Analisis Kesinambungan Topik Pada Cerita Rakyat Alas Silayagh Dan Bedhu Dinem

BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU

2.1 Konsep Topik -Tema
Menurut sejarah, pemikiran-pemikiran teoritis tentang tema dan topik
berasal dari penelitian aliran Praha, seperti (Danes 1974; Firbas 1974; Mathesius
1939, 1975). Menurut Mathesius tema adalah titik awal ujaran, yaitu informasi
yang sudah dipahami bersama antara penutur-petutur, sekaligus titik pisah kalimat
secara keseluruhan. Firbas berpendapat informasi dalam ujaran berkontribusi
terhadap perkembangannya secara berkesinambungan. Dia menekankan suatu
skala tentang informasi kalimat yang dikenal dengan kedinamisan komunikasi
(communicative dynamism) CD, informasi dalam ujaran berada pada suatu skala
ketersinambungan, dimulai dari unsur-unsur yang paling bawah yang memiliki
CD terendah dan bergerak melalui ucapan yang memiliki CD tertinggi.
Menurutnya, unsur-unsur tematis yang memiliki derajat CD yang paling rendah.
Kemudian penelitian tentang tema dilakukan oleh Halliday (1985) yang
terkenal dengan tata-bahasa sistemik. Halliday (1967b; 1976) memperlakukan
tema bukan sebagai titik awal ujaran tetapi sebagai unsur klausa yang sebagian
dari klausa tersebut adalah predikat. Selanjutnya, Dijk (1978) dengan teori tatabahasa fungsionalnya menggunakan kedua istilah

topik dan tema sekaligus.


Menurutnya, dalam satu kalimat terdiri dari tema dan topik. Sebuah tema adalah
unsur ekstraklausa yang dipraposisikan pada klausa itu sendiri, sekaligus
menunjukkan keuniversalan wacana sehubungan dengan predikat berikutnya yang
`

dianggap relevan.

Dalam tata-bahasa fungsional, istilah topik memiliki

pemahaman yang berbeda.
2.1.1 Konsep Topik
Chafe (1976, 1980a; 1994) membahas topik dengan menggunakan istilah
topik sebagai titik awal „starting point‟. Menurutnya topik merupakan awal
informasi konseptual yang terdapat dalam wacana. Istilah topik digunakan secara
luas untuk membuat ide-ide yang sama dengan tema pada level klausa, seperti tiga
pemahaman topik yang berbeda berikut ini :
1. Topik sebagai unsur tematik.

Dalam beberapa tulisan, pada tingkat klausa topik sama dengan tema.

Kedua istilah ini dianggap bersinonim. Dari sekian banyak pendapat yang sama,
diantaranya dapat dilihat pada Sgall (1987) dan Dahl (1969).
2. Topik sebagai gabungan unit gramatikal.

Istilah topik digunakan untuk membuat kata keterangan yang ekstra
klausa, umumnya dipraposisikan dalam klausa tersebut. Dalam model wacana
yang mengadopsi strategi ini, sebuah topik menunjukkan suatu penggabungan
antara tema dalam pengertian pragmatik dengan struktural yang merefleksikan
pengertian tersebut, biasanya pada posisi awal. Oleh karena itu, sebuah topik
dapat dibedakan dari tema atau subjek.
3. Topik sebagai referensi.

Pemaknaan istilah topik secara lebih luas dapat dilihat dalam literatur
tentang kesinambungan topik yang ditulis oleh Givon (1983; 1989). Menurutnya,
istilah topik berkaitan erat dengan keteraksesan suatu referensi dalam sebuah

`

representasi konseptual. Semakin terakses suatu referensi, semakin tinggi
topikalitasnya. Selama topikalitas ditentukan oleh suatu skala maka seluruh unsurunsur referensial dalam ujaran pada prinsipnya dapat diarahkan pada suatu jenis

nilai topikalitas.
Topik adalah proposisi utama dari paragraf; biasanya diartikan sebagai
“aboutness”suatu satuan wacana (Renkema, 2004:90). Maksudnya, topik
merepresentasikan bagian inti suatu wacana secara umum. Wacana dapat berupa
wacana tulis yang umumnya dalam bentuk teks dan konstituennya atau
wacana lisan dalam bentuk percakapan formal dan informal. Sebuah wacana
percakapan seharusnya mengandung topik. Artinya, bahwa tidak mungkin ada
wacana percakapan tanpa eksistensi topik. Contoh, ketika seseorang sebutlah
Badu mengucaAKan “Selamat siang!” kepada Budi, lantas Budi menjawab
“Selamat siang!” Contoh seperti ini bukan merupakan wacana percakapan karena
keduanya merupakan awal terjadinya percakapan. Selain itu topik adalah
“proposisi yang berwujud frase atau klausa, yang di dalamnya. Menurut
Poedjosoedarmo (1986: 5) topik adalah yang dibicarakan dalam wacana. Menurut
Eko Wardono (1983: 3) topik adalah gagasan utama yang dikandung oleh suatu
wacana. Dengan beberapa pendapat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa
topik adalah suatu unsur penting dalam sebuah wacana.
Kesinambungan topik merupakan cara suatu topik utama dijalinkan dalam
suatu urutan klausa maupun kalimat yang tersusun membentuk suatu rangkaian
yang sinambung (Seng 1995:21). Menurut Givon (dalam Seng 1995:21) untuk
memahami kesinambungan topik, kita harus memahami sedikit banyak konsep


`

kesinambungan wacana. Hal ini disebabkan kesinambungan wacana merupakan
satu proses yang kompleks.
Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan
partisipan atau argumen dalam suatu proposisi. Paragraf biasanya memiliki satu
topik atau tema utama,bahkan mungkin memiliki beberapa subtopik lagi. Pada
umumnya, seluruh wacana memiliki sejumlah topik, salah satunya ada yang di
utamakan, yaitu topik atau tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk
pada masalah subjek kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan
tatabahasa. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih
dari satu topik, meskipun salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang
lainnya, melalui struktur sintaksis.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas istilah topik dapat diartikan dalam
beberapa pengertian yang berbeda, yaitu a) frasa dalam satu klausa yang
terpahami, b) frasa dalam satu wacana yang terpahami, c) memiliki posisi khusus
dalam satu wacana (sudut paling kanan atau sudut kiri kalusa). Secara umum
dapat dikatakan, topik sama dengan subjek, seperti contoh berikut ini:
1. Bagas memukul anjing itu kemarin

2. Anjing itu dipukul Bagas kemarin
Kedua kalimat di atas memiliki makna yang sama, berfungsi sebagai
subjek. Tetaropi memiliki topik yang berbeda. Kalimat pertama, yang menjadi
topik adalah Bagas sedangkan pada kalimat kedua yang menjadi topik adalah
anjing.

