Efektivitas Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU) Dalam Menangani Anak Putus Sekolah

(1)

EFEKTIVITAS YAYASAN PEDULI ANAK

SUMATERA UTARA (YAPENSU)

DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial

OLEH :

LUSIANA EVA R P

040902046

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL AN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 1.3.1. Tujuan Penelitian... 7

1. 3.2. Manfaat Penelitian... 7

1.4. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. EFEKTIVITAS ... 2.1.1. Pengertian Efektivitas ... 9

2.1.2. Efektivitas Program Pendidikan ... 12

2.2. Anak ... 2.2.1. Pengertian Anak ... 13

2.2.2. Anak Putus Sekolah ... 15


(3)

2.4. Defenisi Konsep ... 19

2.5. Defenisi Operasional... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 21

3.2. Lokasi Penelitian ... 21

3.3. Populasi dan Sampel ... 3.3.1. Populasi ... 22

3.3.2. Sampel ... 22

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.5. Teknik Anlisa Data ... 23

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah YAPENSU ... 24

4.2. Gambaran Umum YAPENSU ... 28

4.3. Susunan Kepengurusan ... 29

4.4. Stuktur Organisasi ... 29

4.5. Pembagian Tugas Secara Umum... 31

4.6. Sarana Dan Prasarana Yayasan ... 32

4.7. Sarana Fasilitas Operasional YAPENSU. ... 33

4.8. Lokasi Pendampingan ... 33

BAB V ANALISA DATA 5.1. Karekteristik Responden ... 35

5.2. Karekteristik Keadaan Keluarga Responden ... 38


(4)

5.3.1. Tujuan ... 47

5.3.2. Waktu ... 54

5.3.3. Manfaat ... 59

5.3.4. Kemampuan ... 65

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Data Kepengurusan ... 29

Tabel 4.2. Prasarana Gedung YAPENSU ... 32

Tabel 4.3. Fasilitas Operasional YAPENSU ... 33

Tabel 5.1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamain Responden ... 35

Tabel 5.2. Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur Responden ... 36

Tabel 5.3. Distribusi Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 37

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Memiliki Keluarga ... 38

Tabel 5.5. Distribusi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden.... ... 40

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tinggal Tidaknya Responden Dengan Keluarga ... 41

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Orang Tua Responden ... 42

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Saudara-saudara Responden Terhadap Keluarga ... 43

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Orang Tua Terhadap Responden ... 44

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua Responden ... 46


(6)

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Program Yang Diambil

Oleh Responden ... 47 Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Informasi

Tentang YAPENSU ... 48 Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Responden

Untuk Menulis Dan Membaca ... 49 Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan/wawasan

Responden Bertambah... 50 Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Responden Mengikuti

Program ... 51 Tabel 5.16. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketertarikan Responden

Mengikuti Program ... 51 Tabel 5.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden

Terhadap Program Di YAPENSU ... 52 Tabel 5.18. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemungutan Biaya ... 53 Tabel 5.19. Distribusi Frekuensi Belajar ... 54 Tabel 5.20. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Yang Dibutuhkan

Responden Untuk Dapat Menulis Dan Membaca Setelah

Dibina Di YAPENSU ... 54 Tabel 5.21. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Program Terjadwal ... 56 Tabel 5.22. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Program Yang Ada

Sesuai Dengan Jadwal ... 56 Tabel 5.23. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerja Sosial Tidak


(7)

Tepat Waktu ... 57 Tabel 5.24. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perlu Tidaknya Penambahan

Jadwal Belajar ... 58 Tabel 5.25. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perubahan Yang Dirasakan

Responden ... 59 Tabel 5.26. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemanfaatan Program ... 60 Tabel 5.27. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Memiliki Keterampilan/

Pengetahuan Yang Akan Menjadi Bekal Setelah Keluar

Dari YAPENSU ... 61 Tabel 5.28. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pernah Tidaknya Merasakan

Kesulitan Dalam Mengikuti Kegiatan Belajar ... 62 Tabel 5.29. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Memperoleh Prestasi ... 63 Tabel 5.30. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Mengikuti Pelajaran Yang

