Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah ajaran yang diturunkan Allah SWT yang telah menciptakan
langit dan bumi dengan teliti, tanpa ada celah dan cacat, bahkan dalam menciptakan
langit dan bumi tersebut tidak ada keberatan sedikitpun pada-Nya. Islam yang turun
diwahyukan kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril adalah ajaran yang sempurna
tiada kekurangan, kebatilan, bahkan tiada keraguan sama sekali. Islam juga ajaran
yang memberikan kemudahan, solusi bukan membuat masalah dan memberikan
kesengsaraan.1
Islam datang meletakkan dasar-dasar yang kokoh sebagai suatu sistem sosial
dengan menjunjung tinggi hak wanita dan menempatkan wanita pada kedudukan
yang terhormat dikalangan umat muslim. Hubungan laki-laki dan perempuan
diletakkan ikatan hukum yang tidak hanya semata-mata sebagai perjanjian
keperdataan saja, akan tetapi hubungan tersebut juga dilandasi oleh semangat moral
dan etika melalui lembaga perkawinan sehingga tujuan perkawinan dapat tercapai.
Perkawinan bertujuan untuk mengikat dua insan dalam satu ikatan. Ikatan
perkawinan dalam Islam adalah suatu ikatan yang sangat kuat yang menyatukan lakilaki dan perempuan dalam wadah keluarga yang penuh ketentraman dan kasih
sayang.2


1

Khozin Abu Faqih, Poligami Solusi atau Masalah? Cet Ke-1, Mumtaz, Jakarta, 2006, hal. 9-10

2

Ibid. hal. 3

1

Universitas Sumatera Utara

2

Perkawinan dalam Islam berada di ruang publik/sosial, dikarenakan memiliki
sifat mengikat baik pada masa perkawinan maupun perkawinan yang berakhir dengan
perceraian ataupun kematian. Selain itu perkawinan dalam Islam berada di ruang
moral keagamaan, karena setiap pasangan dalam perkawinan memiliki praktek
keimanan dan ketaatan terhadap batasan-batasan yang telah ditentukan Tuhan.3
Islam memandang perkawinan mempunyai kedudukan yang tinggi dalam

kehidupan individual, kekeluargaan maupun kehidupan bangsa, sebagaimana yang
telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam kehidupannya. Islam tidak
menghendaki seseorang hidup membujang tidak kawin selamanya karena hal ini
berlawanan dengan fitrah manusia serta ajaran agama.4
Dalam Islam, poligami didefinisikan sebagai perkawinan seorang suami
dengan isteri lebih dari seorang dengan batasan maksimal empat orang isteri dalam
waktu yang bersamaan. Batasan ini didasarkan pada surat An-Nisa’ (4): 3 yang
berbunyi:
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.”
Dari ayat itu ada juga sebagian ulama yang memahami bahwa batasan
poligami itu boleh lebih dari empat orang isteri bahkan lebih dari sembilan isteri.

3

Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan , LKIS, Yogyakarta, 2003, hal. 111
Supardi Mursalim, Menolak Poligami (Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan

Hukum Islam), Cet Ke-1, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hal. 1
4

Universitas Sumatera Utara

3

Namun batasan maksimal empat isterilah yang paling banyak diikuti oleh para ulama
dan dipraktikkan dalam sejarah dan Nabi Muhammad SAW melarang melakukan
poligami lebih dari empat isteri.5
Ayat di atas diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun ke-8
Hijrah untuk membatasi jumlah istri pada batas maksimal empat orang saja.
Sebelumnya sudah menjadi hal biasa jika seorang pria Arab mempunyai istri banyak
tanpa ada batasan. Dengan diturunkannya ayat ini, seorang Muslim dibatasi hanya
boleh beristri maksimal empat orang saja, tidak boleh lebih dari itu. Sangat jelas di
dalam ayat ini dikatakan bahwa laki-laki di perbolehkan menikah sebanyakbanyaknya empat, dan tidak boleh lebih menurut kebanyakan ulama.
Adapun dalil dari hadits yang menjelaskan tentang tidak di perbolehkannya
laki-laki beristeri lebih dari empat yakni apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Ibnu Majah dari Qais ibnul Harits bahwa ia berkata :”Saya masuk Islam sementara
saya memiliki 8 isteri. Saya datang kepada Nabi Muhammad SAW lalu saya

ceritakan hal tersebut kepada beliau. Beliaupun berkata “pilihlah olehmu di antara
mereka empat orang saja”.6 Melalui hadits tersebut, Rasullullah memberi ketegasan
untuk membatasi berpoligami hanya kepada empat istri saja, bagi orang-orang yang
beristri berpoligami lebih dari empat.
Poligami adalah suatu tindakan yang sampai saat ini menjadi pro dan kontra
dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena perbedaan pendapat atau pandangan
5

