Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI KELOMPOK TERHADAP SIKAP ANAK

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor

Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan oleh:

TINA MARGARETH HUTABARAT 100922006

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Lembar persetujuan skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tina Margareth Hutabarat

NIM : 100922006

Judul Skripsi : Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak

(Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Dayana, M.Si

NIP 196007281987032002 NIP 196208281987012001

Dra. Fatma Wardi Lubis, MA

Dekan FISIP USU

NIP 19680525199203100 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Tina Margareth Hutabarat

NIM : 100922006

Tanda tangan :


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

________________________________________________________________

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tina Margareth Hutabarat NIM : 100922006

Departemen : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non Ekslusive Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pengaruh Komunikasi Kelompok terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan).

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : September 2013 Yang menyatakan


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pengaruh Komunikasi Kelompok terhadap Sikap Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya pengaruh, seberapa besar pengaruh tersebut dan tidak adanya pengaruh antara komunikasi kelompok terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang mengikuti kelompok belajar Pengembangan Kesehatan Masyarakat (PKM) Anak dengan jumlah anak sebanyak 70 orang sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi atau total sampling.

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis yang menggunakan rumus Rank Spearmen melalui aplikasi seri 18.0.

Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa pada nilai korelasi komunikasi kelompok terhadap sikap anak adalah 0,497, artinya terdapat pengaruh antara komunikasi kelompok (X) terhadap sikap anak (Y). Selanjutnya untuk mengukur kekuatan derajat pengaruh tersebut digunakan nilai koefisien korelasi yaitu: 0,40-0,70. Berdasarkan skala Guilford berada pada skala yang menunjukkan hubungan yang cukup berarti.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara komunikasi kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.


(6)

ABSTRACT

This study concerns with the effect of group communication on children behaviour. The objective of this study is to find out what effect that influence group of communication on children behaviour in the subborn of Simpang Kongsi Medan.

This research was conducted by using correlation method that used for finding out the effect in the children behaviour in group communication, how well the influence of the research and how bad this research to the children behaviour in the area of Simpang Kongsi Medan.

The subject of this study was children who attend the group study of Pengembangan Kesehatan Masyarakat (PKM). The numbers of the student was seventy students, so that this research is a population research or total sampling.

The techniques of data analysis, were notes, interview sheet, and observation sheet. In analyzing the data, they were taught by using single analysis, cross analysis and hypothesis testing which use the pattern of Rank Spearmen through the application of 18.0.

Based on the result of this correllation test, for the achievement in this group communication on children behaviour was 0,497, means that there is an influence and effect between the group of communication (X) on children behaviour (Y).

Then to analyze the strength of the degree in group communication on children behaviour, the writer uses the score of correllation research was 0,40-0,70. Based on Guilford scale, this study shows that there is a significant correllation of this research.

The conclusion is that using the group of communication on children behaviour in this research showing that there is an influence between the group of communication on children behaviour in the subborn of Simpang Kongsi Medan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus karena berkat dan kasih karuniaNya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan”.

Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang terdalam kepada kedua orang tua yang tercinta, ayahanda Tona Hutabarat dan ibunda Linda Tobing dan juga saudara tercinta abang Atur, Tuty, Tota, Thomas, eda Ayu dan Ricky untuk setiap doa, dukungan dan semangat yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi dan juga selaku dosen pembimbing yang memberikan petunjuk, motivasi, nasihat dan semangat dalam mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen khususnya dosen-dosen Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membagikan ilmu yang begitu banyak kepada saya selama masa perkuliahan.

5. Seluruh staf administrasi Departemen Ilmu Komunikasi khususnya kak Maya dan kak Icut yang telah membantu kelancaran administrasi dan memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Kakak Lyna Sinaga dan Neli Siregar selaku kordinator dan asisten kordinator di Lembaga Obor Sahabat yang sudah membantu dalam memberikan informasi dan menyebarkan kuesioner kepada anak-anak yang ada di Simpang Kongsi Medan. Terutama buat kak Lyna yang tetap membantu, memberikan semangat dan juga yang sudah mau meminjamkan buku-buku kepada saya sebagai pendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk setiap dukungan dan doa dari kalian berdua.


(8)

7. Terima kasih untuk teman-teman yang ada di YNLM yang sudah mendukung, membantu dan tetap mendoakan saya dalam penyelesaian skripsi ini (Ervina, Maria, Erlina, Erik, Yakub, Jesmon, Ronald, Ole, Nils, Silje, Molly, Anna, pak Allan, Murni, Sapta, Saul, Wira, pak Roy dan bang Jul). Secara khusus penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Sairama yang sudah memberikan waktu dan pikiran dalam mengolah data penelitian saya dan memberikan masukan sehingga skripsi ini bisa selesai. Tuhan kiranya memberkatimu selalu.

8. Kepada seluruh teman-teman Ekstensi Ilmu Komunikasi 2010 khususnya Rotua, Rini, ibu Sufi, Melda, Dedi yang memberikan semangat dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati saya berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman saya. Akhir kata saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2013


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... . i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori ... 7

2.1.1 Komunikasi ... 7

2.1.2 Proses Komunikasi ... 8

2.1.3 Komunikasi Kelompok ... 10

2.1.4 Fungsi Komunikasi Kelompok ... 14

2.1.5 Klasifikasi dan Karakteristik Komunikasi Kelompok ... 15

2.1.6 Fasilitator ... 16

2.1.7 Karakteristik Seorang Fasilitator ... 17

2.1.8 Sikap ... 19

2.1.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap ... 22

2.1.10 Teori S-O-R ... 23

2.2 Kerangka Konsep ... 25

2.3 Variabel Penelitian ... 25

2.4 Definisi Operasional ... 26


(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 28

3.1.1 Sejarah Simpang Kongsi ... 28

3.1.2 Deskripsi Kegiatan Lembaga Obor Sahabat ... 30

3.2 Metode Penelitian ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 31

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... . 32

3.5 Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 34

4.2 Analisis Tabel Tunggal ... 35

4.2.1 Karakteristik Responden ... 35

4.2.2 Komunikasi Kelompok ... 36

4.2.3 Sikap Anak ... 42

4.3 Analisis Tabel Silang ... 63

4.4 Uji Hipotesa ... 67

4.5 Pembahasan ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran Responden Penelitian ... 72

5.3 Saran dalam Kaitan Akademis ... 73

5.4 Saran dalam Kaitan Praktis ... 73

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Variabel Operasional ... 25

4.2 Jenis Kelamin ... ... 35

4.3 Usia ... 35

4.4 Pendidikan ... 36

4.5 Komunikasi yang dilakukan Fasilitator ... 36

4.6 Isi materi pelajaran yang disampaikan ... .... 37

4.7 Seberapa sering bertanya kepada Fasilitator ... .... 37

4.8 Pengulangan terhadap materi pelajaran ... 38

4.9 Pemahaman terhadap pengulangan materi ... ... 38

4.10 Pengulangan materi pelajaran apakah diperlukan ... ... 39

4.11 Kesan terhadap Fasilitator dalam menyampaikan pelajaran ... ... 39

4.12 Bahasa yang disampaikan Fasilitator ketika mengajar ... ... 40

4.13 Penggunaan alat peraga dalam mengajar ... ... 40

4.14 Cara Fasilitator menyampaikan pelajaran ... ... 41

4.15 Waktu penyampaian materi pelajaran ... 41

4.16 Penyediaan waktu untuk tanya jawab ... 42

4.17 Pelajaran matematika apakah menambah pengetahuan... 42

4.18 Materi pelajaran matematika merupakan pengetahuan baru... 43

4.19 Materi pelajaran matematika dapat dipahami... 44

4.20 Perasaan setelah selesai belajar matematika... 44

4.21 Bagaimana perasaan terhadap pelajaran matematika yang diajarkan... 45

4.22 Saya semakin rajin mengerjakan PR matematika dari sekolah... 45

4.23 Nilai pelajaran matematika di sekolah... 46

4.24 Pelajaran kesehatan Fisik dan Moral menambah pengetahuan... 46

4.25 Pelajaran kesehatan Fisik dan Moral merupakan pengetahuan baru... 47

4.26 Pelajaran kesehatan Fisik dan Moral sesuai dengan kebutuhan... 48

4.27 Pemahaman terhadap pelajaran kesehatan Fisik dan Moral... 48

4.28 Perasaan setelah mendapatkan pelajaran kesehatan Fisik dan Moral... 49

4.29 Senang dengan pelajaran kesehatan Fisik dan Moral yang diajarkan... 49


(12)

