Sistem jaringan syaraf kabur - USD Repository
SISTEM JARINGAN SYARAF KABUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika Disusun oleh:
Sisiria Mardiawati
NIM : 053114006
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
FUZZY NEURAL NETWORK SYSTEM
Final Assignment
Presented to Fulfill One of the Requirements To Obtain the Sarjana Sains Degree
Mathematics Study Program By :
Sisiria Mardiawati
Student Number : 053114006
MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bersukacitalah senantiasa Tetaplah berdoa
Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu (2 Tesalonika 16-18) Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur (Filipi 4:6)
Skripsi ini kupersembahkan kepada : Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan menyertaiku
Mamak dan Bapak yang selalu mendukung dengan cinta kasih yang tiada habisnya Adikku terkasih, Vincentius Mardianto yang selalu mendukung
Diriku sendiri, Sisiria Mardiawati yang sudah mau menyelesaikan skripsi ini
ABSTRAK
Jaringan syaraf kabur adalah suatu model yang dilatih dengan menggunakan jaringan syaraf, namun struktur jaringannya diinterpretasikan dengan aturan-aturan kabur. Sistem jaringan syaraf kabur adalah suatu sistem yang mengombinasikan logika kabur dan jaringan syaraf. Sistem jaringan syaraf kabur dirancang untuk merealisasikan proses penalaran kabur, di mana bobot-bobot yang terhubung pada jaringan tersebut berhubungan dengan parameter-parameter penalaran kabur.
ABSTRACT
Fuzzy neural networks is a model trained using neural networks, but the network structures are interpreted by fuzzy rules. Fuzzy neural network system is a system that combines fuzzy logic and neural networks. Fuzzy neural network system is designed to realize the fuzzy reasoning process, where the weights connected to the network are associated with the fuzzy reasoning parameters.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang memberikan dorongan, bimbingan, petunjuk, nasihat serta dukungan dari permulaan sampai selesainya penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Yosef Agung Cahyanta S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus selaku Dosen Penguji tugas akhir yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, SJ, selaku Dosen Pembimbing skripsi dan Dosen Pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, bimbingan, nasihat, dorongan serta saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Y. G. Hartono, S.Si, M.Sc, selaku Dosen Penguji tugas akhir yang telah memberikan masukan dan saran.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.
6. Bapak Zaerilus Tukija dan Ibu Erma Linda Santyas Rahayu yang telah memberikan pelayanan administrasi kepada penulis selama masa perkuliahan.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................... iii HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... vi ABSTRAK...................................................................................................... vii ABSTRACT.................................................................................................... viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS....................................................... ix KATA PENGANTAR..................................................................................... x DAFTAR ISI................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1 A. Latar Belakang .............................................................................
1 B. Rumusan Masalah ........................................................................
6 C. Pembatasan Masalah ....................................................................
7 D. Tujuan Penulisan ..........................................................................
7 E. Manfaat Penulisan ........................................................................
7
G. Sistematika Penulisan ..................................................................
8 BAB II LOGIKA KABUR, DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN....................................................
11 A. Logika Kabur ..............................................................................
11 1. Himpunan Kabur ....................................................................
11 2. Fungsi Keanggotaan ...............................................................
18 3. Operasi Baku pada Himpunan Kabur ...................................
23 4. Perambatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur ...............
25 5. Relasi Kabur..........................................................................
28 6. Variabel Linguistik................................................................
29 7. Proposisi Kabur.....................................................................
29 8. Implikasi Kabur.....................................................................
30 9. Model Kabur Takagi Sugeno Kang (TSK)............................
34 10. Modus Ponens Rampat..........................................................
35 11. Sistem Kendali Kabur............................................................
44 B. Dekomposisi Nilai Singular.........................................................
45 C. Jaringan Syaraf Tiruan................................................................
52 1. Konsep Dasar Jaringan Syaraf Tiruan...................................
52 2. Arsitektur Jaringan Syaraf.....................................................
55 3. Proses Pembelajaran..............................................................
57 4. Fungsi Aktivasi......................................................................
58
BAB III SISTEM JARINGAN SYARAF KABUR ....................................
75 A. Jaringan Syaraf dan Logika Kabur..............................................
75 B. Model Kabur dengan Pembelajaran Jaringan Syaraf Terbimbing........................................................................
77 1. Arsitektur Jaringan Syaraf Kabur............................................
77 2. Pembelajaran Rambatan Balik Pada Model Kabur.................
