Hubungan Self-Compassion dengan Subjective Well-Being pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti ingin merasa bahagia dan puas akan kehidupan yang
dijalaninya, tidak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa adalah individu yang belajar
di perguruan tinggi (Depdiknas, 2008). Hal tersebut menjadikan kehidupan
mahasiswa tentu tidak bisa terlepas dari lingkup kehidupan perguruan tinggi atau
sering disebut juga kehidupan kampus. Kehidupan kampus dapat dijadikan
sebagai ajang simulasi yang menjadi bekal ketika terlibat dan terjun ke
masyarakat yang sesungguhnya (Kusumah, 2007). Menjadi mahasiswa memang
tidaklah mudah. Mulai dari proses penyeleksian melalui ujian tulis, penyesuaian
diri, hingga pada tahapan penyelesaian skripsi untuk meraih gelar sarjana juga
pasti memiliki tantangannya masing-masing.Tidak hanya dari perkuliahan,
tantangan yang dialami mahasiswa juga termasuk tekanan dari dalam dan dari luar
untuk berhasil, masalah kekhawatiran keuangan, kekhawatiran tentang masa
depan yang tidak pasti, masalah sosial,dan pencarian pasangan masa depan,
pekerjaan rumah, dan ujian di beberapa mata pelajaran(Morrow, 2009).
Tantangan mahasiswa dalam kehidupan kampusnya saja bisa berbeda tiap
tingkatannya. Pada mahasiswa tingkat awal terdapat setidaknya tiga tantangan
yang dihadapi oleh mereka yaitu mengenai manajemen waktu; tugas akademis

yang berbeda dari SMA; dan tanggung jawab pribadi yang diemban oleh seorang
mahasiswa (www.youniversitytv.com). Sedangkan pada mahasiswa tingkat akhir,
1
Universitas Sumatera Utara

2

berdasarkan penelitian McCoy (2003) tantangan yang dirasakan yaitu mengenai
pekerjaan yang akan diperoleh dan tempat tinggal yang akan ditempati setamat
kuliah.Tantangan-tantangan yang terus ada sepanjang tingkatan perkuliahan
tersebut harus mampu dihadapi oleh mahasiswa dengan cara yang konstruktif dan
efektif.
Pada porsi yang wajar, tantangan-tantangan pada mahasiswa dapat
membantu mereka untuk terus melakukan yang terbaik dalam usahanya sebagai
bentuk pembelajaran dan dapat membuat mereka terus berkembang. Akan tetapi
para mahasiswa juga sering merasa kewalahan dengan tuntutan perkuliahan
tersebut (Papalia, 2007) ditambah dengan tuntutan kehidupan lainnya sehingga
dapat menyebabkan stres.Stres sendiri adalah setiapkejadian ataukeadaan yang
melebihikemampuan individuuntuk mengatasinya (Lazarus, 1999 dalam Lahey,
2007).Carolin (2011), yang melakukan penelitian pada mahasiswa Kedokteran di

Universitas Sumatera Utara, menemukan presentase stres mahasiswanya dengan
stres ringan sebesar 26,7%, stres sedang sebesar 22,2%, dan mahasiswa dengan
stres berat adalah sebesar 22,2%; dan hanya 28.9% dari mahasiswanya yang tidak
mengalami stres.
Kegagalan dalam mengatasi stres dan tantangan dalam kehidupan dapat
mengakibatkan masalah mental. Setidaknya terdapat lima masalah kesehatan
mental yang umumnya dihadapi oleh para mahasiswa yaitu depresi, kecemasan
(anxiety), bunuh diri, gangguan makan, dan kecanduan (baik alkohol maupun
obat-obatan) [http://www.bestcolleges.com].Bukti-bukti penelitian di Amerika
juga menunjukkan terdapat krisis kesehatan mental yang dihadapi oleh

