MELATI ARUM BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar Pendidikan merupakan hubungan normatif antara individu dan

  nilai. Hal tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik.

  Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Perubahan tingkah laku tersebut bertujuan untuk menjadikan sesorang menjadi lebih baik dan mendewasakan seseorang untuk menjalani kehidupannya.

  Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingakah laku.

  8 Belajar (Sagala, 2010: 11) merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai kegiatan seorang atau individu untuk memeproleh pengetahuan, keterampilan dan perilaku dengan cara mengolah bahan belajar.

2. Pengertian Pembelajaran

  Dalam dunia pembelajaran banyak sekali dijumpai berbagai macam konsep pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pembelajaran di sekolah. Guru dalam proses pembelajaran harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa.

  Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan ( Sagala, 2010: 61). Konsep belajar menurut Corey (1986: 195) dalam Sagala (2010: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.

  Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan, serta didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada, kegiatan ini merupakan untu dari perencanaan pembelajaran (Dengeng dalam Sagala (2010: 2).

  Berdasar pendapat yang dikemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pembelajaran menekankan pada kegiatan proses belajar siswa yang telah di desain oleh tenaga pendidik melalui usaha yang di rencanakan melalui proses komunikasi dua arah. Adanya perubahan tingakah laku secara keseluruhan sebagai pengalaman belajar untuk menjadikan seseorang itu lebih matang dan bisa menjalani kehidupannya dengan baik.

3. Pengertian Hasil Belajar

  Penilaian proses belajar mengajar menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru dan siswa, serta keterlaksanaan progam belajar mengajar. Penilaian hasil belajar menyangkut hasil belajar jangka pendek dan hasil belajar jangka panjang.

  Penialaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil- hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Sudjana, 2001: 3). Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku. Tingkah laku yang di maksud mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor.

  Hasil belajar menurut Sudjana (2009: 37) adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan yang dimkasud ialah tingkat penguasaan yang dimiliki siswa stelah melakukan pengalaman belajarnya melalui proses belajar mengajar.

  Hamalik (2001: 159) berpendapat bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku secara keseluruhan untuk menjadikan seseorang lebih baik merupakan tujuan dari pengalaman seseorang dalam belajar.

  Berdasar pengertian hasil belajar yang dikemukakan di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa melaui kegiatan yang telah dilakukan berulang-ulang berdasarkan pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru sebagai alat ukur kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai seiring dengan adanya perubahan tingkah laku menjadi lebih baik lagi, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

4. Ranah Hasil Belajar

   Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,

  baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar memebaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomoter (Sudjana, 2001: 22)

a. Ranah Kognitif

  1) Tipe hasil belajar: Pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual.

  Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun tipe belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Misal, hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana meggunakan rumus tersebut, hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat. 2) Tipe hasil belajar: Pemahaman

  Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori. (Sudjana, 2001: 24).

  Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misal dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.

  Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. 3) Tipe hasil belajar: Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret.

  Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.

  Prinsip merupakan abstraksi suatu proses suatu hubungan mengenai kebenaran dasar hukum umum yang berlaku pada bidang ilmun tertentu. Prinsip juga dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang berlaku pada dalam suatu keadaan dan mungkin merupakan asumsi dari suatu teori.

  Generalisasi merupakan rangkuman sejumlah informasi atau rangkuman sejumlah hal khusus yang dapat digunakan pada hal khusus yang baru. 4) Tipe hasil belajar: Analisis

  Analisi adalah usaha memilah suatu integritas mejadi unsur- unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya dan susunannya (Sudjana, 2001: 27). Analisis merupakan keahlian yang kompleks, yang memanfaatkan keahlian dari ketiga tipe yang di paparkan sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif .

  Kecakapan analisis dapat memilah integritas menjadi bagian- bagian yang terpadu, hal ini bertujuan untuk dapat memahami prosesnya, memahami cara kerjanya, dan untuk memahami sistematikanya. Bila keahlian menganalisis dapat berkembang pada diri seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya menjadi sesuatu yang baru secara kreatif.

  5) Tipe hasil belajar: Sintesis Sintesis adalah unsur-unsur atau bagian dari pernyataan menjadi bentuk yang menyeluruh. Berpikir sintesis merupakan cara pemecahan atau mencari jawaban yang belum bisa dipastikan. Mengartikan analisis harus dengan penuh telaah dan hati-hati dalam menyatukan unsur-unsur penting.