`

2.1.2 Properti Topik
Topik sebagai sesuatu yang dibicarakan dan ditonjolkan memiliki
beberapa properti sebagai berikut, yaitu :
Properti 1. : Proprti Topik
Topik adalah suatu kesinambungan yang tidak terpisahkan atau suatu skala
yang multi poin. Bisa saja dalam satu klausa terdapat lebih dari satu topik.
Contoh :
a. Posisi netral :
Sebab Layagh galang bagas
topik & subjek

„ karena Layar berbaring di kandang...‟

b. Pergeseran ke kiri:

bahwane piggasatne Layagh pagi ngembah bencane
topik
subjek

menurut firasatnya putra raja Layar kelak akan membawa bencana.‟
c. Pergeseran ke kanan:

Layagh menggaghami kedue koghbone, sawak bunge dan gondok limang
Top primer & subjek
top kedua
„ Layagh mencari kedua kerbaunya, Sawak Bunge dan Gondok Limang ‟
Properti 2
Sejumlah topik lebih mudah terakses atau terprediksi daripada yang lainnya.
Contoh:

`

Pengulu Mude yakin sentuhune Layagh enggo mate. Sikel baliken, ie ngembah

luah ghut kae si nipesanken, begedi me belin ate Beghu Dinem menughut ate
Pengulu Mude.
Pengulu Mude yakin sebenarnya Layagh sudah mati. Ketika mau pulang ia
membawa oleh –oleh dengan apa yang di pesankan Beghu Dinem, begitulah besar
hati Beghu Dinem menurut Pengulu Mude

Topik Pengulu Mude sebagai kata nama tentu lebih mudah terakses / terprediksi
karena tidak memiliki meterial linguistik lainya dalam lingkungan klausa tersebut.
Sedangkan topik Layagh memiliki material linguistik lain, yaitu ie sehingga lebih
sulit terprediksi.
Properti 3
Topik yang lebih mudah terakses/teridentikasi dinyatakan dengan material
linguistik

yang

lebih

sedikit.


Sedangkan

topik

yang

lebih

sulit

terakses/teridentifikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih banyak.
Contoh :
Ni peghintahken me Layagh memakan kohkbo, begedi me koghje Ø
kalaknde swaghinen, te tading me layagh sesade memakan keghbou ni
kute. Ie gati memakan ni waghi hangat, mmangan pe Ø mulai ni kughangi
amecutne.
Di perintahkan lah Layagh mengembala kerbau, begitulah kerja Layagh
seharian, tinggalah layagh sendirian mengembala kerbau di desa. Dia
sering mengembala kerbau di hari panas, sekarang makan Layagh mulai di
kurangi makciknya.


Topik

Layagh memiliki material linguistik yang lebih banyak, yakni

anafora kosong Ø posesif ne dan orang ketiga ie.

Properti 4
Topik umumnya mengandung informasi lama dan informasi baru, tetapi
terdapat juga kekecualian.
Contoh :

`

menggaghami bungki ghik-ghik, soghpe ghut dawan
Layagh pe
Informasi lama
informasi baru

„ Layagh pun mencari rimbang pakis dan jamur

Properti 5
Topik primer selalu dinyatakan dalam bentuk subjek suatu kalimat.
Contoh :
gati clindung ni teghu tuke koghbo
Layagh
Top.primer & subjek

Topik Layagh adalah topik utama sekaligus sebagai subjek kalimat
2.1.3 Jenis- jenis Topik
Pemahaman istilah topik sering menjadi perdebatan. Sampai saat ini tidak
satupun definisi yang memuaskan untuk istilah ini. Pernyataan yang dianggap
paling umum mengatakan, suatu topik mengatur suatu konteks yang didalamnya
pengandung predikat, (Chafe1976, dalam Deliana 2010:28). Selanjutnya,

(Myhill,1992 dalam Deiana 2010:28) mengklasifikaikan topik menjadi tiga, yaitu
topik yang lazim , topik yang tidak lazim dan topik yang berkontras. Setiap tipe
dicirikan oleh properti wacana tertentu.
1. Topik yang tidak lazim
Topik yang tidak lazim merujuk pada suatu entitas yang tidak muncul
sebelumnya dalam wacana yang tidak aktif „inactive discours file‟. Dalam

hal

ini

pembaca/pendengar

sadar

akan

kemunculannya,

tetapi

mengabaikannya untuk sesaat. Biasanya entitas ini berada pada posisi awal
dan selalu diikuti dengan nada jeda.

`

2. Topik yang lazim
Topik yang lazim merujuk pada entitas yang sudah muncul dalam wacana
sebelumnya. Pada umumnya merujuk pada

bentuk-bentuk pronomina

termasuk zero-pronomina yang di anggap sudah dapat dipahami
kebenarannya dalam konteks. Topik yang lazim „ unmarked‟ tidak sama
dengan topik yang tidak lazim „marked‟ atau topik yang kontrastif, yang
kemunculannya selalu dalam posisi awal kalimat. Topik yang berada pada
posisi

normal

kalimat.

Kemunculannya

dikaitkan

dengan

peran

sintaksisnya dalam kalimat tersebut. Entitas-entitas tidak lazim yang
dirujuknya tidak akan terpisah dari wacana terdekat sebelumnya sehingga
tidak menimbulkan keragu-raguan lagi terhadap entitas tersebut.
3. Topik yang berkontras
Dalam topik yang kontrastif, entitas merujuk pada entitas yang secara
umum sudah disebutkan sebelumnya tetapi merupakan bagian dari entitas
lain yang dikontraskannya. Setiap entitas yang dikontraskannya memiliki
peran dan nilai yang sama,
Istilah topik pada umumnya merujuk pada topik-topik yang tidak lazim
bukan pada topik-topik yang lazim atau topik-topik yang berkontras. Oleh karena
itu, suatu frasa nomina yang dianggap memiliki topikalitas tinggi, sudah
disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat. Sedangkan frasa nomina
yangmemiliki topikalitas rendah, belum disebutkan sebelumnya dalam wacana
terdekat.

`

2.1.4 Kesinambungan Topik
Menurut (Givon1983, yang dikutip oleh Deliana2010:30) kesinambungan
topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu wacana.
Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara
berurutan. (Martin1982, dalam Deliana 2010:30) mengatakan, kesinambungan
topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang
telah disebutkan sebelumnya, misalnya dalam kalimat Aidil di Bandung . Dia
menjumpai atoknya .Dalam hal ini dia, nya mengacu kepada Aidil dan pada saat

yang bersamaan menjalin pernyataan Aidil pada klausa pertama. Menurut Givon
(1983), terdapat tiga jenis kesinambungan dalam wacana: kesinambungan tematik,
kesinambungan tindakan dan kesinambungan topik. Kesinambungan tematik
mencakup unit wacana yang lebih luas, karena merujuk pada tema utama dalam
suatu paragraf. Kesinambungan tindakan mencakup sejumlah urutan kejadian
dalam suatu paragraf. Pada umumnya, urutan kejadian ditandai dengan subsitem
kala-aspek- modalitas. Kesinambungan topik merujuk pada topik-topik yang
dibicarakan dalam suatu urutan klausa. Dari ketiga jenis kesinambungan di atas,
kesinambungan topik yang dianggap paling konkrit, sekaligus menjadi acuan
dalam penelitian ini.
Suatu wacana dikatakan baik apabila di dalam wacana tersebut terdapat
satu topik yang terfokus pada sebuah wacana. Kesinambungan topik merupakan
cara suatu topik utama dijalinkan dalam suatu urutan klausa maupun kalimat yang
tersusun membentuk suatu rangkaian yang sinambung.

`

Kesinambungan tematik mencakup unit wacana yang lebih besar.
Kesinmabungan

tersebut

merujuk

tema

utama

dalam

suatu

wacana.

