Potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri [Aleurites moluccana L. Willd] terhadap S. aureus - USD Repository

  

POTENSI ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM-ETANOL-ASAM

ASETAT DARI EKSTRAK ETIL ASETAT KULIT BATANG KEMIRI

(Aleurites moluccana L. Willd) TERHADAP Staphylococcus aureus

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Agatha Vilma Shanti

  

NIM : 038114063

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2007

  “AKU ADA”

Tak perlu menyesali masa lampau…… aku tak ada disana

Karena namaku bukan “DULU AKU ADA”

Tak perlu membayangkan masa depan……aku tak ada disana

  

Karena namaku bukan “AKU AKAN ADA”

Pikirkanlah hal-hal yang terjadi hari ini; sungguh indah sekali….

Aku ada disana……..karena namaku adalah “AKU ADA”

  

”Untuk segala sesuatu ada masanya, karena

Allah membuat segala sesuatu indah pada

waktunya !” (Pengkhotbah 3 :1)

  

Kupersembahkan karya ini untuk :

Yesus & Bunda Maria

Papa & Mama

Kakak-Kakakku Tercinta

  

Kekasihku, ” B-nny ”

  

INTISARI

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi nosokomial dan penyakit gangguan pencernaan. Kemiri (Aleurites moluccana L.

  Willd) merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Bagian tanaman yang dimanfaatkan untuk pengobatan infeksi ialah kulit batang. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui fraksi aktif yang terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit batang kemiri serta mengetahui identitas senyawa yang terkandung dalam fraksi aktif hasil uji sebagai senyawa antibakteri S. aureus. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni.

  Metode ekstraksi yang dilakukan adalah maserasi dengan pelarut etil asetat, dilanjutkan fraksinasi dengan Kromatografi Kolom dengan fase gerak kloroform- etanol-asam asetat glasial. Uji potensi antibateri menggunakan metode difusi sumuran untuk memperoleh fraksi aktif. Pengujian fraksi aktif ekstrak etil asetat serbuk kulit batang kemiri terhadap S. aureus dilakukan dengan metode bioautografi kontak. Uji identifikasi kualitatif fraksi aktif dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

  Hasil penelitian menunjukkan fraksi [kloroform - etanol - asam asetat (90:5:5)] memiliki potensi antibakteri dengan diameter zona hambat terbesar sehingga ditetapkan sebagai fraksi aktif. Pada uji KLT diduga kandungan senyawa aktif dalam fraksi aktif adalah alkaloid indol. Pengujian potensi menggunakan metode bioautografi kontak menunjukkan adanya potensi antibakteri dari alkaloid dengan terbentuknya zona hambat.

  Kata kunci : kulit batang kemiri, ekstrak etil asetat, fraksi kloroform-etanol-asam asetat, Kromatografi Kolom, bioautografi, Staphylococcus aureus, Kromatografi Lapis Tipis, alkaloid.

  ABSTRACT

  Staphylococcus aureus is one of nosocomial infection and absorption disorder

  bacteria agent. Candlenut (Aleurites moluccana L. Willd) is one of useful plants to cure infection caused by bacteria. The part of the plant that used as antibacteria is the bark. This research is aimed to find an active fraction within candlenut bark ethyl acetate extract and compound within experiment result of active fraction as a S.

  aureus antibacteria compound. This research is a purely experimental research.

  Extraction method that has been done was maseration with ethyl acetate solvent, continued with fractination by coloumn chromatography with mobile phase Chloroform-Ethanol-Acetic Acid. Antibacteria potency test uses diffusion method to get active fraction. Active fraction test on candlenut bark powder ethyl acetate extract againsts S. aureus was carried out with contact bioautography method. Qualitative identification test on active fraction carried out with Thin Layer Chromatography (TLC).

  The result shows that chloroform-ethanol-acetic acid (90 : 5 : 5) fraction has antibacteria potency with widest inhibition zone diameter that it is determined as active fraction. On TLC test, it is presumed that active compound contents within active fraction is indole alkaloid. Test on potency with contact bioautography method shows antibacteria potency of alkaloid by inhibition zone establishment. Keyword : candlenut bark, ethyl acetate extract, chloroform-ethanol-acetic acid fraction, Coloumn Chromatography, bioautography, Thin Layer

  Chromatography, alkaloid, Staphylococcus aureus.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas segala bimbingan, dukungan, kekuatan, kasih, dan cintanya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul ”Potensi Antibakteri Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat Dari Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) Terhadap

  

Staphylococcus aureus ” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

  Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dengan baik dan lancar.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, arahan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak dalam menghadapi hambatan dan kesulitan yang ditemui penulis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak bantuan, bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  3. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si, Apt., yang telah memberikan kesediaannya sebagai dosen penguji dan memberikan saran, masukan, serta kritik yang membangun.

