BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1536553717Bab 7 Rencana Pembangunan Infrastruktur Cipta Karya 10 1

BAB VII
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA
7.1.

Sektor Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan kebutuhan

program dan pembiayaan dalam pengembangan kawasan permukiman, khususnya dalam
rangka pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

7.1.1. Kondisi Eksisting
A. Kondisi Eksisting Kawasan Kumuh
Sesuai SK WaliKota Denpasar No. 188.45/1450/HK/2016 tentang Penetapan Lokasi
Lingkungan Perumahan Dan Permukiman Kumuh Di Kota Denpasar, luasan kumuh di
Kecamatan Denpasar Timur adalah 27,0603 Ha; Kecamatan Denpasar Barat 39,5668 Ha;
Kecamatan Denpasar Selatan 46,0116 Ha; Kecamatan Denpasar Utara 70,3553 Ha dengan
rincian disajikan pada tabel dibawah ini.

Tabel 7. 1 Lokasi Lingkungan Perumahan Dan Permukiman Kumuh Di Kota
Denpasar
No


Nama Titik /Kawasan

Banjar / Dusun

Desa / Kelurahan

Luas (Ha)

Denpasar Timur
1

Jl. Jayagiri XXII

Br. Eka Darma

Sumerta Kauh

0.3577


2

Gg. Sanggaha Kriya Asta

Br. Tohpati

Kesiman Kertalangu

9.2472

Br. Biaung Asri

Kesiman Kertalangu

0.4411

Br. Lebah

Sumerta Kaja


4.2789

Br. Abiankapas Klod

Sumerta

0.9875

3
4
5

Jl. Tegal Harum Gg. Sakura dan
Gg. Seruni
Jl. SMA 3 Gg VI
Jl. Nusa Indah Gg. XIIIa No 6x. Gg
XX. Gg. XXI

6


Jl. Badak Agung VII dan VIII

Br. Badak Sari

Sumerta Klod

2.4953

7

Jl. Merdeka II dan III

Br. Tanjung Bungkak

Sumerta Klod

2.1209

8


Jl. WR Supratman Gg 2D

Br. Kedaton

Kesiman Petilan

9

Jl. Waribang Gg I a

Br. Kedaton

Kesiman Petilan

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Timur

7.1317
27.0603

Denpasar Barat

1

Jl. P. Buru sekitar No. 32B

Br. Catur Panca

Dauh Puri

0.8349

2

Jl. P. Misol Gg. VB

Br. Sumuh

Dauh Puri Kauh

0.3906


VII-1

No
3
4

5

Nama Titik /Kawasan

Banjar / Dusun

Gg. Dahlia dan Gg. Cempaka
Jl. Gn. Batur Gg. Tunjung Biru dan
Gg. Klampit
Br. Kerandan Gg. Dahlian dan Gg.
Nangka

Desa / Kelurahan


Luas (Ha)

Br. Jematang

Dauh Puri Kauh

5.9706

Br. Penyaitan

Pemecutan

2.3923

Br. Kerandan

Pemecutan

1.5438


6

Jl. Kertapura Segina Utara

Br. Pekandelan

Pemecutan Klod

21.4902

7

Jl. Imam Bonjol Gg. 7

Br. Tegal Gede

Pemecutan Klod

0.3417


Br. Buana Kubu

Tegal Harum

0.5640

Br. Buana Asri

Tegal Kerta

6.0387

Jl. Buana Kubu Gg. Genta. Gg.
8

9

Amla
Br. Manut Negara. Jl. Merpati VII
dan Jl. Resimuka Barat VII


Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Barat

39.5668

Denpasar Selatan
1

Gg. Tkd. Grembengan

Br. Batan Poh

Sanur Kaja

0.5834

2

Jl. Hang Tuah Gg. Mawar

Br. Belong

Sanur Kaja

4.7211

3

Gg. Ikan Teri

Br. Pegok

Sesetan

2.1692

4

Jl. Tunggak Bingin Blok I

Br. Bet Ngandang

Sanur Kauh

1.4249

Jl. Batusari Gg. 4 dan Depan Setra

Br. Medure dan Br.

Madure

Dangin Peken

Sanur Kauh

0.6377

6

Jl. Raya Pemogan. Gg. Sakenan

Br. Sakah

Pemogan

19.0350

7

Jl. P. Ayu Selatan

Br. Sawah

Pedungan

10.2302

Br. Graha Santhi

Sidakarya

7.2101

5

8

Jl. Sanitasi lic/ dsn. Grakerti. Jl.
Mertasari Gg. Laksamana

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Selatan

46.0116

Denpasar Utara
1
2
3
4
5

6

Jl. Karya Makmur dan Gg. Kelapa
Muda
Gg. Pudak
Ling Prajasari / Jl. Bedahulu
V.VII.dan IX
Jl. Sakura Gg IV Ujung
Br. Teruna Sari Jl. Gatot Subroto
VI P. Q. R. S
Jl. Buluh Indah Gg. I s/d Gg. VIII
dan Jl. Jamuna III

Br. Pemangkalan

Ubung Kaja

17.5983

Br. Sedana Merta

Ubung

1.5583

Br. Tagtag Tengah

Peguyangan

2.3551

Br. Kertabuwana

Dangin Puri Kangin

0.6055

Br. Teruna Sari

Dauh Puri Kaja

3.0289

Br. Kertasari

Pemecutan Kaja

11.5545

7

Jl. Bung Tomo IV. V. dan VI

Br. Semilajati

Pemecutan Kaja

4.4194

8

Jl. Wibisana Barat Gg. Taman Sari.