Al-Syaukani. Fath al-Qadir: al-Jami’ Bain Fann al-Riwayah wa al-Dirayah min ‘Ilm alTafsir. Terjemahan oleh Dasrullah Amin. Beirut: Dar al-Fikr. Jilid I, 1973, hal. 420
6
Ibid., hal. 420.

Universitas Sumatera Utara

4

masyarakat. Sebagian mereka banyak yang menganggap kalau poligami itu
merupakan suatu perbuatan negatif. Padahal pada hakekatnya poligami itu
diperbolehkan dalam Islam, hanya saja wacana dan sikap yang berkembang terkadang
berlebihan. Di satu sisi anti poligami di sisi lain salah kaprah dalam mempraktekkan

poligami. Ironisnya, kedua kecendurangan tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat
awam, namun juga dalam para aktivis dakwah yang memiliki pemahaman lebih
dibandingkan umat kebanyakan.7
Pengertian perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-undang Nomor. 1 Tahun
1974 sebagai Undang-Undang yang mengatur perkawinan termasuk didalamnya
mengatur tentang beristri lebih dari satu atau poligami. Kebolehan poligami di UUP
terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya seorang suami dan (2)
Pengadilan dapat memberikan izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Kendatipun Undang-undang Perkawinan menganut asas monogami seperti
yang terdapat dalam Pasal 3 yang menyatakan seorang pria hanya boleh mempunyai
7

Khozin Abu Faqih, Op.Cit., hal. 8


Universitas Sumatera Utara

5

seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, namun
dibagian lain menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu poligami dibenarkan.8
Kebolehan poligami di dalam Undang-Undang Perkawinan hanyalah pengecualian,
untuk itu Undang-undang mencantumkan alasan-alasan yang membolehkan hal
tersebut.9 Dengan demikian asas yang dianut oleh Undang-Undang Perkawinan
adalah bukan asas monogami mutlak, melainkan monogami terbuka yang
menempatkan poligami pada status hukum darurat. Di samping itu poligami tidak
semata-mata kewenangan suami penuh tetapi atas dasar izin dari istri dan hakim
(pengadilan).10
Di Indonesia pengaturan tentang poligami diatur di dalam Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa,
“Apabila ingin beristri lebih dari satu maka harus memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut :
1.


Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri:

2.

Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan:

3.

Isteri tidak dapat melahirkan keturunan:
Contoh kasus laki-laki yang beristeri lebih dari empat adalah kasus Eyang

Subur yang banyak diberitakan diberbagai media. Kronologi kasus Eyang Subur

8

Pasal-Pasal yang mengatur Poligami yaitu Pasal 3-5 UU No. 1 Tahun 1974, di dalam pasal
ini termuat syarat alternatif (Pasal 4 ayat 2) dan syarat Kumulatif (Pasal 5) yang harus dipenuhi oleh
seorang suami yang akan berpoligami.
9
Amir Nurrudin dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh UU No. 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam, Cet
Ke-2, Kencana, Jakarta, 2004, hal. 161
10
Ibid,. hal. 162