Universitas Sumatera Utara

3

mahasiswanya,dengan tingkat stres dan psikopatologi yang terbesar yang pernah
ada dalam sejarah bangsa mereka.University of California Berkeley juga
melakukan surveyterhadap mahasiswanya dan mengungkapkan 45% mahasiswa
mengalami masalah emosional atau yang terkait dengan stres dalam 12 bulan
terakhir yang secara signifikan mempengaruhi well-being dan/atau prestasi

akademik mereka (Henriques, 2014). Royal College of Psychiatrists (RCP) di
Inggris juga mengungkapkan hal yang sama mengenai kesehatan mental
mahasiswa masa kini yang memang berisiko (Meinita, 2011).
Depresi yang diakibatkan karena adanya rasa keputusasaan juga dapat
meningkatkan risiko masalah kesehatan mental yang lebih besar yaitu perilaku
bunuh diri (Esposito, Johnson, Wolfsdorf, and Spirito, 2003; Goldston et al., 2001
dalam Wagner, 2009; Salomon, 2007). Di Indonesia sendiri tingkat perilaku
bunuh diri juga semakin tinggi dan menjadi penyebab kematian utama pada
individu dengan usia 15 sampai 24 tahun (Kusumawardhani, 2014). Sepanjang
tahun 2015 juga banyak mahasiswa yang dikabarkan melakukan perilaku bunuh
diri di beberapa wilayah di Indonesia. Pada wilayah Sumatera Utara sendiri,
dalam rentang waktu delapan bulan, terdapat lima mahasiswa yang mengambil
keputusan ekstrim dengan mengakhiri kehidupannya ketika dihadapkan dengan
masalah. Penyebab dari perilaku bunuh diri mahasiswa tersebut juga beragam
seperti depresi karena terancam dropout dan kesulitan ekonomi keluarga (Khaidir,
2015 dalam Tribun Medan).
Tingginya masalah kesehatan mental yang terjadi pada mahasiswa,
meningkatkan kekhawatiran menurunnya well-being mahasiswa sehingga sulit

Universitas Sumatera Utara


4

mengevaluasi kehidupan mereka secara positif. Hasil dari evaluasi individu
terhadap kehidupan dan emosinya digambarkan dalam konsep Subjective WellBeing (SWB). Literatur mengenai SWB berfokus pada bagaimana dan mengapa

individu mengevaluasi hidup mereka dengan cara yang positif, termasuk penilaian
secara kognitif maupun reaksi afektif. Dengan demikian, SWB mencakup studi
yang telah menggunakan istilah yang beragam seperti kebahagiaan, kepuasan,
moral, dan afek positif.SWB adalah penilaian individu terhadap kehidupannya
yang meliputi penilaian kognitif yang berupa penilaian mengenai kepuasan hidup
(life satisfaction ) baik secara umum maupun pada domain yang spesifik, dan
penilaian afektif meliputi positive affect dan negative affect (Diener, 2009).
Sebagai seorang mahasiswa, yang disebut sebagai harapan bangsa, agen
perubahan, dan calon pemimpin bangsa (Kusumah, 2007), maka para mahasiswa
perlu untuk mampu mengevaluasi kehidupan mereka secara positif, karena hal
tersebut dapat membantu mereka dalam menghadapi setiap masalah kehidupan.
Rahmito (2013) menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang
signifikan antara SWB dengan prestasi akademis mahasiswa. Hasil penelitian
Borrello (2005) juga menemukan hal yang senada, yaitu skor total SWB, skor

kepuasan hidup, skor kebahagiaan memiliki korelasi positif dengan nilai akhir
mata kuliah introduction to psychology. Ketika individu merasa bahagia dan
memiliki SWB yang tinggi, maka hal tersebut tidak hanya bermanfaat bagi dirinya
saja, tapi juga pada keluarga dan masyarakat (Meyers, 1992; Veenhoven,1988
dalamLyubomirsky, 2001). Banyaknya hasil penelitian yang menunjukkan
manfaat

dari

SWB

memunculkan

banyak

penelitian

yang

berusaha


Universitas Sumatera Utara

5

mengidentifikasi kondisi dan penyebab dari SWB (Eid dan Larsen, 2008).
Mayoritasliteraturtelah

menemukan

adanya

korelasiantara

faktordemografi

danfaktor eksternal lainnyadenganSWBnamun dengan korelasi yang tidak cukup
besar.Misalnya saja pendapatan yang juga memang berkorelasi dengan SWB,
akan tetapi, data penelitian dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa tingkat
pendapatan yang meningkat, tidak selalu meningkat pula SWB seseorang (Diener,

