BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II RAHMA YUANITA CAESAR FARMASI'13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Adas (Foeniculum vulgare Mill)

  1. Klasifikasi Tanaman Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Umbellales Suku : Umbelliferae Marga : Foeniculum Jenis : Foeniculum vulgare Mill (DepKes RI, 2001)

  2. Nama Lokal Nama-nama lokal dari tanaman adas adalah das pedas (Aceh), adeh

  (Minangkabau), hades (Sunda), adas, adas londa (Jawa), adhas (Madura), paapang (Menado), denggu-denggu (Gorontalo), rempasu (Makasar), adase (Bugis), adas (Bali), wala wunga (Sumba) (Dalimartha, 1999).

  3. Deskripsi Tanaman Terna berumur panjang, tinggi 50 cm – 2 m, tumbuh merumpun. Batang hijau kebiru-biruan, beralur, beruas, berlubang, bila memar baunya wangi. Letak daun berseling, majemuk menyirip, ganda dua dengan sirip-sirip yang sempit, bentuk jarum, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, berseludang warna putih, seludang berselaput dengan bagian atasnya berbentuk topi. Perbungaan tersusun sebagai bunga payung majemuk dengan 6-40 gagang bunga, panjang ibu gagang bunga 5-10 cm, panjang gagang bunga 2-5 mm, mahkota berwarna kuning, keluar dari ujung batang. Buah lonjong, berusuk, panjang 6-10 mm, lebar 3-4 mm, masih muda hijau setelah tua cokelat agak hijau atau cokelat agak kuning sampai sepenuhnya cokelat. Namun, warna buahnya berbeda-beda tergantung negara asalnya. Buah masak mempunyai bau khas aromatik, bila dicicipi rasanya relatif seperti kamfer (Dalimartha, 1999).

  4. Kandungan Kimia

  Foeniculum vulgare mengandung minyak atsiri, saponin,

  flavonoida, polifenol (DepKes RI, 2001). Menurut penelitian dari (Gulfraz et al, 2008) minyak atsiri adas dengan metode GC-MS memiliki kandungan minyak total sebanyak 95,2%. Sedangkan pada anethole yang merupakan komponen utama minyak sebanyak 70,1% diikuti oleh fenchone 6,9% dan metil chavicol 4,8%.

  5. Khasiat

  Foeniculum vulgare berkhasiat sebagai obat batuk, perut kembung,

  sariawan, dan obat haid yang tidak teratur (DepKes RI, 2001). Dapat juga digunakan sebagai anti bakteri pada bakteri ikan (Rahayu et al., 2010), Antibakteri pada kayu pinus (Yanzhi et al., 2012), sebagai anti nyamuk (Kardinan et al., 2010). Minyak atsiri dari buah adas berkhasiat sebagai antibakteri (Gulfraz et al, 2008).

B. Minyak Atsiri

  1. Definisi Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatile oil, etherial oil, atau esential oil. Dan di Farmakope Indonesia minyak atsiri dikenal dengan nama Olea volatilia. Minyak atsiri atau minyak menguap merupakan masa yang berbau khas sesuai dengan tanaman penghasilnya, bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalmi penguraian.

  Minyak atsiri dalam industri sering digunakan sebagai zat tambahan pada sediaan kosmetika, obat, rokok, makanan, dll. Minyak atsiri dapat juga digunakan sebagai obat anti kuman dan kapang. Minyak atsiri yang baru biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuningan, beberapa ada yang berwarna kemerahan atau biru. Umumnya, minyak atsiri larut dalam etanol, dan pelarut organik lain; kurang larut dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70%. Mempunyai daya larut yang lebih kecil jika minyak mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar.

  Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tanaman. Minyak atsiri terbentuk karena reaksi antara persenyawaan kimia dengan air. (DepKes RI, 1985).

  2. Metode Penyulingan Minyak Atsiri Penyulingan merupakan suatu proses pemisahan komponen berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaaan titik uap dari masing-masing zat.

  Dalam isolasi minyak atsiri, dikenal 3 metode penyulingan yaitu :

  a. Penyulingan dengan air Pada metode ini terjadi kontak langsung antara simplisia dengan air mendidih. Simplisia yang telah dipotong kecil-kecil, digiling kasar atau digiling halus kemudian didihkan dengan air. Uap air yang terjadi dialirkan melalui pendingin kemudian destilatnya ditampung (DepKes RI, 1985).

  b. Penyulingan dengan air dan uap Simplisia yang ukurannya sudah dalam bentuk lebih kecil, dimasukkan ke dandang yang kemudian diletakkan di atas pada bagian yang berlubang – lubang dan air di lapisan bawahnya. Uap dialirkan melalui pendingin yang selanjutnya menampung hasil sulingan yang berupa minyak atsiri (DepKes RI, 1985).

  c. Penyulingan dengan uap

  Metode ini peralatan yang dipakai sama dengan penyulingan air dan uap hanya pada peralatan ini terdapat alat tambahan untuk memeriksa suhu dan tekanan. Penyulingan dengan metode ini tidak memerlukan air, uap air panas yang biasanya bertekanan lebih dari 1 atmosfir dialirkan melalui pipa uap. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditampung (DepKes RI, 1985).

C. Lotion dan Uraian Bahan

  1. Lotion Lotion merupakan sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang digunakan sebagai obat luar. Lotion dapat berbentuk suspensi zat padat dalam bentuk serbuk halus dengan menggunakan bahan pensuspensi yang cocok atau emulsi tipe minyak dalam air dengan surfaktan yang cocok. Pada penyimpanan lotion mungkin dapat terjadi pemisahan sehingga dapat ditambahkan dengan zat warna, pengawet, dan pewangi yang cocok (DepKes RI, 1979).

  Lotion dimaksudkan digunakan sebagai pelindung kulit atau untuk obat dikarenakan sifat dari bahan

  • – bahannya. Pada umumnya pembawa dari lotion adalah air. Sehingga setelah pemakaian lotion dapat segera kering dan tersebar merata pada permukaan kulit karena sifat kecairannya dan hanya meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit (Ansel, 1989).

  2. Uraian Bahan

  a. Lanolin Lanolin atau adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang telah dimurnikan dan diperoleh dari bulu domba (Ovis aries

  Linne). Lanolin mengandung air tidak lebih dari 0,25% dan kelarutannya tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%); mudah larut dalam kloroform P dan eter P (DepKes RI, 1979).

  Fungsi lanolin atau adeps lanae yaitu sebagai penstabil emulsi dan dasar salep. Penggunaan dalam formulasi sediaan farmasi atau teknologi digunakan sebagai pembawa hidrofobik, preparasi krim dalam minyak sebagai dasar salep (Rowe, 2003 cit Fajriyah, 2009).

  b. Trietanolamin Trietanolamin merupakan campuran dari trietanolamina, dietanolamina, dan monoetanolamina. Trietanolamin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 107,4 % yang dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamin, N (C H OH) .

  2

  4

  3 Trietanolamin biasanya digunakan sebagai zat tambahan (DepKes RI, 1979).

  c. Propilenglikol Propilenglikol mengandung tidak kurang dari 99,5%

  C

3 H

  8 O 2 . Kelarutannya dapat bercampur dengan air, aseton, dan

  klorofom, kemudian larut dalam eter, dan beberapa minyak atsiri tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (DepKes RI, 1979).

  Dalam sediaan formulasi farmasi dan teknologi, digunakan dalam kosmetik sebagai pengemulsi dan konsentrasi yang diperbolehkan dalam produk topikal sampai 15% (Rowe, 2003 cit Fajriyah, 2009).

  d. Asam stearat Asam stearat merupakan campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekonat C

18 H

  36 O 2 dan asam heksadekonat C

  16 H

  32 O 2 . Khasiat

  dan penggunaan asam stearat yaitu sebagai zat tambahan dengan pemerian merupakan zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin (DepKes RI, 1979).

  Asam stearat pada umumnya digunakan sebagai pada sediaan oral maupun topikal. Pada sediaan topikal asam stearat digunakan sebagai zat pengemulsi dan zat yang membantu kelarutan pada sediaan cream (Rowe, 2003 cit Fajriyah, 2009).

  e. Dinatrii Edetat Dinatrii edetat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C H N O dihitung terhadap zat yang

  

10

  14

  2

  8 telah dikeringkan (DepKes RI, 1979).

  f. Propil Paraben Propil paraben digunakan sebagai zat pengawet yang mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

  C

10 H

  12 O 3 . Kelarutannya sangat sukar larut dalam air; mudah larut

  dalam etanol, dan dalam eter; sukar larut dalam air mendidih (DepKes RI, 1979).

D. Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa Bakteri

  Bakteri yang digunakan dalam penelitian ada 2 yaitu yang mewakili kategori Gram Positif yaitu Staphylococcus aureus, dan yang mewakili Gram negatif yaitu Pseudomonas aeruginosa.

  a. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang

  Staphylococcus aureus

  berbentuk bulat (cocus) dengan ukuran diameter sekitar 1 μm yang tersusun dalam kelompok yang tidak beraturan, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Staphylococcus tumbuh dalam kelompok buah anggur, akan tetapi pada biakkan cair mungkin terdapat secara terpisah (tunggal), berpasangan berbentuk tetrad (jumlahnya 4 sel) dan berbentuk rantai dan koloninya berwarna abu-abu sampai kuning emas tua (Jawetz, 1996 cit Prasiwi, 2011).

  Secara normal Staphylococcus aureus terdapat di bagian anterior hidung dan pada daerah kulit, khususnya umum terdapat di daerah perineum dan tidak membahayakan tetapi di daerah laen sangat berbahaya. Penyebab dari bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan bisul, infeksi luka dan luka bakar, enterititis karena pemakaian antibiotik, mastitis, dan osteomielitis akut (Gibson, 1996).

  b. Pseudomonas aeruginosa Ciri khas Pseudomons aeruginosa bergerak dan berbentuk batang, berukuran 0,6 x 2 µm yang biasanya tersebar luas di alam dan lingkungan yang lembab di rumah sakit. Pseudomonas aureginosa merupakan gram negatif dan terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan kadang - kadang membentuk rantai yang pendek. Tumbuh baik pada suhu 37°C-42°C. Bakteri ini adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis pembenihan biakan, kadang-kadang menghasilkan bau yang manis menyerupai anggur membentuk koloni halus bulat dengan warna berfluoresensi kehijauan (Jawetz, 1996).

  Bakteri Pseudomonas aeruginosa menimbulkan infeksi pada luka dan luka bakar, menimbulkan nanah hijau kebiruan, meningitis, dan infeksi saluran kemih. Penyerangan pada saluran nafas, khususnya respirator yang tercemar, mengakibatkan Pneumonia netrotika, infeksi mada mata, yang mengakibatkan kerusakan mata secara cepat, biasanya terjadi setelah luka atau operasi mata (Jawetz, et al., 2001)

B. Antibakteri dan Uji Aktivitas Antibakteri

  Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan pada manusia. Mekanisme penghambatan tumbuhan bakteri terjadi karena perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukan atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, penghambatan fungsi dari selaput sel, kemudian penghambatan sintesis protein yaitu terjadi hambatan translasi dan transkripsi bahan genetik, serta penghambatan sintesis asam nukleat (Pelczar, 1986).

  Pada uji aktivitas antibakteri, uji kepekaan bakterinya dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:

  1. Metode Difusi Metode difusi terdiri dari beberapa metode antara lain:

  a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang nantinya akan berdifusi. Area jernih pada cawan petri mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme.

  b.

   E-test

  Metode ini menggunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah sampai tertinggi yang kemudian diletakkan pada permukaan media agar yang sudah ditanam mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang menunjukkan kadar yang menghambat pertumbuhan antimikroba.

  c.

   Ditch-plate technique

  Sampel agen antimikroba diletakkan pada parit yang dibuat dari hasil pemotongan media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur kemudian mikroba (maksimum 6 macam) di goreskan ke arah parit.

  d.

   Cup-plate technique

  Metode ini dibuat sumur pada media agar yang telah ditanam mikroorganisme kemudian diberi agen antimikroba yang akan diuji di sumur tersebut.

  e.

   Gradient-plate technique

  Metode ini dibuat variasi konsentrasi pada media agar dari mulai 0 sampai maksimal. Media agar dicairkan kemudian ditambah dengan larutan uji, campuran tersebut dituang ke cawan petri lalu dimiringkan. Nutrisi yang kedua dituang di atasnya kemudian diinkubasi selama 24 jam. Mikroba uji digoreskan dari arah konsentrasi tinggi ke rendah dan hitung hasil dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.

  2. Metode Dilusi Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu

  a. Metode dilusi cair Metode ini untuk mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration ) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration).

  Membuat seri pengenceran agen mikroba pada medium cair yang telah ditambahkan mikroba uji. Larutan pada kadar terkecil yang terlihat jernih ditetapkan sebagai KHM. Larutan ini kemudian dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji, selanjutnya diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM.

  b. Metode dilusi padat Metode dilusi padat serupa dengan metode dilusi cair, bedanya pada medium ini menggunakan medium padat (Pratiwi,

  2008).