Studi kasus pendekatan terapi dzikir jahar dengan bacaan laa ilaaha illallaah untuk menangani masalah kecemasan tahanan anak yang putus sekolah di Rutan Klas 1 Surabaya.

(1)

STUDI KASUS PENDEKATAN TERAPI DZIKIR JAHAR DENGAN

BACAAN LAA ILAAHA ILLALLAAH UNTUK MENANGANI MASALAH

KECEMASAN TAHANAN ANAK YANG PUTUS SEKOLAH DI RUTAN KLAS 1 SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

SULTAN SAHRIR NIM. B53213070

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vii

ABSTRAK

Sultan Sahrir (B53213070), “Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya”

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana Proses Pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya ? (2)

Bagaimanakah Hasil Pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya ?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti sebagai instrumen kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, dan jenis penelitian yaitu studi kasus, suatu model yang menekankan pada eksplorasi pada satu kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam.

Dalam menganalisa proses Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah yang digunakan adalah berupa hasil observasi dan wawancara yang disajikan dalam bab penyajian data dan analisis data. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan

Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah dilakukan melalui beberapa tahapan yang terdapat dalam Terapi Dzikir Jahar

Dengan menggunakan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah dimulai dari tata cara pelaksanaannya, langkah – langkah pelaksanaannya, serta proses dan hasil evaluasi dari terapi itu sendiri. Dalam penelitian ini, proses terapi menggunakan Terapi

Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah dapat menangani kecemasan putus sekolah pada diri konseli. Dan hasil dari proses terapi ini cukup berhasil dengan perubahan pada skala kecemasan putus sekolah diri konseli dari jumlah angka 45 ke jumlah angka 50 yang mana hasil tersebut menunjukkan bahwa kecemasan diri konseli telah sedikit menurun, dengan tingkat presentase 66,6%,

dikatakan “Cukup Behasil”.


(7)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Defini Konsep ... 9

1. Terapi Dzikir... 9

2. Dzikir Jahar dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallah... 10

3. Kecemasan Putus Sekolah... 12

4. Tahanan Anak... 13

F. Metode Penelitian... 14

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 14

2. Subjek dan Lokasi Penelitian... 15

3. Jenis dan Sumber Data... 16

4. Tahap – Tahap Penelitian... 18

5. Tehnik Pengumpulan Data... 20

6. Tehnik Analisis Data... 23

7. Tehnik Keabsahan Data... 23

G. Sistematika Pembahasan... 24

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Terapi Dzikir... 27

1. Pengertian Terapi... 27

2. Objek Kajian Terapi... 28

3. Tujuan Terapi... 29

4. Pengertian Dzikir... 30

5. Dasar Hukum Dzikir... 33

6. Klasifikasi Bacaan Dzikir... 35

7. Model Dzikir... 36

8. Manfaat Dzikir... 37

9. Waktu, Adab dan Tatakrama dalam Dzikir... 39


(8)

xi

11.Langkah – Langkah Terapi Dzikir... 49

B. Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Ilallaah... 54

1. Pengertian Dzikir Jahar... 54

2. Tata Cara Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah 59 C. Kecemasan Putus Sekolah... 68

1. Pengertian Kecemasan... 68

2. Ciri – ciri Gangguan Kecemasan... 70

3. Faktor – faktor Kecemasan... 71

4. Sebab – sebab Kecemasan... 73

5. Macam – Macam Kecemasan... 73

6. Indikator Kecemasan... 74

7. Bentuk Kecemasan... 75

8. Kecemasan dalam Perspektif Islam... 75

9. Kecemasan Putus Sekolah... 77

D. Anak Tahanan di Rutan... 80

E. Penelitian Yang Terdahulu... 86

BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 89

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 89

a. Latar Belakang Sejarah Rutan... 89

b. Letak Geografis Rutan... 90

c. Visi, Misi, dan Motto Rutan... 91

d. Struktur Organisasi Rutan... 92

e. Fungsi dan Prinsip Rutan... 95

f. Sarana dan Prasana Rutan... 95

2. Deskripsi Konselor... 96

a. Identitas Pribadi... 96

b. Riwayat Pendidikan... 97

c. Pengalaman... 97

3. Deskripsi Konseli... 97

a. Identitas Konseli... 98

b. Kehidupan Sehari – hari Konseli... 101

c. Latar Belakang Pendidikan dan Agama... 102

d. Latar Belakang Lingkungan Sosial Konseli... 104

e. Latar Belakang Keluarga Konseli... 105

4. Deskripsi Masalah... 106

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 108

1. Deskripsi Proses Pelaksanaan Terapi... 108

a. Identifikasi Masalah... 111

b. Diagnosis... 120

c. Prognosis... 121

d. Terapi (Treatment) ... 121

e. Evaluasi (Follow Up) ... 126


(9)

xii

BAB IV: ANALISIS DATA

A. Analisis Proses Pelaksanaan Terapi... 134 B. Analisis Hasil Akhir Pelaksanaan Terapi... 141 C. Kendala Selama Proses Penelitian dan Proses Pelaksanaan Terapi 144 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 146 B. Saran ... 147 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja, manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak - anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak - anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 11 tahun sampai 21 tahun.1

Monks menyatakan masa remaja merupakan periode peralihan, terutama saat remaja awal. Karena banyak perubahan – perubahan yang akan dirasakan saat itu.2

Perubahan yang terjadi pada masa ini menurut Hurlock antara lain meningginya emosi yang pada masa awal remaja biasanya terjadi lebih cepat.3

Mengingat masa remaja awal terjadi bersamaan dengan datangnya masa pubertas, dimana remaja mengalami ketidakstabilan dalam segala hal sebagai dampak dari perubahan – perubahan biologis yang dialaminya.

Pada usia enam belasan atau fase remaja madya, kestabilan sudah mulai terlihat, karena para remaja sudah mampu menghadapi suatu persoalan serta tekanan sosial yang dihadapinya. Ia sudah memasuki tahap mampu berpikir

1 http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja

2 Monks, FJ, Knoers, A.M.P, Haditono S.R, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001)

3 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1996), Hal 207


(11)

2

secara matang mengenail hal –hal yang abstrak dan sudah mampu menganalisis sesuatu lebih dalam. Sedangkan pada fase remaja akhir, beberapa aspek pertumbuhan mengalami keadaan sempurna dan menunjukkan kesiapan untuk memasuki fase dewasa awal. Pada masa ini terjadi proses perkembangan meliputi perubahan – perubahan yang berhubungan dengan orang tua dan cita – cita mereka, dimana pembentukan cita – cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.4

Namun dalam perjalanan seorang remaja menuju dewasa awal tidaklah mudah bagi setiap remaja. Karena dalam setiap fase perkembangan seseorang, terdapat tugas – tugas perkembangan yang terkait di dalamnya sebagai tolak ukur keberhasilan seseorang melewati masa – masa pertumbuhan dan perkembangan tersebut. Dalam masa remaja, beberapa contoh tugas perkembangan yang harus dilakukan adalah mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik laki – laki maupun perempuan, mencapai kemandirian secara emosional dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. Namun, tidak semua remaja berhasil dalm memenuhi tugas – tugas perkembangan tersebut, dan pada akhirnya banyak permasalahan yang muncul dalam kehidupan para remaja tersebut.

Oleh karena itu, Stanley Hall menyebutkan bahwa masa remaja sering

dipandang sebagai masa yang penuh dengan “badai dan tekanan” yaitu masa

dimana terjadi perubahan besar dalam meningginya ketegangan emosi yang dikarenakan perubahan fisik dan kelenjer pada seseorang saat mengalami

4 Elizabenth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Hal. 208


(12)

3

masa puber yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Hal ini terjadi dikarenakan adanya ketidakpastian anak laki – laki dan perempuan dalam menerima kondisi baru tersebut.5

Sementara ahli – ahli jiwa yang banyak memperhatikan dan meneliti para remaja, berpendapat bahwa masa Remaja adalah masa goncang, yang terkenal dengan berkecamuknya perubahan – perubahan emosionil. Dahulu orang menyangka bahwa hal itu disebabkan oleh perubahan jasmani, terutama perubahan hormone – hormone seks pada masa Remaja itu. Akan tetapi, hasil

– hasil penelitian baru telah mebuktikan bahwa, tidak perubahan hormone seks saja yang mempengaruhi remaja, karena perubahan hormone itu mencapai puncaknya pada permulaan masa remaja, sedangkan problema – problema emosi itu mencapai puncaknya pada periode remaja terakhir. Oleh karena itu jelaslah bahwa kegoncangan emosi itu tidaklah disebabkan oleh perubahan hormone seks dan tubuh saja, akan tetapi juga sebagai akibat dari suasana masyarakat dan keadaan ekonomi yang melindungi para remaja. Bahkan ada yang berpendapat bahwapengaruh lingkungan lebih besar dari pada pengaruh hormone – hormone itu. Karena semua remaja mengalami perubahan jasmani dan hormone itu, akan tetapi tidak semua mereka mengalami problema emosionil.6

Dalam kondisi seorang anak tahanan yang sedang terkena kasus sehingga di tahan di dalam ruangan tahanan mempunyai kecenderungan mengalami

5 Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,

1999), Hal. 20


(13)

4

depresi, dikarenakan timbul perasaan cemas yang diakibatkan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan karena juga kasus yang menjeratnya sehingga mempengaruhi masa depan dirinya. Ciri – ciri yang menonjol pada seorang anak tahanan tersebut yaitu perasaan khawatir, takut, gelisah, kurang bergaul / kurang akrab dengan teman – temannya, sering menyendiri, tidak bisa membuat keputusan sendiri, kehilangan percaya diri, kurang fokus, gejala fisiknya yaitu kurang nafsu makan, kadang – kadang kurang tidur.7

Seseorang bisa menjadi cemas bila dalam kehidupannya terancam oleh sesuatu yang tidak jelas karena kecemasan dapat timbul pada banyak hal yang berbeda -beda. Kecemasan menghadapi masa depan yang dialami oleh anak tahanan disebabkan oleh kondisi masa datang yang belum jelas dan belum teramalkan, sehingga bagaimanapun tetap menimbulkan kekhawatiran dan kegelisahan apakah masa sulit tersebut akan terlewati dengan aman atau merupakan ancaman seperti yang dikhawatirkan.