Universitas Sumatera Utara

6

sebenarnya mulai diketahui oleh publik ketika salah seorang artis, Adi Bing Slamet
melaporkan Eyang Subur kepada pihak kepolisian atas tuduhan penipuan dan praktik
perdukunan.11
Setelah kasus praktik perdukunan Eyang Subur ini mencuat ke publik tidak
lama kemudian diketahui bahwa Eyang Subur juga ternyata mempunyai banyak isteri.
Isteri Eyang Subur berjumlah delapan orang. Jika dilihat dari hukum negara yang
berlaku, jelas bahwa empat dari delapan isteri Eyang Subur menikah tanpa dicatatkan
di kantor catatan sipil negara. Hal ini mulai mengundang banyak spekulasi dan
pendapat dari masyarakat. Apalagi setelah kasus ini mencuat di ketahui jika relasi
dari Eyang Subur kebanyakan dari kalangan artis. Dan juga ada beberapa artis yang
mengaku bahwa dirinya juga pernah ingin dinikahi oleh Eyang Subur. Jika di lihat

dari sudut pandang hukum Islam, perilaku Eyang Subur ini merupakan kasus
penyimpangan pengamalan hukum Islam.
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 40 tentang
beristri lebih dari seorang di jelaskan apabila seorang suami bermaksud untuk beristri
lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada
pengadilan.
Perbuatan Poligami lebih dari empat istri yang dilakukan Eyang Subur ini
mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan Fatwa No. 17
Tahun 2013 tentang beristeri lebih dari empat dalam waktu yang bersamaan tersebut

11

http://sosok.kompasiana.com/2013/05/14/belajar-analisa-kasus-560086.html,
tanggal 1 November 2013

diakses

Universitas Sumatera Utara

7


merupakan keputusan berdasarkan dalil-dalil yang telah ada dalam Al-Quran dan juga
hadits. Berdasarkan fatwa yang telah dikeluarkan MUI, seharusnya Eyang Subur
melepaskan (menceraikan) empat istri dari delapan istrinya karena menurut ulama
hubungan yang telah terjalin antara Eyang Subur dan isteri-isterinya yang ke lima dan
seterusnya adalah dihukumi zina karena statusnya adalah bukan suami isteri.12
Adapun Fatwa MUI No. 17 tahun 2013 berbunyi bahwa beristri lebih dari
empat wanita pada waktu yang bersamaan hukumnya haram. MUI menetapkan, jika
pernikahan dengan istri pertama hingga keempat dilaksanakan sesuai syarat dan
rukunnya, maka ia sah sebagai istri dan memiliki akibat hukum pernikahan. Sedang
wanita yang kelima dan seterusnya, meski secara kenyataan sudah digauli, statusnya
bukan menjadi istri yang sah. Wanita yang kelima dan seterusnya wajib dipisahkan
karena tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Seorang muslim yang telah melakukan
pernikahan (beristri lebih dari empat dalam waktu bersamaan) harus melakukan
langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, berkomitmen untuk melakukan taubat
yang sungguh-sungguh dengan jalan: membaca istighfar, menyesali perbuatan yang
telah dilakukan, meninggalkan perbuatan haram tersebut, dan berkomitmen untuk
tidak mengulangi lagi. Selanjutnya, melepaskan wanita

yang selama ini


berkedudukan sebagai istri kelima dan seterusnya (mutarakah). Memberikan biaya
terhadap wanita-wanita yang telah digauli beserta anak-anaknya yang lahir akibat
pembuahannya, sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Jika terjadi pernikahan
(beristri lebih dari empat), dan yang bersangkutan tidak mau menempuh langkah
12

Ibid

Universitas Sumatera Utara

8

yang dihimbau MUI, maka pemerintah harus mengambil langkah-langkah sesuai
kewenangannya untuk melepaskan wanita yang tidak sah sebagai istrinya melalui
peradilan agama (tafriq al-qadhi).
Dari latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul
“Poligami Lebih Dari Empat Dalam Perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian tesis ini adalah :
1. Bagaimanakah pengaturan tentang poligami dalam perspektif Fiqih Islam dan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia?
2. Bagaimanakah legalitas status perkawinan poligami yang melebihi dari empat
orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan?
3. Apa akibat hukum dari poligami yang melebihi dari empat orang menurut
Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan poligami dalam perspektif
Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di
Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

9

2. Untuk mengetahui dan menganalisis status poligami yang melebihi dari empat
orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari poligami yang
melebihi dari empat orang menurut Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk
sumbang saran untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan awal maupun
sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang lebih luas yang
berhubungan dengan perkawinan beristri lebih dari empat dalam perspektif
Hukum Islam.
2. Secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak
yang terkait persoalan perkawinan beristri lebih dari empat terutama :
a.

