T1__BAB VI Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Militer Jepang dan Cina dalam Kedaulatan Wilayah: Studi Kasus Perebutan Wilayah Sengketa Kepulauan SenkakuDiaoyu Tahun 20122016 T1 BAB VI
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Sengketa kedaulatan yang menjerat Jepang dan Cina di kepulauan Senkaku/Diaoyu telah
memaksa kedua negara tersebut untuk mengerahkan kekuatan militer sebagai bentuk
pertahanan diri atas ancaman yang dilayangkan satu sama lain. Jepang sebagai negara yang
telah lama mengubur ambisinya pada dunia militer, secara tiba-tiba meningkatkan anggaran
militernya dengan nilai terbesar bagi Jepang dalam kurun waktu 22 tahun terakhir. Disisi
lain, Cina secara agresif terus meningkatkan ancaman-ancaman terhadap Jepang di wilayah
perairan maupun udara Senkaku/Diaoyu menggunakan kemampuan militernya.
Sengketa di atas mulai naik paska diumumkannya hasil penelitian geologi dari salah satu
badan UNECAFE yaitu CCOP yang menyatakan bahwa terdapat sumber energi migas yang
melimpah di wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu. Cina sebagai negara pertama yang
menyatakan klaimnya terhadap kepulauan Senkaku/Diaoyu dengan menggunakan buktibukti historis, kemudian mendorong retaknya hubungan diplomatik dengan Jepang. Pada
awalnya, kedua negara menangani permasalahan kepulauan tersebut dengan cara melakukan
berbagai macam perundingan dan joint development. Namun sayangnya, upaya kedua
negara terus mengalami kegagalan karena perbedaan pendapat atas status kedaulatan serta
kepentingan di wilayah sengketa.
Seiring dengan berjalannya waktu, tensi perselisihan keduanya semakin naik. Salah satu
titik tertingginya terjadi pada tahun 2012 ketika Jepang mulai menasionalisasi tiga dari
delapan pulau di kepulauan Senkaku/Diaoyu. Setelah kejadian tersebut, kedua negara mulai
membentuk berbagai macam kebijakan militer maupun politik terkait sengketa di Laut Cina
Timur tersebut. Keduanya saling berlomba dalam menciptakan kebijakan politik dan strategi
militer terbaik sehingga muncullah balance of power diantara kedua negara.
Pembentukan kebijakan politik dan strategi militer sebagai upaya Jepang dan Cina dalam
mempertahankan kepulauan Senkaku/Diaoyu dapat dipahami sebagai tindakan suatu negara
dalam memperjuangkan kepemilikannya atas wilayah kedaulatan yang diakui sebagai bagian
dari negaranya. Kondisi balance of power yang mereka ciptakan bukan lagi soal bertahan
atas kondisi yang mereka hadapi, namun digunakan sebagai bentuk ancaman. Ancaman
yang dimaksud dapat dilihat melalui aktivitas saling mengancam antara angkatan militer
Jepang maupun Cina di wilayah perairan dan udara Senkaku/Diaoyu.
Untuk mempertahan kedaulatannya atas kepulauan Senkaku/Diaoyu, Jepang akan terus
melakukan internal balancing guna memperkuat kemampuan militernya yang masih jauh
dibawah Cina. Ia akan dengan percaya diri menggunakan teknologi canggih yang ia miliki
untuk membangun power yang lebih kuat dari sebelumnya. Jepang juga akan terus
memperkuat jalinan kerjasama dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan eksternalnya
dalam membantu melawan Cina. Kedua Negara itu akan terus menjalin kolaborasi yang baik
untuk mengontrol hegemoni Cina yang mengancam kekuatan keduanya di kawasan Asia
terutama di wilayah regional Asia Timur.