Menghadapi masa depan tidak bisa berjalan dengan baik bila dalam diri seorang individu ada rasa cemas untuk menghadapi masa depan. Di indonesia kecemasan pada narapidana banyak diteliti. Pristika (2010) telah meneliti kecemasan narapidana dalam penyesuaian diri kembali ke masyarakat pada Klien balai Bispa Kelas 1 Surabaya, dan diperoleh data mengalami kecemasan narapidana dalam penyesuaian diri kembali ke masyarakat dalam tahap sedang. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Rahmawati (2004)


(14)

5

menyatakan bahwa kecemasan narapidana pasca hukuman pidana diperoleh data dalam tahap tinggi (dalam Shofia, 2009.3).8

Contohnya kecemasan menghadapai masa depan yang terjangkit dalam diri anak tahanan adalah Putus Sekolah, berdasarkan Data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Begitupula data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Benarkah ini karena faktor ekonomi atau sistem yang tidak berpihak pada mereka?

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, mengumumkan hasil penelitian Hasil Bantuan Siswa Miskin Endline di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Ada temuan menarik. Sebanyak 47,3 persen responden menjawab tidak bersekolah lagi karena masalah biaya, kemudian 31 persen karena ingin membantu orang tua dengan bekerja, serta 9,4 persen karena ingin melanjutkan pendidikan nonformal seperti pesantren atau mengambil kursus keterampilan lainnya.

8 http://eprints.ums.ac.id/16727/2/Bab_1.pdf, “Hubungan Konsep Diri Dengan Kecemasan Narapidana Menghadapi Masa Depan di Lembaga Pemasayarakatan Wanita Malang”, Skripsi, pukul 21:00, sabtu 25 maret 2017.


(15)

6

Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian besar berijazah terakhir sekolah dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah (30,7 persen). Meski demikian, rencana untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ternyata cukup besar, yakni 93,9 persen. Hanya 6,1 persen yan menyatakan tidak memiliki rencana untuk itu.

Peneliti PSKK UGM, Triyastuti Setianingrum, S.I.P., M.Sc mengatakan bahwa, kasus anak putus sekolah saling mempengaruhi satu sama lain dengan persoalan kemiskinan. Putus sekolah mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran, bahkan menambah kemungkinan kenakalan anak dan tindak kejahatan dalam kehidupan sosial masyarakat. Begitu seterusnya karena tingkat pendapatan yang rendah, akses ke pendidikan formal pun sulit dicapai.9

Dengan peran agama diharapkan problema tersebut dapat diatasi. Agama dapat mengisi arti kehidupan manusia sepantasnya yang digunakan sebagai landasan filosofis penyembuhan manusia yang terkena gangguan mental.10 Melalui terapi yang bertujuan untuk bagaimana cara membantu individu agar dapat mengembangkan diri, menumbuhkan perkembangan psikologis dan kematangan sosialnya. Melalui pemahaman keagamaan konseli berperan sebagai pengantar menuju peningkatan keimanannya.11 Sebagaimana Firman Allah SWT:

ب قۡلٱ نئم ۡطت ّٱ ر ۡكذب َأ ّۗٱ ر ۡكذب ب ق نئم ۡطت ْا نماء نيذلٱ

٢٨

9

http://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170417145047-445-208082/tingginya-angka-putus-sekolah-di-indonesia/, diakses tgl 30 Mei 2017, Pukul 22:44 WIB

10 Abd. Aziz Ahyani, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2011), Hal: 166 11 Agus Santoso, dkk., Terapi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), Hal: 42


(16)

7

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28).12

berzikir kepada Allah merupakan penyelamat jiwa dari berbagai kerisauan, kegundahan, kekesalan, dan goncangan. Dengan berzikir kepada Allah, awan ketakutan, kegalauan, kecemasan, penyesalan, dan kesedihan akan sirna. Bahkan dengan zikir kepada-Nya segunung tumpukan beban kehidupan dan permasalahan hidup akan runtuh dengan sendiinya. Semakin banyak mengingat kepada Allah, pikiran akan semakin terbuka, hati semakin tenteram, jiwa semakin bahagia dan nurani semakin damai sentosa. Itu karena mengingat Allah terkandung nila – nilai ketawakkalan kepada-Nya, kepasrahan kepada-Nya berbaik sangka kepada-Nya dan pengharapan kebahagiaan dari-Nya. Dia senantiasa dekat ketika si hamba berdo’a kepada -Nya, senantiasa mendengar ketika diminta, dan senantiasa mengabulkan jika dimohon.13

Setelah melihat fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul: “Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan

Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus

Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

12 Kementerian Agama RI, Syaamil Quran Terjemah Tafsir Per Kata (Bandung: Syaamil,

2007), Hal: 252

13 ‘Aidh al-Qarni, La Tahzan Jangan Bersedih!. Terjemahan Samson Rahman (Jakarta: Qisthi


(17)

8

1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya?

2. Bagaimanakah Hasil Pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Proses Pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi

Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya.

2. Untuk Mengetahui Hasil Pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi

Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan di dapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(18)

9

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan baru dalam pengembangan teori dan kontribusi dalam ilmu Bimbingan dan Konseling Islam.

2. Aspek Praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya.

b. Mampu menambah wawasan baru bagi Konselor sendiri, Staff Pengurus, dan Para Tahanan yang ada di lingkungan Rutan Kelas 1 Surabaya.

c. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber rujukan dan pijakan munculnya penelitian – penelitian selanjutnya yang masih berkaitan dengan penelitian ini, agar materi yang dikaji menjadi lebih sempurna dan lengkap.

E. Definisi Konsep 1. Terapi Dzikir

Pengertian Terapi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Pengobatan, Penyembuhan, Usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).14 Selanjutnya

dalam Kamus Lengkap Psikologi kata Therapy berarti “suatu perlakuan

dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi

14 http://kbbi.web.id


(19)

10

patologis.”15 Sedangkan menurut Kartono Kartini mengatakan “Terapi

ialah metode penyembuhan dari gangguan –gangguan kejiwaan.”16

Dzikir berasal dari kata dzikir/dzakara, artinya mengingat, memerhatikan, mengenang, sambil mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Dzikir berarti pula ingat terhadap hukum – hukum Allah SWT.

Dzikir juga bermakna mengambil pelajaran / peringatan. Juga mempunyai arti meneliti proses alam.17 Al-Qur’an memberi petunjuk

bahwa Dzikir bukan hanya ekspresi daya ingat yang ditampilkan dengan komat – kamitnya lidah sambil duduk merenung, tetapi lebih dari itu. dzikir bersifat implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif. Al-qur’an menjelaskan bahwa dzikir berarti membangkitkan daya ingat dan kesadaran.18

2. Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah

Dzikir dengan Lisan, dilakukan dengan mengucapkan Kalimat – kalimat Dzikir, baik dengan suara jelas (Jahar), atau samar, kalimat yang dicontohkan yaitu Kalimat Thoyyibah (subhanallah, walhamdulillah, wa laailaaha illaalah, wallaahu akbar).19

Ketika efek – efek baik dari dzikir keras timbul dalam diri dzakir, yakni api kerinduan pada Allah tersulut dan nama Allah membuat

15 Chaplin, C.P. Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr. Kartini Kartono, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1995), Hal. 34

16 Agus Santoso, dkk., Terapi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), Hal: 6. 17 Amin Syukur & Fatimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: PENERBIT AIRLANGGA,

2012), Hal: 59

18Ibid.