Kesinmbungan tindakan merujuk pada suatu kejadian dalam suatu wacana.
Lazimnya, urutan kejadian yang dimaksud itu ditandai dengan subsistem „tense
aspect-modality‟, Givon

dalam

Hartono

(2000:

133).

Kesinambungan

topik/peserta merupakan topik yang dibincangkan dalam urutan klausa atau
kalimat.
Dalam menentukan kesinambungan topik, terdapat tiga kriteria yang dapat
dijadikan dasar. Ketiga kriteria tersebut adalah:
(1) jarak rujuk kembali (look back reference);
(2) kemungkinan gangguan (potencial interference), dan
(3) perihal kontinuitas (persistance) (Seng 1995: 24).
Ketiga kriteria itu diberi nilai dengan perhitungan angka. Wacana yang
berjudul “Silayagh dan Behudinem”, akan dianalisis dengan menggunakan
kesinambungan topik, karena setiap kalimat pada wacana tersebut mengandung
topik “Silayagh dan Beghudinem” yang penulis analogikan dengan sebuah “kisah
cinta dan petualangan hidup seorang pemuda”.
Berdasarkan kajian teoretis tentang wacana di atas, wacana yang berjudul
Silayagh dan Beghudinem akan menggunakan analisis kesinambungan topik. Di
dalam kesinambungan topik, hal yang perlu diperhatikan adalah mencari topik di
setiap kalimat-kalimat di dalam wacana Dalam menentukan kesinambungan topik,
terdapat tiga kriteria yang dapat dijadikan dasar. Ketiga kriteria tersebut adalah (1)

`

jarak referensi(JR) (2) kemungkinan gangguan/KG (potencial interference), dan
(3) keberterusan (KB) (T.Givon 1983)
2.1.5

Parameter Kesinambungan Topik
Penelitian

ini

menggunakan

konsep

kesinambungan

topik

yang

dikemukakan oleh Givon ( 1983) dalam bukunya Topic Continuity In Discourse:
A Quantitative Cross-Language Study. Pendekatan kuantitatif ini menyangkut tiga

pengukuran topik, yaitu 1) jarak referensi 2) Kemungkinan ganguan, dan 3)
Keberterusan topik. Pengukuran pertama berhubungan dengan jauh- dekat jarak
kemunculan topik, pengukuran kedua berhubungan dengan sedikit banyak
interperensi dari topik lain dan pengukuran ketiga berhubungan dengan bertahantidak bertahan kemunculan topik. Pengukuran untuk kemungkinan ganguan
terkait dengan ada tidaknya ganguan. Berpijak dari ketiga pengukuran ini,
terdapat tiga parameter yang dapat mempengaruhi kesinambungan topik, yaitu ;
- semakin jauh jarak topik semakin rendah kesinambungan topik „the
greater the distance, the less continuous the topic.
- semakin sedikit kemungkinan gangguan, semakin tinggi kesinambungan topik

„ the less potential interference, the more topic continuous‟
- semakin berlanjut suatu referensi, semakin tinggi kesinambungan topik . „ the
more persistence a referent, the more topic continuous it is‟

2.1.6 Ukuran Kesinambungan Topik
Pendekatan kuantitatif kesinambungan topik yang dikembangkan
Givon (1983) mengemukakan tiga ukuran kesinambungan topik, yakni jarak
referensi „reference distance‟, kemungkinan gangguan „potential interference‟,

`

dan keberterusan „persistence‟. Ketiga ukuran kesinambungan topik ini
diberlakukan pada keenam perangkat gramatikal yang digunakan dalam penelitian
ini, yakni anafora kosong, pronomina tidak bertekan, pronomina posesif, ,
pronomina indefinit. Pengukuran bertujuan untuk mengukur jarak kemunculan
topik dalam wacana, sehingga tingkat kesinambungan topik dapat terprediksi
dengan lebih sempurna. Masing –masing ukuran kesinambungan topik,
dipaparkan lebih terperinci berikut ini:
2.1.6.1 Jarak Referensi
Jarak referensi (JR) adalah jarak klausa yang mengantarai penyebutan
topik dalam suatu wacana. Penghitungan jarak klausa mengarah kekiri atau
kebelakang. Jauh-dekatnya jarak akan mempengaruhi tingkat kesinambungan
topik. Dengan kata lain, semakin dekat jarak topik semakin tinggi tingkat
kesinambungannya. Sebaliknya, semakin jauh jarak topik semakin rendah
kesinambungannya. Berikut contoh ketidaksinambungan topik disebabkan oleh
jauhnyanya jarak penyebutan.
(1) Suatu waghi, lot undagen be ghaje pesta nindoghken ghumah enggine si
debeghu Ame Beghu Dinen ni Natam. Pade acegghe edi lot gho kepe
ghaje , Penghulu Mude, dan undangen lain. Beghu Dinem enggou
niaAKan tepung tawagh, pewangpe enggou niaAKen mantra due.

Pada suatu hari ada undangan kepada raja pesta bangun rumah adik yang
perempuan ibu Beghu Dinem di Natam. Pada acara itu hadir juga raja,
Pengulu Mude, dan undangan lain. Beghu Dinem telah menyiaAKan
tepung tawar, pawang telah menyiaAKan mantra.
Wacana (1) terdiri dari beberapa klausa yang diurutkan sebagai berikut :
1. suatu waghi lot
2.

undagen be ghaje

pesta nindoghken ghumah enggi ne si debeghu

3. ame Beghu Dinem ni Natam
`

4.

pade acegghe edi lot gho kepe ghaje penghulu Mude undangen lain

5.

beghu dinem enggou niaAKan tepung tawagh

6.

pewangpe enggou niaAKen matradue
Pada wacana (1) yang menjadi topik adalah ghaje. Topik diwujudkan

dalam klausa (1) dalam bentuk ghaje, pada klausa (2) dalam bentuk posesif raja,
pada klausa (3) dalam bentuk posesif Beghu Dinem, pada klausa (4) dalam bentuk
ghaje, pada klausa (5) dalam bentuk Beghu Dinem, pada klausa (6) dalam bentuk
pawang.

Dari reduksi topik di atas diperoleh topik-topik wacana sebagai berikut :
1. ghaje ← 2. ghaje ← 3.Beghu Dinem ← 4. ghaje 5. Beghudinem ←
6.Pawang
Pada klausa (4) topik ghaje merujuk pada klausa (2) yaitu ghaje. Jarak
dua klausa dari penyebutan pertama( klausa 2) sampai pada penyebutan kedua
(klausa 3) tergolong dekat karena jarak pada topik ghaje pada klausa (4) hanya
berjarak satu klausa saja yaitu ghaje pada klausa kedua .
Oleh

karena

ketidaksambungan

topik

disebabkan

jauhnya

jarak

penyebutan dan munculnya bentuk-bentuk klausa yang lain.
2.1.6.2 Kemungkinan Gangguan
Kemungkinan gangguan (KG) adalah munculnya topik lain dalam urutan
klausa suatu wacana. Dengan munculnya topik lain, akan mengurangi tingkat
kesinambungan topik. Semakin sedikit gangguan dari topik lain semakin tinggi
kesinambungan topik, semakin banyak gangguan dari topik lain semakin rendah
kesinambungan topik. Penghitungan jarak klausa sama seperti JR, yaitu mengarah

`

kekiri atau kekanan. Berikut contoh ketidaksinambungan topik karena
kemunculan topik lain.
(2)

Pul edi nali penindogh mulai nitaghik, tapi tihang mapot cindogh kalak
kekeghine heghan
cube tule tetap tihang ma mageghok pul edi tuan
gughu nebutken” ma tebahan nipakseken”.

