Kesinambungan Topik dalam Kaba Klasik Minangkabau

(1)

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K)

dipertahankan pada tanggal 25 Maret 2010

di Medan, Sumatera Utara

D E L I A N A

NIM 058107001/LNG

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Judul :

Kesinambungan Topik dalam Kaba Klasik

Minangkabau

Nama Mahasiswa : Deliana NIM : 058107001 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D Promotor

Dr. Berlin Sibarani, M.Pd Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd Ko-Promotor Ko-Promotor

Ketua Program Studi Linguistik Direktur Sekolah Pascasarjana

Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D Prof. Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc


(3)

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL 25 MARET 2010

Oleh Promotor

Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Ko-Promotor

Dr. Berlin Sibarani, M.Pd Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Prof.T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D NIP.1308099976


(4)

Diuji pada Ujian Disertasi ( Promosi )

Tanggal 25 Maret 2010

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. T.Silvana Sinar, M.A.,Ph.D Anggota :

1. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd

2. Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd 3. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D 4. Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd 5. Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP

6. Dr. Drs. Muhammad Yusdi, M.Hum

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 910/H5.1.R/SPB/2010 Tanggal : 15 Maret 2010


(5)

TIM PROMOTOR

Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Dr. Berlin Sibarani, M.Pd


(6)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D

Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd

Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP


(7)

PERNYATAAN

KESINAMBUNGAN TOPIK DALAM

KABA KLASIK MINANGKABAU

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Disertasi ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 25 Maret 2010


(8)

Karya ini saya persembahkan untuk :

Bapak dan Ibu

Alm. Ismail Piliang

Alm. Rakiah Marzuki

Keluarga Besar Ismail Piliang

Suami, Anak-anak, Menantu dan Cucu :

Hady Suyono

Citra Hadiana

Agung Hadiana

Aris Hadiana

Safrul Azhar

Kanaya Shaqueena Azhar


(9)

ABSTRACT

This dissertation deals with a study of the grammatical devices, such as zero-anaphora, third-person, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronouns, and indefinite pronoun which are used to express topics in discourse especially in classic kaba of Minangkabau language named Anggun Nan Tongga. The goal of this study to find out : a) the degree of topic continuity in the sixth pronouns, b) the degree of topic continuity in grammatical function, c) the degree of topic continuity in humanness factor, d) the role of each topics to create topic continuity, and e) the degree of topic continuity in classic kaba of Minangkabau language.

This research used the quantitative approached, pioneered by Givon (1983). He declares a) the greater the distance, the less continuous the topic, b) the more persistence a referent, the more topic continuous it is, c) the less potential interference, the more topic continuity.

The method of research was qualitative-descriptive methods. Collecting the data was used documentation method and the technique was note-taking technique.

The results are as follows : 1) zero-anaphore encode the most continuous topic and indefinite pronoun the less continuous topic, 2) topic function as subject is the most continuous and topic function as others is the less continuous, ) 3) topic [human] is more continuous than topic [non-human], 4) the topics which is functioned as introducing topic are definite pronoun, indefinite pronoun and relative pronoun and the topics which is functioned as connecting topic are zero-anaphora, possessive pronoun, and third person pronoun, 5) The highest degree of topic hierarchy are started from zero-anaphora, third person pronoun, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronoun, and the lowest hierarchy is indefinite pronoun.

Key words: topic continuity, grammatical devices, degree of topic continuity, topic hierarchy.


(10)

ABSTRAK

Disertasi ini berhubungan dengan perangkat-perangkat gramatikal, seperti pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina posesif, pronomina definit dan pronomina indefinit yang terdapat dalam teks kaba klasik bahasa Minangkabau, yang berjudul Anggun Nan Tongga. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan a) tingkat kesinambungan keenam bentuk topik, b) menemukan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik, c) menemukan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik, d) menemukan peran setiap bentuk topik dan e) menemukan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dipelopori oleh Givon (1983). Dia menyatakan a) semakin jauh jarak rujuk topik, semakin rendah kesinambungannya, b) semakin berlanjut keberterusan topik, semakin tinggi kesinambungannya, dan c) semakin sedikit gangguan dari topik lain, semakin tinggi kesinambungan topik.

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca-catat.

Hasil penelitian adalah 1) pronomina kosong memiliki tinggkat kesinambungan topik yang paling tinggi dan pronomina tak takrif memiliki tingkat kesinambungan topik yang paling rendah. 2) topik yang berfungsi sebagai subjek memiliki kesinambungan topik tertinggi dan topik yang berfungsi sebagai Dan lain-lain memiliki kesinambungan topik terendah. 3) topik [+insan] memiliki kesinambungan topik lebih tinggi daripada topik [-insan]. 4) topik yang berperan sebagai alat pembuka adalah pronomina takrif, pronomina tak takrif, pronomina relatif dan topik yang berperan sebagai alat penghubung adalah pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif. 5) derajat kesinambungan topik tertinggi (hirarki paling atas) dimulai dari pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina takrif dan terakhir (hirarki paling bawah) pronomina tak takrif.

Kata Kunci : kesinambungan topik, perangkat gramatikal, derajat kesinambungan topik, hirarki topik.


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya, disertasi ini pada akhirnya dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada sejumlah pihak yang telah ikut berpatisipasi mulai dari proses pendidikan sampai pada tahap penyelesaian disertasi ini.

Pertama sekali terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada promotor penulis, Prof. DR.Tengku Silvana Sinar MA., Ph.D yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran dan kelembutan dalam penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Dr. Berlin Sibarani, M.Pd selaku ko-promotor 1 dan Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd selaku ko-promotor 2, yang ditengah-tengah kesibukan mereka masih menyempat diri memberi masukan-masukan yang sangat berarti bagi kesempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H,Sp. A(K), yang telah membiayai pendidikan penulis sampai kepada jenjang Doktor Linguistik ini; Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. T. Chairunnisa, M.S, yang telah berupaya mengirim penulis ke Malaysia untuk mengikuti program Sandwich; Ketua Program Studi Linguistik Prof.DR.Tengku Silvana Sinar MA., Ph.D yang telah mempermudah urusan administrasi dan mengijinkan penggunaan semua


(12)

fasilitas yang ada selama penulis menjalani pendidikan S-3; Dekan Fakultas Sastra yang telah memberi peluang kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S-3 hingga selesai.

Ucapan terima kasih yang teramat dalam juga penulis sampaikan kepada para penguji disertasi, Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D, Prof. Dr. Khairil Ansari, M.Pd, Dr. Eddy Setia, M.Ed.TESP dan Dr. Drs. Muhammad Yusdi, M.Hum, yang telah bersedia memberikan penilaian, mengkoreksi dan menambah masukan-masukan yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada para dosen Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga kepada penulis, para sejawat angkatan pertama di Program Studi Linguistik USU, yang senantiasa memberi semangat dan selalu membantu setiap kesulitan dalam penulisan disertasi ini, semoga Allah s.w.t memberikan ganjaran yang setimpal, Amin ya Rabbal Alamin.

Terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua yang teramat penulis hormati dan sayangi, ayahanda Ismail Piliang (Alm) dan ibunda Rakiah Marzuki (Alm), yang semasa hidup terus menerus memacu semangat belajar penulis, namun keduanya belum sempat melihat keberhasilan yang penulis peroleh saat ini. Kepada keluarga besar penulis abangnda, kakanda, ipar, keponakan, cucu, yang senantiasa mendoakan dan memberi semangat untuk keberhasilan studi penulis. Khusus kepada abangnda tersayang, Isril Ismail, satu-satunya abang yang masih hidup, yang sangat berperan pada awal perjalanan


(13)

pendidikan penulis, semoga terus diberi kesehatan dan kebahagiaan lahir dan batin oleh Allah SWT.

Terima kasih yang teramat dalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Drs. Hady Suyono, M.Pd. atas kesabaran dan perhatian yang diberikan selama proses pendidikan yang penulis jalani. Kepada anak-anak tersayang Citra Hadiana, S.S., Agung Hadiana, Aris Hadiana, serta menantu Ir. Safrul Azhar dan cucunda Kanaya Shaqueena Azhar, terima kasih atas dukungan, perhatian dan kesabaran atas penantian yang sangat lama, sebelum semua ini dapat bunda wujudkan kepada kalian. Hanya keberhasilan ini yang dapat bunda hadiahkan kepada kalian sekaligus pemicu bagi kalian untuk bisa lebih berhasil lagi dari bunda. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahnya buat kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL... xv

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.6 Sejarah Perkembangan Kaba... 8

1.6.1 Daerah Penyebaran... 11

1.6.2 Perkembangan Cerita ... 12

1.7 Profil Masyarakat Minangkabau ... 13

1.7.1 Keadaan Kebahasaan ... 15

1.7.2 Letak Geografis dan Wilayah... 16

1.8 Klarifikasi Istilah ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

2.1 Pendahuluan ... ... 20


(15)

2.1.2 Konsep Topik ... 23

2.1.3 Properti Topik ... 25

2.1.4 Jenis-jenis Topik ... 28

2.1.5 Konsep Kesinambungan Topik ... 30

2.1.6 Analisis Wacana... 32

2.1.7 Konsep Informasi Lama vs Baru... 33

2.1.8 Konsep Keteridentifikasian... 35

2.1.9 Konsep Tema-Rema... 36

2.2 Penelitian Terdahulu ... 38

BAB III KERANGKA TEORITIS... 44

3.1 Pendahuluan .... ... 44

3.2 Tataurutan Kata KKM ... 44

3.3 Parameter Kesinambuangan Topik ... ... 47

3.3.1 Parameter Faktor Penentu Kesinambungan Topik ... 47

3.3.1.1 Parameter Keinsanan ... .. 48

3.3.1.2 Parameter Fungsi Gramatikal Topik ... ... 49

3.3.2 Ukuran Kesinambungan Topik ... ... 50

3.3.2.1 Jarak Referensi ... ... 50

3.3.2.2 Kemungkinan Gangguan ... 52

3.3.2.3 Keberterusan Topik ... 54

3.3.3 Penghitungan Klausa ... .... 56

3.3.3.1 Jarak Referensi ... ... .... 56

3.3.3.2 Kemungkinan Gangguan ... 59

3.3.3.3 Keberterusan Topik ... .... 61

3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Topik ... 64

3.5 Fungsi Topik Utama dalam Paragraf Tematik ... ... 66

3.6 Skala Kesinambungan Topik ... ... ... 67


(16)