  4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si, Apt., yang telah membantu dalam memberi pengetahuan dan masukan kepada penulis serta telah memberikan kesediaannya sebagai dosen penguji.

  5. Mas Sarwanto yang telah menyediakan alat dan membantu penulis selama penulis melakukan penelitian di laboratorium mikrobiologi.

  6. Mas Wagiran, Mas Sigit, dan Mas Andri yang telah meyediakan alat dan membantu penulis selama penulis melakukan penelitian.

  7. Staff pengajar dan segenap dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  8. Kel. A. M. Sudjadi, segala perjuangan dan kerja keras yang penulis curahkan dalam skripsi ini merupakan bentuk rasa terima kasih penulis atas dukungan, cinta dan sayang yang diberikan.

  9. Kel. Agustinus Suparjo, untuk doa dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  10. Benedictus Irwan Wahyu K. untuk doa, kasih, kesabaran, dan kesetiaan bagi

  11. Yohani Cahya P. dan Patricia Silih, teman seperjuangan penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini, terima kasih atas kerja sama yang diberikan.

  12. Hartono, A-Weng, Koh Eddy dan Mas Ardian untuk diskusinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  13. Teman-teman kelas B angkatan 2003 kelompok C: Siska, Indhu, Devi, Titien, Komang, Anien, Ratna, Hartono, Punto, Maria, Yulia, Esti, Madya, Vian, Budiarto, Rosa, Ratih, Vera ”cie-cie” untuk tahun-tahun kebersamaan yang indah yang telah secara langsung memberikan dukungan kepada penulis.

  14. Teman-teman kelas B angkatan 2003 : Endah, Essy, Fanny, dll yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberi dukungan kepada penulis.

  Terima kasih karena penulis telah diberi kesempatan untuk mengenal kalian

  15. Warga Wuluh 3AB, khususnya Candra, Whenty, dan Reni yang telah membantu penulis menghilangkan rasa jenuh dalam penyusunan skripsi ini, masa-masa indah bersama kalian tidak akan terlupakan.

  16. Seluruh mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan 2003, adik kelas, kakak kelas penulis dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis selalu membuka diri atas masukkan, saran, dan kritik yang bersifat pengetahuan dan berguna bagi semua.

  Yogyakarta, Juni 2007 Penulis Agatha Vilma Shanti

  DAFTAR ISI

  Hal HALAMAN JUDUL …………………………………………………...…… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………...………………….. v

  INTISARI ………….……………………………………………………….. vi

  

ABSTRACT ...………………………………………………………………. vii

  KATA PENGANTAR ..…………………………………………………….. viii DAFTAR ISI ...……………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL ..…………………………………………………………. xv DAFTAR GAMBAR ….……………………………………...…………….. xvi DAFTAR LAMPIRAN ..……………………………………………………. xvii BAB. I PENGANTAR .……………………………………………………..

  1 B. Permasalahan …………………………….……………………….....

  3 C. Keaslian Penelitian …………….…………………………………….

  4 D. Manfaat Penelitian .…………….…………………………………….

  4 E. Tujuan Penelitian ……………….………………………....................

  5 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA …….………………………………...

  6

  A. Deskripsi Tanaman ……………….……………………….................

  17

  7

  8

  10

  13

  15

  16

  18

  7

  20

  21

  21

  21

  22

  23

  7

  6

  1. Nama Tanaman………………………………………………….

  E. Kromatografi Lapis Tipis…………………………………………… F. Staphylococcus aureus...…………………………………………….

  2. Pertelaan Morfologi……………………………………………..

  3. Kandungan Kimia……………………………………………….

  4. Khasiat ……………...…………………………………………..

  B. Alkaloid…...…...……………………………………………………..

  C. Penyarian……………..……………………………………………...

  D. Fraksinasi……………..……………………………………………...

  G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri…………………………… H. Metode Bioautografi……………………………..…………………..

  6

  I. Landasan Teori……………………………………………………… J. Hipotesis……………………………………………………………...

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….………………………… B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……………………….

  1. Variabel Penelitian………………………………………......

  2. Definisi Operasional………………………………………...

  C. Bahan dan Alat Penelitian …...………………………………….......

  1. Bahan Penelitian …….……………………………………..

  6

  23

  2. Alat Penelitian..…………………………………………….

  23 D. Tata Cara Penelitian ..………………………………………………..

  24 1. Identifikasi Tanaman...…...…………………………………..