(20)

11

hatinya bahagia, serta bisikan – bisikan jahat dan perasaan munafik sepenuhnya menjadi hilang atau berkurang sama sekali.20 Dalam

kitab Tanwirul Quluub dijelaskan cara gerakan dzikir agar terjaga dari datangnya Syetan, merujuk Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al’Arof ayat 17: “Demi Allah (kami Syetan) akan datang kepada manusia

melalui arah depan, arah belakang, arah kanan dan arah kiri”.Ayat ini menunjukan arah datangnya syetan untuk menggoda manusia agar menjadi ingkar terhadap Allah. Jelas, sasarannya manusia melalui empat arah; 1. Depan, 2. Belakang, 3. Kanan, 4. Kiri. Maka, dzikirnya pun harus menutup empat arah. Dalam kitab Tanwirul Qulub: ucapkan

kalimat “LAA”dengan diarahkan dari bawah pusat tarik sampai otak hal ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah depan dan belakang. Adapun ditarik kalimat itu ke otak karena syetan mengganggu otak/pikiran kita sehingga banyak pikiran kotor atau selalu suuddzon.

Dan “ILAA”dengan diarahkan ke susu kanan atas, dan kalimat

HA”diarahkan ke arah susu kanan bagian bawah adapun ini untuk menutup pintu syetan yang datang dari arah kanan. Dan

ILLALLAH”diarahkan ke susu kiri yang bagian atas serta bawahnya, hal ini untuk menutup pintu syetan yang datangnya dari arah kiri, namun lapadz jalalahyaitu lapadz “ALLAAH”nya diarahkan dengan agak keras

ke susu kiri bagian bawah sekitar dua jari, karena disanalah letaknya

20 Mir Valiuddin, Dzikir & Kontemplasi dalam Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah,


(21)

12

jantung atau hati (keras bagaikan batu) sebagaimana pendapat Imam Al-ghozali.21

3. Kecemasan Putus Sekolah

Cemas adalah suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa lemah sehingga dia kurang mampu bersikap dan berpikir secara rasional sesuai dengan kenyataan. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang bersifat umum, dimana seseorang merasa takut dan kehilangan rasa percaya diri yang terkadang tidak jelas penyebabnya.22 Menurut W. Baily, Kecemasan adalah perasaan takut yang kuat dan tidak realistik yang dibarengi oleh tanda – tanda penderitaan psikologis yang terlihat pada fisik seseorang (detak jantung, keringat, kegelisahan yang semakin meningkat).23

Secara khusus, kecemasan timbul dikarenakan dua faktor yang paling dominan, yaitu:

a) Pengalaman negatif masa lalu, b) Pikiran yang tidak rasional.

Secara umum, faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat religiusitas yang rendah, rasa spesimis, takut gagal,

21 https://ikhwansuryalaya.wordpress.com/2009/06/25/rahasia-dibalik-dzikir-jahar/, diakses

hari senin, 29 Mei 2017, pukul 00:54 WIB.

22 Sutardjo A. Wiramiharja, Pengantar Psikologi Abnormal (Bandung: PT Refika Aditama,

2005), Hal: 67


(22)

13

pengalaman negatif masa lalu, dan pikiran – pikiran tidak rasional. Sementara eksternal seperti kurangnya dukungan sosial.24

Putus sekolah adalah kondisi dimana seseorang tidak mendapatkan lagi proses belajar mengajar disekolah oleh sebab – sebab tertentu. Gunawan (2010:71) menyatakan bahwa “putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat

melanjutkan studinya kejenjang pendidikan berikutnya”.25

Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami

keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak

memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang

anak tanpa memperhatikan hak–hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.26

4. Tahanan Anak

Tahanan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah orang yang ditahan karena dituduh melakukan tindak pidana atau kejahatan.27 Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan dalam rutan.28 Tahanan adalah seorang yang berada dalam penahanan. Berdasarkan Pasal 19 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang –

24 M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori – Teori Psikologi, (Yogyakarta: AR-Ruzz

Media, 2014), Hal: 147

25 https://www.academia.edu/30469743/TINGGINYA_ANGKA_ANAK_PUTUS_SEKOLAH,

diakses hari kamis 01 Juni 2017, pukul 20:11 WIB

26 F.b Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda, Cet I ( Jakarta: Komputindo, 2008), hal. 58 27 https://jagokata.com/arti-kata

28 Iwan Pramono,dkk., Pola Pembinaan Kepribadian Narapidana Bagi Petugas di Lapas / Ruta, (Jakarta: Dirjen Pemasyarakatan, 2013), Hal: 10


(23)

14

Undang Hukum Acara Pidana, Tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung ditempatkan di dalam rumah tahanan.29

Istilah anak nakal yang terdapat dalam Undang – Undang Pengadilan Anak, dalam Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak tidak digunakan lagi. Peristilahan disesuaikan dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, istilah anak nakal diganti menjadi Anak yang berhadapan dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah orang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.30

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang di kutip oleh Tohirin dalam bukunya

“Metode Penelitian Kualitatif (dalam pendidikan dan bimbingan

konseling)”, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat di amati31.

29 https://ludyhimawan.wordpress.com/2012/11/17/tahanan-dan-narapidana/, diakses hari

selasa, tgl 14 Maret 2017, pukul 15:18 wib 30

Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 166

31 Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif (dalam pendidikan dan bimbingan konseling),


(24)

15

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, institusi atau gejala-gejala tertentu.32 Dalam studi kasus, peneliti mencoba untuk mencermati individu atau satu unit secara mendalam.

Tujuan penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, sosial, masyarakat.33

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara mendalam Tehnik yang diajukan dengan cara mempraktikkan pendekatan Terapi Islam dengan Zikir untuk menangani masalah kecemasan menghadapi masa depan diri seorang tahanan anak, Jadi perlu dilakukan secara mendalam dan intensif. 2. Subjek dan Lokasi Penelitian

Sehubungan dengan penelitian yang sifatnya studi kasus, yang hanya melibatkan satu orang, maka dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel atau populasi. Jadi, hanya berdasarkan atas pengenalan diri konseli dengan cara mempelajari dan mendalami perkembangan konseli secara terperinci dan mendalam. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah: a. Konseli

Adalah Seorang Tahanan Anak yang terkena kasus di Rutan Klas 1 Surabaya yamg mengalami masalah kecemasan putus sekolah, untuk

32 Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif (dalam pendidikan dan bimbingan konseling),

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 20

33 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998),


(25)

16

menanganinya dengan menggunakan pendekatan Terapi Dzikir Jahar

Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah.

b. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah Teman Dekat Tahanan Konseli, Kepala Kamar Tahanan Anak Blok i, dan Keluarga Konseli yang bisa membantu untuk mendapatkan data - data yang berkaitan dengan diri konseli. Sedangkan lokasi penelitian ini, penulis memilih tempat di Rutan Kelas 1 Surabaya.

3. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data

Penelitian ini adalah penelitian kasus yang sifatnya adalah terhadap suatu masalah penelitian, maka jenis data yang digunakan adalah data yang bersifat non statistik dimana data yang akan diperoleh nantinya dalam bentuk verbal bukan angka. Jenis data pada penelitian ini adalah:

1) Kata-kata dan Tindakan

Kata-kata dan tindakan orang yang diwawancarai merupakan data utama. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pencatatan sumber data utama melalui pengamatan, wawancara dengan orang yang berperan dalam penelitian, misalnya konseli, Teman Dekat Tahanan Konseli, Kepala Kamar Tahanan Anak Blok i, dan Keluarga Konseli sebagai informan dalam penelitian ini.


(26)

17

Peneliti menulis semua kata - kata dan tindakan konseli yang dirasa sangat penting dari para informan dari kehidupan sehari - hari yang kemudian diproses sehingga menjadi data yang akurat.

2) Sumber Tertulis

Sumber tertulis merupakan sumber kedua yang tidak dapat diabaikan bila dilihat dari segi sumber data. Bahkan tambahan data dari sumber tertulis bisa dokumentasi tentang konseli yang berupa identitas konseli secara lengkap dan dokumentasi tentang lembaga.

Dalam hal ini sumber tertulis yang peneliti gunakan adalah hasil pertemuan dengan konseli dan hasil wawancara dengan Teman Dekat Tahanan Konseli, Kepala Kamar Tahanan Anak Blok i, dan Keluarga Konseli.

b. Sumber Data

Untuk mendapatkan keterangan sumber tertulis, peneliti mendapatkannya dari sumber data. Adapun sumber data dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.34

Dalam penelitian ini, sumber data primer yang ada adalah Seorang Tahanan Anak di Rutas Kelas 1 Surabaya.

34 Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta: Media Grafika, 2004),


(27)

18

2) Sumber Data Sekunder

Adalah informasi yang telah dikumpulkan dari pihak lain. Dan yang menjadi sumber data sekundernya yaitu meliputi orang-orang dekat konseli yang dalam hal ini yaitu Teman Dekat Tahanan Konseli, Kepala Kamar Tahanan Anak Blok i, dan Keluarga Konseli.