Nomor Judul Halaman 4.31 Mau mengajarkan pelajaran kesehatan Fisik dan Moral kepada

orang lain ... 50

4.32 Pelajaran kesehatan Fisik membuat perubahan dalam diri... 51

4.33 Pelajaran Moral membuat perubahan dalam merawat adik... 52

4.34 Pelajaran Angklung menambah pengetahuan... 52

4.35 Pelajaran Angklung merupakan pengetahuan baru... 53

4.36 Pelajaran Angklung dapat dipahami... 53

4.37 Perasaan setelah mendapatkan pelajaran Angklung ... 54

4.38 Saya senang bermain Angklung... 54

4.39 Saya bisa bermain Angklung... 55

4.40 Saya jadi menyukai alat musik Angklung... 56

4.41 Bisa bermain Angklung didepan umum... 56

4.42 Bahasa Inggris menambah pengetahuan... 57

4.43 Bahasa Inggris merupakan pengetahuan baru... 57

4.44 Pelajaran Bahasa Inggris dapat dipahami... 58

4.45 Perasaan setelah mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris... 59

4.46 Saya senang dengan pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan... 59

4.47 Semakin rajin mengerjakan PR Bahasa Inggris... 60

4.48 Pelajaran Bahasa Inggris membuat nilai meningkat... 60

4.49 Saya dapat menyebutkan beberapa kata dalam Bahasa Inggris... 61

4.50 Saya dapat memperkenalkan diri dalam Bahasa Inggris... 62

4.51 Saya mampu praktek berbicara dalam Bahasa Inggris... 62

4.52 Hubungan antara komunikasi yang dilakukan Fasilitator dalam menyampaikan pelajaran dapat dimengerti terhadap bertambahnya pengetahuan matematika... 64

4.53 Hubungan antara isi materi pelajaran yang disampaikan Fasilitator terhadap sikap anak dalam pelajaran kesehatan Fisik dan Moral... 65

4.54 Hubungan antara seberapa sering bertanya kepada Fasilitator tentang materi pelajaran yang tidak dimengerti terhadap pelajaran Angklung merupakan pengetahuan baru... 66

5.55 Hubungan antara Fasilitator pernah mengulang pelajaran yang sudah diajarkan terhadap Bahasa Inggris merupakan pengetahuan baru... 67


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pengaruh Komunikasi Kelompok terhadap Sikap Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya pengaruh, seberapa besar pengaruh tersebut dan tidak adanya pengaruh antara komunikasi kelompok terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang mengikuti kelompok belajar Pengembangan Kesehatan Masyarakat (PKM) Anak dengan jumlah anak sebanyak 70 orang sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi atau total sampling.

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan dianalisa dengan menggunakan analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis yang menggunakan rumus Rank Spearmen melalui aplikasi seri 18.0.

Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa pada nilai korelasi komunikasi kelompok terhadap sikap anak adalah 0,497, artinya terdapat pengaruh antara komunikasi kelompok (X) terhadap sikap anak (Y). Selanjutnya untuk mengukur kekuatan derajat pengaruh tersebut digunakan nilai koefisien korelasi yaitu: 0,40-0,70. Berdasarkan skala Guilford berada pada skala yang menunjukkan hubungan yang cukup berarti.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara komunikasi kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.


(15)

ABSTRACT

This study concerns with the effect of group communication on children behaviour. The objective of this study is to find out what effect that influence group of communication on children behaviour in the subborn of Simpang Kongsi Medan.

This research was conducted by using correlation method that used for finding out the effect in the children behaviour in group communication, how well the influence of the research and how bad this research to the children behaviour in the area of Simpang Kongsi Medan.

The subject of this study was children who attend the group study of Pengembangan Kesehatan Masyarakat (PKM). The numbers of the student was seventy students, so that this research is a population research or total sampling.

The techniques of data analysis, were notes, interview sheet, and observation sheet. In analyzing the data, they were taught by using single analysis, cross analysis and hypothesis testing which use the pattern of Rank Spearmen through the application of 18.0.

Based on the result of this correllation test, for the achievement in this group communication on children behaviour was 0,497, means that there is an influence and effect between the group of communication (X) on children behaviour (Y).

Then to analyze the strength of the degree in group communication on children behaviour, the writer uses the score of correllation research was 0,40-0,70. Based on Guilford scale, this study shows that there is a significant correllation of this research.

The conclusion is that using the group of communication on children behaviour in this research showing that there is an influence between the group of communication on children behaviour in the subborn of Simpang Kongsi Medan.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial dengan struktur dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi, karena komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Selain itu hal yang ingin mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya adalah kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Manusia diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu manusia disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena sifatnya ini, maka secara alamiah akan membentuk kelompok-kelompok yang akan berpengaruh dalam kehidupannya. Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita sehari-hari. Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder merupakan wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya untuk berbagi informasi dalam hampir semua aspek kehidupan.

Kelompok bisa merupakan media untuk mengungkapkan persoalan-persoalan pribadi, dapat merupakan sarana meningkatkan pengetahuan para anggotanya dan merupakan alat memecahkan persoalan bersama yang dihadapi seluruh anggota. Sejak kelahirannya di muka bumi, manusia telah memiliki kelompok pertama yang disebut kelompok formal-primer yaitu keluarga, dimana kelompok ini merupakan salah satu dari jenis kelompok-kelompok yang paling berkesan di setiap individu. Namun seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya, individu pun mulai melepas hubungan-hubungan keluarga itu dan memasuki dunia luar untuk melakukan berbagai kegiatannya dan bertemu dengan manusia lain yang memiliki kesamaan, tujuan, kepentingan, pengalaman dan pengetahuan dengan anggota lainnya.


(17)

Perkembangan suatu masyarakat dapat ditentukan seluruhnya oleh struktur atau perubahan-perubahan struktur ekonomi masyarakat tersebut. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial menentukan struktur-struktur dari masyarakatnya. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial ini didasarkan pada komunikasi. Karenanya komunikasi merupakan dasar dari eksistensi suatu masyarakat. Hubungan antar manusia atau relasi-relasi sosial baik dalam individu atau perorangan maupun dengan kelompok-kelompok dan antar kelompok manusia itu sendiri, mewujudkan segi dinamikanya perubahan dan perkembangan masyarakat.

Segala perubahan itu juga dapat mencakup perubahan sosial, dimana perubahan sosial itu dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga sosial itu, selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya termasuk didalamnya nilai-nilai, pola-pola perikelakuan ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Masih banyak faktor-faktor penyebab perubahan sosial itu yang dapat disebutkan ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Perubahan-perubahan itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti luas, seperti mengenai nilai-nilai pola keprilakuan, sistem komunikasi itu sendiri. Masyarakat selalu berubah dan berkembang dan salah satu dari perubahan itu adalah perubahan dalam hal bersikap.

Simpang Kongsi adalah daerah Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) seluruh kota Medan. Pada tahun 1986 setelah tempat pembuangan sampah di Simpang Kuala ditutup, pemerintah menjadikan daerah tersebut menjadi tempat pembuangan sampah dari kota Medan. Setelah TPA dibangun, jumlah penduduk yang tinggal di Simpang Kongsi semakin banyak dan mereka bekerja sebagai pemulung karena tidak membutuhkan modal untuk bekerja. Masyarakat yang ada di Simpang Kongsi menggantungkan hidup mereka sebagai pemulung dengan cara menceker (mengais) segala jenis bahan-bahan yang ada di gunung sampah misal: plastik, sisa-sisa makanan, cacing tanah untuk dapat dijual kembali ke agen atau biasa disebut botot.

Karena banyaknya masyarakat yang menggantungkan hidup hanya dengan sampah-sampah yang berserakan di gunung sampah-sampah tersebut, maka persaingan untuk mendapatkan sampah juga meningkat. Lingkungan Simpang Kongsi adalah lingkungan yang dipenuhi dengan tumpukan sampah karena sebahagian masyarakat adalah pemulung dan mereka membawa hasil dari sampah yang telah dikumpulkan dari “gunung sampah” kembali ke rumah untuk disortir berdasarkan jenis sampah (plastik, kertas, aluminium, besi, botol, dan sebagainya).