Memberi informasi yang dibutuhkan masyarakat di masa mendatang
apabila terjadi permasalahan perkawinan beristri lebih dari empat.

b.

Memberi masukan kepada KUA dan pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan perkawinan di dalam hukum Islam atas masalah-masalah
yang mungkin timbul dari perkawinan poligami lebih dari empat.

Universitas Sumatera Utara

10

E. Keaslian Penelitian
Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai perkawinan, namun sejauh
ini berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan
Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan belum ada penelitian sebelumnya, dengan judul: Poligami Lebih dari
Empat dalam Perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Adapun penelitian penelitian yang sebelumnya antara lain :
1. Ilka Nani (047011048) dengan judul tesis Akibat Hukum Perkawinan
Poligami yang dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan (Studi Kasus Pengadilan
Agama Padang).
Dengan perumusan masalah :
a.

Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab suami melakukan
poligami tanpa ijin pengadilan?

b.

Bagaimana akibat hukum yang terdapat pada perkawinan poligami yang
dilangsungkan tanpa ijin pengadilan?

2. Gideon Harunta (067011036) dengan judul tesis Akibat Hukum Perkawinan
Poligami pada Masyarakat Batak Karo di Kecamatan Kabanjahe Karo.
Dengan perumusan masalah :
a.

Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perkawinan poligami
pada masyarakat Batak Karo di Kecamatan Kabanjahe Karo?

b. Bagaimana akibat hukum terjadinya perkawinan poligami di Kecamatan
Kabanjahe terhadap hukum adat Karo?

Universitas Sumatera Utara

11

3. Yola Ardiza (087011132) dengan judul tesis Akibat Hukum Pembatalan
Perkawinan Poligami Tanpa Izin dan Kaitannya dengan Status Anak Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi di Pengadilan Agama Kelas IA) Medan.
Dengan perumusan masalah :
a.

Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya pembatalan
perkawinan poligami tanpa izin dari pengadilan?

b. Bagaimana kedudukan hukum anak yang lahir dari perkawinan poligami
akibat terjadinya pembatalan perkawinan poligami tanpa izin dari
pengadilan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974?
c.

Bagaimana terjadinya pembatalan perkawinan poligami tanpa izin dari
pengadilan?

4. Nona Sari Dewi Nasution (087011085) dengan judul tesis Perlindungan
Terhadap Hak-Hak Istri pada Perkawinan Poligami Menurut Pasal 29
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Perumusan masalah
a.

Bagaimana ketentuan dan tata cara perkawinan poligami menurut Pasal
29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

b. Bagaimana perlindungan hak-hak istri dalam perkawinan poligami
menurut Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan?

Universitas Sumatera Utara

12

Tesis tersebut di atas berbeda permasalahan dengan yang akan diteliti.
Adapun judul tesis yang akan di teliti adalah Poligami Lebih Dari Empat Dalam
Perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, oleh karena itu
penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala

spesifik atau proses tertentu terjadi.13 Sedang kerangka teori merupakan landasan dari
teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran
atau butir-butir pendapat teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak
disetujui.14
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.15 Dikarenakan penelitian ini
merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan
mengarahkan diri kepada unsur hukum.
Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu :
moral, hukum, kebenaran, keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa
13
JJ.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, Penyunting M. Hisyam, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203
14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994, hal. 80
15
Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1993, hal. 35

Universitas Sumatera Utara

13

Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut
Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”16
Dikaitkan dengan fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia,
hukum mempunyai tujuan dan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai.
Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam
masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai
tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam
masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum
serta memelihara kepastian hukum.17
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.
Kepastian Hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang mengetahui yang
mana dan seberapa haknya dan kewajibannya serta teori “Kesadaran Hukum dan
Ketaatan Hukum” berarti bahwa kesadaran hukum menyangkut masalah apakah
ketentuan hukum tersebut dipatuhi atau tidak dalam masyarakat.
1.