Pengulu Mude dan Beghu Dinem mulai menepung tawar tiang utama
kemudian tali penegak mulai ditarik, tapi tiang tidak mau berdiri semua
orang heran, dicoba lagi tapi tiang tidak mau bergerak kemudian pawang
mengatakan “ tiang itu tidak dapat dipaksakan”.
Wacana (2) terdiri dari tujuh klausa, yang diurutkan sebagai berikut :
1. Pengulu Mude ghut beghudinem mulai nepung tawagh tihang utame
2. Pul edi nali penidogh mulai nitaghik
3. Tapi tihang mapot cindogh
4. Kalak keghine heghan
5. Ø Cube tule
6. Tetap tihang mapot megeghok
7. Pul edi tuan gughu nebutken
8. Maktebahan ni pakseken
Pada wacana (2) yang menjadi topik adalah

Pengulu Mude. Topik

diwujudkan dalam klausa (1) dalam bentuk Pengulu Mude, pada klausa (2) dalam
bentuk nali, pada klausa (3) dalam bentuk tihang kami, pada klausa (4) dalam
bentuk kalak, pada klausa (5) dalam bentuk Ø, pada klausa (6) dalam bentuk
tihang, pada klausa (7) dalam bentuk tuan guhgu, pada klausa (8) dalam bentuk
Ø.

Dari reduksi topik di atas diperoleh topik-topik wacana sebagai berikut
(arah panah menunjukkan arah rujukan topik) :

`

1. Pengulu Mude ← 2. nali ← 3. tihang ← 4. kalak ← 5. Ø ← 6.tihang ←
7. ←tuan gughu 8. Ø
Pada Klausa (5) topik Ø ( Pengulu Mude) mendapat gangguan dari topik
lain, yaitu kalak pada klausa (4) dan Pengulu Mude pada klausa (5). Penggunaan
bentuk Ø pada klausa (5) menimbulkan keragu-raguan apakah merujuk pada
Pengulu Mude (5) atau klausa (4) Jadi dalam wacana (2) tampaklah kemunculan
topik topik lain dalam setiap klausa sehingga wacana (2) memiliki kesinambungan
topik yang rendah.
2.1.6.3 Keberterusan Topik
Keberterusan topik (KT) adalah tingkat kebertahan suatu topik. Topiktopik penting cenderung tetap muncul pada wacana berikutnya. Semakin bertahan
kemunculan topik semakin tinggi kesinambungannya. Semakin tidak bertahan
kemunculan topik, semakin rendah kesinambungannya. Berbeda dari dua ukuran
sebelumnya, pengukuran jarak topik mengarah kedepan. Berikut contoh
ketidaksinambungan topik
(3) Ghaje pecaye kalihen be pembantune. Ketike ghaje metue alang, lotme
anakne delaki ghaje ghut pemainesughi senang ate .Waktu embah belawe
keghine kalak niundang, ghut kane niundang kehine si nighimbe. Soh me
waktune embah be lawe teghidah me kalak si niundang mehayak ghoh
keghine binatang ngikuti acaghene. Tebegeime penceghane nebutken
galagh anak ghaje, gelagh anak ghaje „Layargh‟ Keghine kalak nepuk
tangan tande senang ate.
Raja sangat percaya kepada pembantunya itu. Ketika raja berusia separuh
baya, lahirlah anaknya laki-laki raja berbahagia bersama permaisuri. Pada
saat pemberian nama putra raja seluruh rakyat di undang, ikut juga
diundang semua binatang yang ada di hutan rimba. Kini tibalah hari
pemberian nama putra raja nampak undangan yang hadir ramai sekali
semua binatang datang mengikuti acaranya. Terdengarlah pembawa acara
mengumumkan nama anak raja, nama anak raja adalah „Layagh‟, semua
orang tepuk tngan tanda senang hati.

`

Wacana (3) terdiri atas empat belas klausa, yang diurutkan sebagai berikut:
1. Ghaje ni bantu wakil
2. Ghaje pecaye kalihen be pembantune
3. Ketike ghaje metue alang
4. Lot me anakne delaki
5. Ghaje ghut pemaisughi senang ate
6. Waktu Ø embah belawe
7. Keghine kalak ni undang Ø
8. Ghut kane ni undang Ø keghine si nighimbe
9. Soh me waktune Ø embah be lawe
10. Teghidah me kalak si niundang Ø keghine si nighimbe
11. Ghoh keghine binatang ngikuti acaghene
12. Tebegeme penceghane nebutken gelagh anak ghaje
13. Gelagh anak ghaje Layagh
14. Keghine kalak nepuk tanga tande senang ate.
wacana seperti berikut:bentuk ghaje, pada klausa (3) dalam bentuk ghaje,
pada klausa (4) dalam bentuk ne (poss ghaje), pada klausa (5) dalam bentuk
ghaje, pada klausa (6) dalam bentuk Ø (ghaje), pada klausa (7) dalam bentuk Ø

(ghaje), pada klausa (8)dalam bentuk Ø (ghaje), pada klausa (9) dalam bentuk Ø
(ghaje), pada klausa (10) dalam bentuk Ø (ghaje), pada klausa (11) dalam bentuk
ne (poss Ghaje) dalam klausa (12) dalam bentuk posesif ghaje, pada klausa (13)

dalam bentuk ghaje dalam klausa (14) dalam bentuk kalak.
Dari reduksi topik di atas, diperoleh topik-topik wacana seperti berikut :

`

1. ghaje
2. ghaje
3. ghaje
4. ne (poss ghaje)
5. ghaje
6. Ø ( ghaje)
7. Ø (ghaje)
8. Ø ( ghaje)
9. Ø ( ghaje)
10. Ø ( ghaje)
11. Ne (poss ghaje)
12. Posesif (ghaje)
13. Ghaje
14. Kalak
Pada klausa (1) topik ghaje disebut secara berturut-turut sampai pada
klausa (13), dalam bentuk Ø dan ne (posesif). Hal ini jelas menimbulkan keraguraguan karena rujukkan topik menjadi tidak jelas. Oleh karena kurangnya
ketersinambungan topik disebabkan munculnya topik dalam bentuk Ø dan ne
(posesif).
2.1.7 Penghitungan Klausa
Penghitungan klausa dilakukan menurut rentang nilai yang telah
ditentukan untuk masing- masing ukuran kesinambungan topik, yakni JR, KG,
dan KT. Pengukuran JR dan KG mengarah pada klausa sebelumnya dan