Diajarkan Oleh Pekerja Sosial ... 64 Tabel 5.31. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden

Terhadap Kegiatan Belajar Di YAPENSU ... 65 Tabel 5.32. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelengkapan Sarana Dalam

Kegiatan Belajar Dan Keterampilan ... 65 Tabel 5.33. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perlu Tidaknya Penambahan

Fasilitas... 67 Tabel 5.34. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kekurangan Alat Tulis Serta

Perlengkapan Sekolah Lainya... 68 Tabel 5.35. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pernah Tidaknnya Responden


(8)

Menerima Alat-alat Tulis Dan Perlengkapan Sekolah

Dari YAPENSU... 69 Tabel 5.36. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden Mengenai Pekerja Sosial Menyampaikan Materi Pelajaran... 70


(9)

DAFTAR GAMBAR

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran ... 18 Gambar 4.1. Struktur Oranisasi YAPENSU ... 30


(10)

ABSTRAK LUSIANA EVA R.P

040902046

EFEKTIVITAS YAYASAN PEDULI ANAK SUMATERA UTARA (YAPENSU) DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun program yang diberikan YAPENSU untuk anak-anak putus sekolah yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan adalah Pendidikan Paket A(setara dengan SD,), Pendidikan Paket B (setara dengan SLTP), Pendidikan Paket C (setara dengan SLTA), dan keterampilan/life skill yaitu kerampilan komputer.

Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui efektivitas program-program di atas adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujan untuk memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang palin dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan di YAPENSU bagi anak putus sekolah secara umum dapat dikatakan sudah efektif, karena dari pencapaian tujuan dan waktu dalam mencapai tujuan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, program pendidikan juga dapat memberikan manfaat bagi anak-anak putus sekolah serta kemampuan lembaga/pekerja sosial yang dapat memberikan kepuasan dalam pelayanan/ bimbingan kepada anak-anak putus sekolah.

Kata Kunci : Efektivitas menangani anak putus sekolah.


(11)

ABSTRAK LUSIANA EVA R.P

040902046

EFEKTIVITAS YAYASAN PEDULI ANAK SUMATERA UTARA (YAPENSU) DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun program yang diberikan YAPENSU untuk anak-anak putus sekolah yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan adalah Pendidikan Paket A(setara dengan SD,), Pendidikan Paket B (setara dengan SLTP), Pendidikan Paket C (setara dengan SLTA), dan keterampilan/life skill yaitu kerampilan komputer.

Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui efektivitas program-program di atas adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujan untuk memperinci data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang palin dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan di YAPENSU bagi anak putus sekolah secara umum dapat dikatakan sudah efektif, karena dari pencapaian tujuan dan waktu dalam mencapai tujuan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, program pendidikan juga dapat memberikan manfaat bagi anak-anak putus sekolah serta kemampuan lembaga/pekerja sosial yang dapat memberikan kepuasan dalam pelayanan/ bimbingan kepada anak-anak putus sekolah.

Kata Kunci : Efektivitas menangani anak putus sekolah.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anak adalah pelita dan harapan bagi suatu masyarakat, bangsa, dan negara yang kelak menjadi motor penggerak bagi kehidupan bermasyarakat, dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik pada masa yang akan datang. Hidup matinya suatu bangsa dimasa mendatang berada di pundak anak. Agar kelak anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka mereka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya seperti mendapatkan pendidikan, dilindungi, dan disejahterakan.

Sekarang ini yang terjadi adalah semakin banyaknya kita jumpai anak yang putus sekolah bahkan ada yang tidak sempat mengecap pendidikan. Hal ini merupakan bukti nyata dari ketidak mampuan masyarakat dan pemerintah untuk menjamin pendidikan bagi anak, yang disebabkan oleh kemiskinan. Ketika krisis ekonomi tak kunjung usai keinginan untuk segera membebaskan anak-anak Indonesia usia sekolah (7-15 tahun) dari ancaman buta huruf dan kemungkinan putus sekolah tampaknya semakin jauh dari harapan. Dalam acara rapat koordinasi Nasional Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun di Sawangan Bogor, 2 Maret 2002 lalu, Menko Kesra dan Pengentasan Kemiskinan secara resmi telah mengemukakan rencana pemerintah untuk menunda waktu penyelesaian penuntasan Program Wajar Diknas lima tahun kebelakang, yang semula tahun 2004 menjadi tahun 2009. Alasan pemerintah mengundurkan target waktu


