BAB IV ARAHAN STRATEGIS NASIONAL - DOCRPIJM 1478843658BAB 4 ARAHAN STRATEGIS NASIONAL

BAB IV ARAHAN STRATEGIS NASIONAL

4.1. Kawasan Strategis Nasional (KSN)

  Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan beberapa kepentingan, yaitu: a) pertahanan dan keamanan

  b) pertumbuhan ekonomi

  c) sosial dan budaya

  d) pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

  e) fungsi dan daya dukung lingkungan hidup Penetapan Kawasan Strategis Nasional berdasarkan PP no 26 tahun 2008 tentang RTRWN yang terdapat di Sulawesi Selatan yaitu

  :

  a) Kawasan Perkotaan Makassar -Maros-Sungguminasa, Gowa- Takalar (mamminasata);

  b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Kota Pare-pare, dan Kabupaten Barru;

  c) Kawasan Sosial Budaya Kabupaten Toraja dan Kabupaten Toraja Utara;

  d) Kawasan Sorowako dan sekitarnya sebagai Kawasan Sosial budaya di Kabupaten Luwu; e) Kawasan Stasiun Bumi Sumber Alam sebagai penggunaan sumber daya alam dan teknologi Kota Pare-pare;

  4.2. Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

  Pusat Kegiatan Nasional atau PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Penetapan PKN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria. Penetapan berdasarkan PP no 26 tahun 2008 tentang RTRWN yang terdapat di Sulawesi Selatan yaitu :

  • Pusat Kawasan Nasional, Kawasan Perkotaan Mamminasata (Makassar-Maros-Sungguminasa,Gowa- Takalar)
  • Pusat Kawasan Wilayah, Pangkajene, Jeneponto, Watampone, Bulukumba, Barru, Palopo, dan Pare-pare.

  4.3. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

  Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional atau PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.

  Penetapan PKSN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 15, yaitu sebagai berikut: a) pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga b) pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga c) pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya d) pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

  Adapun PKSN berdasarkan arahan Peraturan Pemerintah PP Nomor 26 Tahun 2008 yang terdapat di Sulawesi Selatan tidak ada.

  

4.4. Kawasan Perhatian Investasi Masterplan Percepatan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Iindonesia (KPI MP3EI)

  Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

  Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan factor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

  KPI dapat menjadi KPI prioritas dengan kriteria sebagai berikut: a) Total nilai investasi pada setiap KPI yang bernilai signifikan

  b) Keterwakilan Kegiatan Ekonomi Utama yang berlokasi pada setiap KPI c) Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap sentra- sentra produksi di masing-masing KPI d) Kesesuaian terhadap beberapa kepentingan strategis (dampak sosial, dampak ekonomi, dan politik) dan arahan Pemerintah

  (Presiden RI) Adapun KPI berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32

  Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan

  Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 Koridor Ekonomi Sulawesi yaitu

  a) Makassar, Palopo,Pare-pare, Sulawesi Selatan

  b) Mamuju-mamasa, Sulawesi Barat

  c) Kendari, Kolaka, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara

  d) Morowali, Parigi Moutang, Banggai, Sulawesi tengah e) Bitung Sulawesi Utara.

  Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama Pertanian Pangan mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Sulawesi merupakan produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10 persen produksi padi nasional dan 15 persen produksi jagung nasional. Pertanian pangan menyumbang 13 persen PDRB Sulawesi. Mengingat adanya keterbatasan potensi ekspansi areal pertanian, maka peningkatan produksi pangan yang paling memungkinkan adalah melakukan intensifikasi pangan.

  Pada kegiatan perkebunan terdapat Kakao, potensi besar bagi pengembangan kegiatan kakao yang merupakan produsen kakao kedua terbesar dunia dengan menyumbang 18 persen dari pasar global. Secara nasional, komoditas kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet Biji kakao olahan menghasilkan cocoa butter (lemak kakao) dan cocoa powder (bubuk kakao) yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dunia terutama di Amerika dan Eropa, dimana permintaan kakao mencapai 2,5 juta ton per tahun, baik perkebunan maupun industri pengolahan kakao. Total luas lahan kakao di Sulawesi mencapai 838.037 Ha atau 58 persen dari total luas lahan di indonesia. Sebagian besar lahan tersebut dimiliki oleh petani (96 persen). Namun demikian, pengembangan kakao di Pulau Sulawesi menghadapi tantangan berupa kendala produksi, teknologi, kebijakan, dan infrastruktur.