`

pengukuran KT mengarah pada klausa sesudahnya. Penghitungan masing-masing
ukuran kesinambungan topik sekaligus langkah-langkah analisisnya sebagai
berikut.
2.1.7.1 Jarak Referensi
Ukuran ini digunakan untuk melihat jarak antara penyebutan pertama
dengan penyebutan kedua suatu topik. Jaraknya dinyatakan mengikuti bilangan
klausa kebelakang. Nilai yang diberikan berkisar antara 1 sampai dengan 20.
Angka 1 adalah nilai terendah dan angka 20 adalah nilai tertinggi. Nilai rendah
menunjukkan topik-topik yang mudah diakses atau teridentifikasi (jaraknya dekat
atau tidak berjarak sama sekali) sedangkan nilai tinggi menunjukkan topik-topik
yang tidak mudah diakses atau teridentifiasi (jaraknya jauh atau belum disebutkan
sebelumnya). Oleh karena itu, topik yang baru pertama kali disebutkan dianggap
sebagai topik yang paling sulit teridentifikasi sehingga diberi nilai 20. Nilai 2,3
dan seterusnya diberikan berdasarkan jarak kemunculan topik dan seberapa jauh
ketidak hadirannya dalam penyebutan sebelumnya. Nilai kecil menunujukkan
topik mudah teridentifikasi, sehingga kesinambungan topik menjadi tinggi
sedangkan

nilai

besar

menunjukan

topik

sulit

teridentifikasi

sehingga

kesinambungan topik menjadi rendah. Langkah Analisis:
-

Menentukan batasan- batasan klausa

-

Mengidentifikasi token-token yang akan diukur dari penyebutan terakhir

-

Melihat arah rujukan token kearah kiri untuk menemukan token-token
yang terdekat dari topik yang sama.

`

-

Menghitung jumlah batasan-batasan klausa antara dua token dari topik
yang sama

-

Mencatat hasil penjumlahan untuk jarak referensi

Contoh Analisis
1. Batasan-batasan klausa
Ketike ghaje metue alang 1 │ 2lot me anakne delaki 3 │ 4ghaje hgut pemaisuri5
senang ate 6 │ Ø 7 waktu embah be lawe 8 │ keghine kalak 9ni undang Ø
10
│hgut kane ni undang Ø 11 keghine Ø 12si ni ghimbe13 │sohme waktu ne Ø 14
embah be lawe 15│teghidah me kalak16 ni undag Ø 17 meghayak│ghoh
keghine binatang 18 ngikuti acaghe 19

‟keika raja separuh baya, ada anaknya(raja) laki-laki, raja dan permaisuri
senang hati, waktu embah belawe( raja), semua orang di undang (raja),ghut
kane ni undang (raja) keghine (hewan) yang di hutan, soh me waktune (raja)
embah be lawe,teghidah me kalak ni undang (raja) banyak, ghoh keghine
hewan mengiuti acarane (raja)‟.
2. Token yang diidentifikasi : raja
3. Menentukan arah rujukan token :

Ketike ghaje metue alang, lot me anakne(raja) delaki

Ghaje ghut pemaisuri senang ate, (ghaje)watu embah be lawe
4. Penghitungan klausa :

ghaje

1

: 20

(raja) 2

: 1 (Ø ←)

delaki 3

: 20

ghaje 4

: 1 (ghaje)2 ←)

`

permaisuri5

: 20

ate 6

: 20

(ghaje) 7

: 1 (ghaje) 4 ←)

lawe8

: 20

kalak 9

: 20

(ghaje) 10

: 1 (ghaje)7 ←)

(ghaje)11

: 1 (ghaje) 10 ←)

(binatang) 12

: 20

(ghimbe) 13

: 20

(ghaje) 14

: 1 (ghaje) 11 ←)

lawe 15

: 3 (lawe) 8 ←)

kalak 16

: 3 (kalak)9 ←)

(ghaje) 17

: 1 (ghaje)14 ←)

binatang 18 : 4 (binatang)12 ←)
(ghaje) 19

: 1(ghaje) 17 ←)

4. Pencatatan hasil penjumlahan untuk jarak referensi.
Ghaje [ indefinit/ Jarak Referensi 20 ]
Ø (ghaje) [ Pro. Kosong/Jarak Referensi 1 ]
Permaisuri [ indefinit/Jarak Referensi 20 ]
ate [ idefinit/Jarak Referensi 20 ]
lawe [ indefinit/Jarak Referensi 20 ]
kalak [ indefinit/ jarak refrensi 20]
hewan [ indefinit/ jaraj refrensi 20]

`

ghimbe [ indefinit/ jarak refrensi 20]
2.1.7.2 Kemungkinan Gangguan
Ukuran ini digunakan untuk melihat apakah terdapat gangguan topik lain
dalam lingkungan 3 klausa kebelakang terhadap suatu topik yang dirujuk. Faktor
kemungkinan gangguan dinyatakan dengan nilai 1 dan 2 saja. Jika tidak terdapat
gangguan topik lain dalam lingkungan 3 klausa ke belakang terhadap topik yang
dirujuk, maka diberikan nilai 1. Apabila terdapat gangguan yaitu hadirnya topik
lain dalam lingkungan 3 klausa ke belakang, maka diberikan nilai 2. Topik-topik
lain yang muncul dalam jarak yang berdekatan terkadang membuat pembaca agak
sulit mengidentifikasi referensi mana yang dimaksud oleh penulis. Untuk topiktopik yang mudah teridentifikasi (tidak muncul topik lain) diberikan nilai yang
rendah, sedangkan topik-topik yang sulit teridentifikasi (muncul topik-topik lain)
diberikan nilai yang tinggi.
Langkah Analisis:
-

Menentukan batasan-batasan klausa

-

Mengidentifikasi token yang diukur

-

Melihat arah rujukan ke arah sebelah kiri untuk menemukan token-token
dari referensi yang tidak sama.

-

Menghitung jumlah token-token dari referensi tersebut dalam tiga klausa
sebelumnya

-

Mencatat hasil penjumlahan masing-masing token.
Contoh analisis :

1. Batasan-batasan klausa

`

Umugh Layagh 1enggo 8 tahun │ suatu waghi ie 2laus be tepi ghimbe3│ni
hadi ie4 jumpe ghut kalak metue 5 │ Ø6 si sedang meghempus7 │ Ø8 ngidah
Layagh9 │kalak metue 10 nungkun │ise gelaghne Ø 11│ni ndpe ie 12 tading.

„usia Layar sudah mencapai 8tahun, suatu hari ia pergi kepinggir hutan, disana
ia bertemu dengan orang tua, orang tua yang sedang berkebun,orang tua
melihat Layar , orang tua bertanya, siapa nama Layar, di mana ia tinggal‟.
2. Token yang diidentifikasi : Layagh
3. Penentu arah rujukan.

Umugh Layagh enggo 8 tahun │suatu waghi ie1 laus be tepi ghimbe│ni hadi
ie2 jumpe ghut kalak metue │si sedang meghempus │ngidah Layagh3 │ kalak
metue nungkun│ ise gelaghne Ø4 │ nidape ie5 tading.