Br. Mertayasa dan Br.

Pemecutan Kaja

13.2079

VII-2

No

9

Nama Titik /Kawasan

Banjar / Dusun

Gg. Ayam dan Jalur Tukad Teba

Panti Gede

Jl. Wibisana Utara Bongkol Manis

Br. Balun

Jl. Ahmad Yani Selatan, Jl. Maruti
10

(Lingkungan Wanasari dan

Br. Lumintang dan Br.
Wangaya Kaja

Terunasari)

Desa / Kelurahan

Luas (Ha)

Pemecutan Kaja

Dauh Puri Kaja
16.0275

Luas Kawasan Kumuh Kecamatan Denpasar Utara

70.3553

Luas Kawasan Kumuh Kota Denpasar

182.9940

Sumber: SK WaliKota Denpasar, 2016

B. Kondisi Permukiman di Kota Denpasar
Kondisi permukiman di Kota Denpasar secara prinsip dapat diklasifikasi menjadi 3
(tiga) karakter, yakni :
1) Permukiman Tradisional
Permukiman tradisional adalah lingkungan permukiman yang masih dapat
diidentifikasi dengan jelas terhadap karakter tradisionalnya, yang meliputi aspek sosiokultural tradisional Bali, serta pola permukiman dengan tatanan lingkungan dan tata
bangunan arsitektur tradisional bali (dengan pola “Catus Patha” dan perempatan agung
sebagai orientasi lingkungan) serta unit rumah, sangat jelas menampilkan tatanan rumah
tradisional Bali.
2) Permukiman

Semi

Tradisional

(Peremajaan

Lingkungan

Permukiman

Tradisional)
Adalah Lingkungan Permukiman yang berawal dari permukiman tradisional, yang
mengalami perubahan cukup signifikan karena adanya tuntutan fungsi – fungsi baru akibat
dari kebutuhan yang makin beragam dan kompleks dari penghuni yang heterogen dengan
aktivitas non pertanian, seperti perdagangan, industri kecil, jasa, pariwisata, pemerintahan
dan aktivitas lainnya. Pola permukiman, pada dasarnya masih berbasis pada pola
tradisional Bali yang masih menjadikan perempatan agung sebagai orientasi pokok, tingkat
kepadatan hunian mulai meningkat ke kepadatan menengah sampai tinggi.
Unit Rumah (House Compound), banyak mengalami perubahan seiring dengan
tuntutan dan keberagaman aktivitas yang terjadi, sehingga tatanan yang pada awalnya
terdiri atas unit kompon menjadai bentuk yang monolit (berbentuk blok yang menyatu),
dengan telajakan semakin mengecil dan bahkan dibeberapa bagian telah hilang sama sekali

VII-3

3) Lingkungan Permukiman Pembangunan Baru.
Lingkungan Permukiman Pembangunan Baru (New Development) dibedakan atas :
 Lingkungan Perumahan oleh Pengembang
Karakter perumahan secara sosio kultural bersifat sangat heterogin, dengan fasilitas
umum dan fasilitas sosial terpenuhi berdasarkan standar minimal dari ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku (bahkan tidak tersedia), dengan pola penataan
fisik mengacu pada efisiensi penggunaan lahan, kepadatannya menengah dan tinggi,
kecuali pada beberapa Kawasan Perumahan Mewah mempunyai kepadatan rendah.
 Pembangunan baru lingkungan permukiman yang tumbuh natural.
Perumahan yang tumbuh secara alamiah akibat dari penjualan tanah atau kapling
perorangan, dengan Pola lingkungan permukiman bervariasi dari yang teratur, smpai
tidak teratur dan tidak jelas pola orientasinya, dengan fasilitas prasarana dan sarana
sangat minimal, dan cenderung tidak tersedia.
 Kaveling Siap Bangun
Kaveling siap bangun terdiri dari dua bagian yaitu kapling siap bangun yang disediakan
oleh masyarakat pemilik tanah langsung, developer kecil, maupun karena program Land
Consolidation dari Pemerintah. Kavling siap bangun disini bukan Kasiba pada konsep
perumahan yang baku, karena kavling disini hanya tersedia jaringan jalan seadanya
tanpa kelengkapan infrastruktur penunjang lainnya (air bersih maupun listrik). Tipe
pengkaplingan yang disediakan perorangan biasanya mempunyai jaringan jalan lebih
sempit dan tidak terintegrasi dengan kawasan lainnya. Kapling yang disediakan
pengembang pada umumnya kondisinya lebih baik, namun banyak kasus juga tidak
terintegrasi dengan kawasan di sekitarnya, sehingga sering untuk mencapainya harus
melalui kawasan yang telah terbangun dengan padat.
 Kawasan yang dikelola berdasarkan Program LC memiliki pola lingkungan yang jelas
dan terintegrasi, namun terkadang pemegang kavling LC yang memiliki luasan besar,
melakukan pengkaplingan yang lebih kecil, sehingga kepadatannya meningkat.
 Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan)
Pertumbuhan lingkungan hunian dengan kombinasi fungsi pertokoan atau perkantoran
ini sangat mendominasi lokasi pada jalur jalan jalan utama dan jalan penghubung antar
kawasan. Kegiatan ini terus meluas sampai kepada jalan –jalan lingkungan

