KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK, KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2013 - Test Repository

  

KEARIFAN LOKAL DALAM UPACARA KEAGAMAAN PADA

MASYARAKAT DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK,

KABUPATEN MAGELANG

TAHUN 2013

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

  

Oleh:

Ria Ristiana

11106103

JURUSAN TARBIYAH

  

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

SALATIGA

2014

  

PERSEMBAHAN

  Kepada:

   Kedua orang tuatercinta, BapakH.AskuridanIbuKistimah yang selalumemberikando’adankasihsayangnyauntukkudalammenitikesuksesan.

   Suamikutercinta ” Mas Yudhi”, yang selaluadadalamsetiapsukadukaku.

   PutrikutercintaMeisyaAuliaPutri, kaulah motivator kecilku.

   Adikku Imam ArisJazuli, yang selalumembantuku.

   Keluargadarisuamiku, Bapak Budi Hananto, Mas Basit, danDikFitri yang selalumemberikandorongandanmotivasinyauntukku.

   KeluargabesarHarjoDimulyodanMuhrodi, terimakasihatassemuanya.

   Teman – teman di SDN Girirejo 3, yang selalumemberikandukungannya

   Takterlupateman – teman Program StudiPendidikan Agama Islam angkatan 2006.

   Teman – temanseperjuanganMuna, Mery, Titis, Sintadan yang lainnya, akhirnyaperjuangankitaberakhirdenganindah.

   Rental Rizqy yang membantukudalampenyelesaiantugasini.

  Karyainikupersembahkan.

KATA PENGANTAR

  Denganmenyebutnama Allah Yang MahaPengasihLagiMahaPenyayang, segalapujibagi Allah semestaalam, ataslimpaharahmat, hidayah, taufiqdaninayahNya, sehinggapenulisdapatmenyelesaikanskripsiinidenganlancar.

  Shalawatsertasalamsemogaselalutercurahkanpadapanutanumat Islam Nabi Muhammad SAW, anakkerabatdanparasahabat yang telahmenunjukkanjalan yang benardenganperantara agama Islam.

  Penulisanskripsiinidimaksudkangunamemenuhikewajibansebagaisyaratunt ukmemperolehgelarsarjanadalamIlmuPendidikan Islam.

  Tersusunnyaskripsiinitidaklepasdaribantuansertabimbingandariberbagaipih ak, makadengansegalakerendahanhatipenulismenyampaikanterimakasihkepada :

  1. Bapak Dr. RahmatHariyadi, M.Pd.,SelakuKetuaSekolahTinggi Agama Islam NegeriSalatiga.

  2. Bapak Suwardi, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Tarbiyah 3.

  BapakRasimin, M.Pd., SelakuKetua Program StudiPendidikan Agama Islam 4. BapakYediEfriadi

  M. Ag selakudosenpembimbing yang denganpenuhkesabarantelahmeluangkanwaktunyauntukmemberikanpengarah andanbimbingandalampenulisanskripsiini.

  5. Ibu Eva PalupiS.PsiselakudosenPembimbingAkademik 6.

  SegenapperangkatDesaJogoyasan yang telahmemberikanfasilitassertabantuankepadapenulissehinggaskripsiinidapatte rsusundanterselesaikan.

  Penulismenyadaridanmengakuibahwapenulisanskripsiinimasihjauhdarikesemp urnaan, semuaitudikarenakanketerbatasan, kemampuan, danpengetahuanpenulis.Sehinggamasihbanyakkekurangan yang perluuntukdiperbaikidalamskripsiini.

  Akhirnyapenulisberharapdanberdo’asemogaskripsiinimemberikansumbanganp ositifbagipengembanganpendidikan, khususnyaPendidikan Agama Islam.

  Salatiga, 14 Juli 2014 Penulis

  Ria Ristiana

  

ABSTRAK

RiaRistiana.

  2014.

  KearifanLokaldalamUpacaraKeagamaanpadaMasyarakatDesaJogoyasan,

KecamatanNgablak, KabupatenMagelang. Skripsi, JurusanTarbiyah Program

  StudiPendidikan Agama Islam. SekolahTinggi Agama Islam NegeriSalatiga. Pembimbing :YediEfriadi M. Ag.

  Kata Kunci : Kearifan, Lokal, Upacara, Keagamaan.