3.7.1 Pronomina Kosong ... ... 69

3.7.2 Pronomina Orang Ketiga ... ... 69

3.7.3 Pronomina Takrif ... 70

3.7.4 Pronomina Posesif ... .... 71

3.7.5 Pronomina Relatif ... 71

3.7.6 Pronomina Tak Takrif ... 71

BAB IV METODE PENELITIAN ... 72

4.1 Pendekatan ... 72

4.2 Data dan Sumber Data ... .. 72

4.3 Pengumpulan Data ... .. 73

4.3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... .. 73

4.3.2 Instrumen Penelitian ... .. 74

4.4 Teknik Analisis Data ... .. 74

4.5 Prosedur Penelitian ... 76

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 77

5.1 Temuan ... .... 77

5.1.1 Hasil Pengukuran Masing-masing Topik ... 78

5.1.1.1 Pronomina Kosong... 78

5.1.1.1.1 Jarak Referensi ... 79

5.1.1.1.2 Kemungkinan Gangguan ... 81

5.1.1.1.3 Keberterusan Topik ... 82

5.1.1.2 Pronomina Orang Ketiga ... 85

5.1.1.2.1 Jarak Referensi ... 87

5.1.1.2.2 Kemungkinan Gangguan ... 88

5.1.1.2.3 Keberterusan Topik ... 89

5.1.1.3 Pronomina Takrif ... 91


(17)

5.1.1.3.2 Kemungkinan Gangguan ... 94

5.1.1.3.3 Keberterusan Topik ... 96

5.1.1.4 Pronomina Taktarif ... 98

5.1.1.4.1 Jarak Referensi ... 100

5.1.1.4.2 Kemungkinan Gangguan ... 101

5.1.1.4.3 Keberterusan Topik ... 103

5.1.1.5 Pronomina Posesif ... 105

5.1.1.5.1 Jarak Referensi ... 107

5.1.1.5.2 Kemungkinan Gangguan ... 108

5.1.1.5.3 Keberterusan Topik ... 109

5.1.1.6 Pronomina Relatif ... 112

5.1.1.6.1 Jarak Referensi ... 114

5.1.1.6.2 Kemungkinan Gangguan ... 115

5.1.1.6.3 Keberterusan Topik ... 116

5.1.2 Tingkat Kesinambungan Perangkat Gramatikal yang Digunakan . 119 5.1.2.1 Jarak Referensi ... 120

5.1.2.2 Kemungkinan Gangguan ... 126

5.1.2.3 Keberterusan Topik ... 133

5.1.2.4 Tingkat Kesinambungan Masing-masing Topik ... 138

5.1.2.5 Tingkat Ksenambungan Keseluruhan Bentuk Topik ... 140

5.1.3 Tingkat Kesinambungan Fungsi Gramatikal Topik ... 141

5.1.3.1 Jarak Referensi ... 142

5.1.3.1.1 Fungsi Topik Sebagai Subjek ... 142

5.1.3.1.2 Fungsi Topik Sebagai Objek Langsung ... 145

5.1.3.1.3 Fungsi Topik Sebagai Dan Lain-Lain ... 148

5.1.3.2 Kemungkinan Gangguan ... 150

5.1.3.2.1 Fungsi Topik Sebagai Subjek ... 151

5.1.3.2.2 Fungsi Topik Sebagai Objek Langsung ... 154


(18)

5.1.3.3 Keberterusan Topik ... 159

5.1.3.3.1 Fungsi Topik Sebagai Subjek ... 159

5.1.3.3.2 Fungsi Topik Sebagai Objek Langsung ... 162

5.1.3.3.3 Fungsi Topik Sebagai Dan Lain-Lain ... 165

5.1.3.4 Tingkat Kesinambungan Keseluruhan Fungsi Gramatikal Topik. 167 5.1.4 Tingkat Kesinambungan Topik Pada Faktor Keinsanan ... 168

5.1.4.1 Jarak Referensi ... 169

5.1.4.2 Kemungkinan Gangguan ... 170

5.1.4.3 Keberterusan Topik ... 172

5.1.5 Peran Topik Dalam KKM ... 176

5.1.5.1 Alat Pembuka Topik ... 176

5.1.5.1.1 Pronomina Tak Takrif ... 177

5.1.5.1.2 Pronomina Relatif ... 179

5.1.5.1.5 Pronomina Takrif ... 180

5.1.5.2 Alat Penyambung Topik ... 184

5.1.5.2.1 Pronomina Kosong ... 184

5.1.5.2.2 Pronomina Orang Ketiga ... 187

5.1.5.2.3 Pronomina Posesif ... 191

5.1.6 Derajat Kesinambungan Topik KKM ... 195

5.2 Pembahasan ... 200

5.2.1 Hasil Pengukuran Masing-masing Topik ... 200

5.2.2 Tingkat Kesinambungan Topik ... 201

5.2.3 Tingkat Kesinambungan Fungsi Gramatikal Topik ... 202

5.2.4 Tingkat Kesinambungan Faktor Keinsanan ... 204

5.2.5 Peran Topik ... 204


(19)

BAB VI PENUTUP ... 208

6.1 Kesimpulan ... .. 208

6.2 Saran ... 212

DAFFTAR PUSTAKA ... 214

LAMPIRAN 1. Hasil Pengukuran Pronomina Kosong ... 221

LAMPIRAN 2. Hasil Pengukuran Pronomina Orang Ketiga... 284

LAMPIRAN 3. Hasil Pengukuran Pronomina Takrif... 288

LAMPIRAN 4. Hasil Pengukuran Pronomina Tak Takrif... 319

LAMPIRAN 5. Hasil Pengukuran Pronomina Posesif... 388

LAMPIRAN 6. Hasil Pengukuran Pronomina Relatif ... 397

LAMPIRAN 7. Teks Anggun Nan Tongga ... 405

LAMPIRAN 8. Daftar Riwayat Hidup ... 443


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Interpretasi Ukuran... 63

4.1 Distribusi Topik ... 73

5.1 Pronomina Kosong... 79

5.2 Pronomina Orang Ketiga ... 86

5.3 Pronomina Takrif ... 92

5.4 Pronomina Tak Takrif ... 99

5.5 Pronomina Posesif... 106

5.6 Pronomina Relatif ... 113

5.7 Jarak Referensi ... 120

5.8 Kemungkinan Gangguan... 127

5.9 Keberterusan Topik... 133

5.10 Ketiga ukuran Kesinambungan Topik Dalam Keseluruhan Bentuk Topik ... 140

5.11 Faktor Keinsanan ... 174


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

5.1 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Kosong ... 84

5.2 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Orang Ketiga ... 90

5.3 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Definit ... 97

5.4 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Indefinit ... 104

5.5 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Posesif ... 111

5.6 Skema Hasil Pengukuran Pronomina Relatif... 118

5.7 Grafik Jarak Referensi... 121

5.8 Grafik Kemungkinan Gangguan ... 128

5.9. Grafik Keberterusan Topik ... 135

5.10. Grafik Tingkat Kesinambungan Seluruh Bentuk Topik ... 138

5.11. Grafik Jarak Referensi pada Subjek... 143

5.12. Grafik Jarak Referensi pada Objek Langsung ... 145

5.13. Grafik Jarak Referensi pada Dan Lain-lain... 148

5.14. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Subjek... 151

5.15. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Objek Langsung ... 154

5.16. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Dan Lain-lain... 157

5.17. Grafik Keberterusan Topik pada Subjek... 160


(22)

5.19. Grafik Keberterusan Topik pada Dan Lain-lain... 165 5.20. Grafik Ketiga Ukuran Kesinambungan Topik pada Fungsi Topik ... 167 5.21. Grafik Jarak Referensi... 169 5.22. Grafik Kemungkinan Gangguan pada Faktor Keinsanan ... 171 5.23. Grafik Keberterusan Topik pada Faktor Keinsanan... 172 5.24. Diagram Realisasi Kesinambungan Topik Kaba Klasik Minangkabau... 207


(23)

DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL

Singkatan

AKT : Aktif J : Jumlah

N : Nilai

OL : Objek Langsung Sub : Subjek DLL : Dan Lain-lain

P : Purata

PAS : Pasif

PK : Pronomina kosong POK : Pronomina Orang Ketiga PP : Pronomina Posesif PT : Pronomina Takrif PTT : Pronomina Tak Takrif PR : Pronomina Relatif PRO : Pronomina POS : Posesif JR : Jarak Referensi

KG : Kemungkinan Gangguan KT : Keberterusan Topik 1TG : Orang Pertama Tunggal 2TG : Orang Kedua Tunggal 3TG : Orang Ketiga Tunggal 1JM : Orang Pertama Jamak 2JM : Orang Kedua Jamak


(24)

3JM : Orang Ketiga Jamak KKM : Kaba Klasik Minangkabau Top : Topikal

Simbol

> simbol yang menunjukkan ' lebih dari '. < simbol yang menunjukkan ' kurang dari '.

[ ] Kata/bentuk yang diapit simbol ini bersifat opsional. ( ) Kata/bentuk yang diapit simbol ini bersifat opsional.

→ Simbol yang bermakna ' menjadi '.

Ø Simbol yang menunjukkan unsur yang dilesap.

</> Simbol yang menunjukkan lebih sedikit atau lebih banyak.

Simbol yang menunjukkan kesinambungan tertinggi (arah atas) dan kesinambungan terendah (arah bawah).

0+ Penghitungan klausa tidak terbatas, dimulai dari angka 0

+ Tidak terbatas

Angka kecil/besar (misal; Ø

³

) menunjukkan pronomina kosong mendapat nilai 3 berdasarkan kemunculannya dalam urutan klausa.


(25)

ABSTRACT

This dissertation deals with a study of the grammatical devices, such as zero-anaphora, third-person, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronouns, and indefinite pronoun which are used to express topics in discourse especially in classic kaba of Minangkabau language named Anggun Nan Tongga. The goal of this study to find out : a) the degree of topic continuity in the sixth pronouns, b) the degree of topic continuity in grammatical function, c) the degree of topic continuity in humanness factor, d) the role of each topics to create topic continuity, and e) the degree of topic continuity in classic kaba of Minangkabau language.

This research used the quantitative approached, pioneered by Givon (1983). He declares a) the greater the distance, the less continuous the topic, b) the more persistence a referent, the more topic continuous it is, c) the less potential interference, the more topic continuity.

The method of research was qualitative-descriptive methods. Collecting the data was used documentation method and the technique was note-taking technique.

The results are as follows : 1) zero-anaphore encode the most continuous topic and indefinite pronoun the less continuous topic, 2) topic function as subject is the most continuous and topic function as others is the less continuous, ) 3) topic [human] is more continuous than topic [non-human], 4) the topics which is functioned as introducing topic are definite pronoun, indefinite pronoun and relative pronoun and the topics which is functioned as connecting topic are zero-anaphora, possessive pronoun, and third person pronoun, 5) The highest degree of topic hierarchy are started from zero-anaphora, third person pronoun, possessive pronoun, relative pronoun, definite pronoun, and the lowest hierarchy is indefinite pronoun.

Key words: topic continuity, grammatical devices, degree of topic continuity, topic hierarchy.


(26)

ABSTRAK

Disertasi ini berhubungan dengan perangkat-perangkat gramatikal, seperti pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina posesif, pronomina definit dan pronomina indefinit yang terdapat dalam teks kaba klasik bahasa Minangkabau, yang berjudul Anggun Nan Tongga. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan a) tingkat kesinambungan keenam bentuk topik, b) menemukan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik, c) menemukan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik, d) menemukan peran setiap bentuk topik dan e) menemukan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang dipelopori oleh Givon (1983). Dia menyatakan a) semakin jauh jarak rujuk topik, semakin rendah kesinambungannya, b) semakin berlanjut keberterusan topik, semakin tinggi kesinambungannya, dan c) semakin sedikit gangguan dari topik lain, semakin tinggi kesinambungan topik.

