PENGARUH SUHU DAN LAMA PRA-PERLAKUAN MANITOL TERHADAP PROLIFERASI KALUS PADA KULTUR ANTERA Swainsona formosa

  TROPIKA, Vol. 13 No. 1, 2005

PENGARUH SUHU DAN LAMA PRA-PERLAKUAN MANITOL

TERHADAP PROLIFERASI KALUS PADA KULTUR ANTERA

  

Swainsona formosa

  1 Zulkarnain

ABSTRACT

  The aim of this investigation was to study the effect of anther stress pre-treatment using

mannitol at two different temperature regimes and four different periods of time on the growth of

anthers cultured in vitro. Anthers with microspores at uninucleate stage were pre-treated with

o o

mannitol at 4 C or 25 C for 2, 4, 6 or 8 days in dark condition. Following this, the anthers were

cultured on solid B5 medium supplemented with vitamins and 2% sucrose at light intensity of 50

-2 -1 o µmol m s and 16 hours photoperiod at 25 ± 1

  C. The results indicated that stress pre-treatment

enhanced callus formation from cultured anthers. Pre-treatment of anthers with mannitol starvation

o o

at 4 C for 2 - 8 days produced more callus than mannitol starvation at 25 C for the same period.

  

Although this pre-treatment might not sufficient to induce microspore embryogenesis in S.

o

formosa, it was clear that anther pre-treatment with mannitol starvation at 4 C for 8 days showed

the capacity of promoting the in vitro tissue growth.

  Key words: anther culture, in vitro culture, mannitol, pre-treatment, Swainsona formosa.

  PENDAHULUAN misalnya kekeringan, suhu rendah, logam

  berat atau kondisi hara rendah dapat Teknologi haploid sangat menarik dideteksi lebih dini. bagi para peneliti biologi perkembangan

  Keberhasilan induksi embriogenesis dan genetika serta para pakar di bidang mikrospora dipengaruhi oleh banyak pemuliaan tanaman dan bioteknologi. faktor, di antaranya adalah pra-perlakuan

  Melalui embriogenesis mikrospora galur- terhadap antera sebelum inisiasi kultur. galur homozigot dapat dihasilkan dalam

  Sebelum diintroduksikan pada kondisi waktu yang lebih cepat dari pada lingkungan in vitro, antera dapat diberi menggunakan teknik konvensional pra-perlakuan stress seperti starvasi

   manitol (mannitol starvation) pada suhu menambahkan bahwa dengan teknologi rendah selama periode waktu tertentu haploid galur-galur homozigot dapat

   diperoleh dalam satu generasi, sedangkan . Dengan pra-perlakuan bila menggunakan teknologi konvensional stres, proses metabolisme pada jaringan galur-galur tersebut baru dapat dihasilkan akan terhenti untuk sementara, dan setelah setidak-tidaknya setelah lima generasi. periode waktu tertentu jaringan tersebut

  Pada tanaman haploid, sifat-sifat unggul akan mulai berkembang lagi dengan seperti toleran terhadap kondisi lintasan metabolisme yang baru bila lingkungan yang kurang menguntungkan, 1 dihadapkan pada kondisi lingkungan yang Staf Pengajar pada Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

  • 1
  • 1

  • – 15.5 mm diambil dari tanaman induk. Antera yang berada di dalam tunas tersebut mengandung mikrospora dengan tahap perkembangan uninukleat. Tangkai bunganya dipotong dan ditinggalkan sepanjang kira-kira 5 cm. Untuk aplikasi pra-perlakuan, tunas-tunas bunga tersebut disisipkan pada botol vial yang berisi larutan starvasi manitol. Larutan starvasi manitol disiapkan berdasarkan resep Kyo dan Harada yang terdiri atas KCl 1,49 g L
    • 1
    • 1
    • 1
    • 1

  2 0,11 g

  L

  , KH

  2 PO

  4

  0,14 g L

  dan manitol 54,7 g L

  dengan pH 7,0. Selanjutnya tunas- tunas tersebut diinkubasikan pada suhu rendah (4

  o

  C) atau suhu kamar (25

  o

  C) dalam keadaan gelap total selama 2, 4, 6 dan 8 hari.

  Setelah periode pra-perlakuan, antera diisolasi dari dalam tunas bunga dan dikulturkan pada medium yang telah disiapkan. Kultur selanjutnya dipelihara di dalam ruangan dengan intensitas cahaya 50 µmol m

  s

  dan fotoperiodesitas 16 jam serta suhu 25 ± 1

  o

  C. Perkembangan antera diamati selama 8 minggu. Seluruh

  , CaCl

  4 0,12 g L

  , MgSO

  Kultur antera telah berhasil meregenerasikan tanaman pada sejumlah spesies seperti Brassica napus , Anemone sp., Zantedeschia sp. and

  C selama 20 menit. Medium yang masih cair selanjutnya dibagi-bagi ke dalam cawan Petri berdiameter 10-cm masing-masing sebanyak 20 mL per cawan dan dibiarkan dingin dan membeku sebelum digunakan.

  o

  (103 kPa) pada suhu 121

  Bacto Bitek . Ke dalam medium ditambahkan zat pengatur tumbuh IBA konsentrasi 49.3 µM dan zeatin konsentrasi 4.61 µM. Kemasamam medium ditetapkan 5,8 ± 0,02 sebelum sterilisasi medium menggunakan otoklaf bertekanan 1.1 kg cm

  Medium dasar yang digunakan untuk kultur in vitro adalah B5 yang dilengkapi dengan vitamin dan 2% sukrosa serta dipadatkan dengan 8 g L

  Zulkarnain: Pengaruh suhu dan lama pra-perlakuan manitol pada kultur antera Swainsona formosa.

  mendukung pertumbuhan .