yang

dimensinya lebih besar. Ruko dan Rukan ini cenderung tidak memiliki ruang terbuka
hijau serta dengan kepadatan tinggi (high density). Terhadap penampilan fisik

VII-4

bangunan dengan pola linear sejajar jalan dan menutup garis pandang cakrawala (sky
line). Disisi lain

dimensi dan kepentingan komersial sangat menonjol dalam

lingkungan hunian jenis ini.
 Rumah Sewa (Rental House), terdiri dari :
Rumah Kos/Pondokan, yaitu unit rumah yang disewakan dalam satu unit rumah
maupun per-kamar yang mayoritas dipergunakan oleh mahasiswa, pelajar, karyawan
dan pasangan muda. Rasio kepadatan penghuni dan luas bangunan dengan luas lahan
sangat tinggi. Fasilitas pendukung (air bersih, listrik) dipersiapkan secara kolektif
didalam satu unit blok rumah
 Rumah Sewa untuk Warganegara Asing, yaitu rumah-rumah yang lokasinya bercampur
menyatu dengan permukiman penduduk setempat, terutama pada zone pariwisata dan
pendukung pariwisata

C. Potensi dan Tantangan Pengembangan Permukiman
1) Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Perumahan di Bali pada hakekatnya adalah tempat hidup bagi manusia yang
mengandung banyak aspek-aspek kehidupan. Perumahan tersebut ditunjukkan dengan
adanya keragaman fungsi tempat tinggal seperti : griya, puri, jero dan umah dan masingmasing mempunyai karakteristik yang berbeda. Ditinjau dari sudut ini, pola perumahan
yang ideal pada kawasan perencanaan tidak lepas dari struktur masyarakat. Perumahan
yang direncanakan nantinya harus mencerminkan adanya hidup kekeluargaan, tingkat
derajat yang sepadan, kerukunan beragama dan mendorong terwujudnya kegotong
royongan, serta kemanfaatan bersama dalam kegiatan kebudayaan/kesenian, olah raga,
kesejahteraan keluarga dan pemeliharaan lingkungan. Untuk itu perlu adanya saranasarana umum yang diperlukan dengan proporsi yang seimbang dengan jumlah penduduk.
Dari segi gaya dan arsitektur perumahan pada wilayah perencanaan harus merupakan
musium hidup yang sekaligus merupakan pewarisan, peradaban dan kebudayaan generasi
terdahulu yang telah dimodernisir dengan tidak menghilangkan jiwa, wajah dan bentuk
budaya Bali yang mencerminkan kepribadian bangsa. Rencana pengembangan perumahan
di pusat kota di wilayah perencanaan diarahkan pada daerah yang masih kosong.
Persyaratan lokasi bagi kawasan perumahan adalah sebagai berikut :
 Membutuhkan kawasan dengan kemiringan maksimal 15 % dan dapat mempunyai
variasi topografi, asal dapat dihindarkan penggunaan tanah curam.

VII-5

 Membutuhkan kemudahan hubungan dengan jalur-jalur yang menghubungkan
ketempat-tempat pekerjaan dan pusat-pusat kegiatan, serta harus dapat dilayani oleh
rute angkutan lintas umum. Dikawasan perumahan cukup dilayani oleh jaringan jalan
kolektor dan jalan lokal.
 Khususnya kawasan perumahan yang berkepadatan cukup tinggi, membutuhkan
kedekatan terhadap fasilitas ruang terbuka hijau dan jalur angkutan utama. Kemudian
kawasan yang kurang padat dapat menempati areal diantara jalan-jalan utama dan jalur
angkutan tersebut.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk sampai akhir tahun perencanaan, maka
kebutuhan akan rumah otomatis akan meningkat. Asumsi bahwa satu rumah dimiliki oleh
satu kepala keluarga melandasi analisa kebutuhan rumah pada 20 tahun ke depan.
Berdasarkan jumlah penduduk hasil proyeksi dan rata-rata masing-masing kepala keluarga
terdiri dari 5 anggota keluarga (jiwa) maka dapat diketahui Jumlah Rumah Tangga di Kota
Denpasar dan diasumsikan jumlah rumah juga sebesar jumlah Rumah Tangga.
Penambahan jumlah RT baru selanjutnya identik dengan penambahan kebutuhan jumlah
unit rumah yang baru. Setelah didapatkan tambahan unit rumah di tahun perencanaan
(sampai tahun 2026), dapat diperkirakan pndekatan kebutuhan lahan untuk tambahan
rumah baru dengan asumsi : Perbandingan rumah besar, sedang dan kecil 1 : 3 : 5. Asumsi
luas rumah besar adalah 600 m2, rumah sedang 400 m2 dan rumah kecil 200 m2. Analisisi
proyeksi kebutuhan rumah dan kebutuhan tambahan untuk pengembangan rumah baru
dapat dilihat di bawah ini.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Kota Denpasar, sampai 20 tahun ke depan
memerlukan tambahan rumah sekitar 14.606 unit lagi, dengan kebutuhan luas tambahan
lahan sebesar 1.704,59 Ha. Sedangkan ketersediaan lahan perumahan di Kota Denpasar
relatif terbatas dan hanya sedikit ruang sisa untuk pengembangan permukiman baru, sesuai
arahan luas kawasan terbangun yang di-skenariokan di depan. Pertanyannya, kemana lagi
dicarikan lahan untuk perumahan dan fasilitas huniannya ?
Dugaan yang paling beralasan adalah akan menjamurnya rumah sewa (rumah
pondokan) atau lahan sewa di seputar Denpasar serta makin berperanya konsep apartemen
atau rumah susun dengan lantai kurang dari 5. Hal ini akan menjadi pilihan mengingat
keterbatasan lahan