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga tahapan dalam penelitian, diantaranya: tahap pra lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahapanalisa data. Untuk lebih jelasnya peneliti akan menguraikan tiap-tiap tahapan sebagai berikut:

a. Tahap Pra Lapangan

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Untuk menyusun rancangan penelitian, terlebih dahulu peneliti akan memahami Teori dan Praktik dari Pendekatan Terapi Islam dengan Zikir lalu peneliti membaca fenomena yang ada di lingkungan yang akan dijadikan objek penelitian dan memilih satu penelitian tentang Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan

Laa Ilaaha Illallaah Untuk Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah. Setelah itu, peneliti akan membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep dan membuat rancangan data – data yang peneliti perlukan. 2) Memilih Lapangan Penelitian


(28)

19

Dalam hal ini, peneliti memilih lapangan penelitian di Rutan Kelas 1 Surabaya.

3) Mengurus Perizinan

Surat izin untuk penelitian dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada Kanwil Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) Jawa Timur dan Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya. 4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan keadaan di lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan Memanfaatkan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus tersebut. Informan dalam penelitian tersebut adalah YL yang merupakan seorang Tahanan anak yang mengalami kecemasan putus sekolah di Ruang Tahanan Kamar Blok i Rutan.

6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian

Dalam perlengkapan penelitian, peneliti menyiapkan izin penelitian, pedoman wawancara, alat tulis, buku tulis, alat perekam, kamera dan sebagainya. Itu semua bertujuan untuk mendapatkan deskripsi data dan sebagainya.


(29)

20

Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi atas tiga bagian yaitu, peneliti memahami situasi dan kondisi penelitian, mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di lapangan. Saat memasuki lapangan, peneliti menjalin hubungan baik dengan subjek – subjek penelitian sehingga akan memudahkan untuk mengumpulkan data. Dan peneliti menindaklanjuti serta memperdalam pokok permasalahan yang dapat di teliti dengan cara mengumpulkan data - data hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan.

Informan dalam penelitian ini adalah Teman Dekat Tahanan Konseli, Kepala Kamar Tahanan Anak Blok i, dan Keluarga Konseli yang bisa membantu untuk mendapatkan data - data yang terkait dengan konseling dan juga melibatkan anak yang bermasalah tersebut.

c. Tahap Analisis Data

Pada tahap ini, peneliti menganalisa data yang telah didapatkan dari lapangan yakni dengan menggambarkan atau menguraikan masalah yang ada sesuai dengan kenyataan. Analisis data mencakup menguji, menyeleksi, menyortir, mengategorikan, mengevaluasi, membandingkan, dan merenungkan data yang telah di rekam, juga meninjau kembali data mentah dan terekam.35 Semua ini dilakukan oleh peneliti guna menghasilkan pemahaman terhadap data.

5. Teknik Pengumpulan Data

35 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshuri, Metodologi Penelitian Kualitatif,


(30)

21

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik ini dibutuhkan dalam penelitian untuk dapat memudahkan dalam memperoleh data yang berhubungan dengan masalah penelitian yang ingin selesaikan. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara atau interview yaitu cara menghimpun data dengan jalan bercakap-cakap, berhadapan langsung dengan pihak yang akan dimintai pendapat, pendirian atau keterangan.36 Seperti yang telah

dikemukakan oleh Muh. Nazir dalam bukunya “Metode Penelitian”

bahwa yang di maksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil tatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide

(panduan wawancara).37

Dalam medote ini, penulis mengadakan wawancara langsung dengan sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun data – data yang diambil dari metode wawancara adalah identitas dan latar belakang konseli, hasil proses pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah, dan semua data yang terkait dengan subjek penelitian.

b. Observasi

36 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia, 1980), hal. 162 37 Muh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Grahalia Indonesia, 1988), hal. 234


(31)

22

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang diselidiki. Observasi ini berfungsi untuk memperoleh gambaran, pengetahuan serta pemahaman mengenai data konseli dan untuk menunjang serta melengkapi bahan-bahan yang diperoleh melalui wawancara.38

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, dimana peneliti tidak terlibat langsung dengan kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh subjek. Peneliti hanya observasi segala aspek yang ada pada konseli selama proses pertemuan dengan subjek penelitian. Adapun data – data yang diambil dari metode observasi yaitu usaha untuk menangani masalah kecemasan menghadapi masa depan diri konseli untuk menjadi orang yang lebih baik, dan faktor – faktor yang mempengaruhi adanya kecemasan putus sekolah pada diri konseli.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik yang dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda, catatan harian dan sebagainya.39 Di mana teknik ini akan di pakai dalam mengumpulkan data tentang keadaan lokasi penelitian, keadaan konseli, serta catatan-catatan konselor sewaktu menjalankan konseling.

38 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hal. 153

39 Suharsimi Ariskunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Asdi


(32)

23

Dalam hal ini bahan yang peneliti guanakan yaitu dokumen berupa tulisan mengenai riwayat hukum subjek penelitian yang bersangkutan dan dokumen atau arsip objek penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Di dalam pelaksanaan penelitian setelah data terkumpul, maka data tersebut dianalisis dengan analisa deskriptif, yaitu dapat diartikan sebagai pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan pada fakta - fakta yang nampak atau sebagaimana adanya.40

7. Teknik Keabsahan Data

Agar penelitian dapat menjadi sebuah penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan, maka peneliti perlu untuk mengadakan pemikiran keabsahan data yaitu:

a. Perpanjangan Penelitian

Yaitu lamanya peneliti pada penelitian dalam pengmpulan data serta dalam meningkatkan derajat kepercayaan data yang dilakukan dalam kurun waktu yang lebih panjang.

Lamanya peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Lamanya peneliti tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat,tetapi memerlukan perpanjangan penelitian.

b. Ketekunan Pengamatan

40 Hadari Nawawi, Dkk, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,


(33)

24

Ketekunan pengamatan diharapkan sebagai upaya untuk memahami pokok perilaku, situasi, kondisi, dan proses tertentu sebagai pokok penelitian. Dengan kata lain, jika perpanjangan menyediakan data yang lengkap, maka ketekunan pengamatan menyediakan pendalaman data. Oleh karena itu ketekunan pengamatan merupakan bagian penting dalam pemeriksaan keabsahan data.

c. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Jadi, triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan.41

G. Sistematika Pembahasan

Tujuan Sistematika Pembahasan turut serta ditulis dalam proposal ini adalah semata - mata untuk mempermudah pembaca agar lebih cepat mengetahui tentang gambaran penulisan proposal penelitian ini.

Adapun sistematika pembahasan penelitian mendatang adalah sebagai berikut:

BAB I :

Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode

41 Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), (Bandung: Remaja


(34)

25

penelitian (pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi penelitianjenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan data), sistematika pembahasan.

BAB II :

Menjelaskan tentang kajian teoritik, yang meliputi: Strategi Pendekatan Terapi Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah (pengertian Terapi Dzikir, pengertian Dzikir Jahar

Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah, tehnik – tehnik Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah, Strategi Pendekatan Dzikir Jahar Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah). Selanjutnya membahas tentang Kecemasan Putus Sekolah (pengertian kecemasan, faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan, macam – macam kecemasan, pengertian kecemasan Putus Sekolah). Selanjutnya membahas tentang Seorang Tahanan Anak (Pengertian Tahanan, Pengertian Anak, Pengertian seorang Tahanan Anak).

BAB III :

Penyajian data yang menjelaskan tentang deskripsi umum lokasi penelitian yang meliputi (deskripsi lokasi penelitian, deskripsi konselor, deskripsi konseli, deskripsi masalah). Selanjutnya menjelaskan tentang deskripsi hasil penelitian meliputi (deskripsi proses pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Untuk Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di


(35)

26

Rutan Kelas 1 Surabaya dan deskripsi hasil akhir Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah

Untuk Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya).