  Berpikir sintesis merupakan salah satu cara untuk menjadikan seseorang lebih kreatif. Seseorang yang kreatif sering menciptakan sesuatu yang baru yang mempunyai manfaat besar bagi masyarakat luas, hal itu merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan. 6) Tipe hasil belajar: Evaluasi

  Evaluasi menurut Sudjana (2001: 28) adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll. Evaluasi merupakan suatu proses yang berlangsung secara berkesinambungan. Evaluasi dilakukan sebelum, selama dan sesudah proses pembelajaran. Dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.

  Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bernasyarakat. Mampu memberikan evaluasi tentang suatu kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja, dapat mengembangkan partisipasi serta tanggung jawabnya sebagai warga negara (Sudjana, 1991: 29). Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman aplikasi, analisis dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasi tersebut.

  Menurut peneliti urutan-urutan seperti yang dikemukakan di atas, sebenarnya masih mempunyai bagian-bagian lebih spesifik lagi. Diantara bagian tersebut akan lebih memahami akan ranah- ranah psikologi sampai di mana kemampuan pengajaran mencapai Introduktion Instruksional. Terdapat dua kategori dalam evaluasi, yaitu “Penilaian dengan menggunakan kriteria internal” dan “Penilaian dengan menggunakan kriteria eksternal”. Keterangan yang sederhana dari aspek kognitif seperti dari urutan-urutan di atas, bahwa sistematika tersebut adalah berurutan yakni satu bagian harus lebih dikuasai baru melangkah pada bagian lain.

  Aspek kognitif lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan abstrak. Pengetahuan akan menjadi standar umum untuk melihat kemampuan kognitif seseorang dalam proses pengajaran.

b. Ranah Afektif

  Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli berpendapat bahwa seseorang yang tingkat kognitifnya tinggi maka sikap seseorang tersebut dapat diramalkan perubahannya. Tipe belajar afektif terlihat pada siswa dalam berbagai bentuk tingkah laku, misal perhatian siswa terhadap pelajaran, kedisiplinan, minat, motivasi belajar, kebiasaan belajar dan cara menghargai guru serta teman kelasnya.

  Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru, kebanyakan guru hanya menilai hasil belajar siswa dari ranah kognitif saja, namun penilaian afektif sejatinya menjadi bagian yang penting dalam bahan pelajaran yang berisi ranah kognitif dan harus tampak dalam proses belajar mengajar yang dicapai oleh siswa. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar siswa (Sudjana, 2001: 30) : 1) Reciving/ attending (menerima)

  Reciving merupakan kepekaan siswa dalam menerima

  rangsangan atau stimulasi dari luar kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dll. Kepekaan ini dapat diawali dengan kesadaran kemampuan siswa dalam menerima dan memperhatikan suatu kejadian atau fenomena tertentu. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk merima rangsangan atau stimulus dari luar. Menurut Suke Silverius, 1991: 49) hasil belajar dalam jenjang ini berjenjang mulai kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak siswa 2) Responding (jawaban)

  Reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap rangsangan yang datang dari luar. Siswa tidak hanya peka terhadap suatu kejadian atau fenomena yang terjadi, namun siswa tanggap dan bereaksi terhadap fenomena tersebut dan mencari cara untuk mengatasinya. Dapat digambarkan seperti siswa yang secara tanggap dan sukarela mengerjakan dan membaca tanpa ditugaskan sebelumnya oleh guru. Menurut Suke Silverius, 1991: 49) hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab atau kepuasan dalam menjawab. 3) Valuing (penilaian)

  Berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau rangsangan tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

  4) Organisasi Pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Beberapa hal yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai, organisasi organisai tentang nilai dll.

  5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai Sudjana (2001: 30) berpendapat bahwa karakteristik nilai atau internalisasi nilai merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.

  Menurut peneliti bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Pengaruh afektif dalam dunia psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya.

c. Ranah Psikomotor

  Hasil belajar psikomotor terlihat dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak siswa. Terdapat enam tingkatan keterampilan, yaitu : 1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar) 2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar 3) Kemampuan perseptual, termasuk membedakan visual, membedakan auditif, motoris dll.