80 C. Contoh Model Jaringan Syaraf Kabur...........................................
91 BAB IV PENUTUP........................................................................................
99 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak hal yang bersifat kompleks dan
rumit untuk dijelaskan secara tepat dan eksak. Sebuah model yang cocok untuk menggambarkan hal tersebut bisa diperoleh dengan menggunakan himpunan kabur.
Pencapaian dengan menggunakan model tersebut berdasarkan pengamatan bahwa manusia berpikir menggunakan bahasa yang digunakan seperti “kecil” atau “sangat besar” dan ungkapan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mendeskripsikan konsep tersebut ke dalam bahasa yang umum, Zadeh memperkenalkan himpunan kabur (fuzzy sets) pada tahun 1965. Dalam hal ini Zadeh memperluas konsep “himpunan klasik” (himpunan tegas, crisp set) menjadi himpunan kabur, dalam arti bahwa him- punan klasik merupakan kejadian khusus dari himpunan kabur itu. Berdasarkan kon- sep himpunan kabur itu, Zadeh mengembangkan konsep algoritma kabur (1968), yang merupakan landasan dari logika kabur (fuzzy logic) dan penalaran hampiran (ap-
proximate reasoning ), yaitu penalaran yang melibatkan pernyataan-pernyataan
dengan predikat kabur. Inti dari sistem kabur ini sendiri adalah aturan implikasi jika – maka (if – then rules), yang menggunakan himpunan kabur sebagai syarat dalam pre-
Sejak manusia bisa melakukan banyak hal yang cukup sulit dibandingkan alat teknologi yang sangat canggih, otak manusia menjadi hal yang sangat menarik bagi para ahli. Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki ke- mampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls/sinyal yang diberikan pada neu- ron. Setiap sel syaraf (neuron) memiliki 3 komponen penting yaitu soma yang merupakan inti sel dari neuron yang bertugas untuk melakukan pemrosesan informasi. Informasi yang datang akan diterima oleh dendrit, selain menerima informasi dendrit juga menyertai axon sebagai keluaran dari suatu pemrosesan informasi. Informasi hasil olahan ini akan menjadi masukan bagi neuron lain yang dihubungkan oleh dua dendrit sel yang dipertemukan oleh sinapsis. Informasi yang dikirimkan antar neuron ini berupa rangsangan yang dilewatkan melalui beberapa dendrit. Informasi yang datang dan diterima oleh dendrit akan dijumlahkan dan dikirim melalui axon ke dendrit akhir yang bersentuhan dengan dendrit dari neuron yang lain. Informasi ini akan diterima oleh neuron lain jika memenuhi batasan tertentu, yang sering dikenal dengan nama nilai ambang (treshold).
Gambar 1.1 Jaringan Syaraf BiologiTerinspirasi akan sistem jaringan syaraf biologi tersebut, banyak ahli telah menyelidiki jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf tiruan adalah suatu sistem komputasi yang disusun dengan meniru proses alamiah yang terjadi dalam jaringan syaraf biologis pada otak manusia. Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf tiruan juga terdiri dari beberapa neuron dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan input yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron lainnya. Pada jaringan syaraf tiruan, hubungan ini dikenal dengan nama bobot (weight). Input tersebut disimpan pada suatu nilai tertentu pada bobot tersebut. Gambar dibawah ini menunjukkan jaringan syaraf sederhana.
Gambar 1.2 Jaringan syaraf sederhana Sebenarnya cara kerja neuron buatan ini sama saja dengan neuron biologis.Suatu neuron pada umumnya memiliki n buah input yang dinyatakan dengan bilangan-bilangan real x , x , ⋅ ⋅⋅ , x , dan sebuah output y . Masing-masing input 1 2 n 1 memiliki bobot yang dinyatakan dengan bilangan real w , w , ⋅ ⋅⋅ , w . Input-input 11 21 n 1 tersebut akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai- nilai semua bobot yang masuk. Hasil penjumlahan tersebut akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang tertentu melalui fungsi aktivasi setiap neuron sehingga mencapai sebuah output y. Pada jaringan syaraf neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer) yang sering disebut dengan lapisan neuron (neuron
layers ). Biasanya neuron-neuron pada satu lapisan akan dihubungkan dengan lapisan-
lapisan sebelum dan sesudahnya (kecuali lapisan input dan lapisan output). Input yang dimasukkan pada jaringan syaraf akan dirambatkan mulai dari lapisan input sampai ke lapisan output melalui lapisan yang lainnya, yang sering dikenal dengan nama lapisan tersembunyi (hidden layer).