  24

  2. Pengumpulan Bahan ………..…..……………………………

  24 3. Uji Tabung………..…………………...……………………..

  25 4. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri..............……………..

  25

  5. Preparasi Sampel, Fase Diam, dan Fase Gerak Kromatografi Kolom………..…………………...………………………….

  26 6. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom..

  27

  7. Uji Potensi Antibakteri Tiap Fraksi dan Pemilihan Fraksi Aktif………..…………………...……………………...........

  28

  8. Uji Kualitatif Fraksi Aktif dengan Metode KLT……………

  29

  9. Uji Senyawa Aktif dari Fraksi Aktif dengan Metode Bioautografi………..…………………...…………………….

  31 E. Analisis Hasil………..…………………...…………………...

  31 A. Identifikasi Tanaman………..…………………...………………….

  34 B. Pengumpulan Bahan...........................................................................

  34 C. Identifikasi Kandungan Senyawa Aktif Kulit Batang Kemiri dengan Uji Tabung………..…………………...…………………………….

  35 D. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri………..………………….....

  36

  E. Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat dengan Kromatografi Kolom..............

  38 F. Pengujian Potensi Antibakteri Tiap Fraksi dan Pemilihan Fraksi Aktif………..…………………...……………………………............

  40 G. Identifikasi Kualitatif Fraksi Aktif dengan Metode KLT…….……...

  42 H. Pengujian Potensi Antibakteri Fraksi Aktif Terhadap S. aureus dengan Metode Bioautografi Kontak.....…………………………......

  49 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …….………………………………

  52 A. Kesimpulan ..…………………………………………………………

  52 B. Saran ...……………………………………………………………….

  52 DAFTAR PUSTAKA ...……………………………………………………..

  53 LAMPIRAN ………...……………………………………………………….

  56 BIOGRAFI …..………………………………………………………………

  63

  DAFTAR TABEL I.

  II. III.

  IV. V.

  Hasil pengamatan uji tabung ekstrak kulit batang kemiri..……................................................................................

  Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang kemiri ....

  Rerata diameter zona hambat fraksi I, III, V terhadap S.

  

aureus …….................................................................................

  Hasil Identifikasi Fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat (90:5:5)] -Alkaloid Tersier Kulit Batang Kemiri………………………….………...................................

  Rerata Harga Rf Fraksi Aktif dan Standar Piridin Terhadap S.

  aureus Pada Plat KLT dan Pada Media Tumbuh ……………

  Hal

  36

  39

  41

  45

  50

  

DAFTAR GAMBAR

  Hal Gambar 1. Skema Uji Kualitatif Fraksi Aktif Dengan Metode KLT............................................................................................

  30 Gambar 2. Skema penelitian pengujian potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri terhadap S. aureus...............................................

  33 Gambar 3. Kromatogram fraksi V [kloroform : etanol : asam asetat (90:5:5)] - alkaloid kuartener kulit batang kemiri……..............

  44 Gambar 4. Struktur gugus amin pada alkaloid tersier dan kuartener...........

  45 Gambar 5. Kromatogram fraksi V [kloroform : etanol : asam asetat (90:5:5)] - alkaloid tersier kulit batang kemiri……...................

  46 Gambar 6. Reaksi standar piridin dengan pereaksi CAS.........……………

  48 Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa komplek alkaloid indol dengan pereaksi CAS.........…………….........…………….........….....

  48

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Hal Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi tanaman kemiri............………..

  56 Lampiran 2. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Fraksi Kloroform-Etanol (95 : 5), Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat (90 : 8 : 2) dan Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat (90 : 5 : 5) Terhadap S.

  aureus Secara Difusi Sumuran...........………............................

  57 Lampiran 3. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Piridin sebagai Kontrol Positif Terhadap S. aureus Secara Difusi Sumuran....................

  58 Lampiran 4. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid Kuartener Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat (60:20:20) ................................................…………

  59 Lampiran 5. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid tersier Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)..............................................….....…………………

  60 Etanol : Asam Asetat (90:5:5)] Dengan Metode Bioautografi Kontak Terhadap S. aureus................................................…

  61 Lampiran 7. Kromatogram Alkaloid Tersier- Alkaloid Kuarterner Fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat (90:5:5)] Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Kemiri ................................................…

  63

  1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) merupakan salah satu tanaman obat

  asli Indonesia. Bagian tanaman kemiri yang dimanfaatkan untuk pengobatan adalah biji serta kulit batangnya. Pada umumnya, biji kemiri dimanfaatkan sebagai bumbu dapur namun dapat juga dimanfaatkan untuk menyuburkan serta menghitamkan rambut (Kardono, Areanti, Dewiyanti & Basuki, 2003). Sedangkan kulit batangnya untuk mengobati disentri dan sariawan (Soedibyo, 1998).