Metode penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca-catat.

Hasil penelitian adalah 1) pronomina kosong memiliki tinggkat kesinambungan topik yang paling tinggi dan pronomina tak takrif memiliki tingkat kesinambungan topik yang paling rendah. 2) topik yang berfungsi sebagai subjek memiliki kesinambungan topik tertinggi dan topik yang berfungsi sebagai Dan lain-lain memiliki kesinambungan topik terendah. 3) topik [+insan] memiliki kesinambungan topik lebih tinggi daripada topik [-insan]. 4) topik yang berperan sebagai alat pembuka adalah pronomina takrif, pronomina tak takrif, pronomina relatif dan topik yang berperan sebagai alat penghubung adalah pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif. 5) derajat kesinambungan topik tertinggi (hirarki paling atas) dimulai dari pronomina kosong, pronomina orang ketiga, pronomina posesif, pronomina relatif, pronomina takrif dan terakhir (hirarki paling bawah) pronomina tak takrif.

Kata Kunci : kesinambungan topik, perangkat gramatikal, derajat kesinambungan topik, hirarki topik.


(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Berdasarkan pengamatan peneliti kajian tentang kesusastraan dan budaya masyarakat Minangkabau sangat jarang dilakukan akhir-akhir ini. Para peneliti Minang saat ini jauh lebih berminat pada bidang sosiologi, antropologi dan kepariwisataan daripada kajian tentang kesusastraan Minangkabau. Terlebih lagi yang berhubungan dengan teks-teks klasik, peribahasa, pantun, pidato-pidato pada upacara tradisional hampir tidak tersentuh sama sekali. Media masa terutama surat kabar setempat tidak pernah lagi memuat teks-teks klasik Minangkabau. Selain semakin kurangnya peminat, juga kurangnya usaha dari pemerintah setempat untuk melestarikan nilai budaya yang sangat berharga tersebut.

Diantara sekian banyak karya sastra Minangkabau, kaba klasik merupakan karya sastra yang paling banyak diminati pada awalnya. Tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, saat ini sulit sekali menemukan situasi dimana kaba itu biasa dipertunjukkan. Kaba sebagai salah satu model wacana, memiliki model komunikasi yang khas, karena dengan kekhasannya tersebut membedakannya dengan bentuk komunikasi wacana tulis atau lisan lainnya. Setiap pesan yang disampaikannya merefleksikan nilai-nilai, sikap, dan keyakinan tertentu. Kaba klasik Minangkabau sebagai salah satu bentuk sastra daerah merupakan cermin yang menangkap realitas kehidupan masyarakat Minangkabau sehari-hari. Dengan gaya bahasa yang spesifik, bentuk kaba telah menjadi milik khas masyarakat Minangkabau.


(28)

Peneliti tertarik mengangkat cerita rakyat dalam bentuk kaba klasik sebagai objek penelitian, selain upaya untuk melestarikan karya sastra Minangkabau juga karena kaba klasik memiliki ciri khas tersendiri. Dilihat dari tatanan kalimat, kaba berbeda dari bahasa yang biasa dipakai sehari-hari karena lebih banyak menggunakan kalimat komplek. Selain itu, cenderung menempatkan anak kalimat sebelum induk kalimat. Keunikan lain dari bahasa ini adalah dalam suatu rangkaian kalimat yang relatif panjang digunakan tanda koma yang berulang-ulang sebagai penanda jeda. Bahkan dalam satu paragraf, mulai dari awal sampai pada akhir kalimat, rata-rata menggunakan 5 - 20 tanda baca koma.

Penelitian ini mengkaji tentang perangkat gramatikal seperti bentuk-bentuk pronomina, yang digunakan untuk mengekspresikan bentuk-bentuk topik dalam wacana. Istilah topik sudah sering digunakan para linguis dengan penafsiran yang berbeda-beda. Pada umumnya, setiap paragraf memiliki satu topik utama tetapi adakalanya memiliki beberapa sub topik lainnya. Pada tataran kalimat, istilah topik biasanya menjadi permasalahan yang sangat mendasar. Secara tradisional, istilah ini hanya dikaitkan dengan subjek gramatikal sebuah kalimat, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Setiap kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, salah satunya diberikan penonjolan melalui struktur sintaksis. Dalam kaba klasik Minangkabau, penonjolan topik dilakukan dengan struktur dislokasi-kiri, seperti kutipan ini ‘lorong kapado Sutan Balun, urang arif bijaksano’. Dalam kalimat ini, urang didislokasikan kearah kiri menjadi Sutan Balun. Pergeseran ini terjadi karena Sutan Balun dianggap tokoh utama sehingga perlu ditonjolkan dengan menempatkannya pada posisi


(29)

pertama. Oleh karena itu, Sutan Balun adalah topik karena berada pada posisi pertama dan urang adalah subjek karena menempati posisi kedua. Struktur disokasi-kiri merupakan salah satu upaya penulis kaba klasik Minangkabau untuk menonjolkan topik-topik yang dianggap penting.

Sehubungan dengan permasalahan topik, Givon (1983) telah mengembangkan suatu pendekatan kuantitatif terhadap topik-topik wacana. Dengan pendekatan kuantitatif ini, keterjalinan topik dalam suatu urutan klausa dapat terukur secara akurat dan pengidentifikasian topik dapat dilakukan dengan cara yang lebih objektif.. Istilah topik yang digunakan tidak merujuk pada subjek, tema, pelaku, agen dan lain sebagainya tetapi topik merujuk pada bentuk-bentuk referensi pronomina yang digunakan sebagai penanda kesinambungan dalam wacana. Selanjutnya, topik dapat dilihat dari skala keterprediksian atau ketersinambungannya. Skala keterprediksian ini dikembangkan dengan menggunakan pengukuran yang akurat sehingga properti topikalisasi dalam suatu urutan klausa dapat terprediksi dengan baik. Paremeter yang dikemukakan oleh Givon (1983) tersebut sangat bermanfaat untuk menentukan ketersinambungan suatu entitas dalam berbagai macam tipe wacana.

Pada umumnya, seorang penulis saat menyajikan tulisannya, beranggapan seolah-olah tulisannya mudah dipahami, koheren, dan relevan terhadap masalah yang ditulisnya. Kenyataanya, sering kita jumpai khususnya dalam kaba klasik Minangkabau, penggunaan pronomina kurang jelas arah rujukannya, ini disebabkan interferensi yang cukup besar dari topik-topik lain. Batasan-batasan klausa yang terdapat didalamnya juga memiliki keunikan tersendiri.


(30)

Bertolak dari fenomena ini, timbul pertanyaan, kiat-kiat apa yang dilakukan seorang penulis agar pembaca dapat mengikuti alur pemikiranya dan apa yang menyebabkab seorang penulis menggunakan berbagai macam ‘penghubung’ agar pembaca dapat memahaminya. Setiap bahasa memiliki cara yang berbeda saat merujuk pada suatu entitas khususnya yang mengekpresikan bentuk-bentuk referensi pronomina. Bagaimana cara merujuk entitas tersebut, baik dari bentuknya, posisinya maupun fungsi gramatikalnya dalam kalimat, secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh peran entitas itu sendiri. Selanjutnya, bagaimana mengkarekteristikkan peran tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh merupakan kajian utama dalam analisis wacana sekaligus menjadi konsep dasar dalam penelitian ini.

Dalam kajian wacana, topik memiliki kedudukan yang sangat penting karena perannya menciptakan kesinambungan entitas-entitas yang terkait dalam wacana tersebut. Suatu wacana dikatakan baik apabila keterjalinan topik dalam wacana tersebut dapat dicerna dan diinterprtasikan dengan mudah oleh pembaca atau pendengar. Selain itu, topik menjadi pangkal tolak terbentuknya jaringan, bagian-bagian suatu wacana. Sebaliknya, jaringan bagian-bagian-bagian-bagian wacana mengarah ke topik sehingga membentuk kesatuan topik. Bagaimanapun kompleksnya dan rumitnya jaringan tersebut, bagian-bagian wacana tersebut tetap bertolak dan mengarah ke topik tertentu Baryadi (1990). Oleh karena topik merupakan pusat perhatian dalam wacana, topik harus ditonjolkan, dipertahankan agar proses komunikasi baik lisan maupun tulisan dapat berjalan dengan baik.


(31)

Penelitian tentang kesinambungan topik sudah banyak dilakukan, data yang dipakai juga berasal dari berbagai ragam bahasa baik lisan maupun tulisan. Kajian bahasa Minangkabau juga sudah dilakukan dalam berbagai aspek linguistik. Sejauh ini, penelitian tentang kesinambungan topik khususnya dalam kaba klasik Minangkabau yang menggunakan pendekatan kuantitatif belum pernah dilakukan.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimanakah hasil pengukuran masing-masing perangkat gramatikal yang digunakan dalam kaba klasik Minangkabau ?

2. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau?

3. Bagaimanakah tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik sebagai subjek, sebagai objek langsung dan sebagai Dan lain-lain dalam kaba klasik Minangkabau ?

4. Bagaimanakah tingkat kesinambungan topik pada faktor keinsanan dalam kaba klasik Minagkabau ?

5. Bagaimanakah peran setiap bentuk topik dalam kaba klasik Minangkabau ? 6. Bagaimanakah derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau


(32)

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan hasil pengukuran masing-masing perangkat gramatikal yang digunakan dalam kaba klasik Minagkabau.

2. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau

3. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan fungsi gramatikal topik sebagai subjek, sebagai objek langsung dan sebagai Dan lain-lain berdasarkan dalam kaba klasik Minangkabau.

4. Untuk mendeskripsikan tingkat kesinambungan faktor keinsanan topik dalam kaba klasik Minangkabau

5. Untuk mendeskripsikan peran setiap bentuk topik dalam kaba klasik Minangkabau.

6. Untuk mendeskripsikan derajat kesinambungan topik dalam kaba klasik Minangkabau.hubungan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perspektif baru terhadap model analisis wacana khususnya dalam bentuk wacana narasi klasik. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut :


(33)

1. Pengetahuan tentang konsep kesinambungan topik akan membantu seseorang untuk memilah atau menentukan bentuk-bentuk frasa nama yang sesuai dengan konteksnya. Dengan demikian akan meningkatkan mutu atau kemahiran karang-mengarang mereka.

2. Pemahaman tentang konsep kesinambungan topik membantu seseorang memahami dan memperlihatkan keterjalinan topik yang dibicarakan dalam suatu teks sehingga dalam proses penterjemahan, memungkinkan seseorang membuat tafsiran teks dengan lebih akurat.

