Analisis Kesinambungan Topik Pada Cerita Rakyat Alas Silayagh Dan Bedhu Dinem
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Danandjaja (1994:50) menyatakan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang
disebarkan secara lisan. Cerita rakyat memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai
hiburan, dan secara tidak langsung juga berfungsi sebagai sarana menanamkan
nilai-nilai moral dan budaya pada generasi muda, sehingga kebudayaan dalam
masyarakat tersebut dapat dilestarikan. Penyebaran cerita rakyat yang dilakukan
secara lisan memiliki dampak munculnya berbagai versi cerita yang beragam
sesuai dengan apa yang ditangkap oleh pencerita pada saat mendengarkan cerita
dari orang lain. Menanggapi keberagaman versi cerita rakyat di masyarakat, para
penulis cerita mulai mengumpulkan berbagai cerita rakyat dari berbagai daerah
untuk kemudian ditulis atau dicetak dalam bentuk buku kumpulan cerita atau pada
majalah anak dan media massa lain. Cerita rakyat adalah sesuatu yang dianggap
sebagai kekayaan yang kehadirannya di atas dasar keinginan untuk berhubungan
sosial dengan orang lain. Dalam cerita rakyat dapat dilihat adanya berbagai
tindakan berbahasa guna menampilkan adanya nilai-nilai dalam masyarakat,
(Semi, 1993: 79).
Penulisan cerita rakyat memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk melestarikan
budaya bangsa, mendokumentasikan cerita rakyat, memperkenalkan pada
khalayak, serta membuat cerita rakyat yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi
`
bersifat nasional dengan menceritakan kembali cerita rakyat tersebut dan
menulisnya di dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian masih terdapat logat
bahasa asli asal cerita yang digunakan untuk mempertegas tuturan tokoh sekaligus
sebagai identitas cerita. Namun demikian logat bahasa penutur tersebut tetap
mudah dipahami oleh masyarakat.
Banyak cerita rakyat Suku Alas yang disampaikan oleh kalak metue
(orang-orang yang dituakan) di kalangan masyarakat Alas. Cerita ini disampaikan
melalui lisan, nyanyian, rekaman suara, pentas drama, dan bahkan dalam bentuk
buku. Cerita rakyat ini cendrung mengarah pada pesan religius, pesan pergaulan,
petualangan hingga percintaan, di antaranya Batu Niwon, Hikayat Brudihe,
Hikayat Datuk Lembing, Hikayat Datuk Selian, Hikayat Datuk Panglime Seudane,
Hikayat Pais khut Baye, Silayagh dan Beghudinem, dan sebagainya. Cerita rakyat
Alas ini adalah satu bentuk cerita rakyat yang merupakan cermin dari realitas
kehidupan masyarakat Alas sehari-hari, dengan ciri khas bahasanya yang menjadi
milik masyarakat Aceh Tenggara.
Silayagh dan Beghudinem termasuk salah satu cerita rakyat yang
menceritakan tentang kisah percintaan dan kisah perjalanan hidup seorang anak
raja suku Alas, yang diberi nama Silayagh. Kelahiran Silayagh diramalkan oleh
penasehat yang sekaligus merupakan pamannya sebagai anak pembawa sial
sehingga orang tuanya percaya dan diyakini akan membawa kesusahan di dalam
kerajaan, akhirnya Silayagh pun diungsikan di hutan rimba. Setelah Silayagh
dewasa, dia kembali ke kampung halamannya dan mengetahui bahwa kedua orang
tuanya sudah tiada, sedangkan kerajaan sudah dipegang oleh pakcik Silayagh.
`
Beghudinem adalah seorang gadis cantik yang kecantikannya membuat
semua pemuda di tanah Alas terpesona melihatnya dan ingin mempersuntingnya.