  4) Kemampuan di bidang fisik, missal kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

  5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

  6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

  Menurut peneliti domain psikomotorik dalam taksonomi instruksional pengajaran adalah lebih mengorientasikan pada proses tingkah laku atau pelaksanaan, sebagai fungsinya adalah untuk meneruskan nilai yang terdapat lewat kognitif dan diinternalisasikan lewat afektif sehingga mengorganisasi dan diaplikasikan dalam bentuk nyata oleh domain psikomotorik ini.

B. Pendekatan Saintifik 1. Pengertian Pendekatan Saintifik

  Menurut An-Naqah (2006) yang dikutip oleh Acep Hermawan, Pendekatan hakikatnya adalah sekumpulan asumsi tentang proses belajar mengajar yang dalam pemikiran aksiomatik tak perlu diperdebatkan.

  Pendekatan merupakan pendirian filosofis yang selanjutnya menjadi acuan kegiatan belajar mengajar (Hermawan, 2011:167).

  Berdasarkan definisi di atas maka Pendekatan menurut peneliti adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode. Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas yang melandasi penerapan metode ilmiah.

  Pengertian penerapan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada cara mengembangkan kompetensi siswa dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun cara mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.

2. Kriteria Pendekatan Saintifik

  Menurut Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan kriteria pendekatan saintifik adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2013: 2-3): a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu bukan sebatas kira- kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata

  b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

  c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah dan mengaplikasikan meteri pembelajaran d. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran

  e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola pikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran

  f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas namun menarik sistem penyajiannya

  Jadi dapat disimpulkan bahwa kreteria pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik yaitu materi bersifat fakta, interaksi guru dan siswa berdasarkan alur berfikir logis, mendorong siswa berfikir kritis, hipotetik, rasional, berbasis pada fakta empiris dan tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan menarik.

3. Langkah- Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

  Dalam buku panduan kurikulum 2013 proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap, pengetahuan dan keterampilan (Kemendikbud, 2013: 2-3).

  a. Ranah sikap mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta did ik “tahu mengapa.”

  b. Ranah keterampilan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana.” c. Ranah pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.

  Jadi proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013 tidak hanya menyentuh ranah pengetahuan saja tetapi seimbang antara ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan.

  Langkah Pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik menurut Permendikbud 81 A (Kemendikbud, 2013). Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: 1. mengamati; 2. menanya; 3. mengumpulkan informasi; 4. mengasosiasi; dan 5. mengkomunikasikan.

  1. Mengamati (Observasi) Kegiatan belajar dalam mengamati meliputi membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan yaitu melatih kesungguhan, ketelitian dan mencari informasi (Kemendikbud, 2013: 9).

  Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

  2. Menanya Kegiatan belajar dalam kegiatan menanya mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan menanya, mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat (Kemendikbud, 2013: 11)

  Dalam kegiatan menanya, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan - pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari mulai situasi peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

  3. Mengumpulkan informasi Kegiatan belajar dalam mengumpulkan informasi meliputi, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek, kejadian atau aktivitas dan wawancara dengan nara sumber. Kompetensi yang di kembangkan dalam kegiatan mengumpulkan informasi meliputi mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat (Kemendikbud, 2013: 12).

  Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Oleh karena itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek, kejadian atau aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

  4. Menalar Kegiatan belajar dalam menalar:

  a. Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

  b. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kompetensi yang dikembangkan dalam kegiatan menalar meliputi, mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan (Kemendikbud, 2013: 15)

  Kegiatan menalar dalam kegiatan pembelajaran adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

  Adapun kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan. Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

  Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

  5. Mengomunikasikan Kegiatan belajar pada kegiatan mengkomunikasikan meliputi menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Sedangkan kompetensi yang dikembangkannya yaitu, mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar (Kemendikbud, 2013: 15). Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola.

  Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

4. Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

  Implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup (Kemendikbud, 2013: 16). Berikut penjelasan mengenai tiga kegiatan pokok dalam pendekatan saintifik :

  a. Kegiatan pendahuluan

  1) Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. 2) Sebagai contoh ketika memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira (mengucapkan salam), 3) Mengecek kehadiran para siswa dan menanyakan ketidak hadiran siswa apabila ada yang tidak hadir.

  b. Kegiatan inti

  1) Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. 2) Kegiatan inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.

c. Kegiatan penutup Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok.

  1) Validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa.