Bagi Negara Cina, ia tidak akan dengan mudah melepaskan klaimnya atas kepulauan
Senkaku/Diaoyu karena sekali Cina telah melayangkan klaimnya atas suatu wilayah, maka
tidak ada hal yang dapat menghalangi jalannya dalam mendapatkan wilayah tersebut. Hal
yang mungkin terjadi adalah, ia akan dengan perlahan mulai meningkatkan power -nya di
wilayah tersebut jika Amerika Serikat benar-benar mencampuri urusan di kepulauan
Senkaku/Diaoyu lebih jauh lagi. Ia juga akan tetap melakukan law enforcement di perairan
maupun zona udara kepulauan Senkaku/Diaoyu untuk mengubah posisi Jepang yang tidak
mengakui adanya sengketa di wilayah tersebut.
Walaupun dalam beberapa tahun mendatang tensi perselisihan kedua negara akan terus
meningkat, namun keduanya belum akan menunjukkan tanda-tanda untuk berperang. Hal
tersebut tentu saja beralasan karena sebagai aktor rasional dan dua great power , mereka
memegang peranan penting dalam menjaga keamanan serta kestabilan kawasan maupun
dunia. Selain itu, dalam era globalisasi, perang bukanlah hal yang dapat menguntungkan
negara karena hal tersebut hanya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi serta
perkembangan negara. Jika hal tersebut terjadi, maka tujuan negara untuk bertahan hidup
atau survive akan gagal dan tidak akan mencapai target.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik Jepang dan Cina akan terus
mempertahankan serta meningkatkan aktivitas militernya di kepulauan Senkaku/Diaoyu.
Mereka akan terus menerus saling mengancam satu sama lain hingga waktu yang belum
ditentukan karena permasalahan mengenai kedaulatan kepulauan tersebut sangat kompleks
dan akan sulit diselesaikan jika kedua negara masih sama-sama tidak memiliki pengertian
untuk saling menurunkan idealisme beserta kepentingannya terhadap wilayah sengketa.
6.2. Saran
Berkaca dari kasus kepulauan Senkaku/Diaoyu, penulis menyarankan PBB sebaiknya
mulai membuat batasan atau aturan mengenai pembagian zona pertahanan udara yang
disepakati secara internasional agar tidak terjadi perselisihan yang sama antar negara
kedepannya. Sedangkan untuk Jepang dan Cina, kedua negara sebaiknya saling menahan
diri untuk tidak saling memprovokasi, karena tindakan tersebut akan sangat berbahaya bagi
keamanan dan kestabilan kawasan maupun dunia intenasional. Walaupun diplomasi
kerjasama yang mereka lakukan kerap kali menemui kegagalan, namun cara tersebut dapat
membantu menurunkan ketegangan kedua negara. Jepang dan Cina harus memiliki
pengertian satu sama lain agar permasalahan di kepulauan Senkaku/Diaoyu dapat
diselesaikan dengan baik. Mereka membutuhkan perundingan berkala menyangkut
kerjasama explorasi energi secara komprehensif khususnya di Laut Cina Timur. Bagi
negara-negara yang memiliki konflik serupa, terutama dengan Cina, sebaiknya mulai
membentuk suatu perundingan untuk sama-sama mencari jalan keluar sebagai upaya untuk
menghindari konfrontasi militer yang akan semakin memperkeruh kestabilan keamanan
dunia. Setiap negara membutuhkan suatu bentuk kerjasama dalam berbagai macam sektor
untuk menekan konflik yang mungkin pecah. Namun demikian, kerjasama harus didasarkan
pada rasa percaya antar negara. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk
membahas mengenai dampak konflik kepulauan Senkaku/Diaoyu di bidang-bidang lainnya
seperti bidang ekonomi, budaya dan identitas, atau lainnya yang mungkin dapat membantu
penyelesaian konflik ini. Lebih jauh lagi, penelitian selanjutnya juga sekiranya dapat
membahas
mengenai
dampak
sengketa
Jepang
dan
Cina
terhadap
kepulauan
Senkaku/Diaoyu bagi Taiwan yang juga menjadi salah satu pihak yang turut mengklaim
wilayah ini sebagai bagian dari kedaulatannya.