Disaat acara “pokejeken” pendirian rumah bibi Silayagh, Silayagh bertemu
dengan Beghudinem dan Silayagh pun tertarik pada gadis itu. Ternyata perjalanan
kisah cinta mereka terhalang karena kehadiran seorang pemuda yang dijuliki
“Pengulu Mude” sepupu Silayagh sekaligus anak raja suku Alas. Kisah cinta dan
petualangan hidup Silayagh sebagai anak raja menjadi pokok pembahasan cerita
tersebut, di samping menceritakan kisah itu cerita Silayagh dan Beghudinem
memiliki pesan adat istiadat suku Alas, serta memiliki nilai-nilai keyakinan atau
kepercayaan yang bersifat irrasional yang percaya akan keberadaan makhluk halus
di wilayah kecamatan ketambe, kepercayaan ini masih melekat dan menjadi bahan
ritual yang rutin dilakukan oleh masyarakat suku Alas. Di sisi lain terdapat pula
pesan adat yang hingga kini mulai terhapus dengan zaman yang modern seperti
ritual “pokejeken” disaat membangun rumah utuk mendirikan tiang utama atau
disebut juga dengan tiang pondasi ketika ingin didirikan mereka menggunakan
pakaian adat lengkap pesannya agar rumah tersebut akan membawa berkah dan
yang menempati rumah tersebut akan hidup bahagia . Pesan lain yang terdapat di
cerita Silayagh dan Beghudinem adalah pesan moral yang melarang sikap iri dan
dengki kepada orang lain apalagi terhadap keluarga sendiri.
Cerita rakyat Alas ini perlu diangkat karena dianggap mulai menghilang
dengan munculnya berbagai cerita modern, dimana semua cerita rakyat suku alas
baik yang disajikan melalui cerita, nyanyian, lagam, dan sebagainya memiliki
pesan nilai-nilai budaya atau adat yang sangat mendalam demi kelestarian budaya
`
suku Alas itu sendiri. Demikian banyaknya pilihan cerita rakyat yang ada di Aceh
Tenggara, cerita Silayagh dan Beghudinem merupakan cerita yang paling
memasyarakat dan cendrung ditampilkan dalam kontes drama, lagam (bercerita
dengan menggunakan irama), dan nyanyian. sehingga menarik seorang warganya
untuk menuliskan cerita rakyat ini dalam sebuah buku yang berjudul Silayagh dan
Beghudinem.
Seringkali pada saat kita membaca suatu karya sastra khususnya dalam bentuk
tulisan, penggunaan pronomina dan kata nama sangat sukar dipahami. Antara
penyebutan topik pertama dengan topik-topik berikutnya, tidak terjalin dengan
baik, sehingga sulit untuk menentukan topik yang menjadi rujukannya. Seperti
pada cerita rakyat Alas Silayagh dan Beghudinem yang memakai pronomina
posesif ne yang artinya nya kepunyaan tetapi di dalam bahasa Alas ne bukan saja
untuk kepunyaan tetapi bisa untuk kata benda atau kata tempat lainnya. Sehingga
pembaca cerita rakyat Silayagh dan Beghudinem ini sulit untuk memahaminya.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat kiat-kiat apa saja
yang digunakan oleh penulis agar pembaca dapat dengan mudah memahami alur
pikirannya.
Sehubungan dengan permasalahan topik, (Givon1983, yang dikutip oleh
Deliana 2010: 23) menyatakan bahwa keterjalinan topik dianggap baik apabila
jarak rujuk topik tidak terlampau jauh dan topik-topik yang di anggap penting
akan terus dipertahankan dalam penyebutan klausa selanjutnya. Selain itu,
semakin sedikit interferensi topik-topik lain dalam satu klausa maka semakin
baiklah keterjalinan topik tersebut. Kemudian
topik-topik yang di anggap
`
memiliki kesinambungan tinggi atau topik yang mudah dipahami ditempatkan
pada urutan yang paling atas, sedangkan topik yang memiliki kesinambungan
rendah atau topik yang paling sulit dipahami ditempatkan pada urutan yang paling
bawah.