  Menurut Duke (1999), kemiri memiliki kandungan kimia berupa tannin, namun dari penelitian terdahulu (Melinda, 2005) pada profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diduga terdapat senyawa alkaloid dalam kulit batang kemiri yang potensial sebagai bahan antibakteri Staphylococcus aureus. Hal ini terbukti dari uji tabung untuk uji alkaloid dimana senyawa alkaloid dalam kulit batang kemiri membentuk endapan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari identifikasi secara KLT, diduga senyawa yang berpotensi antibakteri pada kulit batang kemiri adalah alkaloid golongan piridin-piperidin (Melinda, 2005).

  Berdasarkan kandungan senyawa yang ada dalam kulit batang yang bersifat non polar, maka penggunaan etil asetat sebagai larutan penyari adalah tepat (Anonim,

  1986). Selain itu, dari penelitian terdahulu telah diperoleh Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak etil asetat kulit batang kemiri terhadap S. aureus sebesar 10 mg/ml.

  Subyek uji menggunakan S. aureus dengan pertimbangan bahwa bakteri tersebut merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial dan penyakit gangguan pencernaan sehingga diharapkan dapat membantu mencegah penyebaran infeksi yang disebabkan karena bakteri tersebut.

  Penelitian ini merupakan penelitian yang melanjutkan penelitian sebelumnya (Melinda, 2005) dengan pelarut yang sama dalam maserasi yaitu etil asetat.

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada metode fraksinasi serta metode pengujian antibakteri.

  Ekstrak etil asetat difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan tiga pelarut yaitu campuran dari kloroform-etanol-asam asetat dengan perbandingan yang berbeda-beda. Fraksinasi yang dilakukan bertujuan memisahkan ekstrak menjadi beberapa fraksi sehingga dapat diketahui pelarut mana yang lebih optimal dalam menyari senyawa yang berpotensi antibakteri terhadap S. aureus. fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom yaitu fraksi kloroform : etanol (95 : 5), fraksi kloroform : etanol : asam asetat (90 : 8 : 2) dan fraksi kloroform : etanol : asam asetat (90 : 5 : 5). Metode bioautografi kontak digunakan untuk mengetahui zona hambat dari bercak senyawa pada fraksi aktif yang berpotensi antibakteri terhadap S.

  aureus yang diperoleh dari pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

  Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai identitas senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif hasil uji sebagai senyawa antibakteri S. aureus. Untuk selanjutnya, diharapkan senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif hasil uji yang berpotensi antibakteri dapat digunakan sebagai model obat atau sediaan yang bermanfaat untuk mencegah penyebaran infeksi karena bakteri S. aureus.

B. Permasalahan

  a. Apakah fraksi kloroform-etanol (95 : 5), fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 8 : 2) dan fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 5 : 5) dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri berpotensi antibakteri terhadap Staphylococcus

  aureus ?

  b. Fraksi dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri manakah yang aktif terhadap

  Staphylococcus aureus ?

  c. Identitas senyawa apakah yang terdapat dalam fraksi aktif dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri yang berpotensi antibakteri Staphylococcus aureus ? d. Apakah dengan metode bioautografi kontak fraksi aktif dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri berpotensi antibakteri Staphylococcus aureus ?

  C. Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka dan informasi yang diperoleh penulis, penelitian mengenai Potensi Antibakteri Fraksi Kloroform-Etanol-Asam Asetat Dari Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) Terhadap Staphylococcus aureus belum pernah diteliti sebelumnya.

  D. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan yang berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kesehatan mengenai senyawa aktif dalam kulit batang kemiri yang berpotensi sebagai antibakteri.

  b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tradisional untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

  Staphylococcus aureus .

E. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah :

  1. Mengetahui fraksi kloroform-etanol (95 : 5), fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 8 : 2) dan fraksi kloroform-etanol-asam asetat (90 : 5 : 5) dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri berpotensi antibakteri terhadap S.

  aureus.

  2. Mengetahui fraksi dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri yang aktif terhadap S. aureus.

  3. Mengetahui identitas senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri yang berpotensi antibakteri S.

  aureus.

  4. Mengetahui bahwa dengan metode bioautografi kontak fraksi aktif dari ekstrak etil asetat kulit batang kemiri berpotensi antibakteri S. aureus.