(18)

Sehubungan dengan hal tersebut, masyarakat di Simpang Kongsi kurang memperhatikan kebersihan pekarangan rumah, hal ini dapat dilihat dari hasil survey bahwa 47.5% masyarakat membersihkan pekarangan rumah 5-8 kali dalam seminggu. Ini membuktikan bahwa masih ada masyarakat di Simpang Kongsi kurang memahami tentang pentingnya kebersihan dan kesehatan. Mereka tidak mengerti bahwa sampah yang berserakan di pekarangan rumah akan mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit. Lingkungan yang kotor juga membuat masyarakat di Simpang Kongsi tidak memperhatikan pola makanan sehat.

Hubungan antar anggota keluarga di masyarakat Simpang Kongsi memiliki komunikasi yang kurang baik, hal ini disebabkan oleh kondisi kehidupan mereka yang memaksa untuk bekerja keras agar bisa menutupi kehidupan sehari-hari. Para orang tua/bapak biasanya pergi ke lokasi pembuangan sampah pada pukul 06.00 pagi dan kembali ke rumah pada pukul 07.00 malam. Sementara para ibu mempersiapkan dan memperhatikan keadaan anak-anak dan keluarga. Kondisi ini membuat komunikasi diantara mereka kurang berjalan dengan baik. Orang tua tidak melihat apa yang dikerjakan oleh anaknya sepanjang hari dan anak juga kurang memiliki rasa sayang kepada orang tua karena tidak adanya komunikasi yang baik. Kaum bapak meletakkan semua tanggung jawab dalam mengurus keluarga dan anak-anak kepada ibu/istri.

Pada umumnya anak dalam usia sekolah di Simpang Kongsi memiliki semangat yang rendah untuk bersekolah dan belajar, hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan orang tua dan banyak orang tua yang mengharapkan anaknya untuk membantu mereka mencari nafkah dengan bekerja di tempat pembuangan sampah. Mereka bekerja setelah pulang sekolah dari pukul 14.00 Wib sampai dengan pukul 19.00 Wib. Dengan adanya persaingan tersebut, anak-anak dituntut untuk mampu bersaing dengan orang-orang yang ada di gunung sampah tanpa memikirkan pengaruh negatif yang akan mereka dapatkan ketika berada di sana.

Dari hasil survey diperoleh bahwa 37,1% anak yang tidak pergi ke sekolah disebabkan karena malas. Tingginya tingkat ketidakhadiran anak disekolah dikarenakan malas disebabkan oleh kurangnya dorongan orang tua untuk memotivasi anak agar mau bersekolah dengan baik dan hal ini juga merupakan dampak dari ketidaktertarikan anak dalam belajar di sekolah. Ada beberapa alasan juga mengapa anak malas ke sekolah yaitu: karena anak tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), tidak mengerti tentang pelajaran di sekolah, tidak bisa membaca atau karena ada persoalan dengan guru atau teman di sekolah.


(19)

dengan anak-anak. Dari survey di Simpang Kongsi ditemukan bahwa ada 25,7% orang tua yang berkomunikasi satu kali dalam sehari dengan anak, 31,4% orang tua berkomunikasi beberapa kali dalam sehari dan ada 37,1% orang tua yang jarang berkomunikasi dengan anak atau bahkan ada orang tua yang tidak pernah berkomunikasi dengan anak. Hal ini disebabkan karena tidak ada waktu yang disediakan oleh keluarga untuk bisa berkumpul bersama setiap hari dan juga karena orang tua merasa tidak terlalu penting membangun komunikasi dengan anak, yang paling penting orang tua bisa memenuhi semua kebutuhan anak atau dengan kata lain orang tua beranggapan bahwa uang adalah hal yang paling dibutuhkan oleh anak-anak. Tingkat pendapatan masyarakat Simpang Kongsi cukup rendah karena 60.7% pendapatan masyarakat antara Rp. 30.000-Rp. 59.000, sebanyak 21.3% masyarakat memiliki pendapatan dibawah Rp. 29.000 dan hanya 18% masyarakat yang memilik pendapatan lebih besar atau sama dengan Rp. 60.000. Hal ini membuktikan bahwa rata-rata masyarakat memiliki tingkat pendapatan harian yang cukup rendah. Pada tahun 2008, Lembaga Obor Sahabat yang merupakan lembaga yang bergerak dalam bidang pengembangan masyarakat

(Community Development) memberikan pengajaran kepada anak-anak yang ada di Simpang Kongsi dengan memfasilitasi mereka pelajaran-pelajaran moral, kesehatan, matematika, bahasa Inggris dan bermain angklung.

Lembaga Obor Sahabat mengadakan aktivitas kelompok belajar dengan nama Kelompok Belajar Pengembangan Kesehatan Masyarakat (PKM) Anak Simpang Kongsi, yang merupakan salah satu bagian dari Pengembangan Kesehatan Masyarakat. Untuk menawarkan dan menyediakan materi pegajaran dalam mengantarkan peserta didik agar dapat menemukan substansi materinya, kemampuan fasilitator melakukan komunikasi dan mempresentasikan pemikirannya dalam sebuah proses pengajaran sangat penting. Ada empat orang fasilitator dari Lembaga Obor Sahabat yang memberikan pengajaran terhadap anak-anak di sana.

Para fasilitator mengajar anak-anak setiap hari senin, selasa, rabu dan kamis. Ada 70 orang anak yang ikut dalam kelompok belajar yang dilakukan oleh Lembaga Obor Sahabat. Pada hari senin anak-anak diajarkan tentang mata pelajaran matematika. Pada hari selasa anak-anak diajarkan tentang pelajaran kesehatan fisik dan moral. Topik yang diajarkan dalam kesehatan fisik antara lain: mengajarkan kebersihan diri, makanan sehat, kesehatan mata, kesehatan gigi, kesehatan telinga, cacingan, kesehatan kulit dan kepala, bahaya narkoba. Sedangkan topik yang diajarkan mengenai moral antara lain: mengajarkan tentang tanggung jawab, mengajarkan tentang kejujuran, mengajarkan tentang peduli tetangga,


(20)

keluarga, mengajarkan tentang mengampuni, menolong sesama, mentaati peraturan dan mengajarkan tentang marah.

Pada hari rabu anak-anak belajar alat musik angklung dan pada hari kamis anak-anak belajar Bahasa Inggris. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan dan perkembangan. Aspek tumbuh kembang pada anak adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan secara serius, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Proses pembentukan seorang anak dapat dilihat dari perubahan sikap yang mereka alami. Menurut Soetarno (1994) sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu.

Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Anak-anak yang ada di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi adalah anak-anak yang hidup dalam lingkungan yang dipenuhi dengan sampah dan lingkungan yang tidak sehat. Mereka juga hidup di lingkungan yang harus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehingga harus bekerja setiap harinya tanpa harus memikirkan tentang pendidikan mereka.

Oleh karena itu, dengan adanya kelompok belajar PKM Anak yang dilakukan oleh fasilitator Lembaga Obor Sahabat diharapkan anak-anak yang berada di Simpang Kongsi mengerti tentang kebersihan dan kesehatan untuk diri sendiri dan lingkungan. Selain itu sikap anak-anak yang ada di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi diharapkan dapat berubah melalui materi pelajaran yang diberikan oleh Fasilitator melalui pelajaran matematika, angklung dan Bahasa Inggris.

Untuk dapat memahami bagaimana pengaruh komunikasi kelompok terhadap sikap anak, secara sistematis terlebih dahulu perlu memahami permasalahan yang ada di Simpang Kongsi. Selanjutnya memahami sikap anak yang ada di daerah tersebut. Jadi pengaruh komunikasi kelompok terhadap sikap anak patut untuk diteliti untuk melihat bagaimana komunikasi kelompok ini berhasil memberikan perubahan terhadap sikap anak.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obo Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan.


(21)

1.2 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun

pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh komunikasi kelompok terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

2. Responden penelitian ini adalah anak yang berusia 5-13 tahun. 3. Komunikasi kelompok ini terbatas antara fasilitator dan anak.

4. Penelitian ini hanya meneliti sikap anak terhadap pelajaran matematika, kesehatan fisik dan moral, angklung, dan Bahasa Inggris.

5. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai dengan lama penelitian yang disesuaikan dengan kebutuhan.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimana pengaruh komunikasi kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan”.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui deskripsi pelaksanaan komunikasi kelompok di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

2. Untuk mengetahui sikap anak di Simpang Kongsi Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh komunikasi kelompok terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

1.4 Manfaat Penelitian


(22)

1. Secara akademis: penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian yang menyangkut tentang komunikasi kelompok dan sikap anak.