  Penelitianinimerupakanpenelitianlapangan yang dilaksanakan di DesaJogoyasan, KecamatanNgablak, KabupatenMagelang.Pertanyaanutama yang ingindijawabdaripenelitianiniadalah(

  1 ) apasajaupacarakeagamaanpadamasyarakatDesaJogoyasan, KecamatanNgablak, KabupatenMagelang?( 2 ) Apa sajakahkearifanlokal yang terkandungdalamupacarakeagamaanpadamasyarakatDesaJogoyasan, KecamatanNgablak, KabupatenMagelang? .

  Untukmenjawabpertanyaantersebutmakapenelitianinimenggunakanpendek atankualitatifdenganrancanganstudi yang sumberdatanyaberasaldarimanusia(

  

human instrument ). Metodepengumpulan data yang

  dipakaiolehpenelitiadalahmetode interview.Sedangkanteknikanalisis data penelitimenggunakanmetodereduksi data, pengkajian data, kesimpulandanverifikasi.

  TemuanpenelitianinimengetahuibahwamasyarakatDesaJogoyasan, KecamatanNgablak, KabupatenMagelangmemilikipemahaman yang baikterhadaptradisikeagamaan, terbuktidaribeberapajawabanresponden, hampirseluruhnyamemilikijawaban yang sama. Serta mengetahuibahwatradisisaparan, upacarapertanian, kelahiran, dankematianmemilikimuatanreligius yang kentaldanalami yang masihhidupsampaisekarang.Semuaitumerupakaninventarisasisalahsatukebudayaan Jawa yang perludilestarikan.

  lDAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL i

  ……………………………………………… PERSETUJUAN PEMBIMBING ii …………………………….... PENGESAHAN KELULUSAN iii

  ……………………………… PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iv …………………….... MOTTO ……………………………………………………… v PERSEMBAHAN vi

  ……………………………………………… KATA PENGANTAR vii

  ……………………………………… ABSTRAK ix

  ……………………………………………………… DAFTAR ISI x

  ………………………………………………………

  BAB I : PENDAHULUAN ………………………………

  1 A.

  1 LATAR BELAKANG ……………………… B.

  3 ………………

  RUMUSAN MASALAH C.

  3 ………………

  TUJUAN PENELITIAN D.

  3 KEGUNAAN PENELITIAN ………………

  E. ………………

  4 PENEGASAN ISTILAH 1.

  4 PengertianKearifanLokal …....................

  2.

  4 ………. PengertianUpacaraKeagamaan F.

  5 ………………

  METODE PENELITIAN 1.

  5 Pendekatan Dan JenisPenelitian ……… 2.

  6 KehadiranPeneliti ....................................

  3.

  6 LokasiPenelitian ....................................

  4.

  7 …………………….... Sumber Data 5.

  7 ProsedurPengumpulan Data ……… 6. ....................................

  8 Analisis Data a.

  8 Reduksi Data ....................................

  b.

  8 ………………

  Pengkajian Data c. ............

  8 Kesimpulan Dan Verifikasi 7. ……….

  9 PengecekanKeabsahanTemuan a. ........................

  9 DerajatKepercayaan b. ....................................

  9 Keteralihan c.

  10 ………………

  Kebergantungan d. ....................................

  10 Kepastian 8.

  10 Tahap – TahapPenelitian ……………… G.

  11 SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI …….

  BAB II : KAJIAN PUSTAKA

  13 ……………………… A.

  13 PENGERTIAN KEARIFAN LOKAL ……… B.

  20 ISLAM DALAM BUDAYA LOKAL ............

  C. AKULTURASI ISLAM KE DALAM ADAT JAWA 24 1.

  24 ………

  SejarahTradisiUpacaraPertanian 2.

  25 ………

  SejarahTradisiUpacaraKelahiran 3.

  25 ………

  SejarahTradisiUpacaraKematian 4. ........................

  32 PelakuTradisiKeagamaan 5. ………

  32 TempatUpacaraKeagamaan 6.

  32 HikmahTradisiKeagamaan ………………

  a.

  33 HikmahUpacaraPertanian ............

  b.

  33 HikmahUpacaraKelahiran............

  c.

  33 HikmahUpacaraKematian ……….

  BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN … 34 A.

  34 GAMBARAN UMUM DESA JOGOYASAN ....

  1.

  34 LetakGeografis ………………………… 2. …………………

  34 KondisiKeagamaan 3.

  34 …………………………

  KondisiSosial B.