4. Penghitungan klausa
Ie1 (Layagh)

: 1 [tidak ada gangguan topik lain

Ie ( Layagh) 2

: 1 [tidak ada gangguan topik lain ]

Layagh3

: 2 [ ada gangguan topik lain beghempus ← ]

Ø4 ( Layagh)

: 2 [ ada gangguan topik lain kalak metue ← ]

Ie 5 (Layagh)

: 1 [tidak ada gangguan topik lain

]

]

5. Pencatatan token
Ie 1(Layagh)
Ie 1(Layagh)

: [ posesif/ Kemungkinan Gangguan 1 ]
: [ posesif/ Kemungkinan Gangguan 1 ]

Layagh3

: [ definit/ Kemungkinan Gangguan 2 ]

Ø 4 (Layagh)

: [Anafora kosong/ Kemungkinan Gangguan 2 ]

Ie5 ( Layagh)

: [ posesif/ Kemungkinan Gangguan 1 ]

`

2.1.7.3 Keberterusan Topik
Ukuran ini digunakan untuk melihat kepentingan suatu topik dalam
wacana diasumsikan bahwa suatu topik yang dianggap penting akan muncul lebih
sering dalam teks tetentu. Cara menetaAKan nilai untuk keberterusan berbeda dari
kedua ukuran yang telah disebutkan di atas. Jika pada kedua ukuran sebelumnya
jarak yang diukur mengarah ke belakang maka pada keberterusan ini jarak diukur
mengarah kedepan, yaitu sepuluh klausa berikutnya. Nilai terendah 1, apabila
topik tidak disebutkan kembali dalam sepuluh klausa kedepannya. Tidak ada nilai
maksimum dalam pengukuran ini. Nilai diberikan berdasarkan

keberapa

kemunculan topik dalam sepuluh klausa berikutnya secara berurut-turut.
Misalnya, jika satu topik mncul, kemudian disebutkan kembali dalam 4 klausa
secara berturut –turut kedepannua maka diberi nilai 4.
Langkah Analisis:
-

Menentukan batasan-batasan klausa sama seperti cara pengukuran jarak
referensi

-

Mengidentifikasi setiap token yang akan diukur

-

Melihat arah rujukan kearah kanan untuk menemukan token-token yang
memiliki referensi yang sama dalam urutan klausa secara berturut-turut.

-

Menghitung jumlah klausa yang berurutan yang mengandung token dari
referensi yang sama

-

Mencatat hasil penjumlahan masing-masing token untuk keberterusan
topik.

`

Contoh Analisis:
1. Batasan-batasan klausa
Layagh 1menceghiteken halne ghut pengulu Mude 2│ Ø 3 soh be Natam 4 │
Pengulu Mude 5 nambat Kobou 6 │lalu ie 7 pe medalan be ghumah 8 Beghu
Dinem 9│ tapi ie 10 tegejut.

Layar berkisah tentang perjalanan dengan Pengulu Mude, (Pengulu Mude)
tiba di Natam, Pengulu Mude mengikat kerbau, lalu ie (Pengulu Mude)
berjalan menuju rumah Beghu Dinem, tapi ie (Pengulu Mude) terkejut.
2. Token yang diidentifikasi : Pengulu Mude
3. Penentuan arah rujukan
Layagh menceghiteken kalne ghut Pengulu Mude 1│ Ø

│Pengulu Mude 3 nambat kobou │lalu ie

4

2

soh be Natam

pe medalan be ghumah Beghu

Dinem │ tapi ie 5 tegejut.

4. Penghitungan klausa
Pengulu Mude 1

: 4 (Ø 2 → Pengulu Mude3 → ie 4 → ie 5)

Ø2

: 3 (Pengulu Mude 3 → ie4 →ie 5)

Pengulu Mude

3

Ie4

: 2 (ie4 → ie 5)
: 1 (ie5)

5. Penghitungan token
Pengulu Mude 1

:[ Definit/ Keberterusan Topik4]

Ø2

: [ definit/ Keberterusan Topik 3 ]

Pengulu Mude 3

:

[ definit/ Keberterusan Topik 2 ]

Ie4

:

[ Orang ketiga/ Keberterusan Topik 1 ]

ie 5

: [Orang ketiga/ Keberterusan Topik o ]

`

tabel berikut ini meringkaskan ketiga ukuran yang digunakan, dengan
memberikan jarak dan nilai yang signifikan.
Tabel 2.1. Interprestasi Ukuran Kesinambungan Topik
SKALA

NILAI KECIL

NILAI BESAR

JR

1-20

Kesinambungan tinggi

Kesinambungan rendah

KG

1-2

Kesinambungan tinggi

Kesinambungan rendah

KT

0+

Kesinambungan rendah

Kesinambungan rendah

Keterangan :
JR = jarak referensi
KG = kemungkinan gangguan
KT= keberterusan topik
Pada tabel 2.1 di atas, nilai kecil untuk JR dan KG, menunjukkan topiktopik yang udah teridentifikasi sehingga kesinambungan tinggi. Nilai besar untuk
JR dan KG menunjukan topik sulit teridentifikasi sehingga kesinambungan
rendah. Sebaliknya, nilai kecil untuk KT menunjukan topik-topik yang sulit
teridentifikasi sehingga kesinambungan rendah dan nilai besar menunujukan
kesinambungan tinggi. Selain itu, jika jarak rujuk RD dan KG kecil (misalnya1),
penulis akan menggunakan bentuk topik yang paling sederhana, seperti ie atau Ø
saat merujuk pada suatu topik. Jika jarak rujuk RD dan KG besar, penulis
cendrung menggunakan bentuk topik yang lebih eksplisit, seperti frasa kata nama
penuh Silayagh, Pengulu Mude, Beghu Dinem dan lainnya saat merujuk suatu
topik
2.1.8

Skala Kesinambungan Topik
Givon (1981) dalam artikelnya mengatakan ranah-ranah fungsional yang

paling umum dalam sintaksis adalah clines. Sejumlah struktur yang berbeda dapat

`

diatur dalam suatu rangkaian yang berkesinambungan dalam clines ini. Salah satu
adalah kesinambungan atau ketidaksinambungan topik. Givon telah merancang
suatu clines yang menunjukkan kemudahan pengidentifikasian topik sebagai
berikut:
Topik sangat mudah teridentifikasi / Kesinambungan tertinggi
Anafora kosong
Pronomina tak bertekanan
Pronomina bertekanan
Dislokasi kanan
Frasa nomina definit
Dislokasi kiri
Pergeseran frasa nomina
Konstruksi terpisah
Frasa nomina indefinit

Topik sangat sulit teridentifikasi / Kesinambungan terendah
Besar kemungkinan, penulis akan menggunakan struktur paling atas
apabila celah-celah kesinambungannya kecil sehingga mudah bagi pembaca untuk
memahami. Sebaliknya, penulis akan menggunakan struktur paling bawah jika
celah-celah kesinambungannya besar sehingga sulit bagi pembaca untuk
memahami dan melanjutkan wacana tersebut.
2.1.9

Perangkat Gramatikal yang Digunakan
Perangkat gramatikal yang digunakan dalam penelitian ini meliputi;

anafora kosong, pronomina tidak bertekan, pronomina posesif, , dan pronomina
indefinit.