2. Secara teoritis: untuk menerapkan ilmu yang diterima peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi Ekstensi FISIP USU, serta menambah cakrawala dan wawasan peneliti mengenai pengaruh komunikasi kelompok terhadap sikap anak.

3. Secara praktis: penelitian ini dapat memberikan masukan kepada siapa saja termasuk menjadi masukan dan kontribusi yang positif pada pihak Lembaga Obor Sahabat.


(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian disorot. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya (Arikunto, 2005:72).

Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:

2.1.1 Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar dari kata-kata Latin yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan dianut secara sama (Mulyana, 2007:46).

Komunikasi secara mudah diartikan sebagai proses transfer pesan dalam penyaluran informasi atau pesan melalui sarana atau saluran komunikasi kepada komunikan yang tertuju. Dalam literaur-literatur klasik ilmu komunikasi disebutkan yang menjadi “biang permasalahan” komunikasi adalah tidak sampainya pesan (message) atau informasi kepada komunikan. Namun, dalam perjalanan dan perkembangannya pembahasan itu sudah mengalami pergeseran dan perkembangan (Prisgunanto, 2006:1).

Sementara Harold Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect”. Paradigma Laswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: komunikator

(communicator, source, sender), pesan (message), media (channel), komunikan

(communicant, communicate, receiver, recepient) dan efek (effect, impact, influence). Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi ialah proses penyampaian pesan oleh


(24)

komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2003:253).

2.1.2 Proses Komunikasi

Dalam berkomunikasi ada proses yang terjadi untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Ada dua tahap proses komunikasi yaitu secara primer dan sekunder.

a. Proses komunikasi secara primer.

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau

perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalalah jelas karena hanya bahasa yang mampu menerjemahkan pikiran seorang kepada orang lain, baik berbentuk ide, informasi atau opini, baik mengenai hal yang kongkret maupun yang abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang melainkan juga pada waktu lalu dan masa yang akan datang. Proses komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan perkataan lain, komunikasi adalah proses membuat sebuah pesan setara (tuned) bagi komunikator dan komunikan.

Pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Hal ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Setelah itu komunikan mengawasandi (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator dalam konteks pengertiannya. Yang penting dalam proses penyandian (coding) ialah bahwa komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat mengawasandi hanya ke dalam kata bermakna yang pernah diketahui dalam pengalaman sehari-hari.

Wilbur Schramm, dalam karyanya “Communication Research in the United Strates”, menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.


(25)

dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya bila pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain (Effendy, 2003:33).

b. Proses komunikasi secara sekunder.

Proses komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, radio, televisi, film dan banyak lagi media adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Media merupakan alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan komunikasi dengan bahasa. Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaannya, komunikasi bermedia

(mediated communication) mengalami kemajuan dengan memadukan komunikasi

berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang gambar dan warna.

Maka film, televisi dan video pun sebagai media yang mengandung bahasa, gambar dan warna. Pentingnya peranan media, yakni media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efisiensinya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau televisi misalnya merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi komunikasi bermedia efektif dalam menyampaikan pesan yang bersifat informatif. Sementara untuk menyampaikan pesan persuasif komunikasi dengan tatap muka akan lebih efektif dan efisien karena acuan kerangka (frame of reference) komunikan dapat diketahui komunikator, sehingga umpan balik berlangsung seketika dan komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saaat itu juga.

Dengan menggunakan komunikasi bermedia, komunikator tidak dapat mengetahui kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya, umpan balik tidak berlangsung pada saat itu dan dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback). Hal ini karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu. Namun bagamainapun juga dalam proses komunikasi bermedia misalnya surat, poster, spanduk, radio, televisi atau film umpan balik akan terjadi (Effendy, 2003:37).


(26)

2.1.3 Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih (Bungin, 2008:266). Kelompok memiliki hubungan yang intensif diantara mereka satu sama lainnya terutama kelompok primer intensitas hubungan diantara mereka merupakan persyaratan utama yang dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut. Kelompok memiliki tujuan dan aturan-aturan yang dibuat sendiri dan merupakan kontribusi arus informasi diantara mereka sehingga mampu menciptakan atribut kelompok sebagai bentuk karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok itu.

Kelompok yang baik adalah kelompok yang dapat mengatur sirkulasi tatap muka yang intensif diantara anggota kelompok, serta tatap muka itu pula akan mengatur sirkulasi komunikasi makna diantara mereka, sehingga mampu melahirkan sentimen-sentimen kelompok serta kerinduan diantara mereka. Terminologi tatap muka (face to face)

mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun non verbal dari setiap anggotanya. Kelompok juga memiliki tujuan-tujuan yang diperjuangkan bersama sehingga kehadiran setiap orag dalam kelompok diikuti dengan tujuan-tujuan pribadinya. Dengan demikian kelompok memiliki dua tujuan utama, yaitu tujuan masing-masing pribadi dalam kelompok dan tujuan kelompok itu sendiri. Setiap tujuan individu harus sejalan dengan tujuan kelompok, sedangkan tujuan kelompok harus memberi kepastian kepada tercapainya tujuan-tujuan individu. Menurut Anwar Arifin komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok ”kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui seerti berbagai informasi, menjaga diri, pemecahan masalah yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggotanya yang lain secara tepat.

Kelompok juga memberikan identitas terhadap individu, melalui identitas ini setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan satu sama lain. Melalui identitas ini individu melakukan pertukaran fungsi dengan individu lain dalam kelompok. Pergaulan ini akhirnya menciptakan aturan-aturan yang harus ditaati oleh setiap individu dalam kelompok sebagai sebuah kepastian hak dan kewajiban mereka dalam kelompok. Secara teoritis dalam ilmu komunikasi untuk membedakan komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar tidak didasarkan pada jumlah komunikan dalam hitungan secara matematik, melainkan


(27)

pada kualitas proses komunikasi. Karakteristik yang membedakan komunikasi kelompok kecil dan kelompok besar dapat dikaji dalam paparan berikut:

a. Komunikasi kelompok kecil.

Komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang: - Ditujukan kepada kognisi komunikan.

- Prosesnya berlangsung secara dialogis.

Dalam komunikasi kelompok kecil, komunikator menunjukkan pesannya kepada benak atau pikiran komunikan, misalnya: kuliah, ceramah, diskusi, seminar, rapat dan lain-lain. Dalam situasi komunikasi seperti itu logika berperan penting. Komunikan akan dapat menilai logis tidaknya uraian komunikator. Proses komunikasi dalam kelompok kecil berlangsung secara dialogis tidak linear melainkan sirkular. Umpan balik terjadi secara verbal. Komunikan dapat menanggapi uraian komunikator artinya bisa bertanya jika tidak mengerti, dapat menyanggah bila tidak setuju dan lain sebagainya.

Robert F. Bales dalam bukunya Interaction Process Analysis mendefinisikan kelompok kecil sebagai: Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dengan suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face to face), dimana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan (Effendi, 2003:72)

Komunikasi kelompok kecil ditujukan kepada kognisi komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linear (Effendy, 2003:76-77). Umpan balik dalam sebuah kelompok kecil kerap kali berlangsung secara cepat dan langsung. Dalam kelompok kecil, orang memiliki keterlibatan dan komitmen yang kuat. Kelompok kecil memungkinkan keterlibatan anggotanya secara verbal dan partisipasi yang sifatnya langsung. Dalam penelitian ini, komunikasi kelompok yang dimaksud adalah komunikasi kelompok kecil, karena memiliki karakteristik yang telah disebutkan diatas.

b. Komunikasi kelompok besar.

Sebagai kebalikan dari komunikasi kelompok kecil, komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang:

- Ditujukan kepada efeksi komunikan. - Prosesnya berlangsung secara linear.

Pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam situasi komunikasi kelompok besar ditujukan kepada afeksi komunikan, kepada hatinya atau kepada perasaannya. Jika komunikan pada kelompok kecil umumnya bersifat homogen (antara lain sekelompok


(28)

orang yang sama jenis kelaminnya, sama pendidikannya, sama situasi sosialnya), maka komunikan pada komunikasi kelompok besar umumnya bersifat heterogen, mereka terdiri dari individu-individu yang beraneka ragam dalam jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, agama dan lain sebagainya.

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam bukunya Human Communication, A Revision of Approaching Speech/Communication, memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud dan tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristikpribadi anggota lainnya dengan akurat (the face to face interaction of three or more individuals, for a recognized purpose such as information sharing, self maintenance or problems solving, such that the member are able to recall personal characteristics of the members accuratelly).