  ………....35 SEJARAH TRADISI PERTANIAN C.

  39 UPACARA KELAHIRAN ( KEHAMILAN )…….

  D.

  40 UPACARA KEMATIAN …………………………

  a. …………

  40 UpacaraNgesur Tanah ( Geblag ) b.

  42 …………

  UpacaraTigangDinten ( 3 Hari ) c.

  42 …………

  UpacaraPitungDinten ( 7 Hari ) d.

  43 UpacaraSekawanDasaDinten ( 40 Hari )…….

  e.

  43 UpacaraNyatus ( 100 Hari ) ………………… f.

  44 UpacaraMendhakSepisan ( TahunPertama )...

  g.

  44 …. UpacaraMendhakPindho( TahunKedua ) h.

  44 UpacaraMendhakKatelu ( Nyewu/ 1000 Hari ) i.

  45 Khol …………………………………………. j.

  45 …………………………………. Nyadran E. ………………………………….

  46 SAPARAN

  BAB IV: PEMBAHASAN

  50 ………………………………… A.

  50 MENDIDIK CINTA KEPADA TUHAN ………….

  B.

MENDIDIK CINTA TERHADAP ALAM C.

  51 ….

  51 KERUKUNAN BERMASYARAKAT ………….

  D.

MELATIH RASA SYUKUR E.

  53 ………………….

  53 MENDIDIK SIKAP HORMAT ………………..

  F.

  55 MENDIDIK SIKAP OPTIMIS ………………..

  BAB V : PENUTUP 56 ………………………………………..

  A.

  56 KESIMPULAN ………………………………..

  B.

  57 SARAN ………………………………………..

  C.

  57 ……………………………….. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA ………………………………..

  58 LAMPIRAN

  • – LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kearifan lokal merupakan hasil

  • – hasil pikiran yang muncul dan perilaku budaya yang menyangkut keagamaan (Hadikusuma, 1993: 25) di daerah setempat.

  Sementara itu agama sebagai hasil rancang bangun dari akumulasi konsep, pandangan, penafsiran, dan gagasan manusia melalui pedoman teks sucinya (Roibin, 2009: 191). Agama juga sebagai sistem nilai yang mana pada suatu saat akan mengalami proses akulturasi, kolaborasi, bahkan sinkretisasi terhadap kemajemukan budaya sebagai hasil tindakan manusia, atau kemajemukan budaya pada ranah pemikiran maupun sikap manusia.

  Bertitik tolak dari dasar di atas problem perbedaan pemahaman antar intern umat beragama terhadap eksistensi agama itu terjadi. Pada satu pihak, di antara mereka memiliki pemikiran untuk mengembalikan agama dari kontaminasi-kontaminasi budaya yang sangat akut, seraya menjaganya dari kemungkinan- kemungkinan bid’ah, khurafat, dan tahayul.

  Upacara keagamaan merupakan bentuk refleksi dari budaya agama, di mana upacara keagamaan ini berfungsi sebagai sarana untuk mempertahankan atau memperkuat emosi keagamaan dan keyakinan atau kepercayaannya terhadap sesuatu yang ghaib (Hadikusuma, 1993: 25).

  Masyarakat Desa Jogoyasan mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan seluruhnya beragama Islam. Sehingga dalam kehidupannya saling berdampingan dan menunjukkan keharmonisan, tidak pernah ada masalah signifikan yang terjadi di dalamnya. Mereka saling menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan.

  Sebagai objek penelitian, peneliti memilih masyarakat Desa Jogoyasan dikarenakan pada masyarakat tersebut masih melakukan upacara

  • – upacara keagamaan. Selain itu masyarakat pedesaan merupakan kelompok masyarakat yang masih mempercayai akan adanya kekuatan lain selain Allah SWT, yaitu kekuatan ghaib atau mistik.

  B. Rumusan Masalah 1.

  Apa saja upacara keagamaan pada masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang? 2. Apa sajakah kearifan lokal yang terkandung dalam upacara keagamaan masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak,

  Kabupaten Magelang? C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui upacara keagamaan apa saja yang dilaksanakan masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

  2. Untuk mengetahui kearifan lokal yang terkandung dalam upacara keagamaan masyarakat Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

  D. Kegunaan Penelitian 1.

  Bagi akademik, hasil penelitian ini berguna untuk melestarikan nilai - nilai budaya yang terdapat di Indonesia.