  6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Deskripsi Tanaman

  1. Kemiri

  Kemiri yang dalam bahasa latin disebut Aleurites moluccana L. Willd memiliki sinonim Aleurites triloba, Aleurites javanica, Aleurites remyi, dan Jatropha

  

moluccana . Nama umum dari kemiri antara lain candleberry, candlenut, dan Indian

  walnut (Duke, 1999). Adapun nama daerahnya yaitu kereh, hambiri, buah koreh (Sumatra); muncang, komere, kemiri (Jawa); kameri (Bali); kawilu (Nusa Tenggara); sapiri, ampiri, bintalo dudulaa (Sulawesi); serta sakete, hagi (Maluku). Kemiri termasuk dalam suku Euphorbiaceae (Arief, 1996).

  2. Pertelaan morfologi

  Kemiri merupakan pohon besar dengan ketinggian antara 25-30 meter. Bagian batangnya tegak, berkayu, pada permukaan memiliki banyak lentisel, percabangannya simpodial, di bagian batang sebelah atas terdapat tonjolan bekas melekatnya tangkai daun serta berwarna coklat. Bunga berbentuk malai, berkelamin dua, berada diujung cabang. Tanaman ini memiliki daun tunggal, berseling, berbentuk lonjong, memiliki tepi yang rata, bergelombang, bagian ujung runcing, bagian pangkal tumpul, pertulangan daun menyirip serta berwarna hijau. Buahnya berbentuk bulat telur, beruas-ruas dengan panjang ± 7 cm serta lebar ± 6,5 cm, berwarna hijau saat masih muda setelah tua berwarna coklat, dan berkeriput. Bijinya bulat, berkulit keras, berusuk atau beralur, berdiameter ± 3,5 cm, berdaging, berminyak, warnanya putih kecoklatan. Akarnya merupakan akar tunggang yang berwarna coklat (Arief, 1996).

  3. Kandungan Kimia

  Daging biji, daun serta akar kemiri memiliki kandungan kimia saponin, flavonoid dan polifenol (Arief, 1996), sedangkan pada bagian kulit batang mengandung tannin (Duke, 1999). Menurut penelitian Melinda (2005), dalam kulit batang kemiri diduga terdapat alkaloid.

  4. Khasiat

  Biji kemiri biasa digunakan untuk perawatan rambut (Anonim, 1999). Kulit batang kemiri berkhasiat sebagai obat disentri, pencahar, sembelit serta luka infeksi (Kardono dkk, 2003). Selain itu, di Jepang kulit batang kemiri telah digunakan sebagai obat tumor (Anonim, 1999).

  B. Alkaloid

  dalam tumbuhan dimana kebanyakan memiliki aktivitas fisiologis tertentu. Umumnya alkaloid mengandung satu atom nitrogen. Karena memiliki pasangan elektron bebas pada atom nitrogen, maka alkaloid memiliki sifat basa. Kebanyakan alkaloid berupa zat padat, berasa pahit dan sukar larut air, mudah larut dalam kloroform, eter dan pelarut organik lain (Mursyidi, 1990). Alkaloid dalam bentuk garam larut dalam air namun tak larut dalam pelarut organik. Untuk mengidentifikasi adanya alkaloid dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi Dragendroff maupun Mayer ditunjukkan dengan terbentuknya endapan (Mursyidi, 1990).

  Golongan alkaloid yang memiliki aktivitas antibakteri antara lain golongan indol, steroid, kinolin, serta piridin-piperidin dengan aktivitas antibakteri yang lebih sensitif terhadap bakteri Gram positif daripada bakteri Gram negatif (Roberts, 1998).

   Piridin

  Piridin merupakan salah satu golongan alkaloid dengan struktur berupa benzena dengan satu atom nitrogen. Pada atom nitrogen terdapat pasangan elektron bebas, karena pasangan elektron bebas ini tidak ditempatkan pada ikatan pi aromatis, menyebabkan piridin memiliki sifat yang hampir sama dengan amin tersier. Kebasaan piridin tergantung dari pasangan elektron bebas pada atom nitrogen. Ikatan rangkap karbon-nitrogen menurunkan kebasaan piridin (Cordell, 1981). Piridin merupakan bahan kimia berupa cairan dengan bau asam yang khas. Piridin disintesis dari asetaldehid, formaldehid, atau amonia. Piridin bersifat volatil dan karsinogen. Gejala yang terjadi apabila terpapar piridin antara lain menyebabkan sakit kepala, batuk, menurunkan fertilitas pada lelaki (Anonim, 1999).

  C. Penyarian

  Penyarian adalah cara mengekstraksi zat aktif yang terkandung dalam simplisia nabati atau hewani dengan pelarut yang sesuai (Anonim, 1995).

