T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Komunitas Punk di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.

PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup

dengan hanya mengandalkan kemampuan individualnya, secara kodrat manusia
memiliki naluri untuk melakukan interaksi dengan manusia lain untuk mencapai
tujuannya, yang berlanjut pada keinginan untuk bergabung dengan manusia lain
yang dirasa mampu menunjang kebutuhan-kebutuhan atas tujuan hidupnya lewat
kelompok maupun komunitas sosial.

Komunitas berasal dari bahasa Latin

communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis

yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak". (Wenger, 2002: 4).
Interaksi yang terjadi dalam struktur sosial di masyarakat memberikan dorongan
bagi manusia untuk menentukan pilihan dalam berkomunitas, terlebih lagi dalam

kehidupan modern yang penuh dengan perkembangan dan pluralitasnya.
Banyaknya referensi atas cara, gaya, serta nilai-nilai hidup yang dapat diperoleh
lewat media sosial memberikan refleksi kepada banyak individu untuk
menentukan identitasnya dengan cara membentuk maupun bergabung dengan
komunitas sosial yang sesuai dengan tujuannya.
Seperti halnya di Negara Indonesia, pada saat ini terdapat berbagai macam
komunitas sosial yang memilliki ciri khas masing-masing dalam menunjukan
eksistensinya kepada publik, terkhusus komunitas yang digemari oleh generasi
muda seperti komunitas modifikasi kendaraan, komunitas pecinta hewan
peliharaan, komunitas musik Underground , hingga komunitas Punk dengan
prinsip kebebasanya yang mencoba bertahan hidup dengan idealis hidupnya, dan
kerap ditunjukan dengan cara menyuarakan simbol-simbol bersifat emansipasi,
sikap

menentang terhadap

segala

macam


penindasan,

solidaritas,

dan

lainnya.Gaya hidup Punkers secara fisik sangat berbeda dengan pola hidup
masyarakat pada umumnya, dengan penampilanya yang nyentrik seperti rambut

1

spike atau mowhak ala suku indian, sepatu boot, celana ketat, jaket penuh pernak

pernik nyentrik dan lusuh, aksesoris rantai, body piercing, tubuh yang penuh
dengan tattoo, ataupun yang lainnya.
Namun realitasnya, masih terdapat banyak batasan dalam memahami
makna kebebasan, terkhusus hal-hal yang bersinggungan dengan penampilan, cara
berpikir, ataupun pola hidup wajar masyarakat secara umum. Ditambah pula
dengan serangkaian insiden penculikan, pemukulan, bahkan pembunuhan oleh
penembak misterius yang menimpa orang-orang yang dicap sebagai ancaman

kestabilitasan sosial pada saat Orde Baru, hingga menciptakan stigma negatif dan
sikap sentimen masyarakat terhadap para pengguna simbol-simbol yang kebetulan
sama pada pasca Orde Baru, seperti tattoo, tindik dan bodypiercing, rambut
nyentrik, dan lainnya. Hal tersebut mempengaruhi kuatnya anggapan negatif
masyarakat terhadap gaya hidup baru yang telah menjadi sub-kultur dan bagian
dari masyarakat, seperti budaya Punk yang telah berkembang di Indonesia
terkhusus di kota Yogyakarta.
Punk kerap kali mendapatkan penolakan dari Negara lewat wujud tindakan

represif yang dilakukan oleh pihak-pihak keamanan yang berwenang, dan dari
kalangan masyarakat terkhusus keluarga dari para Punkers. Penolakan tersebut
seringkali didasarkan dari label buruknya lewat banyak faktor, seperti gaya hidup
yang tidak jauh dari minuman beralkohol, sikap mengesampingkan hukum lewat
tindakan kekerasan ataupun tawuran yang dilakukan jika ada yang mengusik,
berkumpul dalam waktu yang lama tanpa memandang jenis kelamin sehingga
bertentangan dengan pandangan ideal masyarakat mengenai pribadi wanita yang
baik, hingga akhirnya melahirkkan berbagai macam stereotipe dari masyarakat
bahwa Punkers diklaim sering melakukan kumpul kebo, dan berbagai macam
anggapan negatif lainnya.
Seperti yang pernah diteliti oleh Nugraha dan Handoyo (2015)

disimpulkan bahwa pihak-pihak yang sangat menolak seorang individu menjadi
Punkers adalah keluarga, terkhusus jika background keluarga secara status sosial