3. Dalam proses pembelajaran bahasa, pemahaman tentang konsep kesinambungan topik akan membantu untuk melihat keterpautan antar topik dalam wacana sehingga dapat memudahkan penafsiran teks secara tepat.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Menurut Givon (1983), ada tiga jenis kesinambungan dalam wacana, yaitu 1) kesinambungan tematik, 2) kesinambungan tindakan dan 3) kesinambungan topik/partisipan. Dari ketiga jenis kesinambungan wacana tersebut, kesinambungan topik dianggap yang paling relevan terhadap permasalahan penelitian ini. Alasannya, dari ketiga aspek tersebut kesinambungan topik yang diangap paling mudah dipahami sekaligus memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dalam suatu paragraf tematik. Untuk mengukur derajat kesinambungan topik digunakan sejumlah perangkat gramatikal dalam bentuk referensi pronominal. Givon (1983)


(34)

mengemukakan sembilan bentuk topik untuk mengukur kesinambungan topik dalam bahasa Inggeris, yaitu :

1. anafora kosong (zero anaphora),

2. pronomina tak bertekanan (unsressed pronoun),

3. pronomina bertekanan/bebas (stressed/independent pronouns), 4. dislokasi kanan frasa nomina definit (R-dislocated DEF-NP’s), 5. susunan netral frasa nomina takrif (neutral-ordered DEF-NP’s), 6. dislokasi kiri frasa nomina tak takrif (L-dislocated DEF-NP’s), 7. pergeseran frasa nomina Y (Y-moved NP’s),

8. konstruksi terpisah/fokus (clef/focus construction)

9. referensial frasa nomina indefinite (referential indefinite NP’s).

Dalam penelitian ini hanya enam bentuk topik yang digunakan, yaitu 1) pronomina kosong, 2) pronomina Orang ketiga, 3) pronomina takrif, 4) pronomina tak takrif 5), pronomina posesif, dan 6) pronomina relatif. Keenam bentuk topik ini lazim digunakan dalam bahasa Indonesia pada umumnya dan Bahasa Minangkabau pada khususnya. Selain mengukur derajat kesinambungan topik dari keenam bentuk topik tersebut, juga dibahas bagaimana peranan setiap bentuk topik saat menjalin hubungan antara satu klausa dengan klausa lainnya.

1.6 Sejarah Perkembangan Kaba

Sastra klasik Minangkabau adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat Minangkabau baik lisan maupun tulisan. Salah satu sastra klasik yang


(35)

masih hidup dan dipertahankan oleh masyarakat Minangkabau adalah jenis cerita klasik dalam bentuk kaba. Kaba merupakan salah satu ragam klasik yang memberi andil bagi pertumbuhan sastra nasional. Kaba tergolong cerita rakyat, cerita yang terus tumbuh dan berkembang dikalangan masyarakat Minangkabau dan disampaikan secara turun temurun.. Selain itu, kaba tergolong cerita pelipur lara yang mengandung pendidikan moral dan nilai-nilai budaya. Sebagaimana layaknya cerita pelipur lara, kaba pada mulanya selalu mengisahkan peristiwa-peristiwa yang menyedihkan, pengembaraan, dan penderitaan kemudian berakhir dengan kebahagiaan.

Menurut Abdullah (1974) kata “kaba” berasal dari khabar (arab) yang artinya ‘pesan’, ‘kabar’ atau ‘berita’. Dalam sastra klasik Minangkabau, kaba disebut juga curito yang artinya ‘cerita’. Pendapat lain mengatakan asal kata kaba berasal dari langit yang kemudian jatuh ke bumi, seperti terungkap dalam pantun berikut ini;

kaik bakaik rotan sago Pilin bapilin aka baha Mulo di langik tabarito Jatuah ka bumi jadi kaba ‘ kait berkait rotan saga Pilin berpilin akar bahar

Mula di langit terberita Jatuh ke bumi jadi kaba ’

Pemahaman langit berkaitan dengan ajaran dalam agama Islam yaitu suatu ajaran Tuhan yang turun ke bumi melalui berita. Dan berita tersebut merupakan berita kebenaran yang memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat.


(36)

Kaba sebagai cerita klasik Minangkabau memiliki tata-kalimat yang panjang, berlirik pantun,bernuansa kias dan sarat dengan petatah petitih, seperti dalam berikut ini,

Manolah tuan Anggun Nan Tongga, manga ambo ditinggakan, tuan pai ambo lah surang, jo siapo ambo ditinggakan, apolah tenggang badan denai, namonyo di tangah rimbo gadang, tak tantu jalan ka dituruik, jalan mano ka ditampuah, lurah mano ka dituruni, tuan Tongga lah hilang sajo, hilang dibalik awan sajo, hilang dibaliak awan putiah, lanyok dibalik langik biru, ka mano tuan ka ambo sigi, dahulu kito pai batigo, kini babaliak ambo surang.(203:2)

‘ Wahai tuan Anggun Nan Tongga, mengapa saya ditinggalkan, tuan pergi saya sendiri, dengan siapa saya ditinggalkan, apalah daya badan saya, namanya di tengah rimba besar, tak tahu jalan yang dituju, jalan mana yang akan ditempuh, lurah mana yang dituruni, tuan Tongga sudah hilang saja, hilang dibalik awan putih, lenyap dibalik langit biru, kemana tuan akan saya cari, dahulu kita pergi bertiga, sekarang saya pulang sendiri ’.

Sesuai dengan hakikatnya sebagai fiksi, berbentuk prosa liris, berirama dan bermatra, kaba mampu mengungkapkan berbagai masalah manusia dengan teknik penyampaian yang spesifik. Cerita disampaikan dengan membawa suatu misi yang berupa pesan atau amanat. Supaya lebih menarik, pesan atau amanat ini dikemas dalam nyanyian atau ‘dendang’ sambil diiringi dengan seperangkat musik tradisional seperti, rebab, salung, bansi, kecapi, dan korek api. Biasanya seorang tukang kaba atau pedendang menyampaikan cerita menurut irama musik tradisional tersebut. Pada saat itu, tukang kaba atau pedendang duduk bersila di atas tikar. Sambil bertopang dagu ia mulai berdendang di tengah kerumunan pendengarnya.

Dalam kaba, baik lisan maupun tulisan pantun menjadi sangat dominan. Nigel Philips (1976) membagi fungsi pantun dalam kaba lisan si Jobang atas pantun persembahan, pantun pembukaan dan penutup, serta pantun dalam cerita. Pantun


(37)

persembahan disampaikan sebelum memulai cerita dengan tujuan untuk menarik pendengar, membangunkan perhatian, dan menghidupkan suasana dengan cara membangkitkan kelucuan. Pantun persembahan tidak dijumpai dalam kaba tertulis karena audiensnya pembaca bukan pendengar atau penonton. Dengan demikian, dalam kaba tertulis hanya terdapat pantun pembuka, pantun dalam cerita, dan pantun penutup. Dan yang paling menjadi ciri khas kaba adalah kaba selalu dibuka dengan pantun dan ditutup dengan pantun pula baik dalam kaba lisan maupun kaba tulisan.

1.6.1 Daerah Penyebaran

Awal beredarnya kaba adalah di daerah pesisir barat (daerah pantai) Minangkabau. Kemudian kaba menyebar ke daerah Luhak atau daerah pedalaman (daerah darat). Hal ini sejalan dengan perkembangan bandar-bandar dagang yang kebanyakan didatangi oleh pedagang Arab dan Persia termasuk juga Aceh. Oleh karena kata kaba berasal dari bahasa Arab maka kata kaba sering dikaitkan dengan pengaruh Islam. Pada saat itu Aceh merupakan kerajaan Islam yang terkuat di pantai utara Sumatera sehingga daerah pesisir pantai Minangkabau adalah daerah pertama penyebaran kaba tersebut.

Kaba sebagai sastra klasik Minangkabau pada mulanya disampaikan secara lisan. Tetapi sejalan dengan perubahan zaman, keberadaan kaba semakin terdesak oleh kemajuan teknologi dan kemajuan masyarakat. Setiap orang semakin sibuk oleh pekerjaan dan sering berpacu dengan waktu. Masalah waktu semakin berarti dalam kehidupan sehingga hampir tidak ada lagi waktu luang untuk mendengar dan


(38)

menyaksikan karya-karya sastra yang disampaikan secara lisan. Hal ini akan lebih terasa di daerah perkotaan. Oleh sebab itu, dalam upaya agar sastra lisan tetap hidup dan terus berkembang di tengah masyarakat Minangkabau, maka diwariskanlah sastra lisan tersebut dalam bentuk tulisan. Sekarang ini sastra lisan yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui pertujukan, sudah dapat dinikmati melalui cetakan, kaset, bahkan VCD.

1.6.2 Perkembangan Cerita

Berdasarkan isi cerita, kaba dapat dikelompokkan menjadi : 1. Kaba Klasik Minangkabau

Jenis kaba ini menceritakan kehidupan masyarakat Minangkabau pada zaman dahulu kala dengan pola-pola kebudayaan lama.

Ciri penanda kaba klasik sebagai berikut :

a. Bercerita tentang kehidupan raja, putra-putri raja dengan berbagai kehidupan pengembaraan melawan tantangan kehidupan

b. Si pelaku dalam karangan raja ini mengembara mencari kesaktian. Bermodalkan kesaktian ini, si pelaku kembali menegakkan kebenaran dan kewibawaannya. c. Kehidupan sangant dipengaruhi yang gaib-gaib dan kekuatan sakti. Percaya pada

tukang tenung dan kesaktian benda-benda yang dapat mendatangkan semua yang diminta. Kesaktian seseorang dapat melumpuhkan kekuatan alam.

d. Nama pelaku sering melambangkan kebesaran dan kekuatan. Umumnya nama telah menunjukkan siapa orangnya,misalnya, Raja Alam Sakti, Raja Angek


(39)

Garang. Tempat dan nama negeri selalu samar tak jelas letak lokasinya, misalnya negeri Nilam Cahayo, Kualo Koto Tanau dan Binuang Sati

e. Tampilnya pelaku mambang dan peri. Penampilan itu sesuai dengan kepercayaan pada kekuatan gaib dan unsur kesaktian.

2. Kaba Baru Minangkabau

Jenis kaba ini berorientasi pada kehidupan pelaku-pelaku sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan realitas.

Ciri penanda kaba baru sebagai berikut: a. Cerita tentang suka duka kehidupan manusia biasa

b. Masalah yang dicari dan ditegakkan adalah kebenaran menurut logika praktis. Kepercayaan pada unsur sakti dan hal-hal gaib tidak lagi kelihatan.

c. Pemberian nama pelaku biasa-biasa saja. Untuk wanita sering disebut “ Siti “, pria disebut “Sutan“ karena mereka dari kalangan bangsawan. Tempat peristiwa dan nama negeri sudah dikenal lokasinya, misalnya, Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Betawi dan Medan.

1.7 Profil Masyarakat Minangkabau

Populasi penduduk Sumatera Barat didukung oleh beberapa kelompok etnik. Etnik terbesar adalah suku Minangkabau. Suku Minangkabau terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Diperkirakan kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan masyarakat suku ini berada di perantauan. Suku Minangkabau perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar di wilayah


(40)

Indonesia. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia terutama Negeri Sembilan dan Singapura. Di seluruh Indonesia, bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini populer dengan sebutan masakan Padang.