`

PERANGKAT GRAMATIKAL

ANAFORA
KOSONG

PRO. ORANG
KETIGA

PRO.
PROSESIF

FN.
DEFINIT

FN.
INDEFINIT

PENGUKURAN

KEMUNGKINAN
GANGGUAN

JARAK
REFERANSI

KEBERTERUSAN
TOPIK

KESINAMBUGAN
TINGGI/RENDAH

Gambar 2.2. kerangka Konsep Penelitian
2.1.9.1 Anafora Kosong
Bentuk ini merupakan pelesapan frasa nomina dan pronomina. Bentuk

yang dilesap ditandai dengan 
1. waktu Ø
waktu

embah
bawa

belawe
air

„pada saat memberi nama putra Raja
2. keghine
semua

kalak
orang

niundang Ø
di undang

„seluruh rakyat di undang‟
3. ghut kane
sama juga

niundang Ø
diundang

kehine Ø
semua

si nighimbe
di rimba

`

„ ikut juga di undangnya semua binatang yang ada di hutan rimba‟
4.

soh
sampai

me
lah

waktu
waktu

ne Ø
nya

embah
bawa

be
ke

lawe
air

„kini tibalah hari pemberian nama putra raja‟
5. teghidah
nampak

me
lah

kalak
si
orang yang

ni undang Ø
di undang

mehgayak
banyak

„terlihatlah orang yang di undang raja banyak‟
Pada kalimat (1) anafora kosong dalam bentuk pronomina orang ke tiga
dia pada kalimat 4anafora kosong dalam bentuk pronomina posesip nya

2.1.9.2 Pronomina tidak bertekan
Bentuk ini meliputi pronomina tidak bertekan. Struktur ini dalam cerita
rakyat Aceh Tenggara ditandai dengan kata ie
1. suatu
suatu

waghi
hari

ie
dia

laus be
pergi ke

tepi
ghimbe
tepi rimba

suatu hari ia pergi kepinggir hutan
2. ni hadi
disana

ie
ia

jumpe
jumpa

ghut
sama

kalak metue
orang tua

„di sana ia bertemu dengan orang tua‟
Dalam bahasa Alas sehari-hari, kata ie pada kalimat (1) lazim digunakan,
begitu pula dengan kalimat (2)
2.1.9.3 Frase Nomina Definit
Bentuk ini meliputi frasa nama tertentu yang diserti dengan penanda tentu
itu dan ini. Struktur ini dalam cerita rakyat Alas Silayagh dan Beghudinem

menggunakan FN + edi, FN + ende
Binatang edi

mengajaghi

Layagh

`

Binatang itu

mengajari

Layagh

„ hewan itu yang mengajari layar‟
Dalam penggunaan sehari- hari bukan kata edi saja untuk menyatakan itu
tetapi e juga menyatakan itu, misalnya: binatange = binatang itu. Alas Slayagh
dan Beghudinem tidak terdapat FN+ ende, tetapi dalam bahasa Alas sehari-hari

kata ende juga sering di gunakan misalnya: suagh ende = celana ini.
2.1.9.4 Frase Nomina Indefinit
Bentuk ini meliputi frasa kata nama pada umumnya dan tidak mempunyai
penanda tertentu, misalnya:
tapi
tapi

tihang
tiang

mapot
takmau

cindogh
berdiri

„tetapi tiang tidak mau berdiri‟
2.1.9.4 Pronomina Posesif
Bentuk ini terdiri dari frasa nomina yang diikuti oleh kata ganti posesif.
Dalam cerita rakyat Alas Silayagh dan Beghudinem struktur ini ditandai dengan
FN + ne
manganpe
makanpun

mulai
mulai

ni kughangi
dikurangi

amecutne (POS3TG)
makciknya

„ makan mulai dikurangi makciknya‟
2.1.10 Analisis Wacana
Menurut Kridalaksana (1985:184) wacana merupakan satuan bahasa yang
paling lengkap unsurnya. Pendapat ini menghapus pandangan lama bahwa
wacanalah yang merupakan satuan bahasa yang paling lengkap, maka dimulailah
analisis terhadap wacana. Sementara itu, Edmonson dalam Hartono (2000:15)
`

berpendapat bahwa wacana adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang
diwujudkan di dalam perilaku linguistik atau yang lainnya. Batasan wacana yang
lebih maju dikemukakan oleh Longacre dalam Hartono (2000:16), yang
berpendapat bahwa wacana merupakan suatu rentetan kalimat yang membentuk
suatu pengertian yang serasi dan terpadu, baik dalam pengertian maupun dalam
manifestasi fonetisnya.
Dari berbagai pendapat mengenai wacana, Darma (2009:3) dapat menarik
kesimpulan wacana merupakan rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang
mengungkaAKan suatu hal yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu
kesatuan koheren, yang dibentuk oleh unsur-unsur segmental dalam sebuah
wacana yang paling besar. Analisis wacana adalah sebuah ilmu baru.
Penganalisaan yang dilakukan oleh aliran-aliran linguistik dahulu hanya terbatas
pada penganalisaan pada kalimat saja. Dan barulah pada belakangan ini, sebagian
ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Istilah wacana secara terminologi seperti yang dikutip oleh Mulyana,
berasal dari bahasa Sansekerta wac/wak/vak yang artinya “berkata, berucap”
kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata „ana‟ yang
berada

di

belakang

adalah

bentuk

sufiks

(akhiran)

yang

bermakna

“membendakan”. Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai
perkataaan atau tuturan.
Dalam kamus bahasa kontemporer, terdapat tiga makna dari kata wacana.
Pertama, percakapan, ucapan dan tuturan. Kedua, keseluruhan cakapan yang

`

merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terbesar yang realisasinya
merupakan bentuk karangan yang utuh.
Kata wacana sama dengan kata discourse dalam bahasa Inggris Kata
discourse berasal dari bahasa Latin disccursus yang berarti lari kian kemari (yang

diturunkan dari dis dari, dalam arah yang berbeda, dan currere lari). Wacana
dapat berarti rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga
terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat tersebut. Wacana
merupakan kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas
kalimat

atau

klausa

dengan

koherensi

dan

kohesi

yang

tinggi

dan

berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata
disampaikan secara lisan dan tertulis.
Analisis wacana dalam buku karangan Hamid Hasan Lubis adalah, bacaan,
ucapan, percakapan. Analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara
alamiah terdapat pada bahasa lisan. Analisis wacana adalah ilmu yang baru
muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran linguistik selama ini
membatasi penganalisaannya hanya pada sosial kalimat, dan barulah belakangan
ini sebagai ahli bahasa memalingkan perhatiannya pada penganalisaan wacana.
Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi
atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Melalui analisis wacana
tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi bagaimana juga pesan itu disampaian lewat
kata, frase, kalimat, metafora seperti apa yang disampaikan, kenapa harus
disampaikan dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun, dan dipahami. Analisis