  Indonesia memiliki kedudukan penting di kegiatan ekonomi utama perikanan. Dengan kekayaan laut yang berlimpah, saat ini pertumbuhan produksi makanan laut mencapai 7 persen per tahun, sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar di Asia Tenggara. Dilihat dari produksi perikanan di Indonesia berdasarkan sebaran wilayahnya, Koridor Ekonomi Sulawesi merupakan wilayah yang memiliki produksi perikanan laut terbesar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu kegiatan ekonomi utama di koridor Ekonomi Sulawesi. Saat ini perikanan berkontribusi sekitar 22 persen dari total PDRB sub sektor pertanian pangan (70 persen tangkapan dan 30 persen budidaya) dimana sekitar 20 persen dari aktivitas perikanan tersebut merupakan perikanan tangkap dan sisanya adalah perikanan budidaya. Meskipun sumber daya perikanan cukup melimpah, terdapat persoalan terkait dengan ekploitasi penangkapan ikan yang berlebihan di beberapa areal laut sehingga mengancam keberlanjutan kegiatan ini. Sebagai contoh, eksploitasi penangkapan ikan demersal dan udang di Sulawesi Selatan dan ikan pelagis besar di Sulawesi Utara. Untuk mengurangi eksploitasi penangkapan ikan yang berlebih dan meningkatkan produksi perikanan yang lebih berkelanjutan, maka dikembangkan juga perikanan budidaya (akuakultur). Dalam kaitannya dengan pengembangan perikanan budidaya, area tambak di koridor ini ideal untuk budidaya udang yang bernilai tinggi dimana nilai jualnya jauh lebih tinggi daripada nilai jual rumput laut yang mendominasi hasil produksi akuakultur. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka pengembangan kegiatan perikanan akan diprioritaskan pada perikanan budidaya (akuakultur).

  Untuk pertambangan Indonesia adalah produsen nikel terbesar ke-4 dari 5 besar negara produsen nikel dunia yang bersama-sama menyumbang lebih dari 60 persen produksi nikel dunia. Produksi nikel Indonesia mencapai 190 ribu ton per tahun. Indonesia memiliki 8 persen cadangan nikel dunia, oleh karena itu industri pertambangan dan pengolahan nikel sangat layak untuk dipercepat dan diperluas pengembangannya. Sulawesi merupakan daerah dengan produksi nikel paling maju di Indonesia. Pertambangan nikel di Sulawesi menyumbang sekitar 7 persen terhadap PDRB Sulawesi. Oleh karenanya, kegiatan pertambangan di Koridor Ekonomi Sulawesi terfokus pada pertambangan nikel yang merupakan potensi pertambangan terbesar di koridor ini. Sulawesi memiliki 50 persen cadangan nikel di Indonesia dengan sebagian besar untuk tujuan ekspor, diikuti oleh Maluku dan Papua. Di koridor ini juga terdapat penambangan komoditas pertambangan lainnya yaitu emas, tembaga dan aspal namun tidak terlalu signifikan dibandingkan potensi bijih nikel. Emas dan aspal lebih bersifat pengoptimalan produksi, sedangkan komoditas tembaga berupa kegiatan pembangunan smelter dan bukan penambangannya. Untuk pengembangan smelter tembaga di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pasokan bahan baku bijih tembaga dari luar Koridor Ekonomi Sulawesi direncanakan berasal dari Papua dan dari Nusa Tenggara. Empat lokasi penting di Sulawesi yang memiliki cadangan nikel berlimpah adalah: a) Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan;

  b) Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah;

  c) Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara; d) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.