BAB VI :

Analisis data menjelaskan tentang analisis proses pelaksanaan Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Untuk Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya dan analisis hasil akhir Studi Kasus Pendekatan Terapi Dzikir Dengan Bacaan Laa Ilaaha Illallaah Untuk Menangani Kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah di Rutan Kelas 1 Surabaya. BAB V : Penutup yang akan menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Terapi Dzikir

1. Pengertian Terapi

Terapi secara etimologi diambil dari bahasa Arab, yaitu shafa – yashfi – shifa’an, yang artinya pengobatan, mengobati, menyembuhkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi diartikan sebagai suatu usaha memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit atau dalam pengobatan penyakit.1 Adapun dalam Kamus Lengkap Psikologi terapi diartikan sebagai suatu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi patologis.2

Secara terminologi, Kartini Kartono mendefinisikan terapi sebagai metode penyembuhan dari gangguan – gangguan kejiwaan.3 Di dalam

al-Qur’an disebutkan al-shifa’ dalam makna terapi untuk pengobatan psikologis, sebagaimana berikut :

ىده ر دصلٱ يف مل ٞءٓ ش ۡ كبر نم ٞ ظع ۡم ك ۡتءٓ ج ۡدق س نلٱ ي ٓ ي

نينم ۡمۡل ٞ م ۡحر

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran

dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S Yunus : 57).4

1 Jehru M Echal dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1994), hal. 112

2 Chaplin, C.P., Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr. Kartini Kartono, (Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 34

3 Chaplin, C.P., Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr. Kartini Kartono, (Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 4

4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Jumanatul ‘Ali-Art,


(37)

28

Beberapa ahli tafsir memberikan pemaknaan yang berbeda terkait term shifa’ (terapi) dalam ayat tersebut. Al-Qurtubi menafsirkan dua pandangan makna shifa’. Pertama, shifa’ sebagai terapi bagi jiwa yang menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang tertutup serta dapat menyembuhkan jiwa yang sakit. Kedua, terapi yang dapat menyembuhkan penyakit fisik baik dalam bentuk azimat maupun tangkal. Sementara al-Thabathaba’i mengemukakan bahwa makna shifa’ dalam

al-Qur’an diartikan sebagai terapi ruhaniah yang dapat menyembuhkan penyakit batin.5

2. Objek Kajian Terapi

Sasaran dan objek kajian dari Terapi adalah manusia secara utuh, yakni yang berkaitan atau yang menyangkut dengan gangguan pada :

a. Spiritual

Spiritual berhubungan dengan ruh, semangat, jiwa, religius yang berhubungan dengan agama, keimanan, keshalehan dan menyangkut nilai – nilai transendental. Seperti, lemah keyakinan, nifak, fasiq, dan kufur akibat dari kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah SWT. b. Mental

Mental merupakan sesuatu yang bersifat metafisik yang ada dalam diri manusia terbentuk dari pikiran, akal, ingatan atau proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal, dan ingatan.6

5 Muhammad Husain Al-Thabathaba’i, Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur’an, Jilid 13, (Teheran :

Dar Al-Kitab Al-Islamiyah, 1397), hal. 195

6 Chaplin, C.P. Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr. Kartini Kartono, (Jakarta: PT.


(38)

29

c. Moral

Moral merupakan suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang daripadanya lahir perbuatan – perbuatan dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan dan penelitian.7

Moral ataupun akhlak merupakan cerminan kondisi jiwa dan spiritual. Moral muncul dan hadir secara spontanitas dan otomatis, tidak dapat dibuat – buat ataupun direkayasa. Perbuatan dan tingkah laku menyimpang dari norma – norma agama sering tidak disadari sehingga membahayakan diri dan orang lain. Seperti, marah, sembrono, dengki, dendam, prasangka buruk, pemalas dan sebagainya.

d. Fisik

Fisik atau jasmani adalah bagian dari unsur pembentuk manusia yang bisa ditangkap oleh pancaindera. Terapi untuk penyakit fisik biasanya dilakukan kombinasi dengan terapi medis atau melalui ilmu kedokteran pada umumnya. Dilakukan terapi Islam berhubungan dengan suatu penyakit yang disebabkan karena dosa – dosa dan kedurhakaan ataupun kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang. 3. Tujuan Terapi

Karakteristik seseorang yang berfungsi penuh dapat dideskripsikan, bahwa individu mampu merasakan semua perasaannya, tanpa satupun

7

Shodiq, Shalahuddin Chaery, Kamus Istilah Agung, (Jakarta: CV. Slentarama, 1983), hal. 20


(39)

30

yang ditakuti. Individu mampu belajar dari pengalaman hidupnya secara penuh, dan menggunakan perasaan dalam memandu tindakan. Kecenderungan setiap individu untuk lebih mandiri dapat terbentuk melalui kapasitas diri “capable of becoming”, yaitu bagaimana seseorang mampu menilai diri atau menjadi dirinya sendiri.8

Maka secara umum, tujuan terapi lebih banyak mengacu pada bagaimana cara membantu individu agar dapat mengembangkan diri, menumbuhkan perkembangan psikologis dan kematangan sosial. Sehingga diciptakan kondisi individu sebagai berikut :

a. Passionate, meliputi: dapat menerima diri (accept), menikmati

(enjoy), memahami (understand), dan membuka diri (disclose the self).

b. Productive, artinya menciptakan kondisi dan pribadi individu lebih efisien, berdayaguna, adaptif, cerdas, kreatif, bermasayarakat dan menarik.

c. Compassionate, adalah sebuah kondisi yang berhubungan langsung dengan orang lain, dimana individu memiliki perasaan ramah

(altruistic), kasih sayang (loving), perhatian (caring), kepekaan

(sensitive), ikhlas membantu (genuinely helpful), dan selalu berkembang (effective facilitators of growth).9

4. Pengertian Dzikir

8

Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, (Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company Third Edition, 2007), hal. 173


(40)

31

Dzikir merupakan suatu ibadah yang mudah dan bisa dilakukan setiap saat, dengan berdzikir akan membuktikan seseorang akan kecintaannya kepada Allah karena selalu menyebutkan Asma – asmanya. Seperti dalam bukunya Muhammad Arifin Ilham, ia menyebutkan ibadah dzikir adalah ibadah yang bisa dilakukan dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun.10

Dzikir berasal dari kata dzikir / dzakara, artinya mengingat, memerhatikan, mengenang sambil mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti. Seringkali perilaku dzikir diperlihatkan orang hanya dalam bentuk renungan sambil duduk berkomat – kamit. Namun pada dasarnya, dzikir tidak hanya diucapkan dilisan akan tetapi lebih dari itu. Dzikir bersifat implementatif dalam berbagai variasi yang aktif dan kreatif. Al-Qur’an menjelaskan bahwa dzikir membangkitkan daya ingat dan kesadaran, ingat akan hukum – hukum Allah SWT., mengambil pelajaran / peringatan dan berarti pula meneliti proses alam. Dzikir membentuk akselerasi, dimulai dari renungan, sikap, aktualisasi, sampai pada kegiatan proses alam. Semua itu menghendaki terlibatnya dzikir tanpa boleh alpa sedikit pun dan merupakan jaminan berakarnya ketenangan dalam diri. Apabila diri selalu terhubung dalam ikatan ketuhanan, maka akan tertanam dalam diri seseorang tersebut sifat – sifat ketuhanan yang berupa ilmu, hikmah, dan iman.11

10 Hasan bin Ahmad Hammam, “Obati Sakit Hatimu dengan Sedekah, Terjemahan oleh

Agus Suwandi”, (Solo: Zamzam, 2015), hal: 60 - 61

11

M. Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal. 59 –


(41)

32

Dzikir dalam arti sempit yaitu menyebut asma – asma agung dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti yang luas, zikir mencakup pengertian mengingat segala keagungan dan kasih sayang Allah yang telah diberikan kepada kita sambil mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dzikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT semata sehingga mampu memberi sugesti penyembuhannya, melakukan zikir sama nilainya dengan terapi relaksasi.12

Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat – sifat-Nya. Pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan zikirnya itu sendiri (dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, sholat ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana diperintahkan dalam agama. Dengan

demikian, yang dimaksud dengan do’a dan dzikir adalah suatu amalan dalam bentuk kata – kata yang diucapkan secara lisan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah SWT dengan selalu mengingat nama dan sifat-Nya.

Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, do’a dan dzikir mengandung unsur Psikoterapiutik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi dan psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme.

12 Mohammad Fatihuddin, Konseling Spiritual Dalam Meningkatkan Efikasi Diri Santri

Tahfiz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Miftahul Hikmah Al-Haruny Santren JambuwokTrowulan Mojokerto, (Surabaya: Prodi BKI Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA, 2017). Skripsi, hal. 57


(42)

33

Dzikir adalah bagian terpenting dalam penghambaan kita kepada Allah. Bahkan bila digambarkan dengan banyaknya tulisan / teks zikir tersebut di dalam Al-Qur’an, maka terdapat lebih dari tiga ratus kali.13

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, maka yang termasuk pengertian zikir adalah doa, membaca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istigfar, hauqalah (laa hula wala quwwata illa billah) dan lafaz zikir lainnya. Dalam pelaksanaannya, ada zikir yang menyatu dengan ibadah lainnya. Seperti dalam ibadah sholat dan ibadah haji. Ada pula zikir yang terkait dengan ibadah – ibadah tersebut.

5. Dasar Hukum Dzikir

Dzikir atau mengingat Allah adalah sebaik – baiknya ibadah. Hal ini sesuai dengan firman-Nya,

ۡعي ّٱ ۗرب ۡكأ ّٱ ر ۡكذل ۗركنمۡلٱ ءٓ ش ۡح ۡلٱ نع ۡنت ة صلٱ نإ ....