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Sengketa kedaulatan yang menjerat Jepang dan Cina di kepulauan Senkaku/Diaoyu telah
memaksa kedua negara tersebut untuk mengerahkan kekuatan militer sebagai bentuk
pertahanan diri atas ancaman yang dilayangkan satu sama lain. Jepang sebagai negara yang
telah lama mengubur ambisinya pada dunia militer, secara tiba-tiba meningkatkan anggaran
militernya dengan nilai terbesar bagi Jepang dalam kurun waktu 22 tahun terakhir. Disisi
lain, Cina secara agresif terus meningkatkan ancaman-ancaman terhadap Jepang di wilayah
perairan maupun udara Senkaku/Diaoyu menggunakan kemampuan militernya.
Sengketa di atas mulai naik paska diumumkannya hasil penelitian geologi dari salah satu
badan UNECAFE yaitu CCOP yang menyatakan bahwa terdapat sumber energi migas yang
melimpah di wilayah kepulauan Senkaku/Diaoyu. Cina sebagai negara pertama yang
menyatakan klaimnya terhadap kepulauan Senkaku/Diaoyu dengan menggunakan buktibukti historis, kemudian mendorong retaknya hubungan diplomatik dengan Jepang. Pada
awalnya, kedua negara menangani permasalahan kepulauan tersebut dengan cara melakukan
berbagai macam perundingan dan joint development. Namun sayangnya, upaya kedua
negara terus mengalami kegagalan karena perbedaan pendapat atas status kedaulatan serta
kepentingan di wilayah sengketa.
Seiring dengan berjalannya waktu, tensi perselisihan keduanya semakin naik. Salah satu
titik tertingginya terjadi pada tahun 2012 ketika Jepang mulai menasionalisasi tiga dari
delapan pulau di kepulauan Senkaku/Diaoyu. Setelah kejadian tersebut, kedua negara mulai
membentuk berbagai macam kebijakan militer maupun politik terkait sengketa di Laut Cina
Timur tersebut. Keduanya saling berlomba dalam menciptakan kebijakan politik dan strategi
militer terbaik sehingga muncullah balance of power diantara kedua negara.
Pembentukan kebijakan politik dan strategi militer sebagai upaya Jepang dan Cina dalam
mempertahankan kepulauan Senkaku/Diaoyu dapat dipahami sebagai tindakan suatu negara
dalam memperjuangkan kepemilikannya atas wilayah kedaulatan yang diakui sebagai bagian
dari negaranya. Kondisi balance of power yang mereka ciptakan bukan lagi soal bertahan
atas kondisi yang mereka hadapi, namun digunakan sebagai bentuk ancaman. Ancaman
yang dimaksud dapat dilihat melalui aktivitas saling mengancam antara angkatan militer
Jepang maupun Cina di wilayah perairan dan udara Senkaku/Diaoyu.
Untuk mempertahan kedaulatannya atas kepulauan Senkaku/Diaoyu, Jepang akan terus
melakukan internal balancing guna memperkuat kemampuan militernya yang masih jauh
dibawah Cina. Ia akan dengan percaya diri menggunakan teknologi canggih yang ia miliki
untuk membangun power yang lebih kuat dari sebelumnya. Jepang juga akan terus
memperkuat jalinan kerjasama dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan eksternalnya
dalam membantu melawan Cina. Kedua Negara itu akan terus menjalin kolaborasi yang baik
untuk mengontrol hegemoni Cina yang mengancam kekuatan keduanya di kawasan Asia
terutama di wilayah regional Asia Timur.