Masyarakat Minangkabau menempatkan perempuan pada kedudukan yang istimewa. Tidak seperti sebagian besar suku di Indonesia yang menganut sistim kekerabatan patrilineal (garis keturunan ayah), masyarakat Minangkabau menganut sistim matrilineal (garis keturunan ibu). Masyarakat Minangkabau di Sumatera barat merupakan suku dengan budaya matrilineal terbesar di dunia. Secara ekonomi dan sosial seorang anak menjadi anggota suku ibunya. Peran ayah dalam hal tanggung jawab, beralih pada mamak ’paman’, yaitu saudara laki-laki dewasa dari pihak ibu. Orang Minang yang sesuku dianggap bersaudara dekat dan mereka tidak boleh saling mengawini. Oleh karena itu, jodoh harus dicarikan dari luar suku. Biasanya menjodohkan anak dengan anak mamak ’kemenakan’ merupakan kebiasaan dalam masyarakat Minangkabau. Seorang anak harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari mamaknya sebelum dia memutuskan untuk melangsungkan pernikahan.

Harta pusaka juga diwariskan menurut garis keturunan ibu. Dalam sistem ini yang berhak atas harta pusaka hanyalah garis keturunan perempuan saja, sedangkan kaum lelaki dalam satu keluarga tidak berhak atas harta pusaka tersebut. Jelaslah, dalam masyarakat Minangkabau kedudukan wanita sangat dominan, meskipun perwalian hak-hak keturunan melibatkan peran mamak, tetap saja wanita memiliki wewenang yang paling besar.


(41)

1.7.1 Keadaan Kebahasaan

Bahasa Minangkabau, bila digabungkan dengan bahasa-bahasa Polinesia dan Melanesia termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Penutur bahasa Minangkabau menyebar diseluruh pelosok tanah air. Sebagaimana lazimnya, setiap bahasa memiliki ragam bahasa yang dapat ditinjau dari status, kedudukan dan situasi penggunaan bahasa. Dalam bahasa Minangkabau ragam bahasa dibedakan atas 1) ragam bahasa surau, digunakan dalam situasi yang bersifat keagamaan, seperti di Mesjid, Surau, dan Madrasah; kekhasan ragam ini ditandai dengan kosa kata yang telah dipengaruhi oleh bahasa Arab, 2) ragam bahasa Adat, digunakan pada pertemuan atau musyawarah para penghulu, baik pada situasi perkawinan, mendirikan penghulu, kematian, dan situasi adat yang bersifat formal lainnya. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan keteraturan pilihan kata yang mengandung nilai-nilai sastra yang tinggi, 3) ragam bahasa Parewa, digunakan pada saat bersenda gurau, seperti guyonan, ejekan dan biasanya ditemukan di warung-warung kopi, pos-pos ronda, di tempat mandi kaum wanita, dan gubuk-guibuk di sawah pada saat panen tiba. Kekhasan ragam bahasa ini ditandai dengan kosa kata yang berbau porno dan kasar, dan 4) ragam bahasa biasa, digunakan pada situasi percakapan sehari-hari.

Seperti bahasa pada umumnya, bahasa Minangkabau memiliki variasi dialek yang cukup banyak. Berdasarkan pembagian wilayah, bahasa Minangkabau dikelompokkan menjadi empat kelompok utama, yaitu 1) dialek tanah datar, 2) dialek Agam, 3) Dialek Lima Puluh Kota, dan 4) Dialek Pesisir. Setiap daerah memiliki


(42)

intonasi dan gaya bahasa tersendiri yang menjadi ciri khas daerahnya. Apabila dua orang penutur bahasa Minangkabau berbicara dan mereka berasal dari daerah yang berbeda biasanya mereka akan menggunakan dialek standar atau dialek umum. Dan dari sekian banyak dialek bahasa Minangkabau yang ada, dialek Padang yang dianggap paling umum.Dialek Padang, sebagai dialek yang digunakan di ibu kota provinsi bukan hanya digunakan di kota Padang saja tetapi di luar Sumatera Barat pun orang Minang sepakat menggunakan dialek ini. Dialek Padang, yang lazim disebut bahaso awak, muncul sebagai bahasa pemersatu masyarakat yang utama, berbeda dengan dialek-dialek lain yang lebih mengutamakan hubungan dalam kelompok tertentu daripada hubungan antarkelompok. Sejak seabad yang lalu, semua linguis terbentur pada variasi dialek ini karena tidak adanya model tunggal untuk memerikan bahasa tersebut terutama untuk masalah transkripsi bahasa Minangkabau, Hidayat (1998).

1.7.2 Letak Geografis dan Wilayah

Secara tradisional, Ranah Minangkabau dahulu membentang hingga sungai Kampar di sebelah Timur, dan masuk jauh ke pedalaman, di sepanjang sungai Indragiri dan sungai Batanghari disebelah tenggara., Di sebelah Selatan, negeri itu membentang hingga Kerinci dan Bengkulu. Dalam sejarah singkat Minangkabau, wilayah Minangkabau terbagi atas dua daerah, yaitu daerah darat ‘darek’ dan daerah rantau. Daerah darek dianggap sebagai daerah pemukiman tertua atau daerah asal suku Minangkabau. Sedangkan daerah rantau dianggap sebagai tempat pemukiman


(43)

baru yang terletak di pesisir pantai barat dan Timur Sumatera. Daerah darat memiliki tiga luhak (wilayah), yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota. Daerah rantau meliputi rantau Tanah Datar, rantau Agam, rantau Lima Puluh Kota, dan rantau Kubuang Tigo Baleh.

1.8 Klarifikasi Istilah

Istilah yang digunakan dalam penelitian ini berhubungan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan dalam kajian wacana. Namun begitu, untuk menghindari kesalah pahaman tentang istilah-istilah yang dipakai, perlu dilakukan klarifikasi istilah.

1. Derajat kesinambungan topik adalah gradasi kesinambungan topik mulai dari yang paling mudah terprediksi sampai kepada yang paling sulit terprediksi

2. Fungsi gramatikal topik adalah topik yang berfungsi secara gramatikal, yakni sebagai subjek, objek dan lain sebagainya.

3. Faktor keinsanan adalah topik sebagai [+insan] dan [-insan]

4. Jarak referensi adalah jarak antara penyebutan pertama suatu referensi dengan penyebutan selanjutnya

5. Kemungkinan gangguan adalah munculnya topik lain dalam lingkungan tiga klausa secara berturut-turut.

6. Keberterusan topik adalah kemunculan topik secara berturut-turut dalam klausa berikutnya. .


(44)

7. Kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang telah disebutkan sebelum dan sesudahnya. Kesinambungan topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara berurutan.

8. Klasik adalah sesuatu yang dianggap terbaik dan terbukti bernilai karena telah teruji oleh perjalanan waktu.

9. Kaba adalah cerita klasik Minangkabau yang artinya pesan, kabar, atau cerita. 10. Perangkat gramatikal adalah unsur-unsur tatabahasa, yang digunakan sebagai

topik.

11. Parameter kesinambungan topik adalah tolok ukur yang menjadi pedoman dalam menentukan tinggi rendahnya kesinambungan topik.

12. Peran topik adalah peran yang dimiliki topik dalam upaya menjalin kesinambungan wacana Sastra Klasik adalah karya yang memberikan gambaran tentang kebudayaan pada waktu itu. Tentang adat istiadat, lebih penting lagi tentang pandangan hidup

13. Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan partisipan atau argumen dalam suatu proposisi.

14. Topikalisasi adalah proses sintaksis-prakmatis yang mengubah status konstituen yang bukan topik menjadi topik.


(45)

15. Ukuran kesinambungan topik adalah tolok-ukur yang digunakan untuk pengukuran topik, yakni jarak referensi, kemungkinan gangguan, dan keberterusan topik.

16. Alat pembuka topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai pembuka wacana, topik baru diperkenalkan pertama sekali atau topik-topik yang kemunculannya melewati jarak rujuk yang sudah ditentukan.

17. Alat penyambung topik adalah topik-topik yang digunakan sebagai penyambung atau penghubung terhadap topik yang sudah diperkenalkan sebelumnya.


(46)

2.1Pendahuluan

Pada bab ini, diuraikan konsep-konsep yang melatari penelitian ini. Pertama, adalah tentang konsep topik-tema. Dalam konsep ini, pembahasan meliputi topik sebagai unsur tematik, topik sebagai gabungan unit gramatikal, dan topik sebagai acuan. Kedua, konsep topik, meliputi properti topik dan jenis-jenis topik. Ketiga, konsep kesinambungan topik. Keempat, konsep skala kesinambungan topik. Kelima, konsep keteridentifikasian. Keenam, konsep tema-rema.

2.1.1 Konsep Topik - Tema

Menurut sejarah, pemikiran-pemikiran teoritis tentang tema dan topik berasal dari penelitian aliran Praha, seperti (Danes 1974; Firbas 1974; Mathesius 1939, 1975). Menurut Mathesius tema adalah titik awal ujaran, yaitu informasi yang sudah dipahami bersama antara penutur-petutur, sekaligus titik pisah kalimat secara keseluruhan. Firbas berpendapat informasi dalam ujaran berkontribusi terhadap perkembangannya secara berkesinambungan. Dia menekankan suatu skala tentang informasi kalimat yang dikenal dengan kedinamisan komunikasi communicative dynamism (CD), informasi dalam ujaran berada pada suatu skala ketersinambungan, dimulai dari unsur-unsur yang paling bawah yang memiliki CD terendah dan bergerak melalui ucapan yang memiliki CD tertinggi. Menurutnya, unsur-unsur tematis yang memiliki derajat CD yang paling rendah.


(47)

Kemudian penelitian tentang tema dilakukan oleh Halliday (1985) yang terkenal dengan tata-bahasa sistemik. Halliday (1967b;1976) memperlakukan tema bukan sebagai titik awal ujaran tetapi sebagai unsur klausa yang sebagian dari klausa tersebut adalah predikat. Selanjutnya, Dijk (1978) dengan teori tata-bahasa fungsionalnya menggunakan kedua istilah topik dan tema sekaligus. Menurutnya, dalam satu kalimat terdiri dari tema dan topik. Sebuah tema adalah unsur ekstra-klausa yang dipraposisikan pada ekstra-klausa itu sendiri, sekaligus menunjukkan keuniversalan wacana sehubungan dengan predikat berikutnya yang dianggap relevan. Tema yang dikemukakan Dik diilustrasikan dengan penempatan adverbia As for pada awal kalimat, seperti contoh berikut ini :

As for Professor Smith, she’s always helpful to students

Adverbia praposisi (As for) adalah tema yang mencirikan keuniversalan wacana (Professor Smith) terhadap predikat yang dianggap relevan (always helpful to students). Dalam tata-bahasa fungsional, istilah topik memiliki pemahaman yang berbeda. Sebuah topik menunjukkan entitas yang predikatnya mempredikasi sesuatu dalam konteks yang ada. Jadi, jawaban untuk pertanyaan berikut ini adalah tentang John, yang dimulai dengan John sebagai topiknya.