م

ن عن ۡصت

“...Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji

dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Ankabuut: 45)

Semua ibadah pada hakikatnya adalah satu usaha untuk mengingat Allah, baik dengan takbir, tahlil, tahmid, syukur, pembacaan surah al-Fatihah, pembacaan ayat yang mudah dalam al-Qur’an dalam setiap shalat,

ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, shalawat kepada Rasulullah dan juga salam. Setelahnya disambung lagi dengan istighfar, tasbih, tahmid,

takbir dan juga do’a kepada Allah. Hal ini sejalan dengan firman-Nya,

13

Arifin dan Yusuf Mansur, Membuka Pintu Rahmat dengan Zikir Mun ajat, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2009), hal. 137


(43)

34

بر ّ يت مم ي ۡحم يكسن يتَص نإ ۡلق

نيم عۡلٱ

٢

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku

hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (al-An’aam: 162)14

ب قۡلٱ نئم ۡطت ّٱ ر ۡكذب َأ ّۗٱ ر ۡكذب ب ق نئم ۡطت ْا نماء نيذلٱ

٢٨

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati

menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du: 28)15

Dzikir berarti pula ingatan akan hukum – hukum Allah:

ءٓ ش ۡح ۡلٱ نع ۡني ب ۡرقۡلٱ ذ ٓ تيإ ن س ۡح ۡۡٱ ل ۡدعۡلٱب رمۡي ّٱ نإ۞

كذت ۡ ك عل ۡ كظعي ۚي ۡغبۡلٱ ركنمۡلٱ

ن ر

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl 16: 90)

Dzikir juga berarti mengambil pelajaran atau peringatan:

ركذي م ۗاريثك ار ۡيخ يت أ ۡدقف م ۡكحۡلٱ ۡي نم ۚءٓ شي نم م ۡكحۡلٱ يت ۡي

ب بۡل ۡۡٱ ْا ل ْ أ َٓإ

٢

“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang – orang yang berakal (ulul albab).”

(QS. Al-Baqarah 2: 269)

Dzikir berarti meneliti proses alam:

ب بۡل ۡۡٱ يل ْ ۡ يٓۡ ر نلٱ ل ۡيلٱ ف ت ۡخٱ ض ۡر ۡۡٱ مسلٱ ۡخ يف نإ

ۡخ يف ن رك تي ۡ ب نج ع اد عق م يق ّٱ ن رك ۡذي نيذلٱ

ر نلٱ باذع نقف ن ح ۡبس َط ب اذ ه ۡق خ م نبر ض ۡر ۡۡٱ مسلٱ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya

malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan

14 Agus Santoso, dkk., Terapi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), hal. 179 15

Kementerian Agama RI, Syaamil Quran Terjemah Tafsir Per Kata (Bandung: Syaamil, 2007), hal: 252


(44)

35

ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa

neraka.” (QS. Ali-Imran 3: 190 - 191)16

6. Klasifikasi Bacaan Dzikir

Terkait dengan bacaan – bacaan zikir yang sangat baik untuk kita amalkan dan yang pernah Rasul ajarkan (ma’tsur) diantaranya seperti, bacaan atau lafal “Al-Baqiyyatu Ash-shalihah” yakni “Subhanallah wal

hamdulillah wala ilaha illallahu wallahu akbar wa lahawla wa la quwwata

illa billahil aliyyul azhim” (Artinya: Maha suci Allah dan segala puji

bagi-Nya, tiada Tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Dan tiada daya dan kekuatan selain dengan (izin) Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung).

Dengan lebih terperinci bacaan atau lafal “Al-Bayyinatu

Ash-Shalihah” ini terdiri atas lima bacaan dzikir yang sangat baik dan utama,

yakni:

a. Bacaan Tasbih, b. Bacaan Tahmid, c. Bacaan Takbir, d. Bacaan Tahlil,

e. Bacaan Al-Hauqalah.

Selain lafal atau bacaan “Al-Bayyinatu Ash-Shalihah”, Rasulullah SAW juga mengajarkan kepada kita bacaan lain yang baik dan dianjurkan untuk kita amalkan sebagai media untuk mengingat dan mendekatkan diri

(bertaqarrub) kepada Allah, diantaranya adalah:

16


(45)

36

a. Bacaan “Istighfar” b. Bacaan “Basmalah”

c. Bacaan “Isti’adzah” atau “Ta’awwudz” d. Bacaan “Hasbalah”

e. Bacaan “Asma’ul Husna”

f. Berdo’a (memanjatkan permohonan) kepada Allah SWT.17 7. Model Dzikir

a. Dzikir Djahar / Lisan

yang diperintahkan Allah SWT dapat dilakukan dengan qauly, yakni dengan mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, dan sebagainya. Dengan kata lain zikir dengan menyebut nama Allah dan sifat-Nya.18

b. Dzikir Khofi / Sirr / Qalbu

Model Dzikir yang kedua ialah zikir sirr atau zikir qalbi, yaitu berzikir tanpa suara hanya difokuskan di dada sebelah kiri (kalbu), misalnya merasakan ismudz dzat: “Allah”.19

c. Dzikir Fi’liy / Amaly

Dzikir yang ketiga ialah dzikr fi’liy (aktivitas sosial), yakni berzikir dengan melakukan kegiatan praktis, amal saleh, dan menginfakkan sebagian harta untuk kepentingan sosial, melakukan hal – hal yang berguna bagi pembangunan bangsa dan negara serta agama.20

17

Arifin dan Yusuf Mansur, Membuka Pintu Rahmat dengan Zikir Mun ajat, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2009), hal. 142 - 143

18 M. Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal. 60

19Ibid,

hal. 62

20


(46)

37

8. Manfaat Dzikir

Ibnu Qayyim menuturkan, “Dzikir memiliki lebih dari seratus manfaat yang membuat Allah ridha, mengusir setan memberikan wibawa

dan kenikmatan, mendatangkan cinta Allah yang merupakan spirit Islam.”21

Dzikir mempunyai manfaat yang besar, terutama dalam dunia modern seperti sekarang ini. Manfaat itu antara lain:

a. Memantapkan iman

Kemajuan yang telah dicapai oleh manusia, khususnya dalam bidang iptek telah membawa mereka mencapai berbagai kemudahan, namun di sisi lain menimbulkan berbagai dampak yang tidak sesuai dengan nilai – nilai kemanusiaan. Bersamaan dengan itu timbul sikap ingin serba cepat, enak, dan mudah. Yang menjadi ukuran dan pandangannya ialah yang bersifat materiil.

Pada saat yang demikian, diperlukan suatu keseimbangan hidup dan pembimbing ke arah jalan yang lurus, yakni zikir, sebab zikir berarti ingat kepada kekuasaan-Nya.22

b. Energi Akhlak

Pada saat seperti ini, zikir (sebagaimana yang dapat menumbuhkan iman tadi, dapat pula menjadi sumber energi akhlak. Zikir demikian ini, tidak hanya zikir substansial, namun zikir fungsional. Zikir kedua ini bisa dipahami dari hadis Rasulullah SAW:

21

Musthafa Syaikh Ibrahim Haqiqi, Karomah Ahli Dzikir, (Waringinrejo: Zam-Zam, 2013), hal. 187

22


(47)

38

“Tumbuhkan dalam dirimu sifat – sifat (akhlak) Allah sesuai dengan

kemampuan manusia. Beperilakulah dengan “akhlak” Allah

semampumu.” (al-Hadis).

Dengan demikian, betapa pentingnya mengetahui (ma’rifat) dan mengingat (zikir) Allah, baik terhadap nama – nama maupun sifat – sifat-Nya, kemudian maknanya ditumbuhkan dalam diri secara aktif. Karena sesungguhnya iman adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan direalisasikan dalam amal perbuatan.23

c. Terhindar dari Bahaya

Dalam kehidupan ini, khususnya kehidupan zaman modern, seseorang tak bisa terlepas dari kemungkinan datangnya bahaya. Ingat kepada Allah, yang berarti konsentrasi terhadap ketentuan-Nya, ia akan serius dalam melakukan sesuatu, maka secara otomatis ia akan terhindar dari bahaya. Terjadinya musibah pada diri seseorang dikarenakan lengah terhadap hukum alam dan menyimpang dari sunatullah.

Tentang hal ini, kita dapat mengambil pelajaran dari peristiwa Nabi Yunus AS yang tertelan ikan. Pada saat seperti itu dia masih mampu mengendalikan diri dan sadar diri, sambil tetap mengingat (berzikir) kepada Allah. Dengan doa dan zikir itu, dia dapat keluar dari perut ikan.24

d. Terapi Jiwa

23

M. Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012), hal. 66


(48)

39

Dalam kenyataannya, filsafat rasionalitas tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai transendental. Manusia mengalami kehampaan spiritual, yang mengakibatkan munculnya gangguan kejiwaan. Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin), menawarkan suatu konsep dikembangkannya nilai – nilai ilahiah dalam batin seseorang.

Shalat misalnya, yang di dalamnya penuh dengan do’a dan zikir, dapat

dipandang sebagai malja’ (tempat berlindung) di tengah – tengah badai kehidupan modern, liqa’ (bertemu), mi’raj (naik), dan shilatun

(tersambung) dengan Allah SWT. Inilah misi islam, yaitu menyejukkan hati manusia (QS. ar-Ra’d 13: 28).