yang ada. Berdasarkan hasil analisa dengan mempertimbangkan

konsep perencanaan serta kondisi eksisting wilayah perencanaan serta karakteristik
lingkungan permukiman di Kota Denpasar dan kebutuhan perumahan di masa mendatang

VII-6

maka pengembangan permukiman/perumahan di Kota Denpasar dilaksanakan dengan
arahan pengembangan pada :
 Pengembangan permukiman yang berawal dari lingkungan tradisional (desa adat)
sehingga arahan pengembangan permukiman dan perumahan untuk menunjang
penegasan kembali pola-pola lingkungan tradisional melalui arahan terhadap renovasi
bangunan yang telah ada, ataupun rencana pengalihan fungsi dan penambahan
bangunan dalam suatu pekarangan.
 Pengembangan perumahan pada lahan-lahan kosong dalam lingkungan permukiman
diarahkan guna optimasi dan efektifitas guna lahan yang menunjang penegasan pola
lingkungan melalui arahan penggunaannya maupun persyaratan teknis bangunan.
 Pengembangan perumahan dengan jalan mengefektifkan lahan-lahan non produktif
yang nilai ekonomisnya rendah yang diarahkan untuk menunjang kejelasan struktur tata
kota.
Oleh karena itu pengembangan perumahan di arahkan pada : Peremajaan melalui
renovasi; Pengadaan rumah perumahan; Penyediaan lahan matang untuk perumahan.
Mengingat keadaan diatas maka penggunaannya dilakukan melalui kerjasama antara
pemerintah, swasta dan masyarakat melalui langkah-langkah :
 Pemerintah bersama – sama masyarakat dan swasta membangun perumahan baru
memperbaiki atau memugar rumah yang ada secara bertahap dan terarah dengan subsidi
antar kelompok masyarakat maupun antar sektor
 Penambahan perumahan baru di tekankan kepada pembangunan perumahan secara
massal khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan menengah dengan
prioritas lokasi ke wilayah pengembangan barat.
 Pembangunan perumahan baru di WP Timur , utara dan Selatan agar dilaksanakan tidak
terlalu cepat, mengingat titik barat fungsi wilayahnya diarahkan untuk area konservasi,
kawasan dominan pertanian atau ruang terbuka
 Penataan kawasan permukiman melalui program LC
 Lingkungan padat dan kumuh perlu ditempuh dengan program peremajaan kota,
program KIP/PLPK, serta program intensifikasi penyuluhan Perumahan (IPP)
 Perlu diambil langkah-langkah secara terpadu antara pemerintah, swasta dan
masyarakat untuk dapat memanfaatkan lahan-lahan LC sebagai lahan untuk
membangun perumahan secara massal dengan menerapkan sistem yang disepakati
secara terpadu pula.

VII-7

 Perlu nya disusun peraturan dan perencanaan, perizinan, perpajakan/retribusi dan
bimbingan pelaksanaan yang lebih mampu mendorong terciptanya lingkungan
permukiman yang lebih tertib, nyaman, aman dan sehat. Guna memenuhi kebutuhan
perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.
 Pembangunan perumahan agar mencerminkan bercirikan arsitektur tradisional Bali dan
melestarikan pola-pola rumah tradisional di perdesaan/kota/kerajaan serta peninggalanpeninggalan kebudayaan lainnya.