(13)

penuntasan program pendidikan dasar tersebut, selain karena situasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya pembengkakan jumlah penduduk miskin, juga karena keterbatasan situasi keuangan negara (Suyanto, 2002:197). Seperti yang kita ketahui bahwa masih banyak penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan dan kemiskinan itu yang membuat anggota masyarakat kurang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk di dalamnya pendidikan.

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu, sebetulnya waktu itu telah diproyeksikan sekitar 35 juta anak usia 7-15 tahun sudah bisa bersekolah di jenjang SD dan SLTP. Tetapi, akibat inflasi, gelombang PHK, kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan tekanan kemiskinan yang semakin parah, acap kali terjadi keluarga miskin yang ada terpaksa mengorbankan kelangsungan pendidikan anak-anaknya, dan lebih memilih mengeluarkan atau tidak meneruskan sekolah anaknya baik untuk sementara waktu maupun untuk seterusnya. Pada tahun ajaran 1998/1999 jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah diperkirakan mencapai 5-6 juta dan diduga akan terus bertambah jika kemampuan pemerintah untuk memberikan beasiswa bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu menurun. Pada tahun 2006 saja jumlah anak-anak putus sekolah di Indonesia sudah mencapai 9,7 juta anak; namun setahun kemudian sudah bertambah sekitar 20% menjadi 11,7 juta jiwa. Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SLTP/SMP, yaitu 48%. Di tingkat SD tercatat 23% sedangkan presentase jumlah putus sekolah ditingkat SLTA/SMA adalah 29%. Jika digabungkan kelompok usia pubertas yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77%. Dengan kata lain, jumlah anak usia remaja yang putus sekolah tahun ini tak kurang dari 8 juta orang


(14)

mencari identitas diri terpaksa putus sekolah; terpaksa meninggalkan teman-temannya yang masih terus bersekolah; dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai manusia yang gagal dan tereliminasi.

Sedangkan data/persentase jumlah anak putus sekolah di Sumatera Utara berkisar 8,08% dari 448.893 penduduk Medan yang berada pada usia sekolah 7-18 tahun atau sekitar 36.288 jiwa. Dari persentase tersebut diketahui jumlah siswa yang putus sekolah tertinggi/besar di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut data statistik kota Medan bahwa presentase jumlah anak putus sekolah pada tahun ini yang putus sekolah memasuki SMA berkisar 23,9% dari 109.898 remaja kelompok usia 16-18 tahun. Jumlah ini terpaud jauh dari siswa putus sekolah saat memasuki SMP berkisar 6,25% dari 112.636 remaja kelompok usia 13-15 tahun dan berkisar 1,42% anak putus sekolah pada tingkat SD (kelompok umur 7-12 tahun) 223.356 anak (http://bainfokom sumut.go.id).

Apabila kemiskinan ini tetap dipertahankan tanpa ada usaha yang dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, maka dapat mengakibatkan terbunuhnya anak-anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa. Kaum muda yang seharusnya menjadi kaum intelektual akan “hilang”. Seharusnya hal tersebut tak seharusnya terjadi, apabila kita (pemerintah maupun masyarakat) bekerja sama dan berusaha dalam menanggulangi masalah ini. Oleh karena itu sekaranglah saatnya kita harus bertindak cepat untuk mempersiapkan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa agar mereka tumbuh selayaknya anak-anak-anak-anak lainnya yang dapat bersekolah tanpa harus memikirkan mencari nafkah atau menjadi pekerja anak untuk menyambung hidupnya. Sebagai alat untuk mempersiapkan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa adalah dengan memberikan pendidikan yang


(15)

benar-benar sesuai dan kebijakan yang menyangkut pendidikan tersebut juga harus memperhitungkan berbagai hal yang salah satu diantaranya adalah dari segi perekonomian masyarakat. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan oleh semua orang tanpa terkecuali. Pendidikan juga merupakan alat yang sangat strategis digunakan dalam usaha untuk mengentas kemiskinan. Oleh karena itu, pendidikan mutlak diperuntukkan bagi rakyat.