Sehubungan dengan pembahasan topik, Givon (1983) telah mengembangkan suatu pendekatan kuantitatif. Dengan pendekatan kuantitatif ini,
keterjalinan topik dalam suatu urutan klausa dapat terukur secara akurat. Istilah
topik yang digunakan tidak merujuk pada subjek, tema, pelaku, agen dan lain
sebagainya tetapi topik merujuk pada bentuk-bentuk pronomina dan frasa nomina
yang digunakan sebagai penanda kesinambungannya. Dalam cerita rakyat Alas
tersebut dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
Ndube ni tanoh Alas lot sebuah kekhajeen, (1) keghajeen ni peghintahi se
kalak ghaje (2) kasne ni Ngkhan. (3) Ghajene menghintah bijaksane,( 4)
Keghajeenne makmugh (5) te ghakyatne nggeluh aman sentose. (6) Bagas
melaksanaken tugasne (7) ghaje ni bantu wakil, (8) ghaje pecaye kalihen be
pembantune. (9)
Dulu di tanah Alas ada sebuah kerajaan, kerajaan tersebut diperintahi oleh
seorang raja. kerajaan tersebut berada di kampung Keran. Rajanya
memerintah bijksana, kerajaan makmur dan rakyatnya hidup aman setosa.
Dalam melaksanakan tugasnya raja di bantu oleh seorang wakil, raja percaya
sekali dengan wakilnya tersebut.
Dari contoh di atas, menjadi bahan topik dalam bentuk frase nomina
indefinit pada kalimat (1, 2, 3, dan 4) memiliki kesinambungan rendah karena
jarak referensi JR memiliki nilai 20 karna baru kemunculannya dan kemungkian
gangguannya ada karena kehadiran topik yang lain dengan di beri nilai 2. pada
kalimat (2) sampai kalimat (7) keberterusannya tidak mengalami gangguan. Pada
kalimat (9) ada gangguan dari kalimat (7)
`
Berdasarkan beberapa contoh tersebut di atas maka penulis sangat tertarik
untuk mengangkat permasalahan kesinambungan topik yang timbul dalam cerita
rakyat “Silayagh dan Beghudinem” menjadi sebuah kajian ilmiah dengan
mengangkat permasalahan melalui judul tesis “Analisis kesinambungan Topik
pada Cerita Rakyat Alas Silayagh dan Beghu Dinem”.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah hasil pengukuran setiap bentuk gramatikal yang digunakan
dalam cerita rakyat Silayagh dan Beghudinem?
2. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik dalam cerita rakyat Silayagh dan
Beghudinem?
3. Bagaimanakah peran setiap bentuk topik dalam cerita rakyat Silayagh dan
Beghudinem?
4. Bagaimanakah derajat kesinambungan topik dalam cerita rakyat Silayagh dan
Beghudinem ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan tesis dengan judul
Analisis Kesinambungan Topik pada Cerita Rakyat Silayagh dan Beghu Dinem ,
ini bertujuan untuk:
1.
Mendeskripsikan hasil pengukuran setiap bentuk perangkat gramatial
dalam cerita rakyat Silayagh dan Beghudinem.
`
2.
Mendeskripsikan bagaimana tingkat kesinambungan topik dalam
cerita
rakyat Silayagh dan Beghudinem.
3.
Mendeskripsikan bagaimana peran setiap bentuk topik pada cerita rakyat
Silayagh dan Beghudinem.
4.
Mendeskripsikan bagaimana drajat kesinambungan topik dalam cerita
rakyat Silayagh dan Beghudinem.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharaAKan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat terhadap:
1. Model analisis kesinbungan topik
dalam bentuk wacana cerita rakyat.
2. Untuk peneliti lanjutan, sebagai referensi pada topik yang sama dengan
aspek maupun metode yang berbeda.
Sedangkan manfaatnya manfaat praktis, hasil penelitian ini diharaAKan
dapat memberikan konstribusi pada:
1. Pengetahuan tentang konsep kesinambungan topik akan membantu seseorang
untuk memilah atau menentukan bentuk-bentuk frasa mana yang sesuai
dengan konteksnya. Dan dapat membantu seseorang memahami keterjalinan
topik yang dibicarakan dalam suatu teks sehingga dalam proses penerjemahan,
memungkinkan seseorang membuat tafsiran teks dengan lebih akurat, serta
membantu melihat keterpautan antar topik dalam wacana sehingga dapat
memudahkan penafsiran teks secara tepat.