  Berdasarkan jumlah pelarut yang terkandung di dalamnya, ekstrak dibedakan menjadi tiga yaitu ekstrak kering, ekstrak kental dan ekstrak cair. Cairan penyari dalam ekstraksi adalah pelarut yang baik atau optimal untuk kandungan senyawa yang berkhasiat, sehingga ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa yang diinginkan serta senyawa tersebut dapat terpisahkan dari senyawa dan bahan lain (Anonim, 2000). Ada beberapa metode penyarian antara lain infundasi, maserasi, perkolasi, serta penyarian berkesinambungan.

  Maserasi

  Maserasi termasuk cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang berisi senyawa metabolit primer dan sekunder. Oleh karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa metabolit primer dan sekunder di dalam dengan di luar sel, maka larutan terpekat akan didesak keluar sehingga senyawa metabolit akan larut dalam pelarut. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sehingga akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antar larutan senyawa metabolit. Apabila terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan sempurna. Oleh karena itu perlu dilakukan pengadukan untuk menjaga derajat perbedaan konsentrasi. Maserasi kinetik berarti maserasi yang dilakukan secara terus- menerus (kontinyu). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah penyaringan maserasi pertama dan seterusnya (Anonim, 1986).

  Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan serta peralatan yang sederhana dan mudah dikerjakan. Sedangkan kerugiannya yaitu pengerjaan yang lama serta penyarian yang kurang sempurna (Anonim, 1986).

D. Fraksinasi

  Komponen yang berada dalam campuran, seperti ekstrak yang berasal dari organisme hidup dapat dipisahkan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai persamaan karakter fisika-kimianya. Proses ini disebut fraksinasi dan dapat dilakukan dalam berbagai metode. Metode yang digunakan antara lain :

  1. Pengendapan Pengendapan digunakan untuk memindahkan bahan yang tidak diinginkan dan mempertahankan bahan yang penting dalam larutan. Metode yang paling sederhana adalah dengan menurunkan temperatur larutan. Komponen yang kurang larut dapat diendapkan dan dipisahkan dengan sentrifugasi atau filtrasi. Cara lainnya yaitu dengan mengubah polaritas pelarut dengan menambahkan pelarut yang dapat fraksinasi dengan pengendapan yaitu dengan menambahkan ekstrak berair dengan larutan elektrolit yang sangat larut air sehingga bahan non-ionik akan terendapkan (Houghton, 1988).

  2. Ekstraksi pelarut-pelarut Cara fraksinasi ini menggunakan corong pisah. Ketika ekstrak ditambah cairan lain yang tidak dapat bercampur maka akan terbentuk dua lapisan. Masing- masing komponen dalam ekstrak akan terlarut pada masing-masing fase lapisan hingga konsentrasinya mencapai titik keseimbangan. Beberapa fase organik sangat mudah membentuk emulsi dengan larutan yang mengandung air contohnya pelarut kloroform dan diklorometan. Sehingga penggunaan pelarut ini sebaiknya dihindari, namun bila tetap digunakan sebaiknya campuran digojog dengan lembut (Houghton, 1988).

  3. Destilasi Pemisahan campuran yang mengandung komponen volatile efektif dipisahkan dengan destilasi. Alat yang digunakan pada fraksinasi ini adalah destilator. Cara ini dilakukan secara ekstensif dalam industri, namun penggunaannya terbatas untuk fraksinasi ekstrak tanaman dan hanya dapat dipakai untuk minyak volatile (minyak esensial) (Houghton, 1988).

  4. Dialisis Dialisis merupakan metode pemisahan komponen dari suatu campuran berdasarkan ukuran molekulnya. Bagian yang penting dari prosedur ini adalah tertentu yang memberikan jalan untuk molekul kecil (massa molekul < 1000 dalton). Molekul dengan ukuran yang lebih besar tidak dapat lewat (Houghton, 1988).

  5. Elektroforesis Elektroforesis merupakan suatu metode pemisahan substansi dari suatu campuran yang mengandung energi listrik. Dibawah pengaruh energi listrik, masing- masing molekul akan bergerak dengan kecepatan berbeda-beda berdasarkan pada ukuran, bentuk, dan total energi listrik. Elektroforesis utamanya digunakan sebagai metode analisis suatu campuran dalam jumlah kecil yang mengandung molekul bermuatan terutama protein, peptida dan asam amino (Houghton, 1988).

  6. Kromatografi Prosedur kromatografi merupakan teknik yang digunakan secara luas pada fraksinasi ekstrak. Teknik ini tidak diragukan lagi untuk isolasi banyak senyawa alam. Kromatografi terdiri dari dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam untuk prosedur fraksinasi biasanya berupa padatan. Proses kromatografi terjadi akibat adanya kesetimbangan dinamik zat terlarut pada dua fase.

