Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)


 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arus globalisasi yang diikuti oleh perkembangan ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak
positif pesatnya perkembangan antara lain terciptanya berbagai macam produk
antara lain terciptanya berbagai macam produk yang berkualitas dan berteknologi,
terbukanya informasi yang diperoleh melalui satelit dan meningkatnya pendapatan
masyarakat. Dampak negatif antara lain semakin meningkatnya krisis nilai moral
di masyarakat yang berpotensi meningkatnya jumlah orang melawan hukum
pidana dalam berbagai bentuk.1
Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), mengatur setiap tingkah
laku warga negaranya tidak terlepas dari segala peraturan-peraturan yang
bersumber dari hukum. Negara hukum menghendaki agar hukum senantiasa harus
ditegakkan, dihormati dan ditaati oleh siapapun juga tanpa ada pengecualian.Hal
ini bertujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban, kesejahteraan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam upaya mewujudkan penegakan

supremasi hukum di Indonesia, diperlukan\ produk hukum dalam hal ini undangundang yang berfungsi sebagai pengatur segala tindakan masyarakat sekaligus
sebagai alat paksa kepada masyarakat. Hal ini juga tentu saja dimaksudkan untuk
                                                            
1

Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi dan
Restorative Justice), (Bandung: Aditama, 2012), halaman 1

 
Universitas Sumatera Utara


 

mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang telah dimaksud dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu

komitmen dan perlakuan yang memperhatikan perkembangan dan peranan anak
sebagai generasi penerus bangsa merupakan suatu hal yang harus dipegang oleh
pemerintah. Anak yang belum matang secara mental dan fisik, kebutuhannya
harus dicukupi, pendapatnya harus dihargai, diberikan pendidikan yang benar dan
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kejiwaannya, agar apat
tumbuh dan berkembang menjadi anak yang dapat diharapkan sebagai penerus
bangsa2
Sebagai generasi penerus bangsa anak merupakan tunas bangsa yang akan
melanjutkan eksistensi suatu bangsa. Namun, akhir-akhir ini sering terdapat suatu
tindak pidana mengenai pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan baik dari
orang dewasa maupun sesama anak di bawah umur. Hal ini merupakan ancaman
yang sangat besar dan bahaya bagi anak yang sepatutnya menjadi penerus bangsa.
Salah satu penyebab terjadinya tindak pidana anak di bawah umur yang dilakukan
oleh anak di bawah umur adalah dengan adanya kemajuan teknologi yang sangat
pesat yang dapat disalah gunakan oleh anak di bawah umur, misalnya akses

                                                            
2

Gadis Arivia. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak. (Jakarta: Ford

Foundation, 2005), halaman.4

 
Universitas Sumatera Utara

10 
 

internet yang dapat disalah gunakan anak untuk membuka situs-situs porno yang
dapat berpengaruh terhadap perilaku anak.3
Semakin meningkatnya kriminalitas di Indonesia berakibat timbulnya
berbagai macam modus dalam melakukan tindak pidana. Di samping itu pula,
dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum. Salah satu
bentuk tindak pidana yang dapat terjadi di masyarakat adalah tindak pidana
pencabulan anak. Pada khususnya yang terjadi di Tanjung Balai yang setiap
tahunnya mengalami peningkatan yang cukup pesat. Salah satunya adalah
perbuatan cabul (sodomi). Perbuatan cabul adalah suatu tindakan yang tidak
senonoh dalam bidang seksual: misalnya perbuatan meraba-raba kemaluan yang
dilakukan dimuka umum yang menimbulkan rangsangan birahi.4
Anak yang menjadi korban kekerasan dalam kehidupan sehari-hari, yang

menunjukkan bagaimana lemahnya posisi anak ketika mengalami kekerasan
terhadap dirinya. Anak sangat rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh
orang-orang disekitarnya, di ruang-ruang publik, bahkan dirumahnya sendiri.
Kekerasan terhadap anak dominan terjadi di dalam rumah tangga yang sebenarnya
diharapkan dapat memberikan rasa aman, dan yang sangat disesalkan adalah
kasus-kasus kekerasan terhadap anak selama ini dianggap sebagai masalah yang
wajar dan tidak dianggap sebagai tindak pidana kejahatan, dan yang sering terjadi
tindak kekerasan pada anak disertai dengan tindak pidana pencabulan pada anak.5
                                                            
3

Seto Mulyadi, Perlindungan Anak dari Kekerasan, www. Tulisan Perempuan.
worpress.com (diakses tanggal 28 Februari 2016)
4
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Cetakan I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
halaman. 32-33.
5
Primautama Dyah Savitri. Benang Merah Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Jakarta,
Yayasan Obor, 2006, halaman.11