Kunci sukses pembangunan dimasa mendatang bagi bangsa Indonesia ialah pendidikan. Sebab lewat pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Pendidikan merupakan alat untuk memperbaiki keadaan sekarang, juga untuk mempersiapkan dunia esok yang lebih baik serta lebih sejahtera. Di samping itu pendidikan merupakan masalah yang amat kompleks dan teramat penting, karena menyangkut macam sektor kehidupan bagi pemerintah dan rakyat (Suprayogo, 2004: 23).

Melihat begitu pentingnya pendidikan untuk rakyat, pemerintah telah menyediakan fasilitas untuk pendidikan seperti Universitas atau Perguruan Tinggi, sekolah-sekolah baik itu SD, SLTP, SLTA, Pusat Kegiatan Belajar Masyrakat (PKBM), Balai Latihan Kerja, dan sebagainya. Kesemuanya ini mencakup pendidikan formal dan non-formal dan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan ataupun keterampilan rakyat. Hal ini merupakan sasaran dari pada tujuan Nasional yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni untuk memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu juga mengigat hak-hak Warga Negara yang tercantum dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Serta kewajiban pemerintah


(16)

untuk menyelenggarakan pendidikan nasional seperti yang tertulis pada pasal 31 ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional”.

Melihat hal tersebut, maka pemerintah dalam rangka meningkatkan pemerataan atau perluasan akses terhadap pendidikan dan relevansi pendidikan, serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat, maka saat ini pemerintah telah menggalakan program pendidikan diluar sekolah (PLS) diberbagai daerah. Ini bertujuan agar anak putus sekolah bisa kembali belajar di lembaga non formal yang telah disediakan di setiap daerah. Pendidikan luar sekolah berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta membangun sikap kepribadian profesional. Salah satu program pendidikan di luar sekolah (PLS) ialah Pusat Belajar Masyarakat (PKBM). Untuk mengurangi angka anak putus sekolah yang besar tersebut maka keberadaan Lembaga Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sangat diperlukan. PKBM yang mulai hadir pada pertengahan 1998, merupakan sebuah program pelayanan pendidikan luar sekolah yang dirancang berbasis pada masyarakat. Program ini hadir diprioritaskan untuk melayani masyarakat yang tidak tertampung dalam sistem persekolahan formal. Masyarakat optimis dengan keberadan PKBM-PKBM ini untuk

menunjang kebehasilan pendidikan anak-anak yang banyak tertinggal akibat putus sekolah karena terpaksa membantu orang tua mencari nafkah

Dalam kenyataannya, tidak hanya pemerintah yang berhak atau berkewajiban menangani masalah sosial yang berhubungan dengan kesempatan mengeyam pendidikan


(17)

untuk anak miskin ini, tetapi setiap orang wajib merasa terpanggil untuk mengatasi setidaknya meminimalisasi masalah ini. Di Indonesia sudah banyak lembaga sosial yang turut melibatkan diri, baik itu dalam bentuk yayasan sosial, LSM maupun panti asuhan yang didirikan oleh pihak swasta. Keterlibatan dari setiap yayasan maupun lembaga sosial diharapkan mampu mengurangi masalah sosial anak miskin untuk dapat mengenyam pendidikan. Bentuk keterlibatan mereka terlihat dari berbagai bantuan yang berupa bantuan dana untuk menyekolahkan anak, membuat rumah singgah bagi anak jalanan, memberikan pendidikan di sektor informal agar anak dapat merasakan pendidikan seperti yang dirasakan oleh anak-anak dari keluarga mampu lainnya (Zuhairi, 2006:38).