2

dipandang baik oleh masyarakat. Pengetahuan keluarga yang minim tentang Punk
membuat Punkers selalu tidak mendapat restu dari keluarga sehingga para
Punkers harus pintar dan bisa menjelaskan dan membuktikan kepada keluarganya

masing-masing jika keputusannya menjadi seorang Punkers tidak perlu
dikhawatirkan secara berlebihan. Namun penolakan terhadap pilihan menjadi
Punkers sering kali terjadi, resiko atas pilihan hidup tersebut harus bisa

dipertanggungjawabkan oleh masing-masing Punkers. Hal tersebut bisa terjadi
ketika seorang Punkers sebelumnya sudah mengetahui dasar dan pengetahuan
mengenai dunia Punkbaik dari pengalaman pribadi ataupun mencari tahu terlebih
dahulu, ataupun resiko yang harus diambil ketika menjadi street Punkers.
Keadaan yang banyak berubah tersebut memberikan dampak bagi
sebagian Punkers, ada yang berpindah-pindah tempat mengamen seperti dirumah
makan, ada pula yang mencoba untuk melakukan tindakan kreatif dalam

memenuhi sandang pangan tanpa harus mengesampingkan idealisme dan jiwa
solidaritasnya, seperti membuka usaha mandiri yang sekaligus memberi ruang
bagi mereka untuk berekspresi sesuai dengan jati dirinya. Beberapa dari Punkers
di Yogyakarta telah beralih cara dalam mengimplementasikan kebebasan
berekspresinya sekaligus mata pencaharian untuk bertahan, seperti halnya sablon,
distro baju maupun tattoo, bahkan usaha kedai seperti Kedai Keblasuk yang
berada di Condong Catur, Sleman Yogyakarta.1
Dalam menjalani usaha mandiri seperti Kedai Keblasuk, keberlangsungan
usaha sangatlah bergantung pada relasi serta kepercayaan yang terbentuk antar
anggota didalamnya. Relasi merupakan salah satu modal yang memungkinkan
terjadinya komunikasi dan interaksi antar pihak yang menjalin kerjasama.
Kepercayaan merupakan salah satu unsur modal sosial yang menjadi kunci dalam
membentuk serta memperkuat kerjasama, Kepercayaan merupakan hal yang vital
dalam memperoleh akses jaringan di komunitas. Dengan adanya rasa saling
1

Hasil wawancara dengan Cangak Punkers pengelola Kedai Keblasuk pada 29 febuari 2016

3


percayaindividu dan kelompok dapat bekerja secara efektif (Field, 2011: 86).
Selaras dengan kepercayaan yang melahirkan kesepakatan, norma sosial hadir
sebagai pengatur perilaku seseorang agar tidak melakukan anomali diluar
kesepakatan sosial yang berlaku.
Sesuai dengan Fukuyama (2007: 38) Modal sosial memiliki peran penting
dalam mempererat hubungan sosial dalam masyarakat, organisasi, ataupun
kelompok, sekaligus memberikan ruang terhadap seseorang untuk mendapatkan
akses terhadap informasi, pekerjaan, sumber-sumber keuangan, merintis usaha
untuk mencapai tujuan pribadi maupun kolektif, bahkan meminimalkan biaya
transaksi. jika orang-orang yang bekerja sama dalam sebuah perusahaan atau
pasar saling mempercayai dan bekerja menurut serangkaian norma etis bersama,
maka berbisnis hanya memerlukan sedikit biaya. Jaringan sosial, kepercayaan,
dan norma sosial pada usaha warung mandiri yang dilakukan Punker menjalin
kerja sama dengan