Ada empat elemen yang tercakup dalam defenisi diatas, yaitu:

1. Interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya.

2. Terminologi tatap muka (face to face), mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya.

3. Maksud dan tujuan yang dikehendaki, mengandung bahwa maksud dan tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahuan (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self maintenance) biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri.

4. Kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karakteristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefenisikan dengan jelas.

Batasan lain mengenai komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication. Mereka mengatakan bahwa kelompok merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi biasanya tatap muka dalam waktu yang lama guna mencapai tujuan tertentu.


(29)

Dengan begitu komunikasi kelompok kecil dapat dikatakan efektif, dalam artian kata komunikator dapat melihat adanya:

1. Pertanyaan apakah mengerti atau tidak (adanya pengertian). 2. Dapat mengulangi pesan.

3. Dapat meyakinkan.

4. Adanya kesan yang didapat peserta.

5. Adanya waktu yang lama untuk mencapai tujuan.

Menurut Stewart L. Tubs Dan Sylvia Moss, pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Mengulangi pesan maksudnya komunikator harus dapat mengulangi pesannya kepada komunikan, dan pesan komunikator tersebut harus mengarahkan pesannya kepada rasio komunikan, bukan kepada emosinya. Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi pendengar-pendengarnya, seseorang harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan (Effendy, 2005).

Sedangkan kesan, komunikasi haruslah dapat menumbuhkan kesan yang baik dengan memperoleh simpati dan empati dari komunikan. Waktu, pencapaian saling pengertian kognitif membutuhkan waktu. Semakin sering terjadi pengulangan pesan maka akan semakin tinggi tercapai saling pengertian dan berarti semakin lama waktu yang dibutuhkan (Fajar, 2009). Ronald Adler dan George Rodman membagi kelompok dalam tiga tipe, yaitu kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth group) dan kelompok pemecah masalah (problem solving group). Kelompok fasilitator Lembaga Obor Sahabat termasuk kelompok belajar.

Adler dan Rodman mengemukakan empat elemen komunikasi kelompok, yaitu: 1. Interaksi, interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting.

Karena melalui interaksi inilah kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan Coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain

2. Waktu, sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara. 3. Partisipasi, keikutsertaan atau keterlibatan anggota dalam interaksi.


(30)

4. Tujuan, mengandung pengertian keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok dapat mencapai tujuan yang diinginkan

2.1.4 Fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi-fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan serta fungsi terapi (Sendjaja, 2002:3). Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

a. Fungsi hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan menetapkan hubungan sosial diantara para anggotanya, seperti bagaimana suatu kelopok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur.

b. Fungsi pendidikan, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan masing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini akan tercapai. c. Fungsi persuasi, seorang anggota kelompok berupaya memersuasi anggota lainnya

supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sesorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa risiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, justru orang yang berusaha memersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik, dengan demikian malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.

d. Fungsi problem solving, kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan.

e. Fungsi terapi. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Tentunya individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapat manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri bukan membantu kelompok mencapai


(31)

konsensus. Contoh dari kelompok terapi ini adalah kelompok konsultasi perkawinan, kelompok penderita narkoba dan sebagainya.

2.1.5Klasifikasi dan Karakterisitik Komunikasi Kelompok

Berikut beberapa klasifikasi komunikasi kelompok menurut para ahli: 1. Kelompok primer dan sekunder.

Charles Horton dan Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotaya berhubungan akrab, personal dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerjasama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati. 2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan

(membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratifdan fisik menjadi anggota tersebut.Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, rujukan mempunyai tiga fungsi, yaitu: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif.

3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif.

Jhon F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua, yaitu: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif melihat proses pembentukan kelompok secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a. Kelompok tugas.

Bertujuan memcahkan masalah, misalnya: transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik.

b. Kelompok pertemuan.

Adalah orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. c. Kelompok penyadar.

Mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok preskriptif, mengacu pada lagkah-langkah yang harus ditempuh setiap anggota dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan


(32)

enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium dan prosedur parlementer.

Karakteristik komunikasi kelompok ditentukan melalui dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan lainnya. Norma oleh para sosiolog disebut juga dengan “hukum” (law) ataupun “aturan” (rule), yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu: norma sosial, prosedural dan tugas.

Norma sosial mengatur hubungan diantara para anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus membuat keputusan apakah melalui suara mayotitas ataukah dilakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Dan norma tugas memusatkan perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan. Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.

Peran dibagi menjadi tiga, yaitu: peran aktif, peran partisipatif dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena kedudukannya didalam kelompok sebagai aktivis kelompok seperti pengurus, pejabat dan sebagainya. Peran partisipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya kepada kelompoknya, partisipasi anggota macam ini akan memberikan sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, dimana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok dapat berjalan dengan baik.

2.1.6 Fasilitator

Fasilitator adalah mereka yang ditugasi untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Tugas fasilitator dalam sebuah proses pembelajaran orang dewasa hakekatnya mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui/oleh penemuannya sendiri. Sudah barang tentu untuk dapat menemukaan substansi materinya, perlu dibimbing atau dirangsang oleh orang lain utamanya fasilitator maupun anggota lain dalam kelompok tersebut. Kolb menegaskan bahwa belajar hakekatnya merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman.


(33)

Suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk pengetahuan, sikap, ketrampilan atau kebiasaan baru yang secara kualitatip lebih baik dari sebelumnya melalui sebuah proses yang disebut dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri secara keseluruhan proses, baik secara mental maupun secara fisik. Untuk menawarkan dan menyediakan materi ajar dalam mengantarkan peserta didik agar dapat menemukan substansi materinya, kemampuan fasilitator melakukan komunikasi dan mempresentasikan pemikirannya dalam sebuah proses pembelajaran sangat penting. Tanpa kemampuan komunikasi yang baik, serta kemampuan melakukan peresentasi yang baik, proses transfer ide tidak akan terjadi sehingga niscaya proses itu akan berhasil.

2.1.7 Karakteristik Seorang Fasilitator

Dalam memberikan pembelajaran kepada anak didiknya, seorang fasilitator harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Menguasai materi pembelajaran.

Agar peserta didik dapat menemukan sendiri isi materinya, terlebih dahulu seorang fasilitator berkewajiban untuk menyampaikan/memberikan materi pelajaran, baik dalam pengertian yang lengkap maupun secara garis besar dari content materi yang ada. Untuk dapat melakukan pengajaran dengan baik sehingga muatan substansinya dapat terarah sesuai dengan tujuannya, maka seorang fasilitator harus mampu membuat skenario pembelajaran agar dapat melakukan penyajian secara sistematis dengan cara menyusun :

a. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang merupakan uraian-uraian pokok setiap materi ajar dan mengandung komponen-komponen deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok bahasan, indikator hasil belajar, metode, media, waktu yang dibutuhkan, serta sumber kepustakaan.

b.Satuan Angka Pelatihan (SAP), merupakan jabaran lebih rinci dari GBPP diatas yang memuat mata pelatihan, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok dan sub pokok bahasan, alokasi waktu, serta strategi penyajian yakni kegiatan yang berisi langkah-langkah penyajian tiap materi, alokasi waktu yang dibutuhkan tiap langkah, serta media yang dipakai.Dengan menyusun GBPP dan SAP diharapkan fasilitator dapat mengantarkan materi ajar dengan baik dan tidak kehilangan materi ajar karena waktu.


(34)

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sebagai suatu proses penyampaian informasi, para individu yang terlibat dalam kegiatan komunikasi khususnya, komunikator perlu merancang dan menyajikan informasi yang benar dan tepat sesuai setting komunikasi, dan informasi tersebut disajikan dengan mengunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan tingkat nalar penerimaan lawan komunikasi. Berkaitan dengan kemampuan melakukan komunikasi, secara umum keberhasilan komunikasi dipandang dari ketercapaian tujuan komunikasi yang dapat dinilai dari :

a. Kepercayaan penerima pesan terhadap komunikator serta ketrampilan komunikator berkomunikasi sesuai tingkat nalar komunikan.

b. Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.

c. Pengalaman yang sama tentang isi pesan antara komunikator dengan komunikan. d. Kemampuan komunikan menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian

komunikan akan kebutuhannya atas pesan yang diterima.

e. Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang). f. Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metoda dan media yang sesuai

dengan jenis indera penerima pesan.