Salah satu yayasan sosial yang bergerak untuk menangani masalah pendidikan dari pada anak-anak miskin ini adalah Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara. Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara hadir ditengah-tengah masyarakat untuk memberikan pendidikan dan keterampilan dalam meningkatkan potensi anak-anak yang putus sekolah melalui pendidikan non-formal di PKBM Anak Sumatera, yang diharapkan dapat memberikan kesempatan anak putus sekolah mendapatkan pendidikan agar mereka mempunyai pengetahuan yang cukup dan memberikan pelatihan keterampilan agar mempunyai semangat maju dan memperoleh pekerjaan. Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU) berperan penting bagi perkembangan pendidikan anak putus sekolah dan meningkatkan sumber daya manusia. Melihat YAPENSU sebagai yayasan yang berperan aktif memberikan pendidikan kepada anak miskin. Hal ini membuat saya tertarik melakukan penelitian di yayasan tersebut dan mengangkat masalah ini untuk


(18)

dikaji secara mendalam, yang tertuang dalam judul “EFEKTIVITAS YAPENSU DALAM MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah ?”.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah.

2. Untuk mengetahui sejauh mana program belajar mengajar di YAPENSU dalam memberikan pendidikan bagi anak putus sekolah. 1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis sendiri adalah dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah dan menambah pengetahuan di bidang pelayanan sosial.

2. Bagi fakultas, untuk memperbanyak refrensi karya ilmiah yang menyangkut efektivitas lembaga dalam menangani anak putus sekolah.


(19)

3. Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat dalam upaya penanganan anak putus sekolah.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Sistematika Penulisan

BAB II : TINJAUN PUSTAKA

Dalam bab ini menguraikan secara teoritis variable-variabel yang diteliti, karangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian. BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran dari hasil penelitian


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EFEKTIVITAS

2.1.1. Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Dengan kata lain suatu aktivitas disebut efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Chaster I. Bernard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:27).

Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989:121).

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.


(21)

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambel, 1989:47). Sementara itu menurut Richard M.Steers, bahwa efektivitas merupakan suatu tingkatan kemampuan organisasi untuk dapat melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasaranya.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian, (2002:171) efektivitas adalah menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya bahwa efektivitas berhubungan dengan dimensi waktu atau penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila tujuan atau sasaran dapat dicpai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya maka dikatakan efektif, akan tetapi apabila tujuan atau sasaran yang dihasilkan tidak tepat waktu yang telah ditentukan maka dikatakan tidak efektif.

Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. Dan ada 4 hal yang menonjol dalam unsur efektivitas yaitu:

1. Pencapaian tujuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan/sasaran yang telah ditetentukan sebelumnya.


(22)

2. Ketepatan waktu, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhanya.

4. Kemampuan, yaitu suatu kegiatan dikatakan efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.

Pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi, merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana seringkali berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam awal usaha mengukur efektivitas yang pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu sendiri. Efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.


(23)

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas sesuatu kegiatan dalam hal ini kegiatan dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat dapat dilihat dari :

a. Pencapaian tujuan, program pendidikan dikatakan efektif apabila telah tercapai hasil yang diinginkan.

b. Ketepatan waktu, kegitan program pendidikan dikatakan efektif jika suatu penyelesaian atau pencapaian/tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

c. Waktu yang ditetapkan untuk melesaikan suatu pekerjaan dapat terpenuhi. d. Manfaat, kegiatan program pendidikan dikatakan efektif jika pelayanan

tersebut benar-benar dirasakan manfatnya oleh anak-anak yang putus sekolah. e. Kemampuan lembaga/pekerja sosial, dalam program pendidikan dikatakan

efektif jika sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan anak putus sekolah.

Berdasarkan hal yang tersebut, maka dapat dirumuskan yang dimaksud dengan efektivitas lembaga dalam hal ini PKBM di YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah adalah tercapainya tujuan, ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dalam penyelenggaran program pendidikan bagi anak-anak yang putus sekolah dan memberikan manfaat nyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu meningkatkan pendidikan masyarakat.


(24)

2.2.1. Pengertian Anak

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, anak merupakan tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peranan suatu strategi dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksitensi Bangsa dan Negara dimasa mendatang. Maka dari itu diperlukan suatu konstitusi yang mengatur tentang bagaimana perlindungan anak.