2009).
Individu yang bahagia dan tidak bahagia ternyata ditemukan berbeda
dalam cara bagaimana mereka menanggapi peristiwa kehidupan dan situasi seharihari yang dialami (Lyubomirsky, 2001). Reaksi individu terhadap peristiwa hidup
yang dialami dirasa memiliki hubungan dengan tingkat SWB individu mengingat
setiap manusia memproses kognitifnya terhadap setiap peristiwa kehidupan yang
dialami dengan cara menafsirkan

dan

membingkai, mengevaluasi

dan

meinterpretasikan, merenungkandan mengingatnya (Bruner, 1986; Ross, 1990
dalam Lyubomirsky, 2001). Individu yang bahagia melihat, mengevaluasi, dan
berpikir tentang setiap peristiwa kehidupan melalui pandangan yang lebih positif,
mengambil hikmah di setiap peristiwa bahkan jika mengalami peristiwa yang
tidak menyenangkan,dan hidup berfokus di masa sekarang (Freedman,1978;
Myers & Diener, 1995; Ryff, Singer, Love, & Essex,1998; Taylor & Brown, 1988
dalam Lyubomirsky, 2001). Salah satu konsep psikologis yang diperkirakan

mampu mewujudkan hal tersebut adalah konsep self-compassion.
Konsep self-compassion adalah konsep yang dicetuskan oleh Dr. Kristin
Neff dengan pengertian kasih sayang yang berkaitan dengan diri individu sebagai

Universitas Sumatera Utara

6

objek perhatian ketika dihadapkan dengan peristiwa negatif (Neff, 2003a). Selfcompassion ini sendiri terdiri dari tiga komponen yaitu self-kindness, common
humanity, dan mindfulness. Komponen pertama adalah self-kindness, yaitu ketika

individu tetap berlaku lembut terhadap diri sendiri dalam perisitiwa negatif yang
dialami. Common humanity adalah komponen kedua dari self-compassion, yaitu
merasa terhubung dengan orang lain dalam pengalaman hidup. Komponen
terakhir dari self-compassion ini yaitu mindfulness,yaitu melihat secara jelas dan
menerima apa yang terjadi sekarang dalam kesadaran yang seimbang (Neff,
2011).
Individu yang self-compassionate merespon kesulitan dan kemunduran
yang terjadi pada dirinya dengan cara yang hangat dan dengan pemahaman bukan
dengan kekerasan dan kritik (Germer, 2009).Hal tersebut membuatselfcompassion juga dirasa dapat mengurangi kecenderungan seseorang mengalami


depresi. Hal ini sesuai dengan penelitian Raes (2011) yang melakukan penelitian
secara berkala dalam rentang 5 bulan mengenai peran self-compassion dan gejala
depresi, dan menemukan bahwa self-compasson secara signifikandiperkirakan
dapat melakukan perubahan dalam gejaladepresi, sehinggaindividu dengan level
self-compassion yang tinggi pada awal penelitian secara signifikan terkaitdengan

penurunanyang lebih besar danatau peningkatan yang lebih kecilpada gejala
depresi dalam interval waktu 5bulan tersebut. Hollis-Walker dan Colosimo (2011)
bahkan menemukan bahwa mindfulnessberhubungan denganvariabelpsikologis
yang adaptif.