  2) Pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa. Validasi dapat dilakukan dengan mengindentifikasi kebenaran konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa. Kegiatan pembelajaran meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam pendekatan saintifik tujuan utama kegiatan pendahuluan adalah memantapkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang telah dikuasai yang berkaitan dengan materi pelajaran baru yang akan dipelajari oleh siswa. Dalam kegiatan ini guru harus mengupayakan agar siswa yang belum paham suatu konsep dapat memahami konsep tersebut, sedangkan siswa yang mengalami kesalahan konsep, kesalahan tersebut dapat dihilangkan. Pada kegiatan pendahuluan, disarankan guru menunjukkan fenomena atau kejadian “aneh” atau “ganjil” (discrepant event) yang dapat menggugah timbulnya pertanyaan pada diri siswa.

  Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran atau dalam proses penguasaan pengalaman belajar (learning experience) siswa. Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan pengalaman dan kemampuan siswa secara terprogram yang dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh siswa dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan yang diberikan di muka.

  Dalam kegiatan penutup terdapat dua hal pokok. Pertama, validasi terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh siswa.

  Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai siswa.

C. Model Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

  Menurut Tan (2003) dalam Rusman (2013: 229) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Menurut Suprijono (2009: 63) proses belajar penemuan meliputi proses informasi, transfortasi, dan evaluasi. Proses informasi, pada tahapan ini peserta didik memperoleh informasi mengenai materi yang sedang dipelajari. Belajar penemuan menekankan pada berfikir tingkat tinggi. Belajar ini memfasilitasi peserta didik mengembangkan dialektika berfikir melalui induksi logika yaitu berfikir dari fakta ke konsep. Bruner berpendapat (dalam Suprijono 2009:71) mengemukakan dukungan tentang dukungan teoritis pada pengembangan model pembelajaran berbasis masalah memberikan arti penting belajar konsep dan belajar menggeneralisasi. Pembelajaran ini berorientasi pada kecakapan peserta didik memperoleh informasi.

  Dalam memecahkan permasalahan yang ada di dunia nyata , kita perlu menyadari bahwa seluruh proses kognitif dan aktivitas mental yang terlibat didalamnya (Rusman 2013:231). Pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dengan menggunakan masalah dalam kehidupan sehari-hari sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berfikir kritis dan kreatif, keterampilan memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep dasar dari suatu materi pelajaran.

  Berdasarkan definisi di atas maka pembelajaran berbasis masalah menurut peneliti adalah metode pembelajaran yang di awali dengan pemaparan masalah untuk dicari pemecahannya bersama-sama baik dalam kelompok besar maupun kelompok kecil untuk melatih siswa berfikir ktitis dan logis. Model pembelajaran berbasis masalah juga menjadikan siswa berfikir kreatif karena siswa dapat mengahasilkan suatu karya atau kreasi sebagai hasil dari pemecahan masalah.

  Pembelajaran berbasis masalah dalam penerapannya berupaya memadukan unsur inkuiri, kooperatif, demokrasi dan kontruktivisme.

  Unsur inkuiri ditandai dengan upaya siswa dalam memecahkan masalah dalam menemukan hal-hal baru, sehingga siswa dilatih untuk berfikir kritis. Unsur kooperatif ditandai dengan upaya pemecahan masalah oleh siswa yang dilakukan dengan kerjasama baik dalam kelompok kecil maupun dalam kelompok besar. Unsur demokrasi ditandai dengan kebebasan siswa dalam mengemukakan ide, pendapat dan gagasan sendiri.

  Siswa disini dituntut untuk berfikir dan bertindak mandiri. Unsur kontruktivisme ditandai dengan peran guru yang tidak bersifat sentral, tetapi hanya sebagai pemandu, pembimbing dan fasilitator siswa dalam melakukan segala aktivitas dan kegiatan belajar di kelas.

2. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

  Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitasyang ada. Tan (2000) dalam Rusman (2013: 232).

  Karakteristik pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

  a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar

  b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple persepective)

  d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar

  e. Belajar pengarahan diri menjadi hal utama

  f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam

  PBM

  g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif

  h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar j. PBM meliputi evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar

  Berdasarkan karakteristik di atas, maka Pembelajaran Berbasis Masalah mempunyai lima ciri yaitu:

  1. Pengajuan masalah di awal pembelajaran Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dengan mengajukan permasalahan kepada siswa pada awal pembelajaran.