Pengertian anak menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun 1999 pada pasal 1 ayat 5 menyatakan bahwa “ Anak adalah setiap yang berusia 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila dalam hal tersebut adalah demi kepentingannya”. Undang-undang yang mengatur perlindungan anak, yaitu UU No. 23 tahun 2002, di dalam UU No. 23 tahun 2002 pada pasal 1 : 1 menyatakan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan”. Kedudukan anak dalam aspek sosiologis menunjukkan anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Kedudukan anak dalam pengertian ini memposisikan anak sebagai kelompok sosial yang berstatus lebih rendah dari masyarakat yang di lingkungan tempat berinteraksi (Wadong, 2000 :12).

Secara internasional juga diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud dalam konvensi hak anak PBB yang telah di ratifikasi dengan Kepres No.36 Tahun 1990 dimana dinyatakan anak-anak juga sepertinya orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi


(25)

manusia. Manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Adapun hak-hak anak, antara lain sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup yang layak, di mana setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal, dan peralatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang, di mana setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, mengeluarkan pendapat, memilihi agama, mempertahankan keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.

3. Hak untuk dilindungi, di mana setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala tindakan kekuatan ketidak pedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta, di mana setiap anak berhak untuk perperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh pendidikan, di mana setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivikasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak (Atika, 2004:94).


(26)

Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang berikutnya (Suyanto, 2002:197). Anak putus sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah pernah mengecap pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dikarenakan sesuatu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya. Menurut hasil kajian Sukmadinata (1994), faktor utama yang menyebabkan anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena mereka membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua. Menurut E.M. Sweeting dan Dra. Muchlisoh, M.A, tingginya angka mengulang kelas, putus sekolah dan rendah angka melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi (transition rates)

disebabkan oleh dua alasan: rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik dan rendahnya penghasilan keluarga (Sweeting, 1998:14).

Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi dari satu mata uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu menyebabkan mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal. Akibatnya, putus sekolah menjadi pilihan. Akses untuk memperoleh kesempatan pendidikan menjadi begitu terhambat. Kemiskinan merupakan hambatan terbesar bagi anak-anak dalam mengenyam pendidikan di sekolah


(27)

Kemiskinan menyebabakan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu orang tua mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi dianggap menambah pengeluaran ekonomi keluaraga kurang mampu. Meskipun sudah ada kemudahan bagi anak-anak dari keluarga yang tidak mampu misalnya tidak membayar SPP, tetapi urusan biaya untuk sekolah bukan saja menyangkut hal itu. Masih banyak biaya yang masih harus dikeluarkan oang tua yang tidak mampu untuk keperluan sekolah seperti membeli seragam sekolah, buku pelajaran, atau biaya transportasi anak ke sekolah. Belum lagi biaya lain yang kadang membuat anak dari kalangan tidak mampu menjadi tersisihkan dari interaksi sosialnya di sekolah. Dampaknya, anak-anak dari keluarga miskin sering kali malas datang ke sekolah menjadi tak terelakkan (http://www.kompas.com).

Upaya untuk menurunkan angka putus sekolah, apalagi dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 tahun, kini memperoleh perhatian yang serius. Dana program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS) BBM untuk pendidikan yang disediakan pemerintah memang lebih di orientasikan agar anak tetap bersekolah. Oleh karena itu, mencegah anak putus sekolah serta memasukkan anak yang terhenti untuk dapat bersekolah kembali dengan memberikan bantuan beasiswa merupakan pilihan kebijakan yang diambil. Disamping itu, kebijakan untuk membantu sekolah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat menyelenggarakan pendidikan agar dapat berkesinambungan juga tengah dilakukan pemerintah. Namun kenyataan di lapangan upaya-upaya tersebut tidak otomatis menghilangkan keluhan keluarga miskin yang akses pendidikannya terhambat sehingga angka putus sekolah tetap merupakan persoalan yang melekat dalam pengelolaan pendidikan (http://www.kompas.Com).