  Kendala dalam pertambangan nikel adalah terhambatnya peningkatan tahap kegiatan eksplorasi menjadi tahap operasi dan produksi atau pembukaan area baru karena tumpang tindih tata guna lahan, lambatnya penerbitan rekomendasi dari pemerintah daerah yang biasanya terkait dengan lambatnya pengurusan Ijin Pinjam Pakai Lahan Hutan dan juga penerbitan Ijin Usaha Pertambangan.

  Selain itu, kegiatan ekonomi utama Minyak dan Gas Bumi. Potensi migas Indonesia tersebar secara merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Untuk minyak bumi, potensi cadangan terbesar berada di Provinsi Riau sedangkan gas alam berada di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Selain di kedua provinsi tersebut potensi migas tersebar di wilayah-wilayah lain di Indonesia, seperti di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang belum teridentifikasi dan tereksplorasi dengan baik. Industri minyak dan gas bumi memiliki potensi untuk berkembang di Pulau Sulawesi namun menghadapi tantangan berupa kontur tanah dan laut dalam.

  Hal ini menyebabkan tingkat kesulitan teknis yang tinggi yang berujung pada tingginya biaya eksploitasi migas di Sulawesi. Potensi minyak bumi Koridor Ekonomi Sulawesi relatif kecil dibandingkan wilayah lain Indonesia dengan cadangan sebesar 49,78 MMSTB dari total 7.998,49 MMSTB cadangan minyak bumi Indonesia, atau hanya 0,64 persen dari total cadangan Indonesia. Sedangkan potensi gas bumi Koridor Ekonomi Sulawesi juga relatif tidak besar dibandingkan wilayah lain Indonesia dengan cadangan sebesar 4,23 TSCF dari total 157,14 TSCF cadangan gas bumi Indonesia, atau hanya 2,69 persen dari total cadangan Indonesia. Terlihat jelas bahwa cadangan minyak dan gas bumi di Koridor Ekonomi Sulawesi tergolong kecil, namun harus tetap diperhitungkan mengingat cadangan minyak Indonesia terus mengalami penurunan terutama yang terdapat di wilayah barat Indonesia.

  Kegiatan ekonomi utama Migas di Koridor Ekonomi Sulawesi akan terpusat pada beberapa lokasi berikut: a) Area eksploitasi gas bumi di Donggi Senoro, Kabupaten

  Banggai, Sulawesi Tengah

  b) Area eksploitasi minyak bumi di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah

  c) Area eksploitasi gas bumi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat

  d) Area eksploitasi gas bumi di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan

  e) Lapangan Migas Karama, Sulawesi Barat

4.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

  Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan Usaha yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat juga dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru maupun perluasan dari KEK yang sudah ada.

  Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :

  a) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung; b) adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan; c) terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di

  Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan; d) mempunyai batas yang jelas.

  Adapun KEK berdasarkan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus yang ad di Sulawesi Selatan tidak ada. Sumber Alam pendayagunaa n sumber daya alam dan teknologi

  Stasiun Bumi

  Kolaka, Konawe,

  Sosial Budaya Kawasan

  Sorowako dan sekitarnya

  Budaya Kawasan

  Kawasan Sosial

  (KAPET) Ekonomi

  Ekonomi Terpadu

  Banggai, Bitung

  Moutang ,

  , Parigi

  Utara, Morowali

  , Kendari,

  Mamuju- Mamasa, Parepare

  • Kawasan Pengemba ngan

  Sungguminasa, Gowa-Takalar)

  (Makassar- Maros-

  Perkotaan Mamminasata

  RTRWN Kawasan

  Ekonomi PP no 26 tahun 2008 tentang

  Maros- Sunggumin asa

  Kawasan Perkotaan Makassar-

  KSN SUDUT KEPENTINGA N STATUS HUKUM RTRW KSN PKN PKSN KPI MP3EI KEK

Tabel 4.1 Matriks Isian Lokasi KSN, PKSN, PKN, PKI MP3EI, dan KEK

  • Makassa r, Palopo (Luwu),