  Masalah yang diangkat biasanya didasarkan atas kehidupan nyata yang autentik dan dalam penyelesaiannya siswa ditekankan untuk tidak memberikan jawaban yang sederhana. Hal itu bertujuan untuk melatih siswa untuk berfikir lebih kritis dan mendalam yang pada akhirnya memungkinkan siswa untuk meninjau masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

  2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin Pembelajaran berbasis masalah mungkin hanya berpusat pada mata pelajaran tertentu seperti IPA, matematika, IPS dan lainnya.

  Tetapi masalah yang diselidiki dalam pembelajaran ini diusahakan benar-benar nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini bertujuan agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.

  3. Penyelidikan autentik Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik yang akan digunakan dalam mencari penyelesaian terhadap masalah yang sedang dipelajari. Metode penyelidikan yang digunakan tergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

  4. Menghasilkan dan menyajikan hasil karya Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang diharapkan dapat menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

  5. Kerjasama dalam kelompok Ciri yang utama dalam Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok besar untuk bersama-sama menemukan penjelasan dan penyelesaian masalah yang sedang dipelajari. Proses bekerjasama tersebut dapat menciptakan suasana belajar yang baik dan pada akhirnya dapat membangun motivasi siswa. Menurut peneliti implementasi model pembelajaran berbasis masalah tidak mengharuskan siswa bekerjasama dalam kelompok besar. Besar atau kecilnya kelompok ditentukan oleh kompleks atau tidaknya problem yang akan di cari solusimya atau dipandang dari rumit atau tidaknya problem tersebut.

3. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

  Berikut ini disajikan tabel tahapan pembelajaran berbasis masalah serta aktivitas yang dilakukan oleh guru dan penerapannya.

Tabel 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah beserta aktivitas yang harus dilakukan oleh guru. (Rusman,

  2013:243)

  Tahap Indikator Aktivitas guru

  1. Mengorientasikan Menjelaskan tujuan pembelajaran, siswa pada masalah menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

  2. Mengorganisasikan Membantu siswa mendefinisikan siswa untuk belajar dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dangan masalah tersebut.

  3. Melakukan Mendorong siswa untuk penyelidikan mengumpulkan informasi yang individual maupun sesuai, melaksanakan eksperimen, kelompok untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

  4. Mengembangkan dan Membantu siswa dalam menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dan membantu siswa untuk berbagi tugas dengan temannya.

  5. Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap pemecahan masalah penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan

  Sumber : Rusman (2013:243)

  a. Mengorientasikan siswa pada masalah

  Pada tahap ini guru perlu menyajikan situasi masalah dengan hati-hati atau dengan prosedur yang jelas. Situasi masalah harus disampaikan kepada siswa semenarik mungkin. Biasanya memberikan kesempatan siswa untuk melihat, merasakan dan menyentuh sesuatu sehingga memunculkan ketertarikan dan motivasi inquiri. Hal terpenting pada tahap ini adalah orientasi kepada situasi masalah yang akan menentukan tahap untuk penyelidikan selanjutnya, oleh karena itu penyampaian masalah harus menarik minat siswa agar bisa menimbulkan rasa ingin tahu pada diri siswa.

  b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

  Guru membagi siswa dalam kelompok

  • – kelompok disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan oleh guru. Seusai siswa diorientasikan pada situasi masalah dan telah membentuk kelompok, maka tugas pertama bagi kelompok adalah membuat dan mengajukan hipotesis dari permasalahan yang dipelajari. kegiatan selanjutnya yang dilakukan oleh guru adalah membantu siswa untuk merencanakan kegiatan pada tahap berikutnya.

  c. Melakukan penyelidikan individual maupun kelompok

  Penyelidikan yang dilakukan biasanya melalui kerjasama dalam kelompok, baik itu kelompok kecil ataupun kelompok besar. Pada tahap ini siswa melakukan pengumpulan, pengelolaan data dan informasi untuk kemudian diolah sesuai dengan ranah kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Data dan informasi yang diperoleh tersebut digunakan untuk menjawab hipotesis yang dibuat sebelumnya dan menjelaskan serta memberikan pemecahan terhadap permasalahan yang ada.