Tabel 7. 2 Analisis Kebutuhan Perumahan Kota Denpasar Sampai Tahun 2026

Tahun

Kebutuhan
Listrik
(KVA)

2006 Jumlah Penduduk
Jumlah RT
Jumlah Rumah
2011 Jumlah Penduduk
Jumlah RT
Keb. Tambahan Rumah
Jumlah Total Rumah
Keb. Lahan Tambahan (Ha)
2016 Jumlah Penduduk
Jumlah RT
Keb. Tambahan Rumah
Jumlah Total Rumah
Keb. Lahan Tambahan (Ha)
2021 Jumlah Penduduk
Jumlah RT
Keb. Tambahan Rumah
Jumlah Total Rumah
Keb. Lahan Tambahan (Ha)
2022 Jumlah Penduduk
Jumlah RT
Keb. Tambahan Rumah
Jumlah Total Rumah
Keb. Lahan Tambahan (Ha)

Denpasar
Utara

139.353
27.871
27.871
157.819
31.564
3.693
35.257
121,88
178.732
35.746
7.876
43.622
259,90
194.833
38.967
11.096
50.062
366,16
212.384
42.477
14.606
57.083
482,00

Kecamatan
Denpasar
Denpasar
Timur
Barat

111.024
22.205
22.205
121.025
24.205
2.000
26.205
66,01
131.927
26.385
4.181
30.566
137,96
143.811
28.762
6.557
35.320
216,40
156.766
31.353
9.148
40.501
301,90

169.749
33.950
33.950
185.495
37.099
3.149
40.248
103,93
202.702
40.540
6.591
47.131
217,49
220.962
44.192
10.243
54.435
338,00
240.866
48.173
14.223
62.397
469,37

Denpasar
Selatan

165.977
33.195
33.195
180.928
36.186
2.990
39.176
98,68
197.226
39.445
6.250
45.695
206,25
214.992
42.998
9.803
52.802
323,50
234.359
46.872
13.676
60.548
451,32

KOTA
DENPASAR

586.103
117.221
117.221
645.268
129.054
11.833
140.886
390,49
710.588
142.118
24.897
167.014
821,60
774.598
154.920
37.699
192.619
1.244,07
844.374
168.875
51.654
220.529
1.704,59

Sumber : Hasil Analisis Tim Penyusun RTRW Kota Denpasar, 2006

VII-8

2) Permasalahan Pengembangan Permukiman
Berkaitan dengan sasaran permukiman dalam memenuhi hunian, berikut ini
permasalahan pembangunan permukiman di Kota Denpasar :
a. Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan. Kemampuan
pemerintah untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana tersebut masih terbatas.
Faktor ini menjadi salah satu penghambat dalam penyediaan perumahan untuk
mayarakat berpendapatan rendah serta pemicu menurunnya kualitas kawasan yang
dihuni oleh masyarakat berpendapatan rendah.
b. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggraan pembangunan perumahan dan
permukiman.
c. Jumlah rumah tangga yang belum memiiki rumah semakin meningkat,
d. Terjadinya kesenjangan dalam pembiayaan perumahan.
e. Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan,
f. Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya
salah sasaran,
g. Berbagai bantuan program perumahan tidak sepenuhnya terkoordinasi dan efektif.
h. Bantuan pembangunan dan perbaikan rumah secara swadaya dan berkelompok masih
bersifat proyek dan kurang menjangkau kelompok sasaran.
i. Pendekatan program dalam penyediaan bantuan masih terbatas pada KPR bersubsidi.

3) Tantangan Pengembangan Permukiman
 Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya

Bali dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;
 Tantangan

pemenuhan

kebutuhan

perumahan

yang

layak

bagi

masyarakat

berpenghasilan rendah;
 Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan

Bali Clean and Green;
 Adaptasi terhadap perubahan iklim mikro dalam pengembangan perumahan dan

permukiman yang ramah lingkungan.

VII-9

D. Pemetaan Dan Evaluasi Program-Program Yang Telah Dilaksanakan Di
Kabupaten/Kota Terkait Dengan Pembangunan Kawasan Permukiman, Baik Di
Perkotaan Maupun Perdesaan
Penanganan kawasan permukiman yang sudah dilakukan di Kota Denpasar antara
lain:
 Penyediaan Infrastruktur Primer Bagi Kawawsan Kumuh Kecamatan Denpasar Barat.
 Peningkatan Jalan Lingkungan dan Bangunan Pelengkap di Kecamatan Denpasar
Selatan.
 Peningkatan kualitas permukiman kumuh pusat kota di Kelurahan Renon Denpasar
Selatan

1) Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan
perundangan, antara lain:
 Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi
seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya
kota tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e),
serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh (butir f).
 Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pasal 15 mengamanatkan
bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun
negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
 Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan
kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Peraturan ini menetapkan target

VII-10

berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun
2019.

2) Isu Strategis
 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan

adaptasi terhadap perubahan iklim.
 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga

kumuh perkotaan.
 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang

tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan

yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya
kawasan kumuh.
 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan

kawasan permukiman.
 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan

permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas
sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi
standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
 Ancaman Pertumbuhan Penduduk adalah Migrasi masuk dengan pertumbuhan

Penduduk Kota Denpasar rata-rata 3,2 % pe rtahun.
 Lemahnya database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat;
 Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil, tumbuh secara sporadis dalam

bentuk kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan
prasarana lingkungan sekitar.

7.1.2. Sasaran Program
A. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
1) Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :
 Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
VII-11

 Infrastruktur permukiman RSH
 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
2) Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :
 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)
 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
 Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
 Infrastruktur perdesaan PPIP
 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat
berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review
bilamana diperlukan.

B. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) Sektor
Pengembangan Kawasan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri
dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1) Kriteria Umum
 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
 Kesiapan lahan (sudah tersedia).
 Sudah tersedia DED.
 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK,
Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk
pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
 Ada unit pelaksana kegiatan.
 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2) Kriteria Khusus
a) Rusunawa
 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

VII-12

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD
lainnya
 Ada calon penghuni
b) RIS PNPM
 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
 Tingkat kemiskinan desa >25%.
 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan
 BOP minimal 5% dari BLM.
c) PPIP
 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program
Cipta Karya lainnya.
 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
 Tingkat kemiskinan desa >25%.
d) PISEW
 Berbasis pengembangan wilayah
 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii)
produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)
pendidikan, serta (vi) kesehatan
 Mendukung komoditas unggulan kawasan
Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar
telah dipenuhi oleh Kota Denpasar, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi adalah
readiness criteria khusus PISEW.

7.1.3. Usulan Kebutuhan Program
Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman adalah untuk memenuhi
kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan. Usulan
program dan kegiatan tersebut terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan sesuai
dengan kewenangannya yaitu pendanaan melalui APBN, APBD Provinsi dan APBD
kabupaten. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPIJM
dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

VII-13

Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kota Denpasar
disajikan pada lampiran Matriks RPIJM 2015-2019.

7.2. Sektor Pembinaan dan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan kebutuhan
program dan pembiayaan dalam penataan bangunan dan lingkungan, khususnya dalam
rangka pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

7.2.1. Kondisi Eksisting
A. Kondisi Perda Bangunan Gedung dan NSPK
Pertambahan penduduk Kota Denpasar mengacu data antar sensus tahun 1990 dan
tahun 2000, rata-rata sebesar 3,2% pertahun, dan sebagian besar diakibatkan oleh arus
urbanisasi. Hal ini di pertegas oleh piramida penduduk Kota Denpasar yang bertipe
ekspansif dengan migran pendatang sebagian besar berusia produktif. Kondisi ini bila
dilihat dari segi ekonomi, menandakan Kota Denpasar memiliki potensi ekonomi yang
besar dan mampu menarik penduduk usia produktif untuk bermigrasi ke Kota Denpasar.
Bertambahnya penduduk tersebut akan berpengaruh langsung terhadap semakin
besar dan intensifnya kegiatan, baik kegiatan yang berkaitan dengan sektor ekonomi
maupun sosial budaya. Segala aktifitas kegiatan tersebut memerlukan pengaturan ruang
untuk memperkecil negasi (kegiatan satu dengan yang lain tidak saling mendukung) yang
dapat terjadi, dan segala kegiatan tersebut dapat saling bersinergi untuk dapat berakselerasi
secara optimal, terlebih bila dikaitkan dengan keberlanjutan yang memerlukan daya
dukung lingkungan. Ketidak tegasan dalam pengawasan perencanaan ruang yang ada
dikaitkan dengan meningkatnya kebutuhan akan ruang telah menimbulkan pelanggaranpelanggaran yang pada gilirannya akan menimbulkan konplik kepentingan di masyarakat.
Selain pertambahan penduduk yang menjadi permasalahan yang terkait dengan tata
ruang dalam penataan bangunan dan lingkungan adalah tata letak, komposisi, gaya,
ketinggian dan warna bangunan serta landscape perkotaan yang belum tertata baik dan
terintegrasi dengan lingkungan serta jalan dan ruang terbuka yang tumpang tindih dengan
kendaraan bermotor dan tidak manusiawi. Untuk memanfaatkan ruang kota yang
terkendali, tata kota harus diikuti dengan tata bangunan. Perencanaan tata bangunan dan
lingkungan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan didalam sistem manajemen
pembangunan perkotaan yang diperlukan sebagai panduan wujud bangunan dan
lingkungan, serta pengendalian bangunan, setelah perencanaan tata ruang kota dan
VII-14