2. Sebagai bahan pengembangan anilisis kesinambungan topik dalam cerita
rakyat, cerpen, novel atau bentuk cerita sastra lainnya
`
1.5. Klarifikasi Istilah
Istilah yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan istilahistilah yang biasa digunakan dalam kajian wacana. Namun begitu, untuk
menghindari kesalah pahaman tentang istilah-istilah yang dipakai, perlu dilakukan
klarifikasi istilah.
1. Derajat kesinambungan topik adalah gradasi kesinambungan topik mulai dari
yang paling mudah terprediksi sampai kepada yang paling sulit terprediksi
2. Jarak referensi adalah jarak antara penyebutan pertama suatu referensi dengan
penyebutan selanjutnya
3. Kemungkinan gangguan adalah munculnya topik lain dalam lingkungan tiga
klausa secara berturut-turut.
4. Keberterusan topik adalah kemunculan topik secara berturut-turut dalam
klausa berikutnya.
5. Kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau
partisipan yang telah disebutkan sebelum dan sesudahnya. Kesinambungan
topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu
wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan
proposisi secara berurutan.
6. Perangkat gramatikal adalah unsur-unsur tatabahasa, yang digunakan sebagai
topik.
7. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan
partisipan atau argumen dalam suatu proposisi.
`
8.
Ukuran kesinambungan topik adalah tolok-ukur yang digunakan untuk
pengukuran topik, yakni jarak referensi, kemungkinan gangguan, dan
keberterusan topik.
9. Alat pembuka topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai pembuka
wacana, topik baru diperkenalkan pertama sekali atau topik-topik yang
kemunculannya melewati jarak rujuk yang sudah ditentukan.
10. Alat penyambung topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai
penyambung atau penghubung terhadap topik yang sudah diperkenalkan
sebelumnya.
11. Token adalah yang dirujuk satu topik ( Topik yang di rujuk / topik yang
disorot)
`
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Danandjaja (1994:50) menyatakan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang
disebarkan secara lisan. Cerita rakyat memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai
hiburan, dan secara tidak langsung juga berfungsi sebagai sarana menanamkan
nilai-nilai moral dan budaya pada generasi muda, sehingga kebudayaan dalam
masyarakat tersebut dapat dilestarikan. Penyebaran cerita rakyat yang dilakukan
secara lisan memiliki dampak munculnya berbagai versi cerita yang beragam
sesuai dengan apa yang ditangkap oleh pencerita pada saat mendengarkan cerita
dari orang lain. Menanggapi keberagaman versi cerita rakyat di masyarakat, para
penulis cerita mulai mengumpulkan berbagai cerita rakyat dari berbagai daerah
untuk kemudian ditulis atau dicetak dalam bentuk buku kumpulan cerita atau pada
majalah anak dan media massa lain. Cerita rakyat adalah sesuatu yang dianggap
sebagai kekayaan yang kehadirannya di atas dasar keinginan untuk berhubungan
sosial dengan orang lain. Dalam cerita rakyat dapat dilihat adanya berbagai
tindakan berbahasa guna menampilkan adanya nilai-nilai dalam masyarakat,
(Semi, 1993: 79).
Penulisan cerita rakyat memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk melestarikan
budaya bangsa, mendokumentasikan cerita rakyat, memperkenalkan pada
khalayak, serta membuat cerita rakyat yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi
`
bersifat nasional dengan menceritakan kembali cerita rakyat tersebut dan
menulisnya di dalam bahasa Indonesia. Meskipun demikian masih terdapat logat
bahasa asli asal cerita yang digunakan untuk mempertegas tuturan tokoh sekaligus
sebagai identitas cerita. Namun demikian logat bahasa penutur tersebut tetap
mudah dipahami oleh masyarakat.