  2. Bagi masyarakat, sebagai sumbangan informasi bagi segenap masyarakat yang beragama Islam untuk tetap menjaga nilai Islam yang terdapat pada upacara keagamaan.

  3. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan wawasan dan sikap ilmiah serta sebagai bahan dokumen untuk penelitian lebih lanjut.

E. Penegasan Istilah 1. Pengertian Kearifan Lokal a. Kearifan

  Berasal dari kata arif yang artinya cerdik, pandai, bijaksana, kebijaksanaan akan segala hal (Poerwadarminto, 1984 : 57)

b. Lokal

  Berarti setempat (Poerwadarminto, 1984 : 605) Kearifan lokal berarti kebijaksanaan akan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kebudayaan pada suatu wilayah.

2. Pengertian Upacara Keagamaan ( Upacara pertanian, kelahiran, kematian ) a. Upacara

  Berarti hal melakukan sesuatu perbuatan yang tentu menurut adat kebiasan atau agama (Poerwadarminta, 1984: 1132)

b. Keagamaan

  Berarti sifat-sifat yang terdapat dalam agama, segala sesuatu mengenai agama (Poerwadarminta, 1984 :19)

c. Pertanian

  Segala sesuatu yang bertalian dengan tanam menanam (Poerwadarminta, 1984: 1016) d.

   Kelahiran

  Segala sesuatu yang bertalian dengan perihal lahir (Poerwadarminta, 1984 : 551) e.

   Kematian Perihal mati (Poerwadarminta, 1984 : 639)

  Upacara keagamaan berarti suatu rangkaian kegiatan atau ritual yang dilaksanakan seseorang dalam menjalankankan kehidupan yang berhubungan dengan agama.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode ini dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkannya seperti apa yang terjadi.

  Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud kategori- kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan bagus, mencekam, menarik, membosankan, istimewa, dan sebagainya. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial , psikis, dan budaya yang mengaitkan makna dan interpretasi dalam bersikap dan bertingkah laku. Makna interpretasi itu sendiri dipengarui oleh lingkungan pendidikan sekitar.

  2. Kehadiran Peneliti

  Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian, yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan pengumpulan data, adapun karakteristik dalam penelitian ini adalah :

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sistem wawancara tidak berstruktur, peneliti memungkinkan melakukan hal tersebut dengan latar belakang kebudayaan. Artinya peneliti memiliki pengetahuan dasar tentang upacara pertanian, upacara kelahiran, dan upacara kematian sehingga memungkinkan untuk mengembangkan pertanyaan untuk wawancara secara mendalam di lapangan.

  Peneliti mengadakan komunikasi dengan objek penelitian memakai bahasa Jawa, yang memungkinkan komunikasi lebih akrab dan mudah dipahami sehingga akan terjalin baik antara peneliti dan responden.

  Peneliti mencatat dan mengumpulkan data secara terperinci mengenai hal - hal yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

   3. Lokasi Penelitian

  Difokuskan pada Desa Jogoyasan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. Karena masyarakat ini masih melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan yang menjadi ciri khas dari tempat tersebut.

  4. Sumber Data

  Data dalam penelitian ini diperoleh melalui sumber data lapangan. Sumber data lapangan adalah Kepala Desa, Warga Desa sebagai pelaku budaya dan Ulama’ setempat. Sedangkan sumber sekunder yaitu dokumen-dokumen yang merupakan hasil laporan, hasil penelitian, serta buku-buku yang ditulis orang lain tentang pemahaman ajaran Islam terhadap tradisi saparan di Dusun Temu Kidul, Desa Jogoyasan,Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.

  5. Prosedur Pengumpulan Data

  Prosedur pengumpulan data dalam penilitian ini adalah wawancara mendalam untuk menggali informasi lebih dalam mengenai pikiran, serta perasaan responden, untuk mengetahui lebih jauh bagamana responden memandang dunia berdasarkan perspektifnya.

  Wawancara dilakukan dalam bentuk percakapan informal dengan menggunakan lembaran berisi garis besar tentang apa-apa yang ditanyakan, yaitu: a. Pemahaman terhadap kearifan lokal masyarakat.

  b. Pengalaman responden dalam upacara keagamaan

  c. Pendapat, pandangan, tanggapan, tafsiran, atau pikiran responden tentang upacara keagamaan d. Latar belakang responden mengenai pendidikan, pekerjaan, daerah asal, keadaan sosial ekonomi, dan lain sebagainya.