Universitas Sumatera Utara

7

Penelitian mengenai konsep ini juga kian berkembang karena sifat positif
dan adaptif yang dihasilkannya. Bukti-bukti penelitian menemukan bahwa selfcompassion berhubungan dengan psychological flourishing dan mengurangi

psikopatologi (Germer dan Neff, 2013). Setiap komponennya dirasa penting untuk

dapat dimiliki oleh mahasiswa karena dapat membantu mereka untuk mampu
melihat dan menghadapi masalah dan tantangan-tantangan di dalam kehidupan
mereka dengan cara yang lebih positif dan adaptif. Penelitian Terry et al (2012)
mengenai self-compassion sebagai penyangga (buffer ) terhadap homesickness,
depresi, dan ketidakpuasan pada mahasiswa saat masa transisi menuju
perkuliahan, menemukan hasil bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat selfcompassion yang lebih tinggi lebih berhasil dalam melewati masa-masa sulit

transisi dan memiliki tingkat kerinduan dan depresi yang rendah, dan menyatakan
kepuasan yang lebih besar dengan keputusan mereka untuk mengikuti
perkuliahan. Hope & Milyavskaya (2014) juga menemukan bahwa secara
longitudinal, self-compassionberkaitan denganperubahan positif dalamkepuasan
hidup,

pengembangan

identitas,

danpenurunanefektifitasnegatifselamaperkuliahan.
Self-compassion inidirasa dapat digunakan untuk membantu individu


melihat kebahagiaan dan kepuasan di dalam hidup individu. Hal inidikarenakan
dengan memberikan kebaikan yang tanpa syarat terhadap diri sendiri dan
kenyamanan untuk „merangkul‟ semua pengalaman manusia, individu dapat
menghindari pola destruktif seperti ketakutan, perasaan negatif, dan isolasi (Neff,
2011) dan diharapkan mampu mengatasi masalah kesehatan mental yang semakin

Universitas Sumatera Utara

8

mengkhawatirkan. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
hubungan self-compassion dengan SWB pada mahasiswa di Universitas Sumatera
Utara (USU).

B. Rumusan Masalah Penelitian
Apakah terdapat hubungan self-compassion dengan subjective well-being
pada Mahasiswadi Universitas Sumatera Utara (USU)?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan selfcompassion dengan subjective well-being pada Mahasiswadi Universitas Sumatera

Utara (USU).

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Memperkaya dan mengembangkan literatur dalam bidang Ilmu Psikologi
Positif.
b. Memperluas pengenalan konsep Self-Compassion dalam lingkup Ilmu
Psikologi.
c.

Sebagai penelitian pembuka mengenai self-compassion pada mahasiswa
USU, sehingga muncul keinginan para peneliti lain untuk meneliti konsep

Universitas Sumatera Utara

9

self-compassion agar penelitian-penelitian mengenai konsep ini dapat terus

meningkat dan berkembang.

2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat membuat mahasiswa
mengenali konsep self-compassion dan para mahasiswa dapat melihat
hubungan dan kontribusinya dalamsubjective well-being.
b. Mengetahui gambaran tingkat subjective well-being dan self-compassion
mahasiswa USU yang menjadi subjek penelitian.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan
Penelitian; Manfaat Penelitian; dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian tentang teori kedua variabel yaitu SelfCompassion dan SubjectiveWell-Being; uraian singkat tentang Mahasiswa;

Hubungan antara Kedua Variabel; Skema Penelitian; dan Hipotesis Penelitian.

Universitas Sumatera Utara

10

BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan mengenai metode penelitian yang meliputi Jenis
Penelitian;Identifikasi Variabel; Definisi Operasional; Subjek Penelitian yang
meliputi pemaparan mengenai populasi, sampel dan metode pengambilan sampel,
dan teknik sampling yang digunakan dalam penelitian; Metode Pengumpulan
Data; Uji Coba Alat Ukur meliputi validitas alat ukur, uji daya beda aitem, dan
reliabilitas alat ukur; Prosedur Pelaksanaan Penelitian meliputi persiapan,
pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data penelitian; serta Metode Analisa
Data.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN DATA
Bab ini berisikan Gambaran Umum Subjek Penelitian; Hasil Uji Asumsi;
Hasil Utama Penelitian; Hasil Tambahan Penelitian; serta Pembahasan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari hasil analisa data
penelitian dan pemaparan mengenai saran penelitian.

Universitas Sumatera Utara