(28)

Pendidikan yang murah untuk rakyat tetapi memiliki mutu atau kualitas yang dapat menjamin kesejahteraan rakyat. Rakyat miskin inilah yang selama ini sering terabaikan dalam pelayanan publik. Birokrasi pemerintah juga jarang berpihak kepada mereka. Kini adalah saat yang tepat bagi pemerintah, bahwa rakyat miskin adalah bagian dari bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Anak-anak dari keluarga miskin ini walaupun tidak sanggup untuk meneruskan pendidikannya, akan tetapi mereka sangat membutuhkan pendidikan.

2.3. Kerangka Pemikiran

Tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Begitu juga halnya dengan anak yang sangat membutuhkan pendidikan. Sama hal dengan anak-anak putus sekolah, mereka tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan bebas mengembangkan bakat dan potensi dirinya sama dengan anak-anak lainnya yang mendapatkan pendidikan yang layak.

YAPENSU sebagai unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan kepada anak-anak putus sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu/terlantar guna menumbuh kembangkan keterampilan-keterampilan sosial dan kerja sehingga mereka dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat yang terampil dan aktif berpartisipasi secara prokduktif dalam kehidupan bermsyarakat yaitu melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Di sini anak putus sekolah diarahkan kembali belajar dan mengembangkan potensi dirinya dalam berkarya.

Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran


(29)

2.4. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak Tujuan

1. Memberikan pendidikan kepada anak-anak yang kurang mampu

2. Memberikan

keterampilan/life skill

Efektivitas 1. Tujuan

2. Ketepatan waktu 3. Manfaat

4. Kemampuan

Sasaran

- Paket A setara dengan SD - Paket B setara dengan SLTP - Paket C setara dengan


(30)

(Singarimbun, 1989: 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Adapun yang menjadi defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Efektivitas adalah keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah. 3. Anak Putus Sekolah adalah anak yang sebelumnya sudah sempat mengecap

pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dikarenakan sesautu hal, anak tersebut keluar/dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal tersebut dan tidak melanjutkan pendidikannya.

2.5. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variable (Singarimbun, 1989:33). Untuk mengukur variable dalam penelitian ini, yaitu dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti. Yang menjadi indikator-indikator dalam penelitian ini yaitu:

1. Tujuan

a. Menurunnya masalah putus sekolah

b. Meningkatnya status pendidikan dan prestasi anak putus sekolah c. Meningkatnya kesejahteraan anak

2. Waktu


(31)

b. Birokrasi pelayanan yang mudah dan cepat 3. Manfaat

a. Terpenuhinya kebutuhan anak akan sekolah

b. Hilangnya rasa malu anak, karena sudah kembali bersekolah c. Adanya kepuasan yang dirasakan anak binaan

d. Menumbuhkan kesadaran bahwa pentingnya pendidikan 4. Kemampuan lembaga/pekerja sosial

a. Dapat memenuhi kebutuhan anak putus sekolah

b. Adanya kepuasan yang dirasakan anak terhadap pelayanan yang ada

BAB III


(32)

3.1. Tipe Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyrakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1991:63). Di dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan secara rinci mengenai efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU) yang beralamat di Jl. Tri tura No. 7, Titi Kuning. Kecamatan Medan Johor. Alasan penulis memilih lokasi ini adalah karena yayasan ini secara aktif menangani anak putus sekolah yang salah satu programnya adalah memberikan pendidikan bagi anak-anak putus sekolah. Namun masih perlu diketahui sejauh mana yayasan ini memperhatikan keefektivitasan program pendidikan yang diberikan kepada anak-anak putus sekolah.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi.


(33)

Populasi adalah keseluruhan objek yang dapat diteliti dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan serta gejala-gejala, nilai-nilai atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi, 1994:141). Populasi dalam penelitian ini adalah anak bianaan/siswa di YAPENSU

3.3.2. Sampel

Sampel adalah suatu bagian dalam populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 1995:57). Sampel dalam penelitian ini adalah anak-anak yang menjadi siswa di YAPENSU. Jumlah siswa di YAPENSU yaitu berjumlah 115 orang. Sesuai dengan pendapat Arikunto, untuk menentukan sample penelitian yang menyatakan bahwa jika populasi lebih dari 100 orang maka untuk menentukan jumlah sampel antara 10-15% dan 20-25% dari jumlah populasi dan ini dianggap representatif. Jadi peneliti mengambil sebesar 20% dari 115 orang yaitu 23 orang. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling yaitu sampel diambil berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti. Adapun yang menjadi pertimbangan peneliti yaitu: usia anak yang putus sekolah yang berada di YAPENSU yaitu 10-18 tahun dan ini dianggap telah memahami program yang diberikan YAPENSU

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah: 1. Studi Kepustakaan

Yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku, dokumentasi, dan sumber referensi yang menyangkut masalah yang diteliti.