6. Analisis Data

  a. Reduksi Data

  Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum, dipilih hal - hal pokok, difokuskan pada hal - hal yang penting dan berkaitan dengan masalah - masalah, sehingga memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil wawancara. Reduksi dapat membantu dalam memberikan kode kepada aspek - aspek yang dibutuhkan.

  b. Pengkajian Data

  Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data - data yang telah tereduksi dengan kajian ilmu yang berkaitan dengan tema penelitian.

  Dalam hal ini peneliti menggunakan data- data ilmu pendidikan Islam, data - data wawancara yang diperoleh di lapangan tentang upacara keagamaan.

  c. Kesimpulan dan Verifikasi

  Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disususun secara sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian disimpulkan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun kesimpulan itu masih bersifat sementara saja dan bersifat umum.

  Supaya kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka diperlukan data yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di awal tadi.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

  Teknik pemeriksaan data dalam penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa kriteria tertentu, yang dibagi menjadi 4 kriteria yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan keabsahan yaitu :

  a. Derajat Kepercayaan ( Credibility )

  Kredibilitas ini merupakan konsep pengganti dari validitas internal dalam penelitian kuantitatif. Kriteria kredibilitas ini berfungsi untuk melakukan penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Adapun teknik dalam menentukan kredibilitas ini adalah memperpanjang masa observasi, menggunakan bahan referensi serta member check. Dalam hal ini adalah informan lain yang memiliki keterkaitan dengan penelitian atau pelaku budaya di Desa Jogoyasan.

  b. Keteralihan ( Transferability )

  Konsep ini merupakan pengganti dari validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal diperlukan dalam penelitian kuantitatif untuk memperoleh generalisasi. Dalam kualitatif generalisasi tidak dipastikan, ini bergantung pada pemakai, apakah akan dipastikan lagi atau tidak, karena tidak akan terjadi situasi yang sama. Transferability hanya melihat kemiripan sebagai kemungkinan terhadap situasi - situasi yang berbeda. Teknik yang digunakan untuk transferabilitas ini dilakukan dengan uraian rinci (Thick description).

  c. Kebergantungan ( Dependendability )

  Konsep ini merupakan pengganti dari konsep reabilitas dalam penelitian kuantitatif, reabilitas tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang - ulang dan hasilnya sama. Teknik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan.

  d. Kepastian ( Confirmability )

8. Tahap – Tahap Penelitian

  a. Kegiatan administratif yang meliputi pengajuan ijin operasional untuk penelitian dari ketua STAIN Salatiga kepada pihak kepala desa yaitu Bapak Ashari S.Ag, untuk menyusun pedoman wawancara dan administrasi lainnya.

  b. Kegiatan lapangan yang meliputi : 1). Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi 2). Memilih sejumlah warga dan pemangku adat sebagai informan yang dilanjutkan dengan responden penelitian.

  3). Melakukan observasi lapangan dengan melakukan wawancara sejumlah responden maupun informan sebagai langkah pengumpulan data. 4). Menyaji data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan memudahkan dalam pengkajian data.

  5). Mereduksi data dengan cara membuang data- data yang lemah, menyimpang, setelah mulai tampak adanya kekurangan data sebagai akibat proses reduksi data. 6). Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan- kesimpulan sebagai deskriptif temuan penelitian.

  7). Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan .

  Penelitian ini dilaksanakan dengan memakan waktu selama 90 hari.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

  Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan penulisannya. Adapun tata urutannya sebagai berikut :

  BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan memuat: latar belakang nasalah, perumusan

  masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan skripsi.

  BAB II : LANDASAN TEORI Landasan teori berisi tentang teori - teori yang berhubungan

  dengan variabel penelitian yaitu tradisi yang meliputi pengertian, tata cara, dan hal - hal yang berhubungan dengan tradisi keagamaan, pemahaman Islam yang meliputi pengertian dan faktor yang berhubungan.

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

  Paparan data berisi tentang keseluruhan penemuan penelitian, sejarah, ritual, pelaku, waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan tradisi keagamaan diantaranya upacara pertanian, upacara kelahiran, upacara kematian dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian ini termasuk hasil pengamatan data - data terkait.