Penguasaan komunikasi yang baik antara fasiliator dengan peserta didik yang dilatar belakangi gaya belajar masing-masing akan mengantarkan pada tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.Untuk lebih meningkatkan jalinan komunikasi, akan lebih baik lagi apabila fasilitator mengetahui kecenderungan gaya belajar para didik, sehingga dapat mengaturpara didik dengan lebih baik.Berdasarkan buku Kajian Paradigma, ada 4 (empat) gaya belajar (Kajian Paradigma 2006:16) yakni :

1. Diverger, dengan gaya belajar ini sangat tepat dalam melihat situasi konkrit dari berbagai sudut pandang. Pendekatan yang dilakukan lebih pada mengamati daripada mengambil langkah tindakan.

2. Assimilator, dengan gaya belajar ini lebih tepat dalam memahami sejumlah besar informasi dan mengartikannya ke dalam bentuk yang konkrit dan logika.

3. Converger, dimana gaya belajar ini lebih tepat menemukan penggunaan-penggunaan praktis atas ide-ide dan teori-teori.

4. Accomodator, yaitu tipe yang mempunyai kemampuan untuk belajar dari pengalaman lainnya.


(35)

2.1.8 Sikap

Sikap merupakan kesiapan atau keadaan siap untuk timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Jahja, 2011:67). Sikap juga merupakan organisasi keyakinan-keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif, yang memberi dasar kepada orang untuk membuat respon dalam cara tertentu. Sikap merupakan penentu dalam tingkah laku manusia, sebagai reaksi sikap selalu berhubungan dengan dua hal yaitu “like” atau “dislike” (senang atau tidak senang, suka atau tidak suka). Mengacu pada adanya faktor perbedaan individu (pengalaman, latar belakang, pendidikan dan kecerdasan) maka reaksi yang dimunculkan terhadap suatu objek tertentu akan berbeda pada setiap orang.

Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif

(unfavorably) terhadap obyek-obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (dalam Sears, 1999) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) memberika tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu, sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.

Berbagai pengertian sikap dapat dimasukkan kedalam tiga kerangka pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone (1928) salah seorang tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap. Rensis Likert (1932) juga seorang pionir di bidang pengukuran sikap dan Charles Osgood, mengatakan bahwa sikap adalah bentuk evaluasi dan reaksi perasaan. Sikpa seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau


(36)

memihak pada objek tersebut (Barkowitz, 1972). Secara lebih sepsifik, Thurstone sendiri menformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis (edwars 1957).

Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti Chave (1928), Bogardus (1931), LaPieree (1934), Mead (1934), dan Gordon Allport (1935; tokoh terkenal di bidang Psikologi Sosial dan Kepribadian) yang konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks. Menurut kelompok pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecendrungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.

Kelompok pemikiran ketiga adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik

(triadic scheme). Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap suatu objek. Secord dan Backman (1964), misalnya mendefenisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Katz dan Stotland (1959) dan Smith (1947) menganggap bahwa konsep respon-respon sikap yang bersikap kognitif, afektif dan konatif sebagaimana dalam skema triadik bukan sekedar cara klasifikasi definisi sikap melainkan suatu telaah yang lebih dalam. Sikap merupakan suatu konstrak multidimensional yang terdiri atas kognisi, afeksi dan konasi.

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu: komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan reprentasi apa yang dipercayai indivvidu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkup aspek emosional dan komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Kothandapani (dalam Middlebrook, 1974) merumuskan ketiga komponen tersebut sebagai komponen kognitif (kepercayaan atau beliefs), komponen emosional (perasaan), dan komponen perilaku (tindakan).

1. Komponen Kognitif, berhubungan dengan beliefs, ide dan konsep.

Istilah cognitive berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan , penataan dan penggunaan pengetahuan . Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang


(37)

pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.

Sebagian besar psikolog terutama kognitifis (ahli psikologi kognitif) berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Pendayagunaan kapasitas ranah kognitif sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas motor dan sensorinya.

2. Komponen afektif, berhubungan dengan dimensi emosional seseorang.

Emosi merupakan suatu keadaan pada diri organisme atau individu pada suatu waktu tertentu yang diwarnai dengan adanya gradasi efektif mulai dari tingkatan yang lemah sampai pada tingkatan yang kuat (mendalam), seperti tidak terlalu kecewa dan sangat kecewa. Berbagai emosi dapat muncul dalam diri seperti sedih, gembira, kecewa, benci, cinta, marah. Sebutan yang diberikan pada emosi tersebut akan mempengaruhi bagaimana anak berpikir dan bertindak mengenai perasaan tersebut.

Sejak kecil ia telah mulai membedakan antara perasaan yang satu dengan yang lain, karena perbedaan tanggapan yang diberikan orang tua terhadap berbagai perasaan dan tingkah lakunya. Dapatlah dikatakan bahwa berkembangnya emosi anak tidak terlepas dari hubungan sosial dengan sesamanya. Kemampuan untuk membedakan emosi seseorang tidak hanya berkembang sejalan dengan bertambahnya usia, tetapi juga bagaimana emosi orang-orang disekitarnya. Emosi pada umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.

Seseorang yang mengalami emosi pada umumnya tidak lagi memerhatikan keadaan sekitarnya. Suatu aktivitas tidak dilakukan oleh seseorang dalam keadaan normal, tetapi adanya kemungkinan dikerjakan oleh yang bersangkutan apabila sedang mengalami emosi. Oleh karena itu sering dikemukakan bahwa emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus) dan emosi cendrung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehinga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.


(38)

3. Konatif, berhubungan dengan kecendrungan atau untuk bertingkah laku.

Aspek konatif kepribadian ditandai dengan tingkah laku yang bertujuan dan impuls untuk berbuat. Konatif berupa bereaksi, berusaha, berkemauan, dan berkehendak (Chaplin,1995).Menurut Freud konatif merupakan wujud dari kognisi dan afeksi dalam bentuk tingkah laku. Pada perkembangan kepribadiannya, Freud memandang bahwa tahun-tahun permulaan masa kanak-kanak merupakan dasar pembentukan kepribadian. Segala sesuatu yang ada dalam pikirannya ia wujudkan dalam bentuk perilaku yang nyata.

2.1.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku (sikap) adalah:

1. Pengalaman pribadi.

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatka lebih lama berbekas.

2. Kebudayaan.

B.F. Skinner (dalam, Azwar 2005) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.

3. Orang lain yang dianggap penting.

Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

4. Media massa.


(39)

Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam tertentu.

5. Institusi Pendidikan dan Agama.

Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Faktor

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama, contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka.

2.1.10 Teori S-O-R

Teori S-O-R merupakan singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Teori ini mengemukakan bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti mengenai suatu analisis dari stimulus yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik didukung oleh hukuman maupun penghargaan sesuai dengan reaksi yang terjadi. Dengan kata lain, menurut Effendy, efek yang ditimbulkan sesuai dengan teori S-O-R yang merupakan reaksi yang bersifat khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan (Effendy, 2003:254)

Prinsip teori ini pada dasarnya merupakan prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan yang erat antara pesan-pesan media dan reaksi audiens. Dalam proses perubahan sikap, maka sikap komunikan hanya dapat berubah apabila stimulus yang menerpanya benar-benar melebihi dari apa yang pernah dialaminya. Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya”


(40)

menyatakan bahwa dalam menelaah sikap baru, ada tiga variabel penting (Effendy, 2003:255), yaitu:

a. Perhatian. b. Pengertian. c. Penerima.

Berdasarkan uraian diatas, maka proses komunikasi dalam teori S-O-R dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Jika substansi teori diatas dikaitkan dengan penelitian mengenai fasilitator dan pengaruhnya terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan, maka hubungannya dengan teori S-O-R dapat dikemukakan sebagi berikut:

1. Stimulus (pesan) yang dimaksud adalah materi pelajaran yang disampaikan oleh fasilitator.

2. Organism (komunikan) yang menjadi sarana adalah anak yang sudah menerima materi pelajaran, yang dalam penelitian ini merupakan anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

3. Response (efek) yang dimaksud adalah adanya perubahan sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan setelah mendapatkan materi pengajaran dari fasilitator Lembaga Obor Sahabat.