(34)

Yaitu mengadakan penelitian langsung ke lokasi untuk mendapatkan data yang lengkap sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian lapangan ini digunakan beberapa metode, yakni:

a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.

b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh.

c. Kuesioner, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tambahan dan data yang relevan dari informasi yang telah penulis dapatkan dari wawancara, hal ini dilakukan melalui daftar pertayaan yang akan diajukan.

3.5. Teknik Analisa Data.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa data tabel tunggal (tabel frekuensi). Teknik ini dilakukan dengan mentabulasikan data yang berhasil diperoleh melalui keterangan-keterangan dari para responden dan kemudian dicari frekuensinya dan dicari presentasinya dari hasil jawaban yang terkumpul.


(35)

DESKRIPTIF SETTING PRAKTIKUM

4.1. Sejarah YAPENSU

Terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi tatanan sistem perekonomian bangsa Indonesia hingga mengakibatkan gejolak ekonomi yang tidak hanya dirasakan perusahaan/industri tetapi juga dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Dimana pengangguran semakin meningkat, penduduk miskin bertambah, diperkirakan sebanyak 38,4 juta penduduk Indonesia tergolong miskin.

Kemudian akibat kewajiban membayar utang luar negri yang semakin membengkak pemerintah mengurangi subsidi yang membebani anggaran Negara, hal ini justru mengakibatkan malapeteka bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang tergolong miskin karena mereka tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan mereka karena harga-harga kebutuhan melambung.

Kenyataan seperti inilah, yang memaksa masyarakat melakukan pekerjaan apa saja untuk dapat bertahan hidup dan tidak sedikit para orag tua menyuruh anaknya turun kejalanan untuk mencari nafkah dengan berbagai aktifitas, seperti: jualan Koran, asongan rokok, tukang semir sepatu, pemulung, tukang becak, dan lain sebagainya sadar atau tidak disadari hal ini memiliki resiko karena dapat membahayakan fisik maupun fisikis mereka.

Menyikapi kenyataan diatas merupakan cikal bakal berdirinya Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU), yaitu pada tahun 1998. Beberapa dari mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial yang peduli terhadap permasalahan kemasyarakatan


(36)

membentuk satu Kelompok Study mahasiswa yang bernama “Margir Grup”. Pada awalnya kelompok ini merupakan kelompok diskusi pemerhati masalah anak dan kehidupannya, untuk pertama kali melakukan aksi sosial memberikan memberikan bantuan kepada tukang becak yang masih tergolong usia anak di wilayah Padang Bulan Medan.

Kemudian pada tahun 1999 bekerja sama dengan Departemen Sosial propinsi Sumatera Utara dalam program Pembinaan kesejahteraan anak jalanan di Sumatera Utara dan pada tahun itu juga secara resmi memiliki badan hokum dengan Akte Notaris : Lolita Pulungan,SH dengan Nomor : 07 Tahun 1999 dengan nama Yayasan Peduli Remaja. Namun tidak lama kemudian beberapa orang anggota memisahkan diri dari Yayasan Peduli Remaja dan membentuk lembaga sendiri.

Selanjutnya pada bulan Mei tahun 2000 oleh Drs. Togar Sirait secara resmi mendaftarkan Yayasan baru ke Departemen Hukum dan Perundang-undangan dengan nama Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara yang disingkat dengan YAPENSU dengan Akte Notaris : Suhrawardi,SH Nomor : 08 tahun 2000 untuk pertama kali berkantor di Jl. Pembangunan No. 25 Medan Kec. Medan Helvetia.

Adapun tujuan berdirinya Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara (YAPENSU), dalam lembaran Akte Notaris adalah :

1. Membantu dan membina anak