BAB IV : PEMBAHASAN Pada bab ini akan menguraikan analisis tentang pandangan masyarakat, pemuka adat, terhadap pemahaman Islam dan tradisi. BAB V : PENUTUP Berisi kesimpulan hasil penelitian, saran, penutup.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Kearifan Lokal Pengertian kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari

  dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan- gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

  Dalam disiplin Antropologi dikenal istilah local genius. Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural

  identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa

  tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.

  Gobyah (2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.

  Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.

  Menurut Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.

  Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakan pada level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama. Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan- penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.

  Ciri-cirinya adalah:

  1. Mampu bertahan terhadap budaya luar,

  2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,

  3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,

  4. Mempunyai kemampuan mengendalikan, 5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

  I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www. balipos.co.id, didownload 17/9/2003, mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai- nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meski pun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

  S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam Iun, http://www.balipos.co.id mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.

  Dalam penjelasan tentang „urf, Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret

  

2003 menjelaskan bahwa tentang kearifan berarti ada yang memiliki

kearifan (al- ‘addah al-ma’rifah), yang dilawankan dengan al-‘addah al-

jahiliyyah. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari

  pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang- ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.

  Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk pemecahan masalah sehari-hari (daily problem solving).

  Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).

  Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah) merupakan istilah yang biasanya digunakan untuk membedakan suatu budaya dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya lokal adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain.

  Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas atau kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi ke hidupan warga masyarakatnya”.

  Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.

  Secara umum, kearifan lokal dianggap pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-pengertian tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh manusia.

  Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah sesuatu yang berkaitan khusus dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu, serta memiliki nilai-nilai tradisi atau ciri lokalitas yang mempunyai daya-guna untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh manusia yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

  Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

  Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

  Jenis-jenis kearifan lokal, antara lain;

  1. Tata kelola, berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial (kades).

  2. Nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang mengatur etika.

  3. Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk melestarikan alam.

  4. Pemilihan tempat dan ruang.

  a. Kearifan lokal yang berwujud nyata, antara lain;

  1. Tekstual, contohnya yang ada tertuang dalam kitab kono (primbon), kalinder.

  2. Tangible, contohnya bangunan yang mencerminkan kearifan lokal.

  3. Candi borobodur, batik.

  b. Kearifan lokal yang tidak berwujud; 1. Petuah yang secara verbal, berbentuk nyanyian seperti balamut.

  Fungsi kearifan lokal, yaitu: 1. Pelestarian alam,seperti bercocok tanam.

  2. Pengembangan pengetahuan.

  3. Mengembangkan SDM.

  Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dan kalau budaya lokal itu merupakan suatu budaya yang dimiliki suatu masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain.

  Kearifan lokal apabila diterjemahkan secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut.

B. Islam Dalam Budaya Lokal

  Perkembangan Islam di penjuru Indonesia sangat erat korelasinya dengan budaya setempat. Misi penyebaran Islam dahulu kala sangat mempertimbangkan pola apresiasi, akomodasi, akulturasi, dengan budaya lokal masyarakat Indonesia. Maka wajar adanya jika wajah Islam Indonesia dalam batas dan ruang lingkup yang tidak fundamental, menjadi sangat beragam, seplural konteks kulturalnya.

  Bahkan secara historis kita dapat memahami bagaimana proses dakwah ajaran Islam dilakukan secara bertahap, dengan pertimbangan yang sangat matang pada pola akomodasi serta apresiasi konteks budaya khas masyarakat Indonesia. Bahkan jejak- jejak budaya lokal tersebut tetap dipertahankan sebagai sebuah bentuk penghargaan agama Islam atas konteks budaya. Budaya lokal menjadi media yang efektif bagi proses penyebaran, perkembangan dan pertumbuhan agama Islam di Nusantara. Dalam sejarah kita dapat melihat bahwa corak animistic-dynamistic dalam konteks budaya setempat tidak serta merta dilarang secara keras. Sebab hal itu tentu akan menimbulkan antipati serta penolakan masyarakat setempat.

  Maka dari itu, pola pikir serta pemahaman kultural yang demikian ditransformasikan secara gradual ke dalam bentuk pemahaman yang lain, yang secara khas mencerminkan prinsip dan dasar ajaran keislaman. Sehingga secara tidak langsung, dan tidak disadari masyarakat digiring pada sebuah perubahan pola pikir keagamaannya. Inilah bentuk dakwah yang kooperatif dan persuasif, dengan mengakomodir konteks budaya lokal para pendakwah Islam khususnya, dan agama yang lain umumnya di Indonesia dahulu kala.