To whom did John give the book ? JOHN gave the book to MARY TOPIK FOKUS

Dalam ujaran-ujaran individual istilah tema dan topik dapat digunakan sekaligus, seperti berikut ini :


(48)

As for shusi, my favorite is made with fresh tuna TEMA TOPIK

Tema praposisi As for menspesifikan keuniversalan wacana my favorite dan predikat yang relevan is made with tuna. Topik tersebut menunjukkan entitas tertentu, yaitu apa yang dibicarakan predikasi.

Chafe (1976, 1980a; 1994) membahas topik dengan menggunakan istilah topik sebagai titik awal ‘starting point’. Menurutnya topik merupakan awal informasi konseptual yang terdapat dalam wacana.

Istilah topik digunakan secara luas untuk membuat ide-ide yang sama dengan tema pada level klausa, seperti tiga pemahaman topik yang berbeda berikut ini : 1. Topik sebagai unsur tematik.

Dalam beberapa tulisan, pada tingkat klausa topik sama dengan tema. Kedua istilah ini dianggap bersinonim. Dari sekian banyak pendapat yang sama, diantaranya dapat dilihat pada Sgall (1987) dan Dahl (1969).

2. Topik sebagai gabungan unit gramatikal.

Istilah topik digunakan untuk membuat kata keterangan yang ekstra klausa, umumnya dipraposisikan dalam klausa tersebut. Dalam model wacana yang mengadopsi strategi ini, sebuah topik menunjukkan suatu penggabungan antara tema dalam pengertian pragmatik dengan struktural yang merefleksikan pengertian tersebut, biasanya pada posisi awal. Oleh karena itu, sebuah topik dapat dibedakan dari tema atau subjek.


(49)

3. Topik sebagai referensi.

Pemaknaan istilah topik secara lebih luas dapat dilihat dalam literatur tentang kesinambungan topik yang ditulis oleh Givon (1983; 1989). Menurutnya, istilah topik berkaitan erat dengan keteraksesan suatu referensi dalam sebuah representasi konseptual. Semakin terakses suatu referensi, semakin tinggi topikalitasnya. Selama topikalitas ditentukan oleh suatu skala maka seluruh unsur-unsur referensial dalam ujaran pada prinsipnya dapat diarahkan pada suatu jenis nilai topikalitas.

2.1.2 Konsep Topik

Istilah topik dapat didefinisikan dalam beberapa pengertian yang berbeda, yaitu a) frasa dalam satu klausa yang terpahami, b) frasa dalam satu wacana yang terpahami, c) memiliki posisi khusus dalam satu wacana (sudut paling kanan atau sudut kiri klausa). Secara umum dapat dikatakan topik sama dengan subjek, seperti contoh berikut ini :

1. Kucing itu mencuri ikan semalam. 2. Ikan dicuri kucing itu semalam.

Kedua kalimat di atas memiliki makna yang sama, berfungsi sebagai subjek. Tetapi memiliki topik yang berbeda. Kalimat pertama, yang menjadi topik adalah kucing sedangkan pada kalimat kedua yang menjadi topik adalah ikan.

Topik adalah sesuatu yang dibicarakan dalam kalimat. Topik merupakan partisipan atau argumen dalam suatu proposisi. Paragraf biasanya memiliki satu


(50)

topik atau tema utama, bahkan mungkin memiliki beberapa subtopik lagi. Dan secara keseluruhan, wacana memiliki banyak topik, salah satunya ada yang diutamakan, yaitu topik atau tema. Pada tingkat kalimat, istilah ini selalu merujuk pada masalah subjek kalimat dan secara tradisional dihubungkan dengan tatabahasa. Tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Kalimat bisa saja memiliki lebih dari satu topik, meskipun salah satunya diberikan penonjolan lebih dari yang lainnya, melalui struktuk sintaksis.

Givon (1983) menyatakan topikalisasi adalah sesuatu yang agak samar, bernosi skala, dan dihirarkikan berdasarkan derajatnya dalam kalimat. Hal ini akan jelas terlihat dalam kalimat yang mengandung subjek, objek langsung, dan objek tidak langsung. Bentuk-bentuk datif ini mengalami pergeseran sehingga objek tidak langsung dipromosikan menjadi objek utama dan objek langsung mengalami penurunan posisi. Masing-masing entitas ini merupakan topik kalimat dengan derajat masing-masing dan urutan derajat setiap entitas dapat berubah misalnya melalui proses pergeseran datif ini, seperti berikut ini :

a. NetraL : we saw John yesterday Top Sub

b. Dislokasi-kiri : John, we saw him, yesterday Top Sub

c. Dislokasi-kanan : we saw him, yesterday, John

Top primer & Sub Topik sekunder d. Pergeseran-datif : John gave Mary the book


(51)

Pada contoh (a), we adalah topik sekaligus sebagai subjek kalimat, pada (b), we turun posisi menjadi subjek dan John menjadi topik. Pada (c), we naik posisi menjadi topik sekaligus topik kalimat sedangkan John turun posisi menjadi topik sekunder. Pada (d), John sebagai topik utama, lalu bergeser ke Marry sebagai topik kedua dan the book sebagai topik ketiga. Dalam penelitian ini, istilah topik tidak mengacu pada tema atau subjek dalam kalimat, paragraf ataupun wacana, tetapi merujuk pada entitas-entitas yang terdapat dalam wacana yang dikodekan melalui pronomina persona.

2.1.3 Properti Topik

Topik sebagai sesuatu yang dibicarakan dan ditonjolkan memiliki beberapa properti sebagai berikut, yaitu :

Properti 1. :

Topik adalah suatu kesinambungan yang tidak terpisahkan atau suatu skala yang multi poin. Bisa saja dalam satu klausa terdapat lebih dari satu topik.

Contoh :

a. Posisi netral :

manolah tuan Nangkodoh Baha, jan disabuik aja maaja...(30: 7) topik & subjek

‘ wahai tuan Nangkodoh Baha, jangan disebut ajar mengajar...’

b. Pergeseran ke kiri:

mandeh kanduang ambo, iyo mandeh Ganto ambo lahia, baliau bapulang. (88:1) topik subjek


(52)

c. Pergeseran ke kanan :

ambo cari mamak nan baduo, iyo mamak Patiah Mangkudun jo Mamak Katik top primer & subjek top kedua

‘ saya cari kedua paman, paman Patiah Mangkudun dengan paman Katik’(89:4) Properti 2. :

Sejumlah topik lebih mudah terakses atau terprediksi daripada yang lainnya. Contoh :

Mandanga curito nantun, lalu manangih pulo Nan Gondoriah, buah tangih baibo-ibo, janji lah ungkai dek Nan Tongga, satiah lah babukak dek Nan Tongga, bungo kambang lah diambiaknyo, ayia nan janiah lah diminumnyo, urak janji dek Nan Tongga, dek Gondo baitu pulo. (135;2)

‘Mendengar cerita itu, lalu menangis pula Nan Gondoriah, tangisnya beriba-iba, janji sudah dilanggar oleh Nan Tongga, sumpah sudah dilanggar oleh Nan Tongga, bunga kembang sudah diminumnya, air jernih sudah diminumnya, ingkar janji oleh Nan Tongga, Gondo pun begitu juga’.

Topik Nan Gondoriah sebagai kata nama tentu lebih mudah terakses/terprediksi karena tidak memiliki material linguistik lainnya dalam lingkungan klausa tersebut. Sedangkan topik Nan Tongga memiliki material linguistik lain, yaitu nyo sehingga lebih sulit terprediksi.

Properti 3

Topik yang lebih mudah terakses/teridentikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih sedikit. Sedangkan topik yang lebih sulit terakses/teridentifikasi dinyatakan dengan material linguistik yang lebih banyak.


(53)

tahulah urang maso nantun, tuan jurumudi alah khianat, Ø alah mangguntiang dalam lipatan, Ø alah manuhuak kawan sairiang, parentahnyo tidak diikuti lagi, dikatakanyo Tongga lah mati, kironyo Tongga lah pulang pulo.(143:4)

tahulah orang waktu itu, tuan jurumudi sudah berkhianat, dia sudah menggunting dalam lipatan, dia sudah menusuk kawan seiring, perintahnya tidak diikuti lagi, dia mengatakan Tongga sudah mati, rupanya Tongga sudah kembali pula’.

Topik tuan jurumudi memiliki material linguistik yang lebih banyak,yaitu pronomin kosong (Ø), posesif nyo, orang ketiga nyo.

Properti 4

Topik umumnya mengandung informasi lama dan informasi baru, tetapi terdapat juga kekecualian.

Contoh :

Tuan Tongga lah duduak ateh kasua, di ateh kasua manggalo (187:2) informasi lama informasi baru

‘Tuan Tongga sudah duduk di atas kasur, di atas kasur manggalo’. Properti 5

Topik primer selalu dinyatakan dalam bentuk subjek suatu kalimat. Contoh :

Tongga lahgilo buruang ameh,tidak takana Tiku Pariaman, lah lupo sajo Gondoriah.

Top.primer & subjek (127:2)

‘Tongga sudah tergila-gila dengan burung nuri, tidak teringat Tiku Pariaman, Gondo sudah terlupakan’


(54)

2.1.4 Jenis-jenis Topik

Pemahaman istilah topik sering menjadi perdebatan. Sampai saat ini tidak satupun definisi yang memuaskan untuk istilah ini. Pernyataan yang diangap paling umum mengatakan, suatu topik mengatur suatu konteks yang didalamnya mengandung predikat, Chafe (1976). Selanjutnya, Myhill (1992) mengklasifikasikan topik menjadi tiga, yaitu topik yang lazim (unmarked topic), topik yang tidak lazim (marked topic) dan topik yang berkontras (contrastive topic). Setiap tipe dicirikan oleh properti wacana tertentu.

1. Topik yang tidak lazim

Topik yang tidak lazim merujuk pada suatu entitas yang tidak muncul sebelumnya dalam wacana terdekat tetapi entitas tersebut hanya ada dalam arsip wacana yang tidak aktif ‘inactive discourse file’. Dalam hal ini pembaca/pendengar sadar akan kemunculannya, tetapi mengabaikannya untuk sesaat. Biasanya entitas ini berada pada posisi awal dan selalu diikuti dengan nada jeda. Dalam bahasa Inggeris, topik yang tidak lazim diwujudkan dalam konstruksi dislokasi kiri (left-dislocation).

Contoh :

a. ….That guy, I just can’t stand him. He’s always doing thing like that

Pada contoh (a) that guy merujuk pada entitas yang sudah dipahami keberadaanya, meskipun tidak langsung disebutkan pada wacana sebelumnya.