  Tunas bunga muda berukuran panjang 15,0

  vitro.

  Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh starvasi manitol pada suhu rendah dan suhu kamar selama periode waktu yang berbeda sebelum antera diintroduksikan pada medium aseptik di dalam sistem perbanyakan in

   . Sementara itu kultur antera pada tanaman Swainsona formosa telah pernah dilakukan oleh Tade . Penelitian yang dilaporkan ini mengkaji lebih lanjut mengenai potensi antera S. formosa dalam merespon kondisi kultur in vitro dengan memfokuskan kajian pada pra-perlakuan antera sebelum inisiasi kultur.

  Delphinium sp.

METODE PENELITIAN

  • 1
  • 2
  • 1

  Voucher specimen disimpan di NCW

  Beadle Herbarium, University of New England, Australia, dengan nomor aksesi NE79130.

  Penelitian ini dilaksanakan di Plant Biotechnology Laboratory, School of Rural Science and Agriculture, University of New England, Australia, pada bulan Maret hingga Juli 2002. Bahan tanaman induk yang digunakan diperoleh dari biji dan ditumbuhkan serta dipelihara di rumah kaca untuk menjaga keseragaman genotip.

  TROPIKA, Vol. 13 No. 1, 2005

  Selanjutnya kalus tersebut tumbuh dengan cepat dan dalam waktu 4 minggu kemudian hampir seluruh permukaan antera tertutup oleh massa kalus. Kalus yang terbentuk pada umumnya memiliki struktur yang remah dengan warna yang bervariasi dari kuning kehijauan pada pra- perlakuan suhu 4

  perlakuan terdiri atas 5 ulangan (cawan Petri) yang masing-masing terdiri atas 10 antera yang berasal dari satu tunas bunga yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  C selama periode waktu 2 hingga 8 hari memberikan persentase eksplan membentuk kalus yang lebih tinggi dibandingkan dengan pra- perlakuan pada suhu 25

  Kalus pertama kali terbentuk pada bagian tengah antera di mana terjadi perlukaan filamen. Hal ini menjadi petunjuk bahwa jaringan kalus tersebut berkembang dari sel-sel somatik diploid. Identik dengan hal ini Henry mengemukakan bahwa pada kultur antera sejumlah tanaman seperti tembakau dan beberapa spesies dari famili Brassicaceae, Poaceae dan Solanaceae, seringkali jaringan-jaringan somatik seperti filamen, jaringan penghubung, dinding antera maupun tapetum meregenerasikan embrio-embrio diploid.

  C 92.6 ± 2,12 89.8 ± 1,48 86.2 ± 2,90 82.6 ± 2,84 ± Standar Deviasi

  o

  25

  C 98.2 ± 1,48 98.4 ± 1,48 98.4 ± 2,07 98.6 ± 1,35

  o

  4

  Suhu Lama pra-perlakuan inkubasi 2 hari 4 hari 6 hari 8 hari

  Tabel 1. Pengaruh pra-perlakuan stress dalam periode waktu yang berbeda terhadap persentase pembentukan kalus pada kultur antera S. formosa.

  o C (Gambar 2).

  o

  C (Gambar 1) hingga kuning kecoklatan pada pra-perlakuan suhu 25

  Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pra-perlakuan antera dengan larutan manitol pada suhu 4

  o

  Proliferasi kalus terjadi dalam waktu dua minggu setelah inisiasi kultur.

  C persentase antera membentuk kalus makin berkurang dengan bertambahnya masa inkubasi pra-perlakuan.

  o

  C persentase antera membentuk kalus meningkat seiring dengan bertambahnya masa inkubasi pra- perlakuan. Sebaliknya, pada suhu 25

  o

  C untuk setiap periode waktu yang diuji (Tabel 1). Kecenderungan yang nampak adalah pada suhu 4

  o

  Zulkarnain: Pengaruh suhu dan lama pra-perlakuan manitol pada kultur antera Swainsona formosa. dan Triticum aestivum ,

  pra-perlakuan stres diperlukan untuk menghambat perkembangan gametofitik dan memicu embriogenesis mikrospora. Namun pada S. formosa, pra-perlakuan stres saja nampaknya belum cukup untuk menginduksi embriogenesis mikrospora. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat Gambar 1. rekalsitran dari jaringan tanaman ini.

  Kalus yang berproliferasi pada antera

  Menurut Van Doorne et al.