  Masuknya Islam ke Indonesia dengan cara merentas ke dalam budaya, yang merupakan jantung dari komunitas manusia, membuat budaya menjadi bagian penting dari keberislaman masyarakat Indonesia. Sampai sekarang, meskipun sudah berabad-abad perkembangan Islam di Indonesia kemelekatan Islam dengan budaya sangat sulit dilepaskan, meskipun ada upaya untuk menghilangkannya oleh kalangan muslim tertentu di Indonesia. Kalau kita mencoba melihat Islam yang hidup di masyarakat sekarang maka kita akan melihat ekspresinya yang kental dengan budaya lokal.

  Budaya lokal ini, meskipun sebagian kaum muslimin tidak menyukainya karena dia ngap bid‟ah, namun memiliki banyak hal-hal positif yang bermanfaat bagi perkembangan sosial ekonomi. Di dalamnya ada perayaan-perayaan yang mampu menjadi media bagi masyarakat untuk bersilaturahim dan menjalin hubungan social ekonomi lainnya. Perekonomian dalam hal ini, secara sederhana terlihat berputar ketika perayaan-perayaan di mana masyarakat berkumpul menciptakan hubungan jual beli yang saling menguntungkan.

  Benny Ridwan dalam buku berjudul Islam Etika Universal, menyebutkan bahwa acara- acara yang memiliki kearifan lokal di pedesaan Jawa seperti lelayu, slub- sluban, sowan, supitan, mitoni, aqiqahan,

  

rewang, merti dusun dan lain sebagainya menciptakan iklim persaudaraan

  yang natural. Sikap kita sebagai warga dan juga makhluk Tuhan adalah bersaudara. Hubungan sesama warga yang tercakup dalam kesatuan hubungan yang dilandasi kesadaran akan adanya perbedaan dalam masyarakat. Persaudaraan merupakan suatu simpul yang mutlak diperlukan dalam masyarakat yang majemuk ini. Kemajemukan merupakan kekayaaan, sekaligus ancaman bagi masyarakat itu sendiri, yakni muara timbulnya konflik dan perpecahan. Acara-acara yang memiliki kearifan seperti ini kerap dihadiri oleh mereka-mereka dari berbagai macam agama dan usia. Jalinan komunikasi dalam pentas acara tersebut menjadikan kerukunan umat beragama terjalin secara alamiah.

  Hukum sosial berlaku jika anggota masyarakat sangat minim dalam partisipasi acaranya. Kearifan lokal ini jugalah yang menjadi peredam dan tindakan preventif sebagai upaya pencegahan konflik dalam pesta demokrasi tahun ini dalam sejarah Indonesia baru. Suksesnya pesta demokrasi, tingkat kesadaran masyarakat semakin tinggi, tidak terjadinya konflik menjelang dan pasca pemilu hendaknya berjalan paralel dengan keinginan baik pemimpin terpilih untuk dapat membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan dan maju sejajar dengan bangsa yang lain.

  Pentingnya pembauran agama dan budaya lokal dapat dilihat dari penelitian thesis M. Jakfar Abdullah yang berjudul

  ” Diantara Agama dan

Budaya Suatu Analisis tentang Upacara Peusijuek di Nangroe Aceh

Darussalam ”. Penelitian ini menunjukkan Upacara Peusijuek sebagai hasil

  percampuran antara ajaran agama Islam dengan yang bukan Islam. Sehingga menjadi suatu budaya yang sangat sukar untuk dipisahkan. Hal ini terjadi karena upacara peusijuek senantiasa mengiringi setiap upacara, sama pada upacara sosio kemasyarakatan seperti upacara perkawinan, mendirikan bangunan maupun sosiokeagamaan seperti berkhitan, orang yang hendak menunaikan ibadah haji, dan sebagainya.

  Meskipun peusijuek diakui oleh tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh agama sebagai budaya peninggalan budaya dan agama Hindu, namun mayoritas masyarakat. Aceh masih tetap mengamalkan peusijuek sebagai amalan budaya. Di kampung- kampung, pelaksanaan peusijuek lebih lebih banyak diadakan daripada dengan masyarakat Aceh yang bertempat tinggal dikota-kota. Di kampung, mereka yang tidak melaksanakan peusijuek dianggap sebagai orang yang tidak punya adat dan budaya. Di kota-kota, sebagian masyarakat Aceh sudah tidak melakasanakan peusijuek lagi,dan ini menjadi suatu hal yang dianggap biasa saja.