Selain itu, zikir memiliki fungsi yang bermacam – macam, khususnya bagi kita yang hidup di zaman modern sekarang ini. Zikir akan mendatangkan manfaat bagi kita, antara lain mendatangkan kebahagiaan (QS. al-Anfal 8: 45), menenteramkan jiwa (QS. ar-Ra’d 13: 28), obat penyakit hati (QS. Yunus 10: 57) dan sebagainya.25 9. Waktu, Adab dan Tatakrama dalam Zikir

Dan diantara waktu yang paling baik untuk berzikir kepada Allah adalah:

1) Waktu yang Utama untuk Zikir a. Dzikir Setelah Menjalankan Ibadah Sholat


(49)

40

Diantara waktu yang sangat baik dan dianjurkan untuk mengingat Allah adalah setelah menjalankan ibadah sholat, baik sholat wajib maupun sholat sunnah. Mengingat Allah setelah atau mengiringi ibadah sholat adalah amalan qauliyah yang senantiasa dilakukan Rasulullah SAW sepanjang hidupnya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Warrad, salah seorang bekas hamba Al-Mughirah bin

Syu’bah berkata: bahwa Al-Mughirah bin Syu’bah telah menulis surat kepada Muawiyah, bahwa Rasulullah SAW setiap kali dari sholat dan memberi salam beliau berzikir dengan berkata:

“Tiada Tuhan melainkan Allah yang satu dan tiada bagi-Nya segala

kekuasaan, hanya bagi-Nya segala pujian. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah! Tidak ada yang boleh menghalangi apa yang engkau cegah dan tiada yang berkuasa memberikan manfaat selain daripada-Mu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

b. Dzikir ketika mendapat musibah

Dalam menjalani kehidupan ini, sungguh yang beriman tidak akan pernah bisa bebas dan lepas dari adanya berbagai ujian dan cobaan yang berasal dari Allah. Dan kita juga tidak akan senang terus dan tidak pula akan mengalami kesusahan dan kesempitan selamanya, sebab susah dan senang, lapang dan sempit, sedih dan bahagia bagi kehidupan kita adalah bagaikan dua sisi mata uang yang akan datang silih berganti. Ada saatnya kita harus berhadapan dengan hal yang sama sekali tidak kita inginkan seperti datangnya musibah maupun bencana dengan berbagai bentuknya, namun pada saat yang lain kita juga akan dapat


(50)

41

merasakan kelapangan dan kebahagiaan. Karena sesudah kesulitan pasti akan ada kemudahan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

ار ۡسي ر ۡسعۡلٱ عم نإف

إ

ار ۡسي ر ۡسعۡلٱ عم ن

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah

94: 5 -6).

c. Mengingat Allah ketika lupa

Nabi SAW. Menyatakan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Ini artinya bahwa setiap orang berpotensi untuk lupa. Lupa adalah sifat alamiah yang dimiliki setiap orang, yang sering kali menjerumuskan pada perbuatan salah dan dosa kepada Allah, oleh karena itu Al-Qur’an menganjurkan agar kita bersegera mengingat Allah ketika lupa, disertai dengan memohon petunjuk kepada Allah SWT. agar mendekatkan kepada kebenaran. Allah berfirman:

بر ۡقۡ يبر نيد ۡ ي نأ ٓ سع ۡلق يسن اذإ بر رك ۡذٱ ّۚٱ ءٓ شي نأ َٓإ

ادشر اذ ه ۡنم

٢

“kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al-Kahfi 18: 24).

d. Mengingat Allah di Sepertiga Malam

Hal ini mengisyaratkan bahwa sepertiga malam yang terakhir adalah waktu yang sangat berharga dan utama. Waktu yang sangat baik untuk mengingat dan memanjatkan doa permohonan kepada Allah. Selain itu, pada sepertiga malam yang terakhir adalah waktu yang sangat hening dan nyaman, kondisi yang demikian ini akan sangat


(51)

42

membantu untuk bisa lebih khusyuk dalam berzikir dan berdoa kepada Allah sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah SWT:

ۡط دشأ يه ل ۡيلٱ ئش ن نإ

َيق ۡقأ

“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk

khusyu´) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (QS. Al-Muzammil

73: 6).26

2) Tempat yang Utama untuk Berzikir

Adapun beberapa tempat yang sangat baik untuk mengingat Allah adalah: a. Mengingat Allah di dalam Masjid

Masjid adalah tempat yang suci dan disucikan. Masjid merupakan sarana yang paling baik untuk beribadah kepada Allah dengan berbagai amalan yang diperintahkan. Dan sesungguhnya melalui Al-Qur’an, Allah memerintahkan untuk memuliakan dan mengisi masjid dengan berbagai aktivitas yang baik dan bermanfaat. Allah berfiman:

دغۡلٱب يف هل حبسي هم ۡسٱ يف رك ۡذي عف ۡرت نأ ّٱ نذأ يب يف

ل صٓ ۡۡٱ

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan

untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi

dan waktu petang” (QS. An-Nur 24: 36)

b. Mengingat Allah di Mina dan Masjidil Haram

Selain di dalam masjid, Al-Qur’an juga menganjurkan agar banyak mengingat Allah ketika sedang berada di Masjidil Haram. Allah berfirman:

26


(52)

43

فرع ۡنم ت ۡضفأ ٓاذإف ۚۡ كبر نم َ ۡضف ْا غت ۡبت نأ ح نج ۡ ك ۡي ع س ۡيل

ۡبق نم تنك نإ ۡ ك ىده مك ه رك ۡذٱ ارحۡلٱ رع ۡشمۡلٱ دنع ّٱ ْا رك ۡذٱف

ه

نيلٓ ضلٱ نمل

٨

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ´Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy´arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Baqarah 2: 198).

c. Mengingat Allah di Rumah

Anjuran agar menjadikan rumah sebagai tempat kedua setelah masjid untuk beribadah kepada Allah juga dikemukakan dalam hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Dirikanlah shalat (shalat sunnah) di rumah kamu dan janganlah

kamu jadikan rumahmu itu seperti kuburan.” (HR. Al-Bukhari dan

Muslim).27

Tata Krama dalam Berzikir, yaitu: a. Dalam Keadaan Suci dan Bersih

Suci secara lahiriah adalah suci dari hadas dan najis, sedangkan suci bathiniah adalah suci dari perbuatan maksiat, dari rasa iri dan

dengki, dari sifat hasud, sombong dan hati riya’ dan berbagai hal yang dapat mengotori hati. Untuk menyucikan batin dari segala noda dan dosa salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan bertaubat kepada Allah atas segala dosa dan kesalahan yang pernah diperbuat, baik kesalahan dan dosa yang dikerjakan karena lalai dan lupa.


(53)

44

Sedangkan untuk menyucikan lahiriah adalah dengan membersihkan diri dari hadas dan najis dengan wudhu atau tayammum

untuk hadas kecil, sedangkan untuk hadas besar maka diperintahkan untuk mandi.

b. Didasari dengan Niat untuk Beribadah

Islam menyatakan bahwa nilai sebuah perbuatan tergantung pada niatnya, artinya jika melakukan sesuatu perbuatan berlandaskan pada niat untuk beribadah kepada Allah, maka perbuatan tersebut memiliki nilai yang mendapatkan pahala dari Allah. Sebaliknya meskipun menjalankan ibadah tetapi jika hal tersebut tidak diniatkan untuk beribadah kepada Allah, maka perbuatan tersebut tidak termasuk amal perbuatan yang bernilai ibadah dan tidak akan mendapatkan pahala dari-Nya.

c. Didahului dengan Memuji dan Memohon Ampunan kepada Allah Dzikrullah pada hakikatnya adalah mengingat, memanggil, dan menghadirkan Allah ke dalam hati dan jiwa, karena itu sebelum melakukan aktivitas tersebut hendaklah membersihkan hati dan jiwa terlebih dahulu dari segala kotoran hati yang terwujud dosa. Oleh karena itu, ketika hendak berdzikir kepada Allah diawali dengan memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan puji dan syukur kepada-Nya atas segala nikmat dan karunia yang telah Dia limpahkan dan mengangungkan-Nya.


(54)

45

d. Dilakukan dengan Sopan dan Ta’zim

Dalam berdzikir hendaklah dilakukan dengan sopan dan ta’zim, dan inilah salah satu adab yang baik dan terpuji dalam mengingat Allah. Sopan dan ta’zim artinya berupaya dan berusaha dengan sungguh – sungguh untuk benar – benar menghadirkan keagungan Allah ke dalam hati dan jiwa, penuh konsentrasi serta persiapan yang matang untuk menghadap-Nya. Dan hal ini sudah barang tentu didasari dengan niat yang bersih dari segala motif dan keinginan selain hanya kepada Allah semata. Dengan begitu, yang ada dalam hati dan pikiran hanyalah Allah, yang dimuliakan dan disucikan adalah zat-Nya, yang diagungkan dipuja dan dipuji hanyalah Dia, yang dinantikan adalah keridhaan dan curahan kasih sayang-Nya dan terhadap-Nya segala pertolongan dan perlindungan diharapkan.

e. Tidak Bercampur dengan Kesyirikan

Dalam mengingat Allah, benar – benar dituntut menghindari dan menjauhi perilaku syirik atau menyekutukan Allah. Baik syirik kecil riya’ (beribadah bukan hanya dan karena Allah) maupun syirik besar yakni beribadah bukan kepada Allah. Menyekutukan Allah dengan sesuatu hal lain adalah perbuatan yang paling buruk dan tercela yang dilakukan oleh seorang hamba yang rendah dan hina. Dan allah bukan hanya mencela dan mengancam siapa saja diantara hamba-Nya yang berani menyekutukan-Nya, melainkan Dia juga teramat murka dan benci terhadap para pelaku kesyirikan.


