wanita
kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
108

Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta:Penerbit Andi:2009)

hlm.22

Universitas Sumatera Utara

94

pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin selain tersebut di atas dapat
mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak atas namanya
sendiri agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
Nomor Pokok Wajib Pajak tersebut merupakan suatu sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor
Pokok Wajib Pajak. Selain itu, Nomor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan
untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan. Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan,
Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang
dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan perpajakan.109
Pemberian Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak termasuk dalam hal ini
termasuk UMKM dalam pelaksanaannya didasarkan atas beberapa asas,
diantaranya :110
1) Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum merupakan pelaksanaan Pengampunan Pajak
harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum.
2) Keadilan
109

Penjelasan Pasal 2 UU No 28 Tahun 2007 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan”
110
Penjelasan Pasal 2 Butir 1 UU No 11 Tahun 2016 tentang “ Pengampunan Pajak”

Universitas Sumatera Utara

95

Asas

keadilan

merupakan

pelaksanaan

Pengampunan

Pajak

menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak
yang terlibat.
3) Kemanfaatan
Asas

kemanfaatan

merupakan

seluruh

pengaturan

kebijakan

Pengampunan Pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan
masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum.
4) Kepentingan Nasional
Asas kepentingan nasional merupakan pelaksanaan Pengampunan
Pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas
kepentingan lainnya.
Sesuai UU NO.20 Tahun 2008 tentang UMKM, ditentukan kriteria
UMKM dalam memenuhi persyaratan untuk menerima pengampunan pajak
yaitu:111
1.

Kriteria usaha mikro dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 20
Tahun 2008 yaitu :
b. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; a

Dokumen yang terkait

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 9 130

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 0 27

Nomor 118 PMK.03 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

0 0 94

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 0 8

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 0 1

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 0 25

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 0 33

Akibat Hukum Pemberian Pengampunan Pajak Bagi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak

0 0 6

ANALISIS YURIDIS IMPLIKASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGAMPUNAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK (TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK) - Repositori Universitas Kristen Indonesia

0 0 7

ANALISIS YURIDIS IMPLIKASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGAMPUNAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK (TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK) - Repositori Universitas Kristen Indonesia

0 0 10