(55)

2. Topik yang lazim

Topik yang lazim merujuk pada entitas yang sudah muncul dalam wacana sebelumnya. Pada umumnya merujuk pada bentuk-bentuk pronomina termasuk zero-pronomina yang dianggap sudah dapat dipahami keberadaannya dalam konteks. Topik yang lazim ‘unmarked’ tidak sama dengan topik yang tidak lazim ‘marked’ atau topik yang kontrastif, yang kemunculannya selalu dalam posisi awal kalimat. Topik yang berada pada posisi normal kalimat. Kemunculannya dikaitkan dengan peran sintaksisnya dalam kalimat tersebut. Entitas-entitas tidak lazim yang dirujuknya tidak akan terpisah dari wacana terdekat sebelumnya sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan lagi terhadap entitas tersebut, seperti contoh berikut ini;

b. That guy, I just can’t stand him. He’s always doing things like that.

‘Orang itu, saya tidak dapat mencegahnya. Dia selalu melakukan hal-hal seperti itu’

Pada contoh (b) he langsung merujuk pada that guy, dan perannya sebagai pronomina orang ketiga.

3. Topik yang berkontras

Dalam topik yang kontrastif, entitas merujuk pada entitas yang secara umum sudah disebutkan sebelumnya tetapi merupakan bagian dari entitas lain yang dikontraskanya. Setiap entitas yang dikontraskannya memiliki peran dan nilai yang sama, seperti berikut ini;


(56)

c. I had fish and vegetables. The fish was good. The vegetables were terrible. ‘Saya mempunyai ikan dan sayur-sayuran. Ikan rasanya enak. Sayur-sayuran tidak enak’

Pada (c), terlihat dua konstruksi topikalisasi yang berkontras. Pertama, antara ikan sebagai topik, yang kedua sayur-sayuran sebagai topik. Ikan diberi nilai enak sedangkan sayur-sayuran diberi nilai tidak enak.

Istilah topik pada umumnya merujuk pada topik-topik yang tidak lazim bukan pada topik-topik yang lazim atau topik-topik yang berkontras. Oleh karena itu, suatu frasa nomina yang dianggap memiliki topikalitas tinggi, sudah disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat. Sedangkan frasa nomina yang memiliki topikalitas rendah, belum disebutkan sebelumnya dalam wacana terdekat.

2.1.5 Konsep Kesinambungan Topik

Menurut Givon (1983) kesinambungan topik berfungsi menciptakan dan mempertahankan koherensi linear suatu wacana. Koherensi linear adalah keterhubungan semantis antara jalinan proposisi secara berurutan. Martin (1982) mengatakan kesinambungan topik adalah keterhubungan kata ganti diri dengan benda atau partisipan yang telah disebutkan sebelumnya, misalnya dalam teks “ Ali di Medan. Dia menjumpai pamannya. Dalam hal ini dia, nya mengacu kepada Ali dan pada saat yang bersamaan menjalin pernyataan Ali pada klausa pertama. Menurut Givon (1983), terdapat tiga jenis kesinambungan dalam wacana: kesinambungan tematik, kesinambungan tindakan dan kesinambungan topik. Kesinambungan tematik


(57)

mencakup unit wacana yang lebih luas, karena merujuk pada tema utama dalam suatu paragraf. Kesinambungan tindakan mencakup sejumlah urutan kejadian dalam suatu paragraf. Pada umumnya, urutan kejadian ditandai dengan subsitem kala-aspek-modalitas. Kesinambungan topik merujuk pada topik-topik yang dibicarakan dalam suatu urutan klausa. Dari ketiga jenis kesinambungan di atas, kesinambungan topik yang dianggap paling konkrit, sekaligus menjadi acuan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, dia mengatakan dalam suatu paragraf tematik, urutan perlakuannya melibatkan satu topik sebagai penanda kesinambungan dan topik dalam suatu paragraf tematik berkaitan erat dengan ‘tema’ paragraf itu sendiri. Selanjutnya konsep kesinambungan topik dapat dilihat sebagai berikut :

1. Konteks : Once there was a wizard Ganti nama anaforik : he lived in Africa

2. Konteks : Once there was a wizard. He was married to a beautiful witch. They had two sons. The first was tall and brooding, he spent his days in the forest hunting snails, and his mother was afraid of him. The second was short and vivacious, a bit crazy but always game.

Ganti nama anaforik : *he lived in Africa

(Givon, 1976) Pada contoh (1) penggunaan pronomina orang ketiga he tidak menimbulkan masalah karena pembaca dapat dengan mudah mengaitkan he dengan apa yang dirujuknya yaitu wizard yang telah disebutkan dalam klausa sebelumnya. Pada contoh (2) he yang digunakan akan menimbulkan permasalahan karena sukar bagi pembaca menafsirkan rujukan manakah yang dimaksudkan, apakah the wizard atau


(58)

the son, dari kedua contoh di atas ditemukan bahwa pada kalimat (1) terdapat kesinambungan topik sedangkan pada kalimat (2) tidak terdapat kesinambungan topik.

2.1.6 Analisis Wacana

Konsep analisis wacana pertama sekali diperkenalkan oleh Zellig S.Harris (1952). Dikatakannya bahwa analisis wacana adalah pemenggalan satu-satu wacana terhadap unsur-unsur dasar atau bagian-bagian komponennya melalui kaidah penyebaran baku. Maksudnya, unsur-unsur dasar ini mengandung kalimat-kalimat inti atau dasar yang sejajar dengan kandungan proposisi murni suatu wacana. Pendekatan analisis wacana digunakan untuk mengkaji bahasa melalui peringkat kalimat. Urutan kalimat dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan azas kajian analisis wacana. Selain itu kajian analisis wacana tidak terlepas dari peranan suatu unsur bahasa dalam suatu struktur serta hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.

Selanjutnya, Stubbs (1983) mengatakan analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antara penutur dan petutur.

Dalam penelitian ini digunakan istilah wacana narasi (narrative discourse), yaitu wacana yang menceritakan suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa secara


(59)

kronologis dan berorientasi pada tokoh. Wacana narasi dalam bahasa Minangkabau, memiliki ciri yang sama dengan wacana narasi dalam bahasa pada umumnya, Pertama, ciri wacana narasi dapat dilihat pada proposisi-proposisinya yang berorientasi pada tokoh. Kedua, ciri wacana narasi dapat dilihat pada proposisi-proposisinya yang memiliki hubungan kronologis atau hubungan rangkaian waktu. Ketiga, ciri wacana narasi dapat dilihat pada strukturnya yang disebut struktur stimulus-respon, yaitu ada proposisi yang mengungkapkan ’rangsangan’ terhadap tindakan tokoh dan ada proposisi yang mengungkapkan ’tanggapan’ terhadap rangsangan itu. Keempat, ciri wacana narasi dapat dilihat pada wujudnya yang bervariasi, seperti cerita pendek, novel, kisah, riwayat, dan dongeng Sumadi (1998).

2.1.7 Konsep Informasi Lama vs Baru

Pembahasan tentang informasi lama vs informasi baru sudah banyak dilakukan (Halliday 1967, 1970; Chafe 1974; Haviland and Clark 1974, Prince 1981, 1992, Lambret 1994 dan lainnya), tetapi masing-masing menggunakan caranya sendiri untuk menginterpretasikan kedua istilah ini. Firbaus (1966) menyatakan adanya faktor perubahan linear dalam faktor konteks, dimana konstituen dalam, berfungsi sebagai pesan lama dan mempunyai kesinambungan yang rendah. Sedangkan dalam faktor semantik setiap konstituen diberikan ciri semantik yang menentukan tinggi rendahnya kesinambungan konstituen tersebut. Setiap bahasa memiliki sejumlah strategi yang halus untuk mengatur arus informasi. Informasi lama tidak diperlakukan sama dengan informasi baru, oleh karena itu, satu referensi


(60)

atau ide tertentu tidak dimanifestasikan secara persis setiap kali dipergunakan. Kalaupun hal ini terjadi, jarak klausa pastilah terlalu panjang sehingga tidaklah praktis untuk mentransfer ide-ide secara efisien dan akurat. Bahasa-bahasa diorganisir agar penutur dapat merujuk pada informasi lama tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenaga

Halliday (1967) menggunakan istilah ketercakupan “recoverability“ untuk informasi lama dan keterprediksian “predictability” untuk informasi baru. Istilah ‘baru’ diinterpretasikan sebagai ‘kontrastif’. Menurutnya, informasi lama adalah apa yang diharapkan dalam konteks tertentu sedangkan informasi baru adalah apa yang tidak diharapkan, meskipun sudah disebutkan sebelumnya dalam wacana.

Chafe (1974) mendefinikan istilah lama sebagai informasi yang dianggap pembicara sudah ada dalam pikiran pendengar pada saat informasi itu disebutkan. Informasi baru adalah informasi yang dianggap penutur baru diperkenalkannya pada pendengar saat dia berbicara. Selain itu dia menggunakan istilah sudah aktif already activated untuk informasi lama dan baru aktif “newly activated” untuk informasi baru. Selanjutnya dalam tulisannya terakhir, Chafe (1987) mengkategorikan status lama-baru dalam tiga istilah yaitu; 1) aktif, 2) semi- aktif, dan 3) tidak aktif. Konsep aktif (lama) mengacu pada sesuatu yang ada dalam pemikiran pendengar sedangkan konsep tidak aktif (baru) mengacu pada sesuatu yang tidak aktif dalam pemikiran pendengar. Konsep semi-aktif mengacu pada sesuatu yang dianggap kurang penting dalam pemikiran pendengar.

Haviland dan Clark (1974) mendefinisikan informasi lama dan informasi baru sebagai pengetahuan terpisah “shared knowledge”. Menurutnya, informasi lama


(1)

53 1619 satiah nan bakalian dalam 1 2 3

54 1620 satiah nan bagantuang tinggi 1 1 2

55 1635 satiah nan bakalian dalam 3 2 1

56 1636 satiah nan bagantuang tinggi 1 2 0

57 1645 anggang nan pandai mangulindam 20 2 0

58 1648 kancah nan batarawang 20 2 0

59 1706 surek pusako nan kiramat 20 2 1

60 1710 karang nan manonggok 20 2 0

61 1738 kalian nan di dandang 16 2 0

62 1755 angin nan ka turun 3 2 1

63 1756 ribuik nan ka dating 1 2 0

64 1805 pintak nan sadang balaku 20 2 0

65 1806 niat nan sadang sampai 20 2 0

66 1859 pulau nan jauah kalihatan 4 2 0

67 1873 kapa nan salamaik 20 2 0

68 1877 surang indak nan salamaik 1 2 0

69 1890 taluak nan baliku 20 2 0

70 1891 rantau nan bakelok 20 2 0

71 1905 rajo nan lah dating 20 2 0

72 1909 manti nan piawai 20 2 1

73 1910 manti nan piawai 1 2 0

74 1921 tuan nan batanyo 11 2 0

75 1929 manti nan piawai 1 2 0

76 1934 barang nan dibaok 20 2 0

No. Bilangan

Klausa Topik

Jarak Referensi

Kemungkinan Gangguan

Keberterusan Topik

77 1944 tuan nan dating 15 2 0

78 1952 manti nan piawai 8 2 0

79 1987 ikan hiu nan ka kanyang 20 2 0

80 1997 manti nan piawai 9 2 0

81 2003 manti nan piawai 6 2 0

82 2008 kapa nan kamari 20 2 0

83 2020 manti nan piawai 8 2 0

84 2033 manti nan piawai 14 2 2

85 2102 kahandak nan sadang balaku 20 2 0

86 2103 pintak nan sadang ka buliah 20 2 0

87 2105 bapuluah paluru nan dating 5 2 0

88 2114 palimo nan tajungkang 4 2 0

89 2135 Salamat nan ka kanai 4 2 0


(2)