  Berdasarkan distribusinya, kromatografi dibagi menjadi dua yaitu adsorpsi dan partisi. Adsorpsi merupakan distribusi senyawa diantara permukaan padat dan cairan, sedangkan partisi merupakan distribusi senyawa diantara dua cairan yang tidak saling campur.

  Kromatografi Kolom

  Kromatografi kolom termasuk kromatografi cair yang digunakan untuk diisikan di dalam kolom (tabung kaca atau plastik) dimana terdapat keran untuk mengatur aliran fase gerak (pelarut) di bagian bawahnya. Biasanya fase gerak dibuat dalam bentuk suspensi. Cuplikan (campuran senyawa) dialirkan di atas fase diam dan fase gerak dibiarkan mengalir melalui cuplikan serta fase diam dan membawa serta senyawa yang larut di dalamnya akibat adanya pengaruh gaya gravitasi. Dengan demikian senyawa dalam cuplikan dapat dipisahkan dan dikumpulkan sebagai fraksi (Gritter, 1991).

  Pemilihan fase diam bergantung pada polaritas dan tingkat keaktifan fase diam. Gugus hidroksi pada permukaan polar berfungsi untuk menarik molekul senyawa dari cuplikan yang kompleks karena terdapat antaraksi dipol-dipol dan ikatan hidrogen. Apabila semua titik telah ditempati air atau pelarut berproton (alkohol atau amina), fase diam dikatakan tidak aktif oleh karena itu dilakukan pengaktifan dengan pemanasan untuk menghilangkan air. Fase diam yang paling sering digunakan adalah alumina dan silika gel (Gritter, 1991). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan silika gel GF 254 sebagai fase diamnya.

E. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

  Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair paling sederhana untuk memisahkan komponen kimia (Anonim, 2006). Selain itu juga digunakan untuk mengetahui sistem pelarut serta sistem penyangga yang akan komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam terhadap fase gerak. Terdapat dua fase dalam KLT, yaitu fase diam (lapisan) dan fase gerak (campuran pelarut pengembang). Fase diam berfungsi sebagai penyerap yang berupa serbuk halus. Penyerap yang sering digunakan dalam KLT adalah silika gel, alumina, dan selulosa. Untuk pemisahan senyawa yang mengandung alkaloid digunakan fase gerak silika gel (Mulja dan Suharman, 1995). Fase gerak berfungsi sebagai pengelusi yang terbuat dari berbagai macam campuran pelarut (Gritter, 1991). Kromatogram pada KLT berupa noda-noda yang terpisah. Untuk mengetahui noda-noda yang terpisah dapat digunakan 2 cara yaitu dengan pereaksi warna (secara kimia) atau diletakkan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm (secara fisika). Untuk pemisahan senyawa non polar, pada proses pemisahan adsorpsi digunakan pelarut pengembang yang bersifat non polar juga (Mulja dan Suharman, 1995).

  Pada kromatogram KLT terdapat faktor retardasi (Rf) yang dinyatakan dengan Jarak titik pusat bercak dari titik awal

  Rf = Jarak yang ditempuh eluen

  Angka Rf memiliki rentang dari 0,00 – 1,00. Nilai hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai dengan rentang antara 0 hingga 100 (Stahl, 1985).

  Keuntungan dari KLT yaitu pemisahan senyawa dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal, pelarut dan cuplikan yang digunakan jumlahnya relatif sedikit (Gritter,1991).

  KLT silika gel G sebagai fase diam sedangkan fase gerak menggunakan kloroform : methanol dengan perbandingan 3 : 1 atau dapat pula menggunakan kloroform : methanol : asam asetat dengan perbandingan 60 : 10 : 1. Penyemprot yang digunakan untuk mendeteksi adanya alkaloid antara lain reagen Mayer, reagen Dragendorff, maupun reagen Lieberman Burchard. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan silika gel GF 254 p.a. sebagai fase diam pada KLT sedangkan fase geraknya kloroform

  : etanol : asam asetat dengan perbandingan 60 : 20 : 20. Penyemprot yang digunakan untuk deteksi ialah Cerium Amonium Sulfat (CAS). Warna yang terbentuk pada bercak terjadi karena adanya ikatan antara gugus dalam senyawa uji dengan senyawa logam berat dalam pereaksi semprot (Cordell, 1981).

F. Staphylococcus aureus

  Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, bentuk bulat,

  biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur, berdiameter 1 µm, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob, tumbuh paling cepat pada suhu 37

  C, koloni berbentuk bundar, halus, menonjol, berkilau, serta berwarna abu-abu hingga kuning emas tua (Williams dan Wilkins, 2000).