  S. formosa yang diberi pra-perlakuan

  tanaman legum (di mana S. formosa

  o starvasi manitol pada suhu 4 C selama

  termasuk di dalamnya) merupakan 8 hari. Bar = 1 mm. kelompok tanaman yang memiliki jaringan yang rekalsitran sehingga sulit untuk meregenerasikan tanaman melalui kultur in vitro.

KESIMPULAN DAN SARAN

  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa inkubasi antera di

  o

  dalam larutan manitol pada suhu 4 C sebelum inisiasi kultur dapat mendorong proliferasi kalus pada antera S. formosa. Namun demikian, pra-perlakuan yang Gambar 2. diberikan masih belum cukup memadai

  Kalus yang berproliferasi pada antera

S. formosa yang diberi pra-perlakuan untuk menginduksi embriogenesis

o starvasi manitol pada suhu 25 C mikrospora. Diperkirakan ada beberapa

  faktor lain yang terlibat di dalamnya, selama 8 hari. Bar = 1 mm. sehingga penelitian lebih lanjut hendaknya difokuskan pada optimasi pra-perlakuan

  Dari penelitian ini terungkap bahwa antera yang dikombinasikan dengan pra-perlakuan stress dengan inkubasi

  o

  manitol pada suhu 4 C penting bagi faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh. induksi kalus dari antera S. formosa. Namun demikian, pra-perlakuan stres ini belum memadai untuk kenginduksi respon

DAFTAR PUSTAKA

  androgenetik pada mikrospora yang Aryan, A. P. 2002. Production of double terdapat di dalam antera yang dikulturkan. haploids in rice: anther vs. microspore

  Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa culture. In 'The Importance of Plant faktor, seperti genotipe tanaman, kondisi

  Tissue Culture and Biotechnology in lingkungan kultur maupun komposisi Plant Sciences'. Armidale. (Eds A Taji medium kultur yang digunakan

  TROPIKA, Vol. 13 No. 1, 2005 and R Williams) pp. 201-208.

  (University of New England Press) Bayliss, K. L., Wroth, J. M. dan Cowling,

  W. A. 2002. Production of multicellular microspores of Lupinus species: first step toward haploid lupin embryos. In 'The Importance of Plant Tissue Culture and Biotechnology in Plant Sciences'. Armidale. (Eds A Taji and R Williams) pp. 145-157. (University of New England Press)

  Custers, J., Visser, M., Snijder, R., Litovkin, K. dan Geest, L. v. d. 2001.

  'Model plants pave the way to haploid technology; microspore embryogenesis in ornamentals.' Plant Research International B.V., Wageningen, The Netherlands. Gamborg, O. L., Millers, R. A. dan Ojima,

  K. 1968. Nutrient requirements of suspension cultures of soybean root cells. Experimental Cell Research 50: 151-158. Henry, Y. 1998. Origin of microspore- derived dihaploid and polyhaploid in

  vitro plants. Plant Tissue Culture and Biotechnology 4: 127-135.

  Höfer, M., Touraev, A. dan Heberle-Bors,

  E. 1999. Induction of embryogenesis from isolated apple microspores. Plant Cell Reports 18: 1012-1017. Immonen, S. dan Anttila, H. 1999. Cold pretreatment to enhance green plant regeneration from rye anther culture. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 57: 121-127. Kaur, P. dan Bhalla, J. K. 1998.

  Regeneration of haploid plants from microspore culture of pigeon pea (Cajanus cajun L.). Indian Journal of Experimental Biology 36: 736-738. Kyo, M. dan Harada, H. 1986. Control of the developmental pathway of tobacco pollen in vitro. Planta 168: 427-432. Lentini, Z., Reyes, P., Martínez, C. P. dan

  Roca, W. M. 1995. Androgenesis of highly recalcitrant rice genotypes with maltose and silver nitrate. Plant Science 161: 677-683. Lichter, R. 1982. Induction of haploid plants from isolated pollen of Brassica napus. Zeitschrift für Pflanzenphysiologie 105: 427-434. Tade, E. 1992. Anther and ovule culture of Clianthus formosus. Master of

  Rural Science thesis, University of New England. Taji, A., Kumar, P. dan Lakshmanan, P.

  2002. 'In Vitro Plant Breeding.' (Haworth Press, Inc.: New York) Tomasi, P., Dierig, D. A., Backhaus, R. A. dan Pigg, K. B. 1999. Floral bud and mean petal length as morphological predictors of microspore cytological stage in Lasquerella. HortScience 34: 1269-1270. Touraev, A., Indrianto, A., Wratschko, I. dan Vicente, O. 1996. Efficient microspore embryogenesis in wheat (Triticum aestivum L.) induced by starvation at high temperature. Sexual Plant Reproduction 9: 209-215. Van Doorne, L. E., Marshal, L. E. dan

  Kirkwood, R. C. 1995. Somatic embryogenesis in pea (Pisum sativum L.): effect of explant, genotype and culture condition. Annals of Applied Biology 126: 169-174. Zagorska, N., Dimitrov, B., Gadeva, P. dan Robeva, P. 1997. Regeneration and characterisation of plants obtained from anther culture of

  Medicago sativa L. In Vitro Cellular

  and Developmental Biology - Plant 33: 107-110.