Banyak cerita rakyat Suku Alas yang disampaikan oleh kalak metue
(orang-orang yang dituakan) di kalangan masyarakat Alas. Cerita ini disampaikan
melalui lisan, nyanyian, rekaman suara, pentas drama, dan bahkan dalam bentuk
buku. Cerita rakyat ini cendrung mengarah pada pesan religius, pesan pergaulan,
petualangan hingga percintaan, di antaranya Batu Niwon, Hikayat Brudihe,
Hikayat Datuk Lembing, Hikayat Datuk Selian, Hikayat Datuk Panglime Seudane,
Hikayat Pais khut Baye, Silayagh dan Beghudinem, dan sebagainya. Cerita rakyat
Alas ini adalah satu bentuk cerita rakyat yang merupakan cermin dari realitas
kehidupan masyarakat Alas sehari-hari, dengan ciri khas bahasanya yang menjadi
milik masyarakat Aceh Tenggara.
Silayagh dan Beghudinem termasuk salah satu cerita rakyat yang
menceritakan tentang kisah percintaan dan kisah perjalanan hidup seorang anak
raja suku Alas, yang diberi nama Silayagh. Kelahiran Silayagh diramalkan oleh
penasehat yang sekaligus merupakan pamannya sebagai anak pembawa sial
sehingga orang tuanya percaya dan diyakini akan membawa kesusahan di dalam
kerajaan, akhirnya Silayagh pun diungsikan di hutan rimba. Setelah Silayagh
dewasa, dia kembali ke kampung halamannya dan mengetahui bahwa kedua orang
tuanya sudah tiada, sedangkan kerajaan sudah dipegang oleh pakcik Silayagh.
`
Beghudinem adalah seorang gadis cantik yang kecantikannya membuat
semua pemuda di tanah Alas terpesona melihatnya dan ingin mempersuntingnya.
Disaat acara “pokejeken” pendirian rumah bibi Silayagh, Silayagh bertemu
dengan Beghudinem dan Silayagh pun tertarik pada gadis itu. Ternyata perjalanan
kisah cinta mereka terhalang karena kehadiran seorang pemuda yang dijuliki
“Pengulu Mude” sepupu Silayagh sekaligus anak raja suku Alas. Kisah cinta dan
petualangan hidup Silayagh sebagai anak raja menjadi pokok pembahasan cerita
tersebut, di samping menceritakan kisah itu cerita Silayagh dan Beghudinem
memiliki pesan adat istiadat suku Alas, serta memiliki nilai-nilai keyakinan atau
kepercayaan yang bersifat irrasional yang percaya akan keberadaan makhluk halus
di wilayah kecamatan ketambe, kepercayaan ini masih melekat dan menjadi bahan
ritual yang rutin dilakukan oleh masyarakat suku Alas. Di sisi lain terdapat pula
pesan adat yang hingga kini mulai terhapus dengan zaman yang modern seperti
ritual “pokejeken” disaat membangun rumah utuk mendirikan tiang utama atau
disebut juga dengan tiang pondasi ketika ingin didirikan mereka menggunakan
pakaian adat lengkap pesannya agar rumah tersebut akan membawa berkah dan
yang menempati rumah tersebut akan hidup bahagia . Pesan lain yang terdapat di
cerita Silayagh dan Beghudinem adalah pesan moral yang melarang sikap iri dan
dengki kepada orang lain apalagi terhadap keluarga sendiri.
Cerita rakyat Alas ini perlu diangkat karena dianggap mulai menghilang
dengan munculnya berbagai cerita modern, dimana semua cerita rakyat suku alas
baik yang disajikan melalui cerita, nyanyian, lagam, dan sebagainya memiliki
pesan nilai-nilai budaya atau adat yang sangat mendalam demi kelestarian budaya
`
suku Alas itu sendiri. Demikian banyaknya pilihan cerita rakyat yang ada di Aceh
Tenggara, cerita Silayagh dan Beghudinem merupakan cerita yang paling
memasyarakat dan cendrung ditampilkan dalam kontes drama, lagam (bercerita
dengan menggunakan irama), dan nyanyian. sehingga menarik seorang warganya
untuk menuliskan cerita rakyat ini dalam sebuah buku yang berjudul Silayagh dan
Beghudinem.