sebelum kegiatan pembangunan di perkotaan mencapai tahap perancangan dan
pelaksanaan kontruksi pisik.
Rencana pengembangan pusat Kota Denpasar dimaksudkan untuk mengembangkan,
mengembalikan, memperbaiki dan menata kembali kawasan yang kurang berfungsi secara
Optimal dan usaha untuk menghubungkan pusat pusat kegiatan yang berpotensi melalui
introduksi fungsi perkotaan modern yang baru namun dalam setting arstitektur Bali
Modern.
Permasalahan yang dihadapi dalam penataan bangunan dan lingkungan dalam
mewujudkan ruang hunian yang serasi dan optimal sesuai dengan kebijakan nasional dan
daerah dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan
lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik
bangunan gedung dan lingkungannya terkendala dengan terbatasnya kawasan hunian di
Kota Denpasar. Selain itu pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya
konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan permukaan serta
penanggulangan banjir.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, diperlukan juga dukungan bantuan teknis
dalam penataan bangunan gedung dan lingkungan yang masih masih terbatas. Disamping
itu berbagai produk dokumen yang telah diterbitkan dijadikan dokumen perencanaannya
yang merupakan acuan/implementasi dilapangan, seperti: Rencana Induk Sistem Proteksi
Kebakaran (RISPK); Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Bangunan
Gedung; Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), bantuan teknis
pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Sampai dengan tahun 2015 Kota Denpasar telah menetapkan Perda Bangunan
Gedung yakni Perda Kota Denpasar No. 5 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung.
Kegiatan lain yang telah dilakukan antara lain berupa Pembangunan Aksesibilitas
Bangunan Gedung Kota Denpasar; Pembangunan Gedung PIP2B; Dukungan PSD RTH
Kota Denpasar; Penaggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Identifikasi Lokasi
Kegiatan PBL; Pendataan Bangunan Gedung Negara dan Rumah Negara; Pendampingan
Percepatan Perda Bangunan Gedung; Fasilitasi Pengelolaan PIP2B; Pembangunan PSD
Penataan RTH Kota Denpasar; Pengadaan Peralatan dan Meubelair PIP2B; Pembangunan
PSD Penataan RTH Kawasan Desa Serangan; Penyusunan RTBL Kawasan Perdesaan
Sanur; Penyusunan RTBL Kawasan Pusat Kota Kelurahan Renon, Kecamatan Denpasar
Selatan.

VII-15

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan
sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan
lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik
bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan
peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk
di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta
peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga
diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan
persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana
rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan
secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya
persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang
harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL
yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung,
arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,
persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan,
dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam
penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

Gedung.
VII-16

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung,
peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam
peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat
pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan.
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen
RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan
bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang
meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan,
kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.
Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.1 /PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang.
Permen PU No: 1 /PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan
indikator pencapaian SPM Bidang Penataan Bangunan yakni target persentase jumlah
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diterbitkan sesbesar 60 % pada tahun 2019

B. Kondisi Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar
Pemanfaatan ruang berupa RTH di Kota denpasar yang diidentifikasi berdasarkan
jenis RTH pekarangan, RTH taman dan hutan kota, RTH jalur hijau jalan dan RTH fungsi
tertentu. Jenis RTH yang paling dominan adalah RTH dengan fungsi tertentu sebesar
16.875,742 Ha sedangkan jika dilihat dari alokasi terkecil yaitu RTH jalur hijau jalan
sebesar 232,682 Ha.
Kecamatan dengan jumlah ketersebaran RTH paling besar terdapat di Kecamatan
Denpasar Selatan seluas 16.214,712 Ha sedangkan Kecamatan dengan ketersebaran RTH
paling minim di Kecamatan Denpasar Barat seluas 6.327,296 Ha.
VII-17

Sebaran masing-masing luas RTH per jenis RTH di Kota Denpasar yng dibagi atas
wilayah kecamatan sebagai berikut:

Tabel 7. 3 Luas per Jenis RTH Di Kota Denpasar
NO
I
1
2
3
II
1
2
3
4
5
III
1
2
3
IV
1
2
3
4
5
6
7
8

JENIS RTH

Den-Ut

RTH Pekarangan
Pekarangan rumah tinggal
3.642.302
Halaman perkantoran pertokoan
355.700
Taman atap bangunan
5.230
RTH Taman dan Hutan Kota
Taman banjar/perumahan
33.800
Taman desa/kelurahan
32.450
Taman kota
24.588
Hutan kota
95.870
Lapangan olah raga terbuka
90.651
RTH Jalur Hijau Jalan
Pulau jalan dan median
3.716
Jalur pejalan kaki
Telajakan
45.333
RTH Fungsi Tertentu
Sawah (sabuk hijau)
5.459.149
Kebun (sabuk hijau)
1.091.829
RTH Sempadan Sungai
267.402
RTH Sempadan Pantai
RTH dibawah Jalur SUTT
Setra, Kuburan dan Makam
3.943
RTH di Kaw Suci dan Tempat Suci
73.308
Taman Hutan Raya
Total
11.225.271

KECAMATAN (Ha)
Den-Tim
Den-Bar

Den-Sel

1.685.200
208.900
6.202

2.813.300
525.900
3.380

3.204.500
615.900
4.809

40.450
52.450
156.573
84.080
110.194

30.940
40.025
37.520
43.090
58.261

52.090
42.530
23.383
53.183
278.353

49.051
41.355

805
29.908

44.344
18.170

5.336.625
800.493
344.014
113.103
68.547
25.804
52.498
9.175.539

1.785.151
192.425
205.227
399.448
108.626
63.290
6.337.296

4.294.817
644.222
223.067
471.504
465.955
68.807
111.177
5.597.901
16.214.712

Sumber: Dokumen Identifikasi RTH di 4 Kecamatan di Kota Denpasar, 2017

C. Potensi dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
1) Isu Strategis
Isu strategis secara nasional, antara lain :
a) Penataan Lingkungan Permukiman
 Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
 PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
 Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
perkotaan;
VII-18

 Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
 Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
 Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan
dan lingkungan.
b) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
 Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan);
 Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di
kab/kota;
 Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan
mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;
 Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;
 Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah
Negara.
c) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
 Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar
11,96% dari total penduduk Indonesia;
 Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai
MoU PAKET;
 Keberlanjutan

dan

sinergi

program

bersama

pemerintah

daerah

dalam

penanggulangan kemiskinan

Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan
lingkungan yaitu :
1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan,
konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
2. Meningkatkan potensi keselarasan tatanan kehidupan modern, pelesterian panorama,
nuansa ruang dan lingkungan alam, mengembangkan sistem budaya yang berorientasi
pada tatanan lngkungan hidup serta pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan
laut.