 
Universitas Sumatera Utara

11 
 

Tindak pidana pencabulan adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan
seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan
tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat
negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri dan
kehilangan kesucian.6
Pencabulan merupakan suatu pelanggaran hak anak dan tidak ada suatu
alasan yang dapat membenarkan tindak pidana tersebut, baik dari segi moral,
susila dan agama, terutama tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh
terdakwa terhadap anak dibawah umur. Apalagi perbuatan terdakwa tersebut
dapat menimbulkan trauma fisik dan psikis terhadap korban terutama yang berusia
anak-anak sehingga bisa berpengaruh pada perkembangan diri korban ketika
dewasa nanti.
Tindak pidana pencabulan (sodomi) ironisnya tidak hanya berlangsung di
lingkungan luar atau tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang manusia

berlainan jenis dapat berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan
sekitar yang seharusnya menjadi tempat memperoleh perlindungan. Pada
hakikatnya korban tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai macam
tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan. Mengenai kejahatan asusila seperti percabulan
tentunya dapat menimbulkan trauma yang mendalam bagi korban yang dapat
mempengaruhi perkembangan psikologisnya. Tidak hanya itu, hal ini juga
menyangkut kepercayaan, kelangsungan sebuah keluarga dan masa depan korban.
                                                            
6

Gadis Arivia. Op.Cit. halaman.2.

 
Universitas Sumatera Utara

12 
 

Keluarga terutama orangtua merupakan orang atau lembaga terdekat

sebagai tempat berlindung dan pembentuk kepribadian anak. Secara sosiologis,
keluarga diartikan sebagai unit kehidupan terkecil dari suatu masyarakat hukum
yang terjadi karena suatu perkawinan. Di dalam keluarga, seseorang belajar
memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan
kecakapan tertentu di dalam pengalamannya dengan masyarakat lingkungannya.
Pengalaman-pengalaman yang didapatnya di dalam keluarga turut pula
menentukan cara-cara bertingkah laku. Apabila hubungan dalam keluarga
berlangsung secara tidak wajar ataupun kurang baik, maka kemungkinan pada
umumnya, hubungan dengan masyarakat di sekitarnya akan berlangsung secara
tidak wajar pula.7
Namun kejahatan kesusilaan khususnya pencabulan tidak selamanya
terjadi karena ada faktornya dari pelaku, namun juga biasa terjadi karena
disebabkan oleh korban. Pencabulan oleh homoseksual yang dalam hal ini
bentuknya adalah perbuatan sodomi diatur pada Pasal 292 KUHP, tetapi pasal
tersebut hanya mengatur mengenai perbuatan cabul homoseksual terhadap korban
yang belum cukup umur, bukan korban yang telah cukup umur. Jadi dalam hal ini
terjadi kekosongan norma hukum, karena dalam Pasal 292 KUHP tidak diatur
secara khusus mengenai perbuatan cabul sesama jenis kelamin yang korbannya
adalah anak dibawah umur.
Pada dasarnya, alasan anak menjadi sasaran korban kekerasan oleh

orangtuanya adalah karena anak merupakan makhluk yang lemah dan belum bisa
                                                            
7

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2013), halaman75-76

 
Universitas Sumatera Utara

13 
 

melindungi dirinya sendiri. Ia belum bisa menentang perlakuan kasar dari orang
tua. Selain itu juga adanya rasa hormat yang dijunjung oleh sianak terhadap
orangtuanya. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA)
dalam tiga tahun terakhir menunjukkan data mengenai kekerasan terhadap anak
yang terus meningkat, yaitu tahun 2012 terdapat 1.383 kasus, tahun 2013 tercatat
2.792 kasus dan per-April 2014 jumlah pengaduan telah mencapai jumlah 3.023
kasus. Dari jumlah tersebut, menurut jenisnya, kekerasan seksual merupakan salah

satu jenis kekerasan yang mendominasi terjadi pada anak. Sedangkan menurut
data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat adanya
peningkatan dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam kurun waktu
2012 sampai 2013 dengan presentasi peningkatan sebesar 30 persen, dengan ratarata setiap bulannya terdapat lebih dari 45 orang anak yang mengalami kekerasan
seksual. Jenis kekerasan yang paling banyak terjadi adalah sodomi, pemerkosaan,
pencabulan, serta incest. Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
melansir sejak Januari hingga Oktober 2014, tercatat 784 kasus kekerasan seksual
anak. Itu artinya rata-rata 129 anak menjadi korban kekerasan seksual setiap
bulannya, dan 20% anak menjadi korban pornografi.8
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melansir sejak Januari
hingga Oktober 2014, tercatat 784 kasus kekerasan seksual anak. Itu artinya ratarata 129 anak menjadi korban kekerasan seksual setiap bulannya, dan 20% anak
menjadi korban pornografi. Anak menjadi korban pornografi dan kekerasan
seksual online, umumnya melalui media sosial seperti facebook, twitter,
                                                            
8

http://www.kpai.go.id/berita/kpai-setiap-bulan-129-anak-jadi-korban-kekerasanseksual/diakses tanggal 1 Maret 2016.