Stimulus Organism:

a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan


(41)

2.2Kerangka Konsep

Kerangka konsep memungkinkan peneliti untuk mengkomunikasikan hasil-hasil penelitiannya (Suyanto, 2011:50). Agar fungsi konsep itu dapat diterapkan dalam penelitian, setiap konsep yang dibangun haruslah memenuhi syarat. Pertama, makna yang sesungguhnya (makna yang tepat) dari konsep itu harus dimengerti secara umum dan digunakan secara konsisiten. Kedua, menghendaki agar konsep didefenisikan secara eksak (konkret). Memang benar bahwa semakin abstrak rumusan konsep itu akan semakin sulit pula memahami maknanya dalam realitas. Ketiga, agar konsep itu dapat didayagunakan untuk penelitian empiris, konsep itu harus merujuk ke suatu objek tertentu yang dapat diamati.

Adapun kerangka konsep yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas (X).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi kelompok. 2. Variabel terikat (Y).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap anak. 3. Karakteristik responden.

Karakteristik responden adalah variabel yang menghubungkan variabel terikat dan variabel bebas.

2.3Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dibuat variabel penelitian yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu:


(42)

Tabel 1

Variabel Operasional

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas (X)

Komunikasi Kelompok

a. Pengertian

b. Mengulangi pesan c. Meyakinkan d. Kesan e. Waktu

Variabel Terikat (Y) Sikap Anak

1. Kognitif

a. Pengetahuan b. Pemahaman 2. Afektif

a. Senang b. Puas 3. Konatif

a. Keinginan b. Keputusan

Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin b. Usia

c. Pendidikan

2.4Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Maka variabel operasional yang meliputi penelitian ini dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Variabel Bebas (komunikasi kelompok).

a. Pengertian, sejauh mana anak mengerti akan materi pelajaran yang disampaikanoleh fasilitator.

b. Mengulangi pesan , seberapa sering fasilitator mengulang materi pelajaran kepada anak.

c. Meyakinkan, sejauh mana fasilitator meyakinkan anak terhadap materi pelajaran yang disampaikan.


(43)

d. Kesan, adalah tampilan gaya bahasa yang disampaikan oleh fasilitator ketika menyampaikan materi pelajaran sehingga menumbuhkan kesan yang baik.

e. Waktu, adalah seberapa lama jangka waktu interaksi yang dilakukan antara fasilitator dengan anak.

2. Variabel Terikat (sikap anak).

a. Kognitif, merupakan aspek intelektual berkaitan dengan apa yang diketahui oleh anak yang berada di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan. 1. Pengetahuan, anak mengetahui materi pelajaran yang disampaikan.

2. Pemahaman, merupakan pemahaman anak terhadap materi yang disampaikan. a. Afektif, merupakan proses pembentukan sikap anak terhadap materi yang

disampaikan.

1. Senang, merupakan perasaan senangsetelah menerima materi pelajaran yang disampaikan.

2. Puas, merupakan kepuasan terhadap materi pelajaran yang disampaikan. b. Konatif, merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh anak setelah

terjadi pembentukan dan perubahan perilaku.

1. Keinginan, merupakan keinginan/kemauanuntuk melakukan. 2. Keputusan, merupakan tindakan untuk melakukan.

3. Karakteristik Responden.

a. Jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. b. Usia, yaitu usia dari responden.

c. Pendidikan, yaitu pendidikan terakhir anak.

2.5 Hipotesis

Secara etimologis perkataan hipotesa berasal dari dua perkataan, yaitu: Hypo yang berarti kurang dari dan Thesa yang berarti pendapat atau teori. Kedua kata ini kemudian digunakan secara bersamaan menjadi hypotesis dan penyebutan dalam dialeg Indonesia menjadi hipotesa kemudian berubah menjadi hipotesis yang maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian.


(44)

Pembuktian itu hanya dapat dibuktikan dengan menguji hipotesis dimaksud dengan kata dilapangan (Bungin, 2010:75).

Berdasarkan konsep dan judul dari landasan teori diatas maka dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Ha : Terdapat hubungan antara komunikasi kelompok terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.

Ho : Tidak terdapat hubungan antara komunikasi kelompok terhadap sikap anak di daerah pembuangan sampah akhir Simpang Kongsi Medan.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

3.1.1 Sejarah Simpang Kongsi

Sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 Daerah Simpang Kongsi bernama “Kongsi China” dimana pada saat itu daerah Kongsi China dikelolah oleh orang China dibawah kekuasaan Penjajah Belanda. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 orang China yang mengelolah kongsi China keluar dari daerah itu dan para pengungsi yang datang kesana berkuasa atas daerah tersebut. Penduduk pertama kalinya di ‘Kongsi China adalah Pak Tawar Ginting sebagai pemimpin di desa tersebut, Bolang Sabar, Bapak Mukirin, Solihin, Parjo. Pada waktu itu daerah tersebut masih hutan, banyak tumbuh lalang, kelapa, pisang, bambu dan masih banyak berkeliaran babi hutan.

Seiring dengan berjalannya waktu pada tahun 1950-1956 pendatang di daerah Kongsi China semakin banyak, dimana daerah tersebut dipimpin oleh Bapak Ahmad Kasan, dan para penduduknya berkerja sebagai petani, menganyam atap, ngayam tepas dan galas.Pada tahun 1986 setelah tempat pembuangan sampah di Simpang Kuala ditutup, pemerintah menjadikan daerah tersebut menjadi tempat Pembuangan Sampah dari kota Medan. Dan pada saat itu jalan ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dibangun dan jalan tersebut dinamakan Simpang Kongsi, sehingga daerah tersebut dinamakan tempat pembuangan akhir sampah Simpang Kongsi.

Setelah dibangun, jumlah penduduk yang tinggal di simpang Kongsi semakin banyak dan mereka bekerja sebagai pemulung karena tidak membutuhkam modal untuk bekerja. Jadi rata-rata penduduk disimpang Kongsi tersebut adalah sebagai pendatang. Dan pada akhirnya nama “Kongsi China berubah menjadi Simpang Kongsi”. Simpang Kongsi terletak di Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Pancur Batu dan merupakan lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA) dari Medan. Berdasarkan survey yang dilakukan pada bulan April 2012 (sumber: data kantor Kepala Desa 2012) bahwa jumlah penduduk Simpang Kongsi terdiri dari 61 KK (kepala keluarga). Dimana penduduk ini terdiri dari beberapa etnis (Batak Karo, Batak Toba, Nias, Jawa, dan lainnya).

Sebanyak 73.7% penduduk di Simpang Kongsi beragama Kristen dan 26.3% beragama Muslim. Tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi pola pikir/perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan masyarakat Simpang Kongsi masih


(46)

tergolong rendah, hanya sedikit yang sampai ke jenjang Perguruan Tinggi (11.5%) dan mayoritas penduduk Simpang Kongsi hanya sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan ada yang tidak bersekolah. Dengan rendahnya tingkat pendidikan di masyarakat Simpang Kongsi, membuat mereka tidak mampu bersaing dalam mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga mayoritas penduduk Simpang Kongsi bekerja sebagai pemulung/mencari barang-barang bekas di tumpukan sampah dengan pendapatan Rp.30.000-Rp.59.000/hari.

Lingkungan Simpang Kongsi sangat dekat dengan tumpukan sampah karena sebahagian masyarakat adalah pemulung dan mereka membawa hasil dari sampah yang dikumpulkan ke rumah untuk disortir berdasarkan jenis sampah (plastik, kertas, aluminium, besi, botol, dan sebagainya). Mereka meletakkan hasil dari sampah tersebut di pekarangan rumah. Hal ini mengakibatkan banyaknya tumpukan sampah yang terletak di sekitar pekarangan rumah masyarakat. Akibat dari tumpukan sampah yang berserakan ini, menyebabkan sering sekali anak terluka karena menginjak kaca/sampah yang tajam. Selain itu anak-anak juga tidak bisa bermain dengan bebas di sekitar pekarangan rumah karena lingkungan yang kotor dan jarang dibersihkan.

Pada umumnya anak dalam usia sekolah di Simpang Kongsi memiliki semangat yang rendah untuk bersekolah dan belajar, hal ini disebabkan oleh kurangnya dukungan orang tua dan banyak orang tua yang mengharapkan anaknya untuk membantu mereka mencari nafkah dengan bekerja di tempat pembuangan sampah. Rendahnya prestasi belajar anak TPA Simpang Kongsi disebabkan karena kurangnya dukungan orang tua terhadap pendidikan anak, waktu untuk anak belajar kurang, fasilitas belajar yang dimiliki anak kurang memadai, dan lingkungan yang tidak mendukung anak untuk belajar yang mengakibatnya kurangnya minat belajar.