VII-19

3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur
sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.
4. Konservasi dan perlindungan sumber daya alam.
5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional dan
profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah
lingkungan.
Beberapa isu strategis pada Pemerintah Kota Denpasar yang terkait penataan
bangunan dan lingkungan yaitu :
1. Pengembangan kota kreatif berbasis pariwisata berjati diri budaya Bali.
2. Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan aktivitas yang memiliki nilai
historis,dan spiritual.
3. Penetapan RTH minimal 30 % dari luas wilayah kota
4. Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya perkotaan sesuai dengan daya dukung
dan daya tampung lingkungannya;
5. Melindungi dan mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang
dapat mengurangi nilai kesucian kawasan; dan

2) Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisa kebutuhan sektor PBL antara lain:
a) Penataan Lingkungan Permukiman:
 Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang
pesat, permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu
dilinungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu
dilegalisasi sebagai landasan hukum;
 Dibutuhkan perlindungan terhadap kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
 Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan
permukiman.
b) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
 Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;
 Dibutuhkan

NSPM

terutama

yang

berkaitan

dengan

pengelolaan

dan

penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);

VII-20

 Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung
termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
 Peningkatan sarana dan prasarana dan sarana hidran kebakaran;
 Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan
Gedung Negara;
 Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
 Penertiban administrasi aset Negara.
c) Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
 Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana
rekreasi dan olah raga;
 Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
d) Kapasitas Kelembagaan Daerah:
 Diperlukan

kesadaran

aparatur

dan

SDM

pelaksana

dalam

pembinaan

penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
 Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan
otonomi dan desentralisasi;
 Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di
daerah.

3) Permasalahan dan Tantangan
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan
Lingkungan antara lain:
a) Aspek Penataan Lingkungan Permukiman :
 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih
melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna
pengembangan lingkungan permukiman;
 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama
kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
 Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan
lingkungan permukiman.
b) Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

VII-21

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan
penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan);
 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan
Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang
mendapat perhatian;
 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
 Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
c) Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka
hijau, sarana olah raga;
 Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
d) Kapasitas Kelembagaan Daerah:
 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan
penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan
pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di
daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

7.2.2. Sasaran Program
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan
Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang
mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan

VII-22

jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan
proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program
sektor PBL,antara lain :
1) Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
 Adanya kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
 Adanya kawasan yang dilestarikan/heritage;
 Adanya kawasan rawan bencana;
 Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi
sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga(central
business district);
 Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
 Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
2) Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
 Adanya RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas
kawasa perencanaan > 5 Ha) atau;
 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika
luas perencanaan < 5 Ha);
 Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah
daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau
pengembangan wilayahnya;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
3) Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
 Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;
 Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;
 Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

VII-23

4) Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
 Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman
(RTH Publik);
 Ada Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007
tentang Tata ruang);
 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas
wilayah kota;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
5) Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
 Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
6) Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
 Ada Perda Bangunan Gedung
 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;
 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata
Ruang;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
7) Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/
Gedung Bersejarah:
 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman TradisionalBersejarah;
 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
 Ada DDUB;
 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

VII-24

 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan
pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat
yang menyentuh unsur tradisionalnya;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
8) Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal
SK/peraturan bupati/walikota);
 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
 Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
 Ada lahan yg disediakan Pemda;
 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.
9) Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal,
stasiun, bandara);
 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat
(taman, alun-alun);
 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

7.2.3. Usulan Kebutuhan Program
Berdasarkan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, programprogram dan readiness criteria

maka usulan program dan kegiatan sektor Penataan

Bangunan dan Lingkungan Kota Denpasar disajikan pada lampiran Matriks RPIJM 20152019.

7.3. Sektor Pembinaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bagian ini memaparkan kondisi eksisting, sasaran program, serta usulan kebutuhan
program dan pembiayaan dalam pengembangan SPAM, khususnya dalam rangka
pencapaian gerakan nasional 100-0-100.

VII-25

7.3.1. Kondisi Eksisting
A. Data pelayanan air minum, baik perpipaan maupun non perpipaan
1) Pengelolaan Air Minum.
Air minum di Kota Denpasar dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kota
Denpasar. Sumber air bersih PDAM sebagian besar bersumber dari pengolahan air
permukaan dan pengeboran air tanah. Saat ini jumlah sumur bor di Kota Denpasar telah
mencapai 14 buah dan Instalasi Pengolahan Air (IPA) sebanyak 3 unit. Lebih lanjut
pengelolaan air oleh PDAM dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Aspek Legal.
 Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 1995 t