  Selama tahap penyelidikan, guru menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu dan mengingatkan tugas

  • – tugas yang harus mereka selesaikan. Bantuan guru dapat berupa memberikan bimbingan apabila siswa menemukan kesulitan dan menyediakan bahan ajar sebagai sumber belajar tambahan dalam mengumpulkan informasi.

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merncanakan dan menyiapkan produk yang mewakili hasil pemecahan masalah. Produk tersebut bisa berupa karya dalam bentuk fisik, biasanya yang digunakan adalah poster. Setelah mengembangkan hasil karya selesai, guru memberi kesempatan kepada masing- masing kelompok guna menyajikan hasil karyanya di depan kelas untuk dipersentasikan dan didiskusikan secara bergantian, dengan catatan karya yang dihasilkan siswa diusahakan sekreatif mungkin agar memberikan ketertarikan tersendiri pada siswa dan memotivasi seluruh siswa untuk memperhatikan penyajian hasil karya temannya di depan kelas.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Tahap ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis, mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri serta keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap ini guru meminta siswa untuk melakukan rekontruksi pemikiran dan aktivitas mereka selama tahap-tahap pelajaran yang telah dilewatinya. Pada tahap ini guru memberikan penguatan- penguatan terhadap hasil diskusi tiap kelompok.

4. Kelebihan Dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah a. Kelebihan Model Pembelajaran berbasis masalah

  1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus, siswa lebih memahami pembelajaran 2) Pemecahan masalah daoat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa

  3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa 4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata

  5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan

  6) Melalui pemecahan masalah bias memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa

  7) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa 8) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru

  9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata

  10) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal belum berakhir b.

   Kekurangan model pembelajaran berbasis masalah

  1) Pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang lama 2) Perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal 3) Membutuhkan fasilitas yang memadai 4) Tidak semua materi pelajaran dapat diajarkan

  Menurut peneliti model pembalajaran berbasis masalah tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak membutuhkan fasilitas yang memadai, jika solusi dari problem tersebut menghasilkan sebuah karya yang sederhana atau bahkan solusinya bukan dalam bentuk sebuah karya melainkan sebuah konsep.

D. Kerangka Berpikir

  Penerapan metode ilmiah merupakan proses berpikir logis berdasarkan fakta dan teori. Pertanyaan muncul dari pengetahuan yang telah dikuasai.

  Kemampuan bertanya merupakan kemampuan dasar dalam mengembangkan berpikir ilmiah. Informasi baru digali untuk menjawab pertanyaan.

  Penguasaan teori dalam sebagai dasar untuk menerapkan metode ilmiah. Dengan menguasi teori maka siswa dapat menyederhanakan penjelasan tentang suatu gejala, memprediksi, memandu perumusan kerangka pemikiran untuk memahami masalah. Bersamaan dengan itu, teori menyediakan konsep yang relevan sehingga teori menjadi dasar dan mengarahkan perumusan pertanyaan penelitian.

  Problem di SD ini adalah belum terbiasanya guru dalam menerapkan pembelajaran saintifik dalam proses belajar mengajar, karena kurikulum 2013 adalah kurikulum baru jadi guru belum terbiasa menerapkan kurikulum 2013 jadi guru masih menggunakan metode konvensional. Hal tersebut akan berimbas pada tidak maksimal pengalaman belajar siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu dengan upaya guru menerapkan model pembelajaran berbasis masalah, proses pembelajaran akan lebih efektif.

  Guru belum Pendekatan

  Hasil belajar terbiasa saintifik dengan siswa meningkat menggunakan model kurikulum 2013 pembelajaran dan hasil belajar

E. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pikir di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : “Dengan penggunaan pendekatan saintifik (scientific) dengan model pembelajaran berbasis masalah dalam tema IX “Makananku Sehat dan Bergizi” subtema 3 “Kebiasaan Makanku”, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Jenang 02.

  

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Setting Penelitian 1) Tempat Penelitian

  Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Jenang 02 Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. Peneliti memilih tempat tersebut dengan alasan bahwa SD Negeri Jenang 02 sudah melaksanakan Kurikulum 2013 dan hasil belajar tema Makananku Sehat dan Bergizi masih rendah.

  2) Waktu Penelitian

  Penelitian akan dilaksanakan pada semester genap sekitar bulan Mei-Juni tahun ajaran 2013/2014.

  3) Jenis Penelitian