91 2154 kami nan indak malawan lai 1 2 1

92 2182 rajo nan ka dating 8 2 0

93 2184 manti nan piawai 20 2 0

94 2223 rajo nan adia 7 2 1

95 2273 cayo nan tarang-tarang kalam 20 2 0

96 2294 urang mudo nan batanyo 7 2 1

97 2331 ajalullah nan balun dating 20 2 0

98 2339 wahi nan turun dari Nabi 20 2 0

99 2370 ambo surang nan tahu 2 2 0

100 2407 mamak nan tawanan 2 2 1

101 2454 urang nan jombang 3 2 2

102 2518 Tuhan nan kayo 20 2 0

103 2539 ombak nan bajombak 20 2 0

104 2560 cindai nan panjang duopuluah 20 2 0

105 2591 mujua dapek nan di hati 20 2 0

106 2716 barito nan dibaok 20 2 0

107 2722 puti nan geneng 1 2 4

108 2751 malang cilako nan ka tibo 20 2 0

109 2770 mamak nan ka dapek 20 2 1

110 2771 mamak nan la lapeh 1 2 0

111 2823 adiak nan katuju 1 2 0

112 2825 kain basasak nan den angkuik 20 2 0

113 2852 satiah nan bagantuang tinggi 1 2 0

114 2919 mimpi tidak ado nan buruak 20 2 1

115 2920 rasian indak ado nan salah 1 2 0

No. Bilangan

Klausa Topik

Jarak Referensi

Kemungkinan Gangguan

Keberterusan Topik

116 3016 kayo nan disabuik 20 2 0

117 3023 janji nan alah sampai 20 2 0

118 3083 mimpi denai nan buruak 20 2 0

119 3198 ruponyo nan jombang mudo matah 20 2 0

120 3263 tuan nan dating 20 2 0

121 3278 manti nan piawai 1 2 0

122 3281 manti nan piawai 3 2 0

123 3288 manti nan piawai 7 2 0

124 3290 dandang nan tidak banamo 4 2 4

125 3319 urang nan manyongsong 1 2 1

126 3355 murik lah banyak nan bakhatam 20 2 1

127 3356 ambo surang nan balun satu 1 2 0


(3)

129 3412 namo nan elok 20 2 0

130 3442 kamanakan kanduang malah nan dating 20 2 0

131 3453 untuang nan ka baiak 20 2 0

132 3551 manti nan piawai 20 2 0

133 3554 tuan nan baru dating 6 2 0

134 3560 manti nan piawai 9 2 0

135 3572 hati urang nan dating 20 2 0

136 3575 utusan malah nan dating 5 2 1

137 3582 tamu nan dating 6 2 0

138 3585 rajo nan lah dating 4 2 1

139 3598 rang mudo nan baru dating 3 2 1

140 3600 kaba barito nan ambo danga 20 2 0

141 3601 tuan nan baru dating 2 2 1

142 3614 namo nan dibari 20 2 0

143 3617 urang banyak nan sanamo 20 2 0

144 3618 urang banyak nan sarupo 20 2 0

145 3628 mamak nan hilang 5 2 0

146 3643 dunsanak nan alah dating 5 2 0

147 3656 buruang di sangka nan ka tabang 1 2 1

148 3696 kabek arek nan ka uangkai 20 2 0

149 3697 malu gadang nan ka dapek 20 2 0

150 3729 ubek nan indak samo 1 2 0

151 3732 tuan nan jan malu-malu 5 2 5

152 3749 nuri nan pandai bakato-kato 5 2 0

153 3750 baruak nan pandai bakucapi 20 2 0

154 3751 musang nan pandai mangulindam 20 2 0

No. Bilangan

Klausa Topik

Jarak Referensi

Kemungkinan Gangguan

Keberterusan Topik

155 3782 satiah nan bakalian dalam 1 2 2

156 3783 satiah nan bagantuang tinggi 20 2 1

157 3802 kumbang nan mahisok 20 2 0

158 3815 bapuluah kabau nan rabah 20 2 0

159 3816 bapuluah kambiang nan dibantai 20 2 0

160 3932 buruang nan pandai bakato-kato 20 2 0

161 3842 buruang nan bijak 3 2 0

162 3895 karambia nan atok tungku 20 2 0

163 3910 anjuang nan tinggi 1 2 2

164 3938 buruang nan jinak bana 1 2 1

165 3957 bahayo nan tibo 20 2 0


(4)

167 3992 nuri nan bijak 2 2 1

168 4004 ambo nan alun bakanalan 1 2 0

169 4051 buruang nuri nan bijak 1 2 0

170 4053 kaba curito nan denai danga 3 2 0

171 4087 ayai nan janiah 20 2 0

172 4096 banyak parasaian nan dicubo 20 2 0

173 4103 mamak nan dicari 20 2 0

174 4152 dubalang nan durako 20 2 0

175 4177 namo nan datang dalam mimpi 1 2 0

176 4187 hati urang nan tingga 20 2 1

177 4200 kato nan buliah diputusi 1 2 2

178 4207 rajo nan mamarentah 3 2 0

179 4219 ameh urai nan hilang 20 2 0

180 4241 dandang nan dating 7 2 1

181 4252 lawik nan dihadang 20 2 0

182 4253 rantau nan dijalang 20 2 0

183 4278 manti nan piawai 20 2 0

184 4295 tuan Tongga nan alah dating 3 2 0

185 4315 Tongga nan dating 3 2 1

186 4324 usua pareso nan lah tibo 20 2 0

187 4449 anak surang nan diharokkan 4 2 1

188 4457 urang nan anak baok 20 2 0

189 4468 urang nan denai baok 1 2 0

190 4503 tidak surang raso nan tingga 1 2 0

191 4531 surang tidak ado nan tingga 2 2 0

192 4532 aciak surang nan balun tampak 5 2 4

193 4541 satiah nan bakalian dalam 2 2 1

No. Bilangan

Klausa Topik

Jarak Referensi

Kemungkinan Gangguan

Keberterusan Topik

194 4542 satiah nan bagantuang tinggi 1 2 0

195 4564 rupo elok nan ka habih 20 2 0

196 4565 kulik kuniang nan ka gawi 20 2 0

197 4590 anjuang nan tinggi 20 2 0

198 4599 rumah nan gadang 19 2 0

199 4600 anjuang nan tinggi 10 2 0

200 4600 anjuang tinggi nan ka tingga 10 2 0

201 4632 talang nan kuniang 20 2 0

202 4633 talang nan parindu 20 2 0

203 4633 jirak nan sarumpun 20 2 0


(5)

205 4635 rumah nan gadang 14 2 3

206 4639 laman nan panjang 20 2 0

207 4643 lasuang nan babanduang 20 2 0

208 4658 mamak Gondo koh nan berang 20 2 0

209 4659 mandeh Gondo koh nan bangih 20 2 0

210 4679 kampuang nan ramai nan ka tingga 20 2 0

211 4689 labuah nan panjang 2 2 0

212 4706 urang nan tingga 20 2 0

213 4743 cabiak nan saliang 20 2 0

214 4744 tumbuak nan saruweh 20 2 0

215 4769 nuri nan pandai bakato-kato 20 2 0

216 4770 musang nan pandai mangulindam 20 2 0

217 4771 baruak nan pandai bakucapi 20 2 0

218 4807 rumah nan gadang 20 2 0

219 4898 satiah nan bakalian dalam 1 2 2

220 4899 satiah nan bagantuang tinggi 1 2 1

221 4931 labuah nan panjang 20 2 0

222 4975 gunuang nan tinggi bukan kapalang 1 2 1

223 5003 Tuhan sajo ka nan tahu 20 2 0

224 5012 mandeh nan manjamua 20 2 0

225 5098 batu hampa nan putiah 20 2 0

226 5099 rumpun talang nan kuniang 20 2 0

227 5102 batu hampa nan putiah 4 2 0

228 5117 adiak nan tak kunjuang basuo 1 1 1

229 5129 satiah nan bakalian dalam 1 2 0

230 5143 surang tidak nan manyabuik 2 2 5

231 5149 pulau urang nan balarang 20 2 0

232 5172 Gondo nan tak tampak 3 2 1

No. Bilangan

Klausa Topik

Jarak Referensi

Kemungkinan Gangguan

Keberterusan Topik

233 5210 kayu nan gadang 8 2 0

234 5211 lakuak nan dalam 20 2 0

235 5213 tunggang nan tidak tunggang bana 20 2 0

236 5218 lakuak nan dalam 7 2 0

237 5318 kayu nan gadang 20 2 0

238 5331 sikok nan dicari 6 2 0

239 5345 kayu nan gadang 15 2 0

240 5354 sikok nan lah tampak 5 2 0

241 5379 puti nan duduak 2 2 0


(6)

243 5455 ngalau sajo nan manyahuik 20 2 0

244 5456 sipongang sajo nan manjawab 20 2 0

245 5495 baliau nan pai baburu alang 1 2 0

246 5501 gadih nan rancak bukan kapalang 1 2 0

247 5549 waang nan batanyo 3 2 0

248 5551 baliau nan sadang bagadang hati 4 2 2

249 5578 tunangan ambo nan tuan ambiak 3 2 1

250 5579 judu ambo nan tuan samun 1 2 0

251 5583 padusi baratuih nan elok-elok 20 2 0

252 5586 waang nan baru dating 7 2 6

253 5615 urang nan batandiang 2 2 2

254 5621 namo waang sajo nan pulang 1 2 2

255 5643 Tongga nan ka luko 4 2 2

256 5648 surang indak nan baralah 1 2 1

257 5656 sagalo sanjato nan sati-sati 1 2 0

258 5664 urang nan tidak dimakan basi 6 2 0

259 5773 barek pasan nan ambo baok 2 2 0

260 5836 laman rumah nan gadang 20 2 0

261 5843 anjuang nan tinggi 20 2 0

262 5851 Allah nan manggarakkan 20 2 0

263 5887 rundingan nan datang dari mamak 2 2 0

264 5897 batu hampa nan putiah 20 2 0

265 5947 halaman nan panjang 20 2 0

266 5996 urang nan tingga 4 2 0

267 6108 banyak sansaro nan dicubo 20 2 0

268 6114 ayah malah nan mangatokan 2 2 0

269 6169 awan nan putiah 20 2 0

270 6170 langik nan biru 2 2 0

271 6228 kabau nan ka rabah 20 2 0

No. Bilangan

Klausa Topik

Jarak Referensi

Kemungkinan Gangguan

Keberterusan Topik

272 6229 alek nan dating 13 2 1

273 6241 jalan nan tigo basimpang 20 2 0

274 6305 urang nan dating 20 2 0

275 6312 batu hampa nan putiah 20 2 0