Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

ABSTRAK

Perkawinan poligami adalah suatu perkawinan seorang suami yang memiliki
isteri lebih dari satu dan maksimal empat isteri yang memiliki dasar hukum dalam
hukum Islam yaitu pada Al-Qur’an surat An-Nisa: 3 dan surat An-Nisa: 129 serta di
dalam hadits yaitu di dalam HR. Ahmad dan juga dalam Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan yang pada intinya menyebutkan bahwa poligami
dibatasi untuk seorang suami hanya boleh beristeri maksimal empat orang, dengan
sanksi berupa zina maupun perkawinan tidak sah apabila seorang suami memiliki
lebih dari empat. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
pengaturan poligami dalam perspektif fiqih Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan di Indonesia, legalitas status perkawinan poligami yang
melebihi empat orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan akibat hukum dari poligami yang melebihi dari empat orang
isteri menurut fiqih Islam dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang
bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan
dengan mengkaji ketentuan Perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum
perkawinan yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi
Hukum Islam (KHI) termasuk di dalamnya adalah fiqih Islam. Penelitian ini

menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan mengenai
ketentuan poligami dalam fiqih Islam yang melebihi batas empat orang isteri.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan poligami dimasyarakat
yang beragama muslim ada yang melebihi batas empat orang isteri, sehingga
perkawinan poligami yang melebihi batas tersebut melanggar ketentuan yang terdapat
di dalam Fiqih Islam dan KHI serta Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan akibat hukumnya adalah bahwa perkawinan itu dipandang sebagai
suatu perbuatan zina atau perkawinan itu tidak sah. Anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan poligami yang melebih batas empat orang isteri tersebut juga dipandang
sebagai anak zina/anak luar kawin yang tidak memiliki nasab terhadap ayahnya
maupun keturunan ayahnya. Namun anak-anak tersebut tetap menjadi tanggung
jawab dari orang tuanya (ibu kandung dan ayah biologisnya).

Kata Kunci : Perkawinan, Poligami, Fiqh, UUP

i

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT


Polygamy is a marriage between a man and two or more women, based on the
Islamic Law (Al-Quran, Annisa 3 and Annisa 129 and Hadits by HR Ahmad) and
Law No. 1/1974 on Marriage which states that a man can marry not more than four
women. If he has more than four wives, the rest will be considered as adultery and
illegal. The problems of the research were as follows: how about the regulation on
polygamy in the perspective of the Islamic figh and Law No. 1/1974 on Marriage in
Indonesia, how about the legality of the status of polygamy which had more than four
wives according to the Islamic figh and Law No. 1/1974 on Marriage, and how about
the legal consequences of polygamy which had more than four wives according to the
Islamic figh and Law No.1/1974 on Marriage.
The research used judicial normative and descriptive analytic methods which
was aimed to analyze legal provisions in marriage (Law No. 1/1974 on Marriage),
KHI (Compilation of the Islamic Law), including the Islamic figh. It explained and
analyzed the problems of polygamy in the Islamic figh which had more than four
wives.
The result of the research showed that the implementation of polygamy in the
Islamic society which had more than four wives still occurred, and it was against the
provisions in the Islamic figh and in Law No. 1/1974 on Marriage. Its legal
consequence is that the marriage is considered as an adultery and illegal. Children

who are born from this kind of marriage are also considered as illegitimate children
who do not have lineage to their fathers and their fathers’ descendants. However,
they are still their parents’ responsibility (biological mother and father).

Keywords: Marriage, Polygamy, Figh, UUP

ii

Universitas Sumatera Utara