Gambar 1.3 Jaringan syaraf tiruan dengan lapisan tersembunyiJaringan syaraf dan logika kabur merupakan dua teknologi yang komplementer. Jaringan syaraf dapat mengenali pola masukan yang diterimanya dan dengan proses pembelajaran dapat menyesuaikan diri dengan masukan itu. Proses pembelajaran pada suatu jaringan syaraf adalah proses penyesuaian diri jaringan itu secara bertahap terhadap masukan yang diterimanya sampai akhirnya menghasilkan keluaran yang diinginkan. Akan tetapi, memahami proses pembelajaran jaringan syaraf cukup sulit karena sulit untuk menjelaskan makna setiap neuron dan setiap bobot yang terkait. Sebaliknya, model berbasis aturan kabur mudah untuk dipahami karena menggunakan istilah-istilah linguistik dan struktur aturan jika-maka. Akan tetapi, tidak seperti jaringan syaraf, logika kabur tidak mengenal algoritma pembelajaran. Penggabungan kedua teknologi tersebut menghasilkan istilah baru, menggunakan kombinasi logika kabur dan jaringan syaraf. Sistem jaringan syaraf kabur dirancang untuk merealisasikan proses logika kabur, dimana bobot-bobot yang terhubung pada jaringan tersebut berhubungan dengan parameter-parameter logika kabur. Dengan menggunakan algoritma pembelajaran rambatan balik, sistem jaringan syaraf kabur dapat mengidentifikasi aturan-aturan kabur dan melatih fungsi keanggotaan dari logika kabur tersebut. Sistem jaringan syaraf kabur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu:
1. Model berbasis aturan kabur yang dibangun dengan menggunakan teknik pembelajaran jaringan syaraf terbimbing.
2. Model berbasis aturan kabur yang menggunakan jaringan syaraf untuk membangun partisi kabur dari ruang masukannya.
Yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sistem jaringan syaraf kabur kategori pertama.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah: 1.
Bagaimana bentuk model sistem jaringan syaraf kabur? 2. Bagaimana mengimplementasikan pembelajaran rambatan balik pada
C. Pembatasan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis membahas tentang sistem jaringan syaraf kabur yang merupakan interpretasi pembelajaran jaringan syaraf buatan dengan (pada) model kabur. Pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran rambatan balik, dan model kabur yang digunakan adalah model kabur Takagi Sugeno Kang (TSK).
D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana bentuk model sistem jaringan syaraf kabur 2.
Mengetahui implementasi pembelajaran rambatan balik pada model kabur E.
Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah dapat mengetahui dan memahami bagaimana bentuk model sistem jaringan syaraf kabur serta mengetahui implementasi pembelajaran rambatan balik pada model kabur.
F. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari materi dari buku-buku acuan yang berkaitan dengan topik skripsi.
G. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah B. Perumusan masalah C. Pembatasan masalah D. Tujuan penulisan E. Manfaat penulisan F. Metode penulisan G. Sistematika penulisan BAB II : LOGIKA KABUR DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN A. Logika Kabur
1. Himpunan Kabur 2.
Fungsi Keanggotaan 3. Operasi Baku Pada Himpunan Kabur 4. Perampatan Operasi Baku Pada Himpunan
Kabur 5. Relasi Kabur 6. Variabel Linguistik 7.
Proposisi Kabur 8. Implikasi Kabur 9. Prinsip Perluasan 10.
Model Kabur Takagi Sugeno Kang 11. Generalisasi Modus Ponens 12. Sistem Kendali Kabur B.
Dekomposisi Nilai Singular (DNS) C. Jaringan Syaraf Tiruan 1.
Konsep Dasar Jaringan Syaraf Tiruan
2. Arsitektur Jaringan Syaraf 3.
Proses Pembelajaran 4. Fungsi Aktivasi 5. Model Rambatan Balik (Backpropagation)
BAB III : SISTEM JARINGAN SYARAF KABUR A. Jaringan Syaraf dan Logika Kabur B. Model Kabur dengan Pembelajaran Jaringan Syaraf Terbimbing
1. Arsitektur Jaringan Syaraf Kabur
2. Pembelajaran Rambatan Balik Pada Model Kabur C.
Contoh Model Jaringan Syaraf Kabur
BAB IV : PENUTUP
BAB II LOGIKA KABUR, DEKOMPOSISI NILAI SINGULAR DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN A. Logika Kabur
1. Himpunan Kabur
Andaikan A adalah suatu himpunan tegas dalam semesta pembicaraan U, maka A dapat didefinisikan dengan mendaftarkan semua anggotanya atau dengan mendefinisikan kaidah yang harus dipenuhi oleh anggota dari himpunan tersebut. Jika suatu objek x adalah anggota himpunan A, maka ditulis x ∈ , dan jika x bukan A anggota A ditulis x ∉ . Ada tiga metode untuk mendefinisikan suatu himpunan A dalam suatu semesta pembicaraan U, yaitu: a.