Teori kepastian hukum
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

16

Roscoe Pound, Justice According To Law, Yale University Press, New Haven USA, 1952,

17

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2003,

hal. 3
hal. 77

Universitas Sumatera Utara

14

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum
itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa Pasal-Pasal dalam
undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara
putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa
yang telah diputuskan.18
Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin
kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi
kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas
lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna.
Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna. Ada 2
(dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan
kepastian dalam atau dari hukum. Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu
sebanyak-banyaknya hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu
tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat
berdasarkan “rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang
tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat di tafsirkan berlain-lainan.19
2. Teori Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum .
Teori Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum. Kesadaran hukum, terkait
dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum, dalam arti kesadaran hukum

18

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Pranada Media Group,
2008, hal. 158
19
M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, disampaikan pada Rangkaian Sari Kuliah Semester II,
Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, USU Medan, 2007, hal. 43

Universitas Sumatera Utara

15

menyangkut masalah apakah ketentuan hukum tersebut di patuhi atau tidak dalam
masyarakat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum,
faktor- faktor tersebut adalah :
a. Compliance, di artikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada harapan
akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukum atau
sanksi yang mungkin di kenakan apabila seseorang melanggar ketentuan
hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak di dasarkan pada suatu keyakinan
pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan dan lebih di dasarkan pada
pengendalian dari pemegang ke kuasaan. Sebagai akibat kepatuhan hukum
akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah –
kaidah hukum tersebut.
b. Identification, terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan
karena nilai instrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap
terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk
menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah
keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut sehingga
kepatuhan tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.
c. Internalization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum di
karenakan secara instrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidahkaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilai diri pribadi yang bersangkutan
atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang semula di anutnya.

Universitas Sumatera Utara

16

d. Kepentingan-kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah hukum
yang ada.20
Ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap hukum akan di tentukan,
bagaimana hukum itu beroperasi. Kepatuhan masyarakat terhadap suatu peraturan
perundang-undangan, mereka menganggap bahwa hukum yang dibuat oleh lembaga
pembentuk hukum sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat itu sendiri.
Atau hukum yang dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Bertolak dari pemahaman tersebut, Berl Kutschinsky sebagaimana di
kemukakan oleh R. Otje Salman, kesadaran hukum masyarakat di pengaruhi oleh
empat faktor yaitu :
a.

Pengetahuan terhadap hukum positif
Adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang

diatur oleh hukum. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang
ataupun yang diperbolehkan oleh hukum. Pengetahuan hukum positif erat kaitannya
dengan asumsi, bahwa masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala
peraturan tersebut telah di undangkan.
b.

Pengetahuan terhadap isi hukum
Adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan

dari suatu hukum tertentu. Dengan kata lain pengetahuan hukum adalah: suatu
pengertian terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu,

20

Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka
Kembali. Refika Aditama, Bandung, 2004, hal. 153 – 154

Universitas Sumatera Utara

17

tertulis serta manfaatnya bagi pihak – pihak yang kehidupannya di atur oleh peraturan
tersebut.
c.

Sikap hukum
Adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya

penghargaan terhadap hukum sebagai suatu bermanfaat atau menguntungkan jika
hukum itu di taati.
d.

Pola perilaku hukum
Adalah merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena dapat dilihat

apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat. Apabila ke empat
indikator kesadaran hukum tersebut di atas betul-betul terlaksana dalam masyarakat
sesuai dengan harapan pemerintah serta tidak ada implikasinya, maka peraturan
tersebut dapat dianggap efektif.
2.

Kerangka Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus disebut definisi operasional.21 Oleh karena
itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa
konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan.

21

Samadi Suryabrata, Metode Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3

Universitas Sumatera Utara

18

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep
merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep
adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang
berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis22
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan
beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut:
a. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.23
b. Poligami dalam pandangan hukum Islam mempunyai arti yaitu perkawinan
yang lebih dari satu, dengan sampai empat wanita. Walaupun ada juga yang
memahami ayat tentang poligami dengan batasan istilah lebih dari empat atau
bahkan lebih dari sembilan istri. Perbedaan ini disebabkan perbedaan dalam
memahami dan menafsirkan ayat 3 surat An- Nisa sebagai dasar penetapan
hukum poligami.24
c. Fiqih Islam adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ (far’iyah
(cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas)

22
Soerjono Soekanto, dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 7
23
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
24
Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga, Kalam Mulia, Jakarta,
1998, hal. 19