Orang tua hanya memikirkan cara untuk mengumpulkan uang agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolah anaknya tanpa memikirkan dampak yang terjadi karena melibatkan anak untuk membantu orang tua bekerja. Kondisi ekonomi keluarga yang sangat sederhana menyebabkan orang tua harus bersusah payah bekerja agar dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan tidak jarang orang tua juga meminta anak untuk membantu mereka bekerja supaya dapat menutupi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak-anaknya. Orang tua juga jarang memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya apalagi membantu anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah (PR).


(1)

4. Sangat tidak meningkat 27. Mengapa? Berikan alasan

B. Pelajaran Kesehatan Fisik dan Moral

28. Menurut kamu, apakah pelajaran kesehatan fisik dan moral menambah pengetahuanmu? 1. Sangat menambah

2. Menambah 3. Tidak menambah

4. Sangat tidak menambah 28

29. Apakah topik dalam pelajaran kesehatan fisik dan moral merupakan pengetahuan baru bagimu?

1. Sangat baru 2. Baru

3. Tidak baru 29

4. Sangat tidak baru

30. Apakah materi pelajaran kesehatan fisik dan moral sesuai dengan kebutuhan kamu? 1. Sangat sesuai

2. Sesuai 3. Tidak sesuai

4. Sangat tidak sesuai 30 31. Mengapa? Berikan alasan

32. Apakah materi pelajaran kesehatan fisik dan moral dapat kamu pahami? 1. Sangat paham

2. Paham 3. Tidak paham

4. Sangat tidak paham 32 33. Bagaimana perasaan kamu setelah mendapatkan pelajaran kesehatan fisik dan moral?

1. Sangat puas 2. Puas 3. Tidak puas

4. Sangat tidak puas 33

34. Apakah kamu senang dengan pelajaran kesehatan fisik dan moral yang diajarkan fasilitator? 1. Sangat senang

2. Senang 3. Tidak senang

4. Sangat tidak senang 34


(2)

36. Menurut kamu, apakah pelajaran kesehatan fisik dan moral perlu dibagikan kepada orang lain?

1. Sangat perlu 2. Perlu 3. Tidak perlu

4. Sangat tidak perlu 36

37. Apakah pelajaran kesehatan fisik dan moral mau kamu ajarkan kepada orang lain? 1. Sangat mau

2. Mau 3. Tidak mau

4. Sangat tidak mau 37

38. Mengapa? Berikan alasan

39. Apakah pelajaran kesehatan fisik membuat perubahan dalam dirimu misal: rajin mandi, rajin gosok gigi?

1. Sangat berubah 2. Berubah 3. Tidak berubah

4. Sangat tidak berubah 39

40. Apakah pelajaran kesehatan moral memberikan perubahan dalam dirimu misal: semakin bertanggung jawab dalam menjaga adik?

1. Sangat berubah 2. Berubah

3. Tidak berubah 40

4. Sangat tidak berubah C. Pelajaran Angklung

41. Menurut kamu, apakah pelajaran angklung menambah pengetahuanmu? 1. Sangat menambah

2. Menambah 3. Tidak menambah

4. Sangat tidak menambah 41

42. Apakah pelajaran angklung merupakan pengetahuan baru bagimu? 1. Sangat baru

2. Baru

3. Tidak baru 42

4. Sangat tidak baru 43. Mengapa? Berikan alasan

44. Apakah pelajaran angklung dapat kamu pahami? 1. Sangat paham


(3)

3. Tidak paham 4. Sangat tidak paham

45. Bagaimana perasaan kamu setelah mendapatkan pelajaran angklung? 1. Sangat puas

2. Puas 3. Tidak puas

4. Sangat tidak puas 45

46. Apakah kamu senang dengan bermain angklung? 1. Sangat senang

2. Senang 3. Tidak senang

4. Sangat tidak senang 46

47. Apakah kamu sudah bisa memainkan angklung? 1. Sangat bisa

2. Bisa 3. Tidak bisa

4. Sangat tidak bisa 47

48. Apakah kamu jadi lebih menyukai alat musik angklung? 1. Sangat suka

2. Suka

3. Tidak suka 48

4. Sangat tidak suka 49. Mengapa? Berikan alasan

50. Apakah kamu sudah bisa bermain angklung di depan umum? 1. Sangat bisa

2. Bisa 3. Tidak bisa

4. Sangat tidak bisa 50 51. Mengapa? Berikan alasan

D. Pelajaran Bahasa Inggris

52. Menurut kamu, apakah pelajaran bahasa Inggris menambah pengetahuanmu? 1. Sangat menambah

2. Menambah 3. Tidak menambah

4. Sangat tidak menambah 52

53. Apakah topik pelajaran bahasa Inggris merupakan pengetahuan baru bagimu? 1. Sangat baru


(4)

2. Baru 3. Tidak baru

4. Sangat tidak baru 53

54. Apakah materi pelajaran bahasa Inggris dapat kamu pahami? 1. Sangat paham

2. Paham 3. Tidak paham

4. Sangat tidak paham 54 55. Mengapa? Berikan alasan

56. Bagaimana perasaan kamu setelah mendapatkan pelajaran bahasa Inggris? 1. Sangat puas

2. Puas 3. Tidak puas

4. Sangat tidak puas 56

57. Apakah kamu senang dengan pelajaran bahasa Inggris? 1. Sangat senang

2. Senang 3. Tidak senang

4. Sangat tidak senang 57

58. Mengapa? Berikan alasan

59. Apakah kamu semakin rajin mengerjakan pekerjaan rumah (PR) bahasa Inggris dari sekolah? 1. Sangat rajin

2. Rajin 3. Tidak rajin

4. Sangat tidak rajin 59

60. Apakah nilai bahasa Inggris di sekolahmu meningkat? 1. Sangat meningkat

2. Meningkat

3. Tidak meningkat 60 4. Sangat tidak meningkat 60 61. Apakah kamu sudah bisa menyebutkan beberapa kata dalam bahasa Inggris?

1. Sangat bisa 2. Bisa 3. Tidak bisa

4. Sangat tidak bisa 61

62. Mengapa? Berikan alasan

63. Apakah kamu sudah bisa memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris? 1. Sangat bisa


(5)

2. Bisa 3. Tidak bisa

4. Sangat tidak bisa 63 64. Apakah kamu sudah mampu praktek berbicara dalam bahasa Inggris?

1. Sangat mampu 2. Mampu

3. Tidak mampu 64


(6)

BIODATA

Nama

: Tina Margareth Hutabarat

Tempat/Tanggal Lahir

: Medan, 25 April 1982

Agama

: Kristen Protestan

NIM

: 100922006

Departemen

: Ilmu Komunikasi

Alamat

: Jl. Menteng VII Gg: Sitinjo No. 6 Medan

Pendidikan

:

TK. ANTONIUS

(1987-1988)

SD. ST. ANTONIUS V

(1988-1994)

SLTP Negeri III

(1994-1997)

SLTA Negeri V

(1997-2000)

DIPLOMA KESEKRETARIATAN USU

(2001-2004)

ILMU KOMUNIKASI FISIP USU

(2010-2013)

Orang Tua

Ayah

: Tona Hutabarat


Dokumen yang terkait

Employee Relations Terhadap Kepuasan Komunikasi Pegawai (Studi Korelasional Tentang Employee Relations terhadap Kepuasan Komunikasi Pegawai pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provivinsi Sumatera Utara)

1 81 108

Sikap Petani Terhadap Kemitraan Kelompok Tani Bunga Sampang Dengan Perusahaan Dagang Rama Putra

1 51 68

Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

6 89 163

Komunikasi Kelompok Pemulung untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup)

8 129 111

Strategi Humas dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional Pengaruh Strategi Humas Terhadap Citra Perusahaan di Kantor Bank Indonesia Medan)

1 52 119

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan).

1 25 142

Pengaruh Tayangan Televisi terhadap Sikap (Studi Korelasional Pengaruh Acara Dahsyat di Stasiun Televisi RCTI Terhadap Sikap Mahasiswa FISIP USU)

2 46 133

Sikap Petani Terhadap Kemitraan Kelompok Tani Bunga Sampang Dengan Perusahaan Dagang Rama Putra

1 20 68

BAB II URAIAN TEORITIS - Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Komunikasi Kelompok Terhadap Sikap Anak (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Kelompok oleh Lembaga Obor Sahabat terhadap Sikap Anak di Daerah Pembuangan Sampah Akhir Simpang Kongsi Medan)

0 0 7