`

wacana lebih melihat kepada isi pesan yang akan diteliti. Unsur penting dalam
analisis wacana adalah kepaduan dan kesatuan serta penafsiran peneliti.
Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap
hubungan antara konteks-konteks yang terdapat dalam teks. Pembahasan itu
bertujuan

menjelaskan

hubungan

antara

kalimat

atau

antara

ujaran

(utterances) yang membentuk wacana.
Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis
isi kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika dalan analisis isi kuantitatif
menekankan pada pertanyaan “apa” maka dalam analisis wacana menekankan
dalam pertanyaan “bagaimana” pesan atau teks komunikasi itu. Dengan analisis
wacana kita tidak hanya mengetahui bagaimana isi teks berita itu disajikan tetapi
juga dapat mengetahui bagaimana pesan itu disampaikan baik lewat kata, frase,
kalimat, dan lainnya. Dengan melihat bagaimana struktur kebahasaan tersebut,
analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks.
Analisis wacana berbeda dengan apa yang dilakukan dengan analisis isi
kuantitatif. Dalam analisis wacana, lebih bersifat kualitatif yang menekankan pada
pemaknaan teks dari pada penjumlahan unit kategori yang dilakukan oleh analisis
isi kuantitatif. Analisis wacana adalah interpretasi yang merupakan bagian dari
metode interpretasi yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti yang
dapat dimaknai secara berbeda dan dapat ditafsirkan secara beragam.
Dalam kajian wacana, topik memiliki kedudukan yang sangat penting
karena perannya menciptakan kesinambungan kualitas-kualitas yang terkait di
dalamnya, suatu wacana tersebut dapat dicerna dan diinterprestasikan dengan

`

mudah oleh pembacanya. Jika wacana dipandang sebagai jaringan atau tenunan
unsur-unsur pembentuknya, maka yang menjadi ujung tombak jaringan tersebut
adalah topik. Topik menjadi pangkal tolak terbentuknya jaringan bagian-bagian
suatu wacana.
2.2

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang sejalan dengan penelitian ini telah diakukan

oleh Deliana (2010) dengan judul Kesinamungan Topik dalam Kaba Klasik
Minangkabau.

penelitiannya

berhubungan

dengan

perangkat-perangkat

gramatikal, seperti anafora kosong, pronomina tidak bertekan, pronomina posesif,
pronomina relatif, pronomina posesif, dan pronomina indefinit yang terdapat
dalam teks kaba klasik bahasa Minangkabau, yang berjudul Anggun Nan Tongga.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan:
a) tingkat kesinambungan keenam bentuk topik,
b) menemukan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik,
c) menemukan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik,
d) menemukan peran setiap bentuk topik dan
e) menemukan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik
Minangkabau.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dipelopori oleh
Givon (1983). Dia menyatakan a) semakin jauh jarak rujuk topik, semakin rendah
kesinambungannya, b) semakin berlanjut keberterusan topik, semakin tinggi
kesinambungannya, dan c) semakin sedikit gangguan dari topik lain, semakin
tinggi kesinambungan topik.

`

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Pengumpulan
data menggunakan metode dokumentasi dan teknik pengumpulan data
menggunakan teknik baca-catat.
Hasil temuan
1) anafora kosong memiliki tinggkat kesinambungan topik yang paling
tinggi dan pronomina indefinitmemiliki tingkat kesinambungan topik
yang paling rendah.
2) topik yang berfungsi sebagai subjek memiliki kesinambungan topik
tertinggi dan topik yang berfungsi sebagai Dan lain-lain memiliki
kesinambungan topik terendah.
3) topik [+insan] memiliki kesinambungan topik lebih tinggi daripada
topik [-insan].
4) topik yang berperan sebagai alat pembuka adalah , pronomina tak
definit, pronomina relatif dan topik yang berperan sebagai alat
penghubung adalah anafora kosong, pronomina tidak bertekan,
pronomina posesif.
5) derajat kesinambungan topik tertinggi (hirarki paling atas) dimulai dari
anafora kosong, pronomina tidak bertekan, pronomina posesif,
pronomina relatif, dan terakhir (hirarki paling bawah) pronomina tak
definit.
Penelitian yang sejalan dengan penelitian ini, telah dilakukan oleh Sumadi
(1998) dengan judul Pengedepanan dan Kesinambungan Topik dalam Wacana
Narasi Bahasa Jawa.

Dalam penelitiannya, dia mengidentifikasi topik yang

`

mengisi fungsi subjek dalam wacana narasi bahasa Jawa. Pangkal tolak
pengidentifikasian tersebut bermuara pada dua asumsi. Pertama, karena sentral
kedudukannya, topik dalam suatu wacana ditonjolkan penampilannya dengan cara
tertentu. Kedua, karena sentral kedudukannya, topik dalam suatu wacana
dipertahankan dan diacu oleh seluruh bagian wacana itu.
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukannya dapat dikemukakan
bahwa cara yang digunakan untuk menonjolkan topik dalam wacana narasi bahasa
Jawa adalah pengedepanan (foregrounding). Menurutnya, dengan meletakkan
topik pada bagian depan suatu wacana, topik akan kelihatan mencolok di antara
unsure-unsur wacana yang lain, sehingga topik akan mudah diketahui oleh
penerima atau pembaca wacana.
Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh
Wong Khek Seng (1995).

Dia meneliti tentang kesinambungan topik dalam

bahasa Melayu. Permasalahan pokok kajiannya adalah tingkat kesinambungan
topik dan peranan setiap bentuk topik dalam teks narasi bahasa Melayu. Dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif yang dikemukakan oleh Givon (1983),
diperoleh hasil penelitian seperti berikut :
(1). Dalam teks narasi bahasa Melayu, topik yang memiliki kesinambungan
tertinggi pertama adalah ganti nama kosong. disusul ganti nama genitif, dan
ganti nama penuh. Sementara itu, topik yang memiliki kesinambungan
terendah pertama adalah frasa kata nama rencam, disusul, kata nama tak tentu
dan kata nama tentu.

`

(2). Dalam teks narasi bahasa Melayu, topik yang berperan sebagai alat pemula
topik adalah frasa nama rencam, frasa kata nama tak tentu dan frasa kata nama
tentu. Topik yang berperan sebagai alat penyambung topik adalah ganti nama
nama kosong, ganti nama genitif, dan ganti nama penuh.
Berdasarkan temuan penelitian dalam teks narasi bahasa Melayu di atas,
dapat disimpulkan bahwa penggunaan keenam bentuk topik memiliki alasan
tersendiri karena setiap bentuk frasa kata nama tersebut membentuk satu ciri
gramatikal tersendiri dan memiliki peran tersendiri pula, apakah sebagai alat
pemula topik atau alat penyambung topik. Selain itu, pemilihan frasa kata nama
juga dipengaruhi oleh informasi lama dan informasi baru. Frasa kata nama yang
berperan sebagai alat penyambung topik, pada umumnya terkait dengan informasi
lama. Sedangkan frasa kata nama yang berperan sebagai alat pembuka topik,
terkait dengan informasi baru.
Dari ketiga penelitian terdahulu memiliki persamaan permasalahan
penelitian ini yakni mengkaji masalah topik dari sudut kesinambungannya.
Melihat dari hasil dan pembahasan penelitian di atas , peneliti berusaha mengkaji
kesinambungan topik dari aspek lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Dengan kata lain, peneliti memilih jenis teks dan pembahasan yang berbeda dari
ketiga penelitian di atas. Sejalan dengan penelitian Deliana dan Wong Khek Seng,
peneliti mengembangkan pengidentifikasian topik pada faktor-faktor penentu
kesinambungan topik lainnya. Dalam penelitian ini hanya lima bentuk topik yang
di gunakan yaitu

(1) pronomina tidak bertekan, (2) pronomina posesif, (3)

`

anafora kosong atau zero, (4) frase nomina definit, (5). Frase nomina indefinit.
Sehingga hasil yang diperoleh akan berbeda.

`