(1)

148

Keluarga adalah pilar yang sangat menentukan pribadi dan perkembangan anak terutama ayah dan ibu, sesibuk apapun pekerjaan seberapa pentingnya pekerjaan sebaiknya agar orang tua menyempatkan beinteraksi dan komunikasi tetap dijaga agar anak tidak mengalami kecemasan akut, karena orangtualah motivasi yang penting bagi diri anak sehingga anak bisa menatap masa depan yang cerah.

4. Bagi pembaca

Jadikanlah gejala permasalahan anak tahanan yang putus sekolah ini sebagai proses belajar dalam menambah keilmuan.

5. Bagi Mahasiswa Prodi BKI UIN Sunan Ampel Surabaya dan Peneliti Selanjutnya

Peneltian ini berfokus pada Proses Terapi Dzikir Jahar Dengan

Bacaan Laa Ilaaha Illallaah yang diaplikasikan dalam menangani

kecemasan Tahanan Anak Yang Putus Sekolah dengan melihat proses dan hasilnya, maka penulis menyarankan adanya penelitian lanjutan tentang pendekatan tersebut. Hal ini sangat perlu guna menambah dan mengembangkan khazanah keilmuan di Prodi BKI apalagi Prodi tersebut lebih mencolok ke terapi keagamaannya serta mengembangkan dan menyempurnakan penelitian ini yang jauh dari kesempurnaan karena masih banyak kekurangan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja

FJ Monks, Knoers, A.M.P, Haditono S.R, Psikologi Perkembangan: Pengantar

Dalam Bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001

Elizabeth B, Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1996

Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999

Zakiah Darojat, Problema Remaja di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1974 http://eprints.ums.ac.id/16727/2/Bab_1.pdf, “Hubungan Konsep Diri Dengan

Kecemasan Narapidana Menghadapi Masa Depan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Malang”

Abd. Aziz Ahyani, Psikologi Agama, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2011 Agus Santoso, dkk, Terapi Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013 Kementerian Agama RI, Syaamil Quran Terjemah Tafsir Per Kata, Bandung:

Syaamil, 2007

Aidh al-Qarni, La Tahzan Jangan Bersedih ! Terjemahan Samson Rahman, Jakarta: Qisthi Press, 2007

http://kbbi.web.id

Chaplin, C.P., Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr. Kartini Kartono, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995

Muhammad Izuddin Taufiq, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, Bandung Gema Insani, 2006

Amin Syukur & Fatimah Usman, Terapi Hati, Jakarta: Penerbit Airlangga, 2012 Sutardjo A. Wiramiharja, Pengantar Psikologi Abnormal, Bandung: PT Refika

Aditama, 2005

Lanny W. Baily, Mengatasi Persoalan Hidup, Yogyakarta: Yayasan Andi, 1998 M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori Teori Psikologi, Yogyakarta: Ar-Ruzz


(3)

150

Hayuni Arsy, “Hubungan Berpikir Positif Dengan Kecemasan Menghadapi Masa

Depan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau”, Fakultas

Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekan Baru, Riau, 2011

http://jagokata.com/arti-kata

Iwan Pramono, dkk, Pola Pembinaan Kepribadian Narapidana Bagi Petugas di

Lapas / Rutan, Jakarta: Dirjen Pemasyarakatan, 2013

https://ludyhimawan.wordpress.com/2012/11/17/tahanan-dan-narapidana/

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif (dalam pendidikan dan bimbingan konseling, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998

Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta: Media Grafika, 2004

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshuri, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian, Jakarta: PT. Gramedia, 1980 Muh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Grahalia Indonesia, 1988

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling

di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000

Suharsimi Ariskunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2002

Hadari Nawawi, Dkk, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Jehru M Echal dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994

Chaplin, C.P., Kamus Lengkap Psikologi, Terjemahan Dr. Kartini Kartono, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995


(4)

151

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : Jumanatul ‘Ali -Art, 2004

Muhammad Husain Al-Thabathaba’i, Al-Mizan Fi Tafsir Al-Qur’an, Jilid 13, Teheran : Dar Al-Kitab Al-Islamiyah, 1397

Asya’ari, alm, dkk., Pengantar Studi Islam, Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2004 Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah, Surabaya : Dakwah Digital Press, 2009

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, Surabaya : IAIN Sunan Ampel Press, 2012

Shodiq, Shalahuddin Chaery, Kamus Istilah Agung, Jakarta: CV. Slentarama, 1983 Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Monterey,

California : Brooks/Cole Publishing Company Third Edition, 2007 Hasan bin Ahmad Hammam, “Obati Sakit Hatimu dengan Sedekah, Terjemahan

oleh Agus Suwandi”, Solo: Zamzam, 2015

M. Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Jakarta: Erlangga, 2012 Mohammad Fatihuddin, Konseling Spiritual Dalam Meningkatkan Efikasi Diri

Santri Tahfiz Al-Qur’an di Pondok Pesantren Miftahul Hikmah Al

-Haruny Santren JambuwokTrowulan Mojokerto, Surabaya: Prodi BKI

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA, 2017

Arifin dan Yusuf Mansur, Membuka Pintu Rahmat dengan Zikir Mun ajat, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2009)

Syamsul Munir Amin dkk, Energi Dzikir, Jakarta: Amzah, 2008

Arifin dan Yusuf Mansur, Membuka Pintu Rahmat dengan Zikir Mun ajat, Jakarta: Zikrul Hakim, 2009

Musthafa Syaikh Ibrahim Haqiqi, Karomah Ahli Dzikir, Waringinrejo: Zam-Zam, 2013

Evita Dedhasa, ”Hubungan Terapi Dzikir dengan Penurunan Tingkat Kecemasan

Ibu Hamil di Lapas Sukun Malang”, (Skripsi. Perpustakaan Pusat Uin Maulana Malik Ibrahim, www.academia.edu), BAB II Kajian Teori A. Terapi Dzikir


(5)

152

Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar Juz 1, Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 2001

Yustinus Semiun, Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud, Yogyakarta: KANISIUS, 2006

V. Mark Durand & David H. Barlow, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006

Namora Lumongga Lubis, Depresi Tinjauan Psikologis, Jakarta: Kencana, 2009 Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus dan Beverly Greene, Psikologi Abnormal,

Jakarta: Erlangga, 2013

Yusria Ningsih, Kesehatan Mental, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011 Reni Susanti & Sri Supriyantini, “Pengaruh Expressive Writing therapi terhadap

penurunan tingkat kecemasan berbicara di muka umum pada mahasiswa”, Jurnal Psikologi, 02 Desember, 2013

Zakiyah Darojat, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1996

Duane P. Schultz & Sydney Ellen Schultz, Teori Kepribadian, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013

Jeffrey S. Nevid dkk. Psikologi Abnormal, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005 MIF Baihaqi, Psikiatri, Bandung: PT Refika Aditama, 2005

Bunadi Hidayat, Pemidanaa Anak di bawah Anak, Bandung: Alumni, 2014

Sudarsono, Kenakalan Anak, Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2012

Wagiati Soetedjo dan Melani, Hukum Pidana Anak, Bandung: Refika Aditama, 2013

Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situasi Sistem

Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) di Indonesia, Jakarta:

Unicef, 2004

Mir Valiuddin, Dzikir & Kontemplasi dalam Tasawuf, Bandung: Pustaka Hidayah, 1997

https://ikhwansuryalaya.wordpress.com/2009/06/25/rahasia-dibalik-dzikir-jahar/ https://banyakzikir.wordpress.com/


(6)

153

Kharisudin Aqib, Al Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah Wa

Naqsyabandiyah, Ujung Pandang: CV Dunia Ilmu, 1997

https://www.academia.edu/30469743/TINGGINYA_ANGKA_ANAK_PUTUS_S EKOLAH

Sentot Haryanto, Terapi Relegius Penyalahgunaan Napza di Inabah PP. Suryalaya, Buletin Psikologi, Tahun VII, No.1 Juni 1999, ISSN: 0854 – 7108 https://www.academia.edu/30469743/TINGGINYA_ANGKA_ANAK_PUTUS_S

EKOLAH

Suyanto, & Abbas, Wajah dan dinamika pendidikan anak bangsa, Yogyakrta: Adicita, 2001

Human Rights Watch, Selalu Siap Disuruh, cet 7, Jakarta: Grafika, 2007