Bagi Negara Cina, ia tidak akan dengan mudah melepaskan klaimnya atas kepulauan
Senkaku/Diaoyu karena sekali Cina telah melayangkan klaimnya atas suatu wilayah, maka
tidak ada hal yang dapat menghalangi jalannya dalam mendapatkan wilayah tersebut. Hal
yang mungkin terjadi adalah, ia akan dengan perlahan mulai meningkatkan power -nya di
wilayah tersebut jika Amerika Serikat benar-benar mencampuri urusan di kepulauan
Senkaku/Diaoyu lebih jauh lagi. Ia juga akan tetap melakukan law enforcement di perairan
maupun zona udara kepulauan Senkaku/Diaoyu untuk mengubah posisi Jepang yang tidak
mengakui adanya sengketa di wilayah tersebut.
Walaupun dalam beberapa tahun mendatang tensi perselisihan kedua negara akan terus
meningkat, namun keduanya belum akan menunjukkan tanda-tanda untuk berperang. Hal
tersebut tentu saja beralasan karena sebagai aktor rasional dan dua great power , mereka
memegang peranan penting dalam menjaga keamanan serta kestabilan kawasan maupun
dunia. Selain itu, dalam era globalisasi, perang bukanlah hal yang dapat menguntungkan
negara karena hal tersebut hanya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi serta
perkembangan negara. Jika hal tersebut terjadi, maka tujuan negara untuk bertahan hidup
atau survive akan gagal dan tidak akan mencapai target.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik Jepang dan Cina akan terus
mempertahankan serta meningkatkan aktivitas militernya di kepulauan Senkaku/Diaoyu.
Mereka akan terus menerus saling mengancam satu sama lain hingga waktu yang belum
ditentukan karena permasalahan mengenai kedaulatan kepulauan tersebut sangat kompleks
dan akan sulit diselesaikan jika kedua negara masih sama-sama tidak memiliki pengertian
untuk saling menurunkan idealisme beserta kepentingannya terhadap wilayah sengketa.
6.2. Saran
Berkaca dari kasus kepulauan Senkaku/Diaoyu, penulis menyarankan PBB sebaiknya
mulai membuat batasan atau aturan mengenai pembagian zona pertahanan udara yang
disepakati secara internasional agar tidak terjadi perselisihan yang sama antar negara
kedepannya. Sedangkan untuk Jepang dan Cina, kedua negara sebaiknya saling menahan
diri untuk tidak saling memprovokasi, karena tindakan tersebut akan sangat berbahaya bagi
keamanan dan kestabilan kawasan maupun dunia intenasional. Walaupun diplomasi
kerjasama yang mereka lakukan kerap kali menemui kegagalan, namun cara tersebut dapat
membantu menurunkan ketegangan kedua negara. Jepang dan Cina harus memiliki
pengertian satu sama lain agar permasalahan di kepulauan Senkaku/Diaoyu dapat
diselesaikan dengan baik. Mereka membutuhkan perundingan berkala menyangkut
kerjasama explorasi energi secara komprehensif khususnya di Laut Cina Timur. Bagi
negara-negara yang memiliki konflik serupa, terutama dengan Cina, sebaiknya mulai
membentuk suatu perundingan untuk sama-sama mencari jalan keluar sebagai upaya untuk
menghindari konfrontasi militer yang akan semakin memperkeruh kestabilan keamanan
dunia. Setiap negara membutuhkan suatu bentuk kerjasama dalam berbagai macam sektor
untuk menekan konflik yang mungkin pecah. Namun demikian, kerjasama harus didasarkan
pada rasa percaya antar negara. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk
membahas mengenai dampak konflik kepulauan Senkaku/Diaoyu di bidang-bidang lainnya
seperti bidang ekonomi, budaya dan identitas, atau lainnya yang mungkin dapat membantu
penyelesaian konflik ini. Lebih jauh lagi, penelitian selanjutnya juga sekiranya dapat
membahas
mengenai
dampak
sengketa
Jepang
dan
Cina
terhadap
kepulauan
Senkaku/Diaoyu bagi Taiwan yang juga menjadi salah satu pihak yang turut mengklaim
wilayah ini sebagai bagian dari kedaulatannya.