  Bakteri S. aureus dapat menghasilkan suatu protein yang mirip dengan enzim yang menggumpalkan plasma yang telah diberi sitrat atau oksalat yang disebut koagulase. S. aureus dianggap sebagai bakteri patogen invasif karena dapat menghasilkan koagulase (Jawetz dkk, 1996).

  

S. aureus apabila dalam jumlah melebihi flora normal tubuh akan menginfeksi kulit

  sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit ringan sampai berat, seperti meningitis, endokarditis dan pneumonia (Anonim, 2007).

G. Metode Pengujian Potensi Antibakteri

  Metode pengujian potensi antibakteri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara dilusi atau difusi. Pengukuran potensi antibakteri menggunakan metode difusi didasarkan pada pengamatan zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang terbentuk (Jawetz, 1996).

  Ada beberapa cara dalam penggunaan metode difusi, yaitu :

  a. Cara Kirby Bouwer Cara ini dilakukan dengan menginokulasikan bakteri pada medium agar dengan konsentrasi tertentu (Lay, 1994). Penggunaan paper disk sebagai parameter resistensi bakteri dengan membandingkan diameter zona hambat yang terbentuk (Anonim, 1993).

  b. Cara tuang atau pour plate Cara ini dilakukan dengan menginokulasikan suspensi bakteri ke dalam

  o

  tabung reaksi yang berisi agar cair yang telah didinginkan pada suhu 45

  C. Isi dalam tabung reaksi diaduk untuk menghomogenkan bakteri dengan medium, (Anonim, 1993).

  c. Cara sumuran Preparasi awal sama seperti pada cara Kirby Bouwer. Sumuran dibuat dengan diameter yang telah ditentukan dan tegak lurus terhadap permukaan medium, ke dalam sumuran diteteskan larutan uji kemudian diinkubasi pada

  o suhu 37 C selama 24-48 jam (Anonim, 1993).

H. Bioautografi

  Bioautografi merupakan suatu gabungan metode kimia (kromatografi) dan mikrobiologi yang bertujuan untuk mendeteksi aktivitas senyawa dari suatu campuran yang berpotensi antibakteri (Choma, 2005). Metode bioautografi biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1. Bioautografi Kontak Prinsip dari metode bioautografi kontak ialah berdifusinya senyawa antibakteri dari plat KLT ke dalam medium agar yang sudah diinokulasi dengan bakteri uji. Plat KLT ditempelkan ke dalam medium agar dan didiamkan selama beberapa menit untuk proses difusi selanjutnya plat KLT diambil dan medium agar diinkubasi. Zona hambat diketahui dari permukaan agar pada daerah dimana tidak terdapat pertumbuhan bakteri. Kelemahan dari metode ini ialah kesulitan dalam menempelkan seluruh lempeng KLT di atas medium agar dan melekatnya adsorben pada permukaan agar. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menambahkan asam silikat (Choma, 2005).

Dokumen yang terkait

Uji efek hioglikemia fraksi etil asetat biji jinten hitam pada tikus putih jantan dengan metode induksi aloksan dan toleransi glukosa

0 4 98

Perbandingan aktivitas dan mekanisme penghambatan antibakteri ekstrak air dengan ekstrak etil asetat gambir (uncario gambir roxb) terhadap bakteri staphylococcus epiderwidis, streptococcus mutans dan streptococeus pyogenes

4 30 100

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol 96% kulit batang kayu Jawa (lannea coromandelica) terhadap bakteri staphylococcus aureus, escherichia coli, helicobacter pylori, pseudomonas aeruginosa.

32 209 72

Uji antioksidan dan antibakteri ekstrak air bunga kecombrang (edigera elatior) sebagai pangan fungsional terhadap staphylococcus aureus dan escherichia coli

0 45 83

Uji antioksidan dan antibakteri ekstrak air daun kecombrang (etlingera elatior) (Jack) R.M.Smith) sebagai pengawet alami terhadap escherichia coli dan staphylococus aureus

1 23 84

Efektivitas antibakteri ekstrak metanol batang pisang Mauli (Musa acuminata) dan povidone iodine 10 terhadap Streptococcus mutans

0 1 6

Kajian awal Pemanfaatan PulP dari limbah Kemasan asePtiK untuK Pembuatan selulosa asetat

0 0 8

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus

1 11 8

Aktivitas antibakteri salep ekstrak etanol daun sirih hijau (Piper betleL.) Terhadap infeksi bakteri Staphylococcus aureus

0 0 6

Efek pemberian dosis berulang dan dosis tunggal ekstrak kulit batang cempedak (Artocarpus champeden Spreng) pada mencit terinfeksi Plasmodium berghei Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 6