Universitas Sumatera Utara

19

mengenai perbuatan dari hamba (mukallaf), yaitu wajib, sunnah, haram,
makruh dan mubah. 25
d. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah undangundang perkawinan yang berlaku secara nasional di Indonesia yang menganut
asas monogami relatif yang artinya bahwa perkawinan itu hanya dibolehkan
bagi satu orang suami dengan satu orang isteri, namun diperbolehkan seorang
suami lebih dari satu dengan syarat-syarat dan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang tersebut.
G. Metode Penelitian
Metode adalah cara yang berfungsi untuk mencapai tujuan. Metode
merupakan suatu cara tertentu yang di dalamnya mengandung suatu teknik yang
berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu.26 Penelitian adalah
penyelidikan untuk menetapkan sesuatu, penelitian tidak lain dari suatu metode studi
yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap
suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. 27
Berdasarkan pendapat tersebut di atas mengenai metode dan penelitian, dapat
diambil kesimpulannya bahwa metode penelitian adalah suatu cara yang mengandung
teknik, yang berfungsi sebagai alat dalam suatu penyelidikan dengan hati-hati untuk
mendapatkan fakta sehingga diperoleh pemecahan masalah yang tepat terhadap
25
http://Susantoshi.wordpress.com/2009/05/05/Pengertian-Fiqih-Islam/diakses
tanggal
1
Desember 2013
26
Bibit Suprapto, Liku-liku Poligami, Al Kautsar, Yogyakarta, 1990, hal. 11
27
Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Usaha Nasional, Surabaya, 1997,
hal. 11

Universitas Sumatera Utara

20

masalah yang telah ditentukan. Untuk itu dalam suatu penelitian, peneliti harus
membuat atau menentukan metode secara tepat untuk mendapatkan hasil yang baik.
Suatu metode penelitian diharapkan mampu untuk menemukan, merumuskan,
menganalisis, mampu memecahkan masalah-masalah dalam suatu penelitian dan agar
data-data diperoleh lengkap, relevan, akurat, dan reliable, diperlukan metode yang
tepat yang dapat diandalkan (dependable). Maka penulis gunakan metode penelitian :
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian menggunakan
pendekatan normatif. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dalam
menganalisis data didasarkan pada asas-asas hukum dan perbandingan-perbandingan
hukum yang ada dalam masyarakat.28
Aspek-aspek hukum, baik undang-undang sebagai hukum yang tertulis
maupun hukum yang ada dalam masyarakat yaitu nilai-nilai atau norma yang ada
dalam masyarakat, dalam kelayakan, kepatutan, itikad yang ada dalam masyarakat
sehingga dapat diketahui legalitas atau kedudukan hukum.
2.

Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang

disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian
yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the
book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it
28

Soerdjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001, hal. 6

Universitas Sumatera Utara

21

is decided by the judge through judicial process).29 Penelitian hukum normatif dalam
penelitian ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah
spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.30
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.31 Logika keilmuan yang
juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan caracara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.
Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum,
peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen terkait dan beberapa buku
mengenai perkawinan beristri lebih dari empat.
3.

Sumber Data
Dalam penelitian ini diperlukan jenis sumber data yang berasal dari literatur-

literatur yang berhubungan dengan penelitian, sebab penelitian ini merupakan
penelitian dengan pendekatan normatif yang bersumber pada data sekunder.
Data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sekunder yang terdiri
dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang

29

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2006, hal. 118
30
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta ,
2003, hal. 3
31
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, UMM Press, Malang
2007, hal. 57

Universitas Sumatera Utara

22

tidak dikodifikasi, yurisprudensi. Dalam penelitian ini yang menjadi bahan
hukum adalah :
1) Al-Qur’an
2) Hadits
3) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
4) Yurisprudensi
5) Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi
Hukum Islam
6) Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 17 Tahun 2013
7) Buku-buku Fiqih Islam
b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan dan
hanya berfungsi sebagai penjelas dari hukum primer, yaitu hasil karya ilmiah
para sarjana.
c. Bahan hukum tersier, bahan yang memberikan informasi tentang bahan
hukum primer dan sekunder.
4.

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan tesis ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi
pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak

Universitas Sumatera Utara

23

maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan
perundang-undangan.
5.

Analisis Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa

dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan
dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif
dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik
tesis ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah dirumuskan.

Universitas Sumatera Utara