C. Akulturasi Islam ke dalam Adat Jawa 1. Sejarah Tradisi Upacara Pertanian

  Tradisi keagamaan upacara pertanian ini telah berlangsung secara turun temurun dari sesepuh atau nenek moyang terdahulu. Untuk kapan pertama kali dilaksanakan tidak diketahui. Berikut penuturan Bapak Bagio, petani setempat yang masih menjalankan tradisi tersebut

  ” Kapan tradisi keagamaan upacara pertanian dimulai, tidak diketahui, kita melaksanakan upacara tersebut berdasarkan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang ”. Dari paparan pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tradisi upacara yang dilaksanakan oleh petani telah berlangsung sejak lama, dan sebagai wujud nyata dari kearifan lokal yang telah dijaga kelestariannya hingga saat ini. Bahkan masyarakat beranggapan bahwa dengan adanya tradisi upacara pertanian tersebut, hasil panen yang akan diperoleh lebih banyak dan lebih memuaskan meski sebenarnya mereka juga yakin bahwa yang memberikan baik tidaknya hasil pertanian tersebut adalah Allah SWT.

  2. Sejarah Tradisi Upacara Kelahiran

  Upacara kelahiran yang dilaksanakan dalam masyarakat yang sering dilaksanakan adalah mitoni, yaitu upacara yang dilaksanakan ketika usia kehamilan memasuki usia ke tujuh. Secara antropologis, kehamilan adalah simbol fertilitas dan penanda lahirnya sebuah generasi baru yang harus disambut dengan seksama. Dan Kebudayaan Tujuh Bulanan ini selalu dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya dan masyarakat Jawa Tengah khususnya. Pelaksanaan Tujuh Bulanan ini diambil dari Kalender Islam atau Kalender Masehi, dimana upacara adat ini biasanya diselenggarakan pada atau setelah usia kehamilan memasuki usia ketujuh yang menurur kepercayaan agar si jabang bayi yang dilahirkan mendapatkan keselamatan, keberkahan, juga menjadi anak yang soleh/ solehah, dan menjadi anak yang berbakti dan patuh terhadap kedua orang tuanya. Dan tradisi seperti itu ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin, dunia dan akhirat.

  3. Sejarah Tradisi Upacara Kematian

Dokumen yang terkait

ISTILAH-ISTILAH DALAM UPACARA MITONI PADA MASYARAKAT JAWA DI DESA KALIBARU WETAN, KECAMATAN KALIBARU, KABUPATEN BANYUWANGI: KAJIAN ETNOLINGUISTIK

8 51 60

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI WARGA DALAM PENGAMALAN KEARIFAN LOKAL DI DESA WONOSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012

0 33 75

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013

0 7 54

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Nesti Listianingrum nesti.listianingrumyahoo.co.id Sudrajat sudrajatgeoyahoo.com Abstract - KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 8

ETNOBOTANI UPACARA KASADA MASYARAKAT TENGGER, DI DESA NGADAS, KECAMATAN PONCOKUSUMO, KABUPATEN MALANG

0 0 10

PENGEMBANGAN BAHAN AJARBOOKLET BERBASIS KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA PENGADANG PADA MATERI TERMOKIMIA

1 2 10

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN DI DESA SERDANG KECAMATAN BARUSJAHE, KABUPATEN KARO SKRIPSI

0 0 10

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN MATA AIR DI DESA SUNGAI LANGKA, KECAMATAN GEDONG TATAAN, KABUPATEN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG

0 0 8

HUBUNGAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN KELUARGA DENGAN SIKAP QONAAH ANAK DI DUSUN TEMU KIDUL, DESA JOGOYASAN, KECAMATAN NGABLAK, KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2006

0 0 84

KORELASI TINGKAT PEMAHAMAN KEAGAMAAN TERHADAP TOLERANSI (STUDI KASUS MASYARAKAT DESA KEMBANGARUM,KELURAHAN DUKUH, KECAMATAN SIDOMUKTI KOTA SALATIGA 2010 - Test Repository

0 0 79