aktor-aktor berpengaruh

diluar kelompoknya

yang


menawarkan sumber daya terhadap pemasaran. Kerja sama dilakukan untuk
mencapai tujuan bersama secara efisien tanpa mengesampingkan idealisme
dirinya sebagai punkers.
Dalam menjalankan bisnis warungnya, Kedai Keblasuk menggunakan
pendekatan yang berbeda dari warung-warung pada umumnya. Dengan gaya
penjual yang nyentrik sesuai dengan ciri khas Punk Rock, seperti tattoo, body
piercing, dan style Punk, hanya saja terlihat lebih bersih bila di bandingkan

kehidupannya pada saat dijalan, di imbangi pula dengan alunan music Punk yang
senantiasa mewarnai suasana warung, hingga simbol-simbol ala Punk yang di
tunjukan kepada para pembeli yang kebanyakan mahasiswa, seperti tulisan-tulisan
maupun gambar-gambar bersifat kritik sosial, politik, dan budaya. Bukan hanya
penjual, namun rekan-rekan Punkers pun sering mampir sekaligus memperkental
warna interaksi disekitar kedai tersebut lewat kebebasan berekspresinya. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa terjadi trransformasi hidup dan penyampaian
rekspresi para Punkers, dari yang dahulunya mengais rejeki dengan cara
mengamen dijalanan menjadi pengelola usaha mandiri berwujud kedai tanpa

4


menghilangkan idealismenya. Proses modal sosial pun mempengaruhi para
Punkers dalam menjalankan aktifitas ekonomi kedai, yang secara langsung

melibatkan interaksi dengan masyarakat dalam mempertahankan dan menarik
pelanggan tanpa meningalkan gaya, identitas diri, serta ideologinya ketika
menjalankan Kedai Keblasuk di Condong Catur, Kota Yogyakartarta.
Penelitian tentang “TRANSFORMASI KOMUNITAS PUNK di Condong
CaturYogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial.” Menjadi menarik untuk diteliti
dikarenakan memiliki perbedaan focus penelitian dari penelitian sebelumnya.
Selain itu, fenomena transformasi yang jarang terjadi dari para Punker dalam
menjalani cara bertahan hidup sekaligus cara meluapkan aspirasi serta
ekspresinya, yang secara umum komunitas tersebut cenderung nomaden, banyak
menghabiskan waktu dijalanan, tak mau terikat, bersifat anti sosial, serta tertutup
terhadap masyarakat, hingga menjadi pengelola kedai yang mendorong Punkers
untuk lebih terbuka dan menjadi bagian dari aktifitas masyarakat pada umumnya.
Selain itu, proses modal sosial pun terjadi dan menjadi jembatan bagi para
Punkers untuk menarik dan berinteraksi langsung dengan pembeli serta

pelanggan, ditengah anggapan negatif masyarakat dalam memandang kehidupan

Punkers.

5

1.2

Rumusan Masalah

Selaras dengan penjelasan yang telah di uraikan di latar belakang diatas,
memunculkan pertanyan yakni:
1. Bagaimana proses transformasi komunitas Punk dari jalanan menjadi
pengusaha Kedai Keblasuk?
2. Apa yang melatarbelakangitransformasi komunitas Punk dari hidup
jalanan menjadi pengusaha kedai di Codong Catur Yogyakarta?”
1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas, yakni

Mendeskripsikan proses transformasi komunitas Punk dari jalanan menjadi

pengusahaKedai Keblasuk di Condong CaturYogyakarta serta hal-hal yang
melatarbelakangi transformasinya menggunakan prespektif modal sosial.
1.4

Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam bentuk
kesimpulan hasil penelitian bagi pihak-pihak yang terkait terutama bagi para
Punkers dan juga sebagai masukan bagi yang berminat untuk membahas kajian

yang sama.
Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat membantu dalam pengembangan Ilmu Sosiologi tentang
transformasi suatu komunitas yang melibatkan modal sosial yang berdekatan
dengan kebebasan berekspresi dari sub-kultur, yang sampai saat ini masih
dipandang sebelah mata.

6