Seringkali pada saat kita membaca suatu karya sastra khususnya dalam bentuk
tulisan, penggunaan pronomina dan kata nama sangat sukar dipahami. Antara
penyebutan topik pertama dengan topik-topik berikutnya, tidak terjalin dengan
baik, sehingga sulit untuk menentukan topik yang menjadi rujukannya. Seperti
pada cerita rakyat Alas Silayagh dan Beghudinem yang memakai pronomina
posesif ne yang artinya nya kepunyaan tetapi di dalam bahasa Alas ne bukan saja
untuk kepunyaan tetapi bisa untuk kata benda atau kata tempat lainnya. Sehingga
pembaca cerita rakyat Silayagh dan Beghudinem ini sulit untuk memahaminya.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat kiat-kiat apa saja
yang digunakan oleh penulis agar pembaca dapat dengan mudah memahami alur
pikirannya.
Sehubungan dengan permasalahan topik, (Givon1983, yang dikutip oleh
Deliana 2010: 23) menyatakan bahwa keterjalinan topik dianggap baik apabila
jarak rujuk topik tidak terlampau jauh dan topik-topik yang di anggap penting
akan terus dipertahankan dalam penyebutan klausa selanjutnya. Selain itu,
semakin sedikit interferensi topik-topik lain dalam satu klausa maka semakin
baiklah keterjalinan topik tersebut. Kemudian
topik-topik yang di anggap
`
memiliki kesinambungan tinggi atau topik yang mudah dipahami ditempatkan
pada urutan yang paling atas, sedangkan topik yang memiliki kesinambungan
rendah atau topik yang paling sulit dipahami ditempatkan pada urutan yang paling
bawah.
Sehubungan dengan pembahasan topik, Givon (1983) telah mengembangkan suatu pendekatan kuantitatif. Dengan pendekatan kuantitatif ini,
keterjalinan topik dalam suatu urutan klausa dapat terukur secara akurat. Istilah
topik yang digunakan tidak merujuk pada subjek, tema, pelaku, agen dan lain
sebagainya tetapi topik merujuk pada bentuk-bentuk pronomina dan frasa nomina
yang digunakan sebagai penanda kesinambungannya. Dalam cerita rakyat Alas
tersebut dapat kita ambil contoh sebagai berikut:
Ndube ni tanoh Alas lot sebuah kekhajeen, (1) keghajeen ni peghintahi se
kalak ghaje (2) kasne ni Ngkhan. (3) Ghajene menghintah bijaksane,( 4)
Keghajeenne makmugh (5) te ghakyatne nggeluh aman sentose. (6) Bagas
melaksanaken tugasne (7) ghaje ni bantu wakil, (8) ghaje pecaye kalihen be
pembantune. (9)
Dulu di tanah Alas ada sebuah kerajaan, kerajaan tersebut diperintahi oleh
seorang raja. kerajaan tersebut berada di kampung Keran. Rajanya
memerintah bijksana, kerajaan makmur dan rakyatnya hidup aman setosa.
Dalam melaksanakan tugasnya raja di bantu oleh seorang wakil, raja percaya
sekali dengan wakilnya tersebut.
Dari contoh di atas, menjadi bahan topik dalam bentuk frase nomina
indefinit pada kalimat (1, 2, 3, dan 4) memiliki kesinambungan rendah karena
jarak referensi JR memiliki nilai 20 karna baru kemunculannya dan kemungkian
gangguannya ada karena kehadiran topik yang lain dengan di beri nilai 2. pada
kalimat (2) sampai kalimat (7) keberterusannya tidak mengalami gangguan. Pada
kalimat (9) ada gangguan dari kalimat (7)
`
Berdasarkan beberapa contoh tersebut di atas maka penulis sangat tertarik
untuk mengangkat permasalahan kesinambungan topik yang timbul dalam cerita
rakyat “Silayagh dan Beghudinem” menjadi sebuah kajian ilmiah dengan
mengangkat permasalahan melalui judul tesis “Analisis kesinambungan Topik
pada Cerita Rakyat Alas Silayagh dan Beghu Dinem”.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah hasil pengukuran setiap bentuk gramatikal yang digunakan
dalam cerita rakyat Silayagh dan Beghudinem?
2. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik dalam cerita rakyat Silayagh dan
Beghudinem?
3. Bagaimanakah peran setiap bentuk topik dalam cerita rakyat Silayagh dan
Beghudinem?
4. Bagaimanakah derajat kesinambungan topik dalam cerita rakyat Silayagh dan
Beghudinem ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan tesis dengan judul
Analisis Kesinambungan Topik pada Cerita Rakyat Silayagh dan Beghu Dinem ,
ini bertujuan untuk:
1.
Mendeskripsikan hasil pengukuran setiap bentuk perangkat gramatial
dalam cerita rakyat Silayagh dan Beghudinem.
`
2.
Mendeskripsikan bagaimana tingkat kesinambungan topik dalam
cerita
rakyat Silayagh dan Beghudinem.
3.
Mendeskripsikan bagaimana peran setiap bentuk topik pada cerita rakyat
Silayagh dan Beghudinem.
4.
Mendeskripsikan bagaimana drajat kesinambungan topik dalam cerita
rakyat Silayagh dan Beghudinem.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharaAKan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat terhadap:
1. Model analisis kesinbungan topik
dalam bentuk wacana cerita rakyat.
2. Untuk peneliti lanjutan, sebagai referensi pada topik yang sama dengan
aspek maupun metode yang berbeda.
Sedangkan manfaatnya manfaat praktis, hasil penelitian ini diharaAKan
dapat memberikan konstribusi pada:
1. Pengetahuan tentang konsep kesinambungan topik akan membantu seseorang
untuk memilah atau menentukan bentuk-bentuk frasa mana yang sesuai
dengan konteksnya. Dan dapat membantu seseorang memahami keterjalinan
topik yang dibicarakan dalam suatu teks sehingga dalam proses penerjemahan,
memungkinkan seseorang membuat tafsiran teks dengan lebih akurat, serta
membantu melihat keterpautan antar topik dalam wacana sehingga dapat
memudahkan penafsiran teks secara tepat.
2. Sebagai bahan pengembangan anilisis kesinambungan topik dalam cerita
rakyat, cerpen, novel atau bentuk cerita sastra lainnya
`
1.5. Klarifikasi Istilah
Istilah yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan istilahistilah yang biasa digunakan dalam kajian wacana. Namun begitu, untuk
menghindari kesalah pahaman tentang istilah-istilah yang dipakai, perlu dilakukan
klarifikasi istilah.
1. Derajat kesinambungan topik adalah gradasi kesinambungan topik mulai dari
yang paling mudah terprediksi sampai kepada yang paling sulit terprediksi
2. Jarak referensi adalah jarak antara penyebutan pertama suatu referensi dengan
penyebutan selanjutnya
3. Kemungkinan gangguan adalah munculnya topik lain dalam lingkungan tiga
klausa secara berturut-turut.
4. Keberterusan topik adalah kemunculan topik secara berturut-turut dalam
klausa berikutnya.
5. Kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau
partisipan yang telah disebutkan sebelum dan sesudahnya. Kesinambungan
topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu
wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan
proposisi secara berurutan.
6. Perangkat gramatikal adalah unsur-unsur tatabahasa, yang digunakan sebagai
topik.
7. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan
partisipan atau argumen dalam suatu proposisi.
`
8.
Ukuran kesinambungan topik adalah tolok-ukur yang digunakan untuk
pengukuran topik, yakni jarak referensi, kemungkinan gangguan, dan
keberterusan topik.
9. Alat pembuka topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai pembuka
wacana, topik baru diperkenalkan pertama sekali atau topik-topik yang
kemunculannya melewati jarak rujuk yang sudah ditentukan.
10. Alat penyambung topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai
penyambung atau penghubung terhadap topik yang sudah diperkenalkan
sebelumnya.
11. Token adalah yang dirujuk satu topik ( Topik yang di rujuk / topik yang
disorot)
`