 
Universitas Sumatera Utara


14 
 

instagram, chatting, path dan lain-lain. Caranya dengan ekspos foto anak tanpa
busana, wisata seks anak, bahkan anak dibujuk dan dipaksa untuk melakukan
kegiatan dengan perantara teknologi (sexting). Data kekerasan seksual anak ini
meningkat di banding tahun lalu yang mencapai 525 kasus. Wakil Ketua KPAI,
Maria Advianti mengatakan, hasil temuan KPAI juga menunjukan 90% anak
terpapar pornografi internet saat berusia 11 tahun, dan sebagian besar terjadi
ketika mereka sedang mengerjakan PR. Beberapa situs dapat menyebabkan anak
terpapar tanpa sengaja ketika sedang mengakses internet. Maria Advianti
menambahkan, kejahatan online mengincar anak sampai ke wilayah pribadi anak.
Melalui media sosial, misalnya, predator anak dapat meretas informasi pribadi
anak, mengolah informasi tersebut untuk tujuan negatif yang merugikan anak,
bahkan dapat membuat anak menjadi korban penculikan, trafiking, pemerasan.9
Arah kebijakan hukum bertujuan menjadikan hukum sebagai aturan yang
memberikan perlindungan bagi hak-hak negara dan menjamin kehidupan generasi
di masa depan. Oleh karena itu, sistem hukum tiap negara dalam praktiknya terus
mengalami modernisasi dan tidak ada satu negara pun yang dapat menolaknya.

Contohnya negara Indonesia yang menuntut dilakukannya perubahan di segala
bidang, diantaranya perubahan bidang hukum dengan memunculkan pemikiranpemikiran baru untuk mereformasikan hukum yang ada saat ini.
Menurut Lunden di negara berkembangan kejahatan timbul disebabkan oleh:
1. Besarnya jumlah dan sukarnya melakukan pencegahan terhadap
gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota;
                                                            
9

Ibid.

 
Universitas Sumatera Utara

15 
 

2. Terjadinya konflik antarnorma adat perdesaan (tradisional) dengan norma
baru yang tumbuh dalam proses dan perkembangan kehidupan sosial yang
cepat di kota besar;
3. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola
kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat terutama
remajanya mulai kehilangan pola kepribadian atau “samar pola”
menentukan perilakunya.10
Jumlah kriminalitas yang terjadi di Indonesia relatif tinggi sehingga
memerlukan tindakan penanggulangan yang serius dan efektif. Menurut data
statistik lima tahun (1999-2003) jumlah kriminalitas di Indonesia berjumlah
945.491 kasus, yang diselesaikan aparat kepolisian 513.567 kasus. Berarti
persentase

tingkat

beberhasilan

penyeselesaian

kasus

54,31%.

Hal

ini

mengisyaratkan agar polisi meningkatkan kinerjanya untuk menumbuhkan
kepercayaan masyarakat pada hukum.3
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik mengkaji lebih dalam
dan menyusun dalam bentuk skripsi dengan judul: “Penegakan Hukum Dalam
Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang
Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi di Pengadilan Negeri Tanjung
Balai)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
                                                            
10

Dikutip dari Dirdjosisworo Sosio Krimonologi, Amalan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Studi
Kejahatan. (Bandung: Sinar Baru, 1984), halaman. 70

 
Universitas Sumatera Utara

16 
 

1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang tindak pidana pencabulan anak
(sodomi) dibawah umur?
2. Bagaimana penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan anak (sodomi)
sehingga menyebabkan trauma pada anak.
3. Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana pencabulan
anak (sodomi)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai beriku
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang tindak pidana pencabulan
anak (sodomi) dibawah umur.
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan anak
(sodomi) sehingga menyebabkan trauma pada anak.
3. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana
pencabulan anak (sodomi).

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat secara teoretis dan manfaat
secara praktis sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Hasil

penelitian

dapat

memberikan

sumbangan

pemikiran

bagi

pengembangan ilmu hukum pada umumnya serta hukum pidana pada
khususnya.

 
Universitas Sumatera Utara

17 
 

2. Manfaat praktis
Memberikan sumbangan pemikiran yang moderat, sekaligus memberikan
informasi kepada masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap kejahatankejahatan yang sekarang marak.

D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Penegakan Hukum Dalam Tindak
Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang
Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi di Pengadilan Negeri Tanjung Balai),
belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya.
Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam
penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah
yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka
dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjaun Kepustakaan
1. Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Pencabulan anak (Sodomi).
Dalam Hukum pidana Indonesia tindak pidana sodomi terhadap jenis
pidananya yang harus dijatuhkan adalah pidana penjara, mengenai lamanya
atau ancaman pidananya yang dijatuhkan paling lama 9 (sembilan) tahun serta
menggunakan ancaman pidana tunggal yaitu pidana penjara saja dengan

 
Universitas Sumatera Utara

18 
 

menggunakan ancaman maksimum khusus untuk masing-masing Pasal 289,
290, 292, 293, 294, 295 dan 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan anak (Sodomi)
Penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan anak (Sodomi) yaitu:
a. Faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi
Pada umum rendahnya pendidikan dan ekonomi membuat para pelaku
tidak berpikir bahwa dengan melakukan perbuatan cabul (sodomi) dapat
merusak keluarga dari korban tersebut dan watak anak menjadi korban.
b. Faktor lingkungan atau tempat tinggal
Faktor lingkungan menjadi salah satu faktor perbuatan cabul (sodomi) hal
ini dapat terjadi dikarenakan situasi dan keadaan dari lingkungan tempat
tinggal yang mendukung dan memberi kesempatan untuk melakukan suatu
tindak pidana pencabulan (sodomi) terhadap anak dibawah umur.
c. Faktor kurangnya pemahaman terhadap agama.
Agama merupakan faktor perbuatan cabul (sodomi) terhadap anak karena
kurangnya pemahaman pelaku terhadap agama, mereka mengaku
beragama Islam tetapi jarang melakukan sholat lima waktu, puasa, mereka
beralasan jarak rumah dan rumah ibadah yang cukup jauh

 
Universitas Sumatera Utara

19 
 

3. Kebijakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Pencabulan anak (Sodomi)
Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pencabulan anak (Sodomi)
terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan 8
(delapan) bulan serta denda sebesar Rp. 1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah)
dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan
pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

F. Metode Penulisan
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis
adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis
adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal
yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Nornatif dinamakan juga
dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal.Pada

 
Universitas Sumatera Utara

20 
 

penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat
merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier.
Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada.11
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.
b. Penelitian terhadap sistematika hukum.
c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum.
d. Penelitian terhadap sejarah hukum.
e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.
Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap
peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan
permasalahan skripsi ini.
2. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan normatif.12
3. Lokasi Penelitian,Populasi dan Sampel.
Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Pengadilan
Negeri Tanjung Balai dan Komisi Perlindungan Anak Kota Tanjung Balai.
4. Alat Pengumpulan Data
Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode
pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan, yaitu menelaah bahan
hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan analisis
                                                            
11
Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi,
Tesis dan Disertasi. Medan : PT. Sofmedia, 2015. halaman 94
12
Ibid.halaman.96

 
Universitas Sumatera Utara

21 
 

hukum tentang tindak pidana pencabulan anak (sodomi)13 Pustaka yang dimaksud
terdiri dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya tulis, dan data yang
didapat dari halaman-halaman internet (webpage), wawancara dengan Ketua
Komisi Perlindungan Anak Tanjung Balai.
5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Prosedur pengumpul dan pengambilan data yang digunakan dalam
penulisan karya ilmiah ini menggunakan studi kepustakaan (library research),
yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur yang relevan
dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, yang bertujuan
untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan
yang berkenaan dengan analisis hukum tentang Penegakan Hukum Dalam Tindak
Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang
Menyebabkan Anak Menjadi Trauma.
6. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini dengan cara
kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau
tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian
dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam
skripsi ini.

                                                            
13

Ibid. halaman 109

 
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.791/Pid.B/2011/PN.SIM)

5 130 108

Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai

7 146 111

Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Orangtua(Studi Kasus 4 (empat) Putusan Pengadilan di Indonesia)

18 243 107

Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

0 28 102

Pelacuran Anak Di Bawah Umur Dalam Penegakan Hukum Oleh Kepolisian Republik Indonesia (Studi Kasus Di Polsek Medan Baru)

1 49 134

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)

1 7 90

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)

0 0 7

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)

0 0 1

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)

0 0 22

Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Sodomi) Terhadap Anak Di Bawah Umur Yang Menyebabkan Anak Menjadi Trauma (Studi Di Pengadilan Negeri Tanjung Balai)

0 0 4