Metode pendaftaran, yaitu metode yang mendefinisikan suatu himpunan dengan menyebut semua anggotanya. Metode ini digunakan hanya untuk himpunan- himpunan berhingga. Himpunan A yang anggotanya a a a , ditulis: 1 , ,..., 2 n
A = ( a , a ,..., a )
1 2 n b.Metode kaidah, yaitu metode yang mendefinisikan suatu himpunan dengan menyebutkan syarat keanggotaannya. Dalam metode kaidah, himpunan A
A = { x ∈ U | p ( x )}
di mana p menyatakan bahwa “x mempunyai sifat p” (x ) c.
Metode fungsi keanggotaan (fungsi karakteristik), yaitu metode yang mendefinisikan suatu himpunan dengan sebuah fungsi yang disebut fungsi karakteristik, untuk menyatakan bahwa anggota-anggota himpunan semesta U adalah anggota himpunan itu atau bukan. Himpunan A didefinisikan dengan fungsi karakteristik χ U → , sedemikian hingga: A : { , 1 } untuk x ∈ A
1 χ (x ) = A untuk x ∉ A
Contoh 2.1 Andaikan U = {1, 2, 11}. Didefinisikan himpunan A yang anggota- ,
anggotanya adalah bilangan-bilangan genap dalam himpunan semesta U. Maka berdasarkan tiga metode di atas, himpunan A dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. A = {2, 4, 6, 8, 10}
2. A = { ∈ x U | x bilangan genap } 1 jika x bilangan genap
χ 3. (x ) = A
jika x bilangan ganjil Fungsi karakteristik dari himpunan tegas menentukan dengan pasti nilai 0 atau 1 untuk setiap anggota U. Fungsi ini dapat diperumum sedemikian sehingga nilai- nilai yang ditentukan untuk tiap anggota dari himpunan semesta berada dalam interval tertutup [0,1] dan menunjukkan derajat keanggotaan dari anggota tersebut.
Nilai-nilai yang lebih besar menunjukkan derajat keanggotaan yang lebih tinggi. Fungsi yang demikian disebut fungsi keanggotaan dan himpunan yang didefinisikan berdasarkan fungsi tersebut disebut himpunan kabur.
~
Definisi 2.1 Suatu himpunan kabur A dalam semesta U adalah himpunan yang
~dilengkapi dengan fungsi keanggotaan µ yang nilainya berada dalam interval [0,1], A yaitu: ~ µ : U → [ , A 1 ]
~ µ ~ Nilai ( x ) disebut derajat keanggotaan dari x dalam himpunan kabur A . A
~ Secara matematis suatu himpunan kabur A dalam himpunan semesta U dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut:
~ µ ~
A = {( x , ( x )) | x ∈ U }
A~ Apabila semesta U adalah himpunan yang kontinu, maka himpunan kabur A
~ ~
A = µ / x
A x ∈ U ∫di mana lambang di sini bukan lambang integral seperti yang dikenal dalam
∫
kalkulus, tetapi melambangkan keseluruhan unsur-unsur x ∈ dengan derajat U µ ~ keanggotaan ( x ) . A
~ Apabila semesta U adalah himpunan yang diskret, maka himpunan kabur A seringkali dinyatakan dengan
~ ~ µ
A = ( x ) / x
A
x U ∑ ∈di mana lambang di sini bukan lambang penjumlahan, tetapi melambangkan
∑ ~ keseluruhan unsur-unsur x ∈ dengan derajat keanggotaan U µ ( x ) . A
~ Angggota-anggota dari suatu himpunan kabur A yang mempunyai derajat ~ keanggotaan sama dengan 0, yaitu µ x = , seringkali tidak ditulis. A ( )
~
Contoh 2.2
Misalkan dalam himpunan semesta semua bilangan real adalah ℝ, A
~ himpunan “bilangan real yang dekat dengan nol”, maka himpunan kabur A dapat dinyatakan sebagai berikut:
2
~ x
− A = e / x x ∈ R ∫
Contoh 2.3 Dalam himpunan semesta U = {-5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5},
~ himpunan kabur A dalam Contoh 2.2 di atas dapat dinyatakan sebagai ~ ~
µ
A = A 1 / − 4 . 3 / − 3 . 5 / − 2 . + + + + 7 / −
3 / 3 . 1 /
4 ∑ x U
1 1 / . 7 / 1 . 5 / 2 . + + + + ( x ) / x = .
∈
Bilangan 5 dan -5 mempunyai derajat keanggotaan 0, sehingga tidak ditulis dalam penyajian himpunan kabur diskret tersebut.
Berikut akan dibahas beberapa konsep dasar dan istilah-istilah yang ~ berhubungan dengan himpunan kabur. Misalkan A adalah himpunan kabur dalam himpunan semesta U.
~
Definisi 2.2 Pendukung (support) dari himpunan kabur A adalah himpunan tegas
~
P ( A ) yang memuat semua anggota semesta dengan derajat keanggotaan taknol
~ dalam A , yaitu ~
µ ~ P ( A ) = { x ∈ U | ( x ) > } .
A
~Dari Contoh 2.3 di atas, P ( A ) ={-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4} ~
Definisi 2.3 Himpunan kabur A disebut himpunan kabur kosong jika pendukungnya
Definisi 2.4 Himpunan kabur elemen tunggal adalah himpunan kabur yang
pendukungnya adalah himpunan tegas dengan elemen tunggal (singleton).~
Definisi 2.5 Tinggi (height) dari himpunan kabur A adalah derajat keanggotaan
terbesar yang dicapai oleh anggota-anggota U, yaitu ~ ~
Tinggi A = µ x .
( ) sup { ( )} x U A
∈
~ Dari Contoh 2.3 di atas, Tinggi ( A ) =1.
~
Definisi 2.6
Himpunan kabur A yang memiliki tinggi sama dengan 1 disebut himpunan kabur normal.
~
Definisi 2.7
Himpunan kabur A yang memiliki tinggi kurang dari 1 disebut himpunan kabur subnormal.
~
Definisi 2.8
Titik silang (crossover point) dari himpunan kabur A adalah anggota U ~ yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 0.5 dalam himpunan kabur A .
~ Dalam Contoh 2.3 di atas, titik 2 dan -2 adalah titik silang dari himpunan kabur A . ~
Definisi 2.9 Teras (core) dari himpunan kabur A adalah himpunan semua anggota U
yang mempunyai derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu:
~ ~
Teras ( A ) = { x ∈ U | µ ( x ) = A 1 } .
~
Definisi 2.10
Pusat (center) dari himpunan kabur A didefinisikan sebagai berikut: jika nilai rata-rata dari semua titik di mana fungsi keanggotaan himpunan kabur itu mencapai nilai maksimum adalah berhingga, maka pusat himpunan kabur itu adalah nilai rata-rata tersebut; jika nilai rata-rata itu takhingga positif (negatif), maka pusat himpunan kabur itu adalah yang terkecil (terbesar) di antara semua titik yang mencapai nilai fungsi keanggotaan maksimum.
Definisi 2.11 Potongan-
α (α -cut) dari himpunan kabur A~ adalah himpunan tegas
A yang terdiri dari semua anggota U yang mempunyai derajat keanggotaan dalam
α~
A lebih besar dari atau sama dengan α , yaitu:
µ ~ α
A = { x ∈ U | ( x ) ≥ } .
α A
~
Definisi 2.12
Potongan-α kuat dari himpunan kabur A adalah himpunan tegas A′
α
~ yang terdiri dari semua anggota U yang mempunyai derajat keanggotaan dalam A lebih besar dari α , yaitu:
′ µ ~ α
A = { x ∈ U | ( x ) > } .
α A
~ Dari Contoh 2.3 di atas, potongan- α dari A dengan α = 0.5 adalah A = {-2, -1, 0, . 5
~ ~
Definisi 2.13 Dua buah himpunan kabur A dan B dalam himpunan semesta U
~ dikatakan sama, dilambangkan dengan A ~ = , bila dan hanya bila B µ ~ µ ~ A B ( x ) = ( x ) , ∀ x ∈ U .
~
Definisi 2.14
Himpunan kabur A dikatakan himpunan bagian dari himpunan kabur ~ ~
B , dilambangkan dengan A ~ ⊆ , bila dan hanya bila B
µ ~ µ ~ A B ( x ) ≤ ( x ) , ∀ x ∈ U . ~
~
Contoh 2.4
Jika A = 0.2/-3 + 0.3/-2 + 0.7/-1 + 1/0 + 0.7/1 + 0.3/2 + 0.2/3 dan B = ~
0.3/-3 + 0.4/-2 + 0.8/-1 + 1/0 + 0.8/1 + 0.4/2 + 0.3/3, maka A ~ ⊆ . B
Definisi 2.15 Himpunan kosong φ dapat dipandang sebagai himpunan kabur dengan
µ fungsi keanggotaan sama dengan 0, yaitu ( x ) = untuk setiap x ∈ . Himpunan U
φ
semesta U dapat dipandang sebagai himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan sama dengan 1, yaitu µ x = untuk setiap x ∈ . U u ( )
1
2. Fungsi Keanggotaan Setiap himpunan kabur dapat dinyatakan dengan fungsi keanggotaan.
Beberapa fungsi keanggotaan himpunan kabur yang dinyatakan dalam bentuk suatu a. Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a b c ∈ a < b < c , dan , ,
ℝ dengan dinyatakan dengan Segitiga ( x ; a , b , c ) dengan kaidah:
x a
− untuk a ≤ x ≤ b
b − a
Segitiga ( x ; a , b , c ) = c − x
untuk b ≤ x ≤ c c − b untuk x lainnya
Fungsi keanggotaan ini dapat juga dinyatakan dengan formula sebagai berikut: x a c x
− −
Segitiga ( x ; a , b , c ) = max min , ,
b − a c − b
Gambar 2.1 Grafik fungsi keanggotaan segitigab. Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan trapesium jika mempunyai empat buah parameter, yaitu a , b , c , d ∈ a < b < c < d , ℝ dengan dan dinyatakan dengan Trapesium x a b c d dengan kaidah:
( ; , , , )
x a
− untuk a ≤ x ≤ b
b − a
untuk b ≤ x ≤ c
1
Trapesium ( x ; a , b , c , d ) =
d − x
untuk c ≤ x ≤ d
d − c
untuk x lainnya
Fungsi keanggotaan ini dapat juga dinyatakan dengan formula sebagai berikut: x − a d − x
Trapesium ( x ; a , b , c , d ) = max min ,
1 , ,
b − a d − c
Gambar 2.2
Grafik fungsi keanggotaan trapesium
c. Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan Gauss jika mempunyai dua buah parameter, yaitu a b ∈ ,
ℝ, dinyatakan dengan
Gauss ( x ; a , b ) dan memenuhi: x a 2 − − b
Gauss ( x ; a , b ) = e
Gambar 2.3 Grafik fungsi keanggotaan Gaussdi mana x = adalah pusat dan b menentukan lebar dari fungsi keanggotaan a Gauss.
d. Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan Cauchy jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a , b , c ∈ ℝ, dinyatakan dengan
Cauchy ( x ; a , b , c ) dan memenuhi:
1 Cauchy ( x ; a , b , c ) = 2 b x − c
- 1
a
di mana x = c adalah pusat, a menentukan lebar, dan b menentukan kemiringan (slope) di titik silang dari fungsi keanggotaan Cauchy.
Gambar 2.4
Grafik fungsi keanggotaan Cauchy
e. Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan Sigmoid jika mempunyai dua buah parameter, yaitu a , c ∈ ℝ, dinyatakan dengan
Sigmoid ( x ; a , c ) dan memenuhi:
1 Sigmoid ( x ; a , c ) =
− ( − ) a x c
- 1 e di mana a menentukan kemiringan fungsi keanggotaan sigmoid di titik silang
x = c . Untuk a > fungsi keanggotaan Sigmoid terbuka ke kanan, dan sebaliknya untuk a < fungsi keanggotaan Sigmoid terbuka ke kiri.
Gambar 2.5
Grafik fungsi keanggotaan Sigmoid yang terbuka ke kanan (gambar kiri) dan yang terbuka ke kiri (gambar kanan)
3. Operasi Baku pada Himpunan Kabur
Operasi baku pada himpunan kabur yang akan didefinisikan adalah operasi uner “komplemen” dan operasi-operasi biner “gabungan” dan “irisan”. Komplemen dari
~ ~
suatu himpunan kabur A adalah himpunan kabur A′ dengan fungsi keanggotaan µ ~ µ ~ A ′ A ( x ) = 1 − ( x )
~ ~ ∈
A B
untuk setiap x
X. Gabungan dua buah himpunan kabur dan adalah himpunan
~
kabur A ~ ∪ B dengan fungsi keanggotaan µ ~ ~ µ ~ µ ~ A ∪ B A B ( x ) = max { ( x ), ( x )}
~ ~ A B
untuk setiap x ∈ . Sedangkan irisan dua buah himpunan kabur
X
dan adalah
=
µ A = ) ( sup ~ ] [ 1 ,
α A x ∈ , sehingga α µ α
= ) ( ~
A x
. Untuk setiap ] (r 1 , ∈ α , α µ
< = r x A ) ( ~ , berarti
α A x ∉ , sehingga ) (
~
= x A α µ
. Maka
] [ 1 , ~ ∈ α α
A x α
µ . Untuk setiap ] , [ r
µ
α∈
) ( sup )} ( sup ), ( sup max{
~
] , [
~ ] ( 1 , ~ ] , [ x r x xA
k
A r A rµ α
µ µ
α α α α α
= = = =
∈ α , α µ ≥ = r x A ) ( ~ , berarti
= ) ( ~
∩
~ dalam himpunan semesta U dan
) ( ~ ~
B A x
µ min )} ( ), ( { ~ ~
B A x x
µ µ untuk setiap
X x ∈ .
Teorema 2.1 (Teorema Dekomposisi)
Jika
α A adalah potongan-α dari himpunan kabur A
α A
Bukti: Ambil sebarang U x ∈ dan misalkan r x A
~ adalah himpunan kabur dalam U dengan fungsi keanggotaan ) ( ~
A x A α α
αχ µ = untuk setiap U x ∈ , di mana α χ A adalah fungsi karakteristik dari himpunan
α A ,
maka
] [ 1 ,
~ ~
∈
= a
A A α .
∈ ∈ ∈
~ ~ untuk setiap x ∈ . Jadi U A = A .
■
α a ∈ [ , 1 ]
4. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur
Di atas telah dibahas definisi operasi-operasi baku komplemen, gabungan dan irisan untuk himpunan-himpunan kabur. Definisi-definisi tersebut dapat dirampatkan sedemikian sehingga definisi operasi-operasi baku tersebut merupakan kejadian khususnya. Perampatan tersebut akan didefinisikan secara aksiomatis, kemudian akan diperlihatkan macam-macam operasi yang memenuhi aksioma-aksioma tersebut.
a. Operasi Komplemen Definisi 2.17
Suatu pemetaan k : [ , 1 ] → [ , 1 ] disebut komplemen kabur jika memenuhi aksioma-aksioma berikut: K1. k ( ) = 1 dan k ( = 1 )
(syarat batas) K2. Jika x < , maka y k ( x ) ≥ k ( y ) untuk semua x , ∈ y [ , 1 ] (syarat taknaik) Suatu kelas pemetaan yang merupakan komplemen kabur adalah kelas Sugeno yang didefinisikan sebagai berikut:
x
1 −
k ( x ) = λ
- 1 λ x
λ λ dengan parameter ∈ ( − 1 , ∞ ) . Untuk = , diperoleh operasi komplemen baku, yaitu k ( x ) =1 − x , di mana x adalah derajat keanggotaan suatu elemen dalam suatu
~ himpunan kabur A dan k ( x ) adalah derajat keanggotaan elemen tersebut dalam ~ himpunan kabur A′ . Kelas pemetaan lain yang merupakan komplemen kabur adalah
kelas Yager yang didefinisikan sebagai berikut: w 1 / w k ( x ) = ( w 1 − x ) dengan parameter w ∈ ( ∞ , ) . Untuk w =
1 diperoleh operasi komplemen baku, yaitu k ( x ) =1 − x . 1
b. Operasi Gabungan
Definisi 2.18 Suatu pemetaan s × → disebut gabungan kabur (norma-
: [ , 1 ] [ , 1 ] [ , 1 ]
s ) jika memenuhi aksioma-aksioma berikut:
S1. s ( , x ) = s ( x , ) = x dan s ( 1 , 1 ) = 1 (syarat batas) S2. s ( x , y ) = s ( y , x ) (syarat komutatif)
′ ′ ′ ′ S3. Jika x ≤ dan x y ≤ , maka y s ( x , y ) ≤ s ( x , y ) , ∀ y x , ∈ [ , 1 ] (syarat takturun) S4. s ( s ( x , y ), z ) = s ( x , s ( y , z )) (syarat asosiatif) Contoh-contoh norma-s:
- a) s ( x , y ) = x y − xy
Jumlah aljabar: ja
- x y
b) s ( x , y ) = Jumlah Einstein: je +
1 xy
x y =
jika
c) s x y = y x = ( , ) jika
Jumlah drastis: jd 1 jika lainnya
c. Operasi Irisan
Definisi 2.19 Suatu pemetaan t : [ ,
1 ] × [ , 1 ] → [ , 1 ] disebut irisan kabur (norma-t) jika memenuhi aksioma-aksioma berikut: T1. t ( x , 1 ) = t ( 1 , x ) = x dan t ( , ) = (syarat batas) T2. t ( x , y ) = t ( y , x ) (syarat komutatif)
′ ′ ′ ′ T3. Jika x ≤ dan x y ≤ , maka y t ( x , y ) ≤ t ( x , y ) , ∀ y x , ∈ [ , 1 ] (syarat takturun) T4. t ( t ( x , y ), z ) = t ( x , t ( y , z )) (syarat asosiatif) Contoh-contoh norma-t:
a) t ( x , y ) = xy da Darab aljabar:
xy
b) t ( x , y ) = Darab Einstein: de +
x y xy
2 − ( − )
x jika y =
1
c) t ( x , y ) = y jika x = dd
1 Darab drastis: jika lainnya
5. Relasi Kabur
~
Definisi 2.15 Relasi kabur (biner) R antara elemen-elemen dalam himpunan U
dengan elemen-elemen dalam himpunan V didefinisikan sebagai himpunan kabur dengan semesta U × , yaitu himpunan kabur
V
~ ~
R = u v µ u v u v ∈ U ×
V
{(( , ), ( , )) | ( , ) } R ~
Relasi kabur R itu juga disebut relasi kabur pada himpunan semesta U × . Jika
V U = , maka R~ disebut relasi kabur pada himpunan U.
V
~
Contoh 2.5
Misalnya U = {20, 45, 106}, V = {35, 58, 210} dan R adalah relasi kabur “jauh lebih kecil” antara elemen-elemen dalam U dengan elemen-elemen ~ ~ dalam V. Maka relasi R dapat disajikan sebagai R = 0.1/(20,35) + 0.3/(20,58) +
0.9/(20,210) + 0.1/(45,58) + 0.6/(45,210) + 0.4/(106,210).
6. Variabel Linguistik Definisi 2.16
Suatu variabel linguistik adalah suatu rangkap-5 (x, T, U, G, M) di mana x adalah lambang variabelnya, T adalah himpunan nilai-nilai linguistik yang dapat menggantikan x, U adalah semesta wacana (numeris) dari nilai-nilai linguistik dalam T (jadi juga dari variabel x), G adalah himpunan kaidah-kaidah sintaksis yang mengatur pembentukan istilah-istilah anggota T, dan M adalah himpunan kaidah- kaidah semantik yang mengaitkan setiap istilah dalam T dengan suatu himpunan kabur dalam semesta U.
Contoh 2.6 Bila variabel linguistiknya adalah “kecepatan”, maka himpunan nilai-
nilai linguistik dapat diambil himpunan istilah-istilah T = {cepat, sangat cepat, agak cepat, tidak cepat, lambat, sangat lambat, agak lambat, tidak lambat} dengan semesta
U = [0,100], kaidah sintaksis mengatur pembentukan istilah-istilah dalam T dan
kaidah semantik mengaitkan setiap istilah dalam T dengan suatu himpunan kabur dalam semesta U.
7. Proposisi Kabur
Definisi 2.17 Proposisi kabur adalah kalimat yang memuat predikat kabur, yaitu
predikat yang dapat direpresentasikan dengan suatu himpunan kabur.Proposisi kabur yang mempunyai nilai kebenaran tertentu disebut pernyataan real dalam selang [0,1]. Nilai kebenaran itu disebut juga derajat kebenaran dari pernyataan kabur itu.
Bentuk umum dari suatu proposisi kabur adalah
x adalah A
di mana x adalah suatu variabel linguistik dan predikat A adalah suatu nilai linguistik dari x.
~ Bila A adalah himpunan kabur yang dikaitkan dengan nilai linguistik A dan
~
x adalah suatu elemen tertentu dalam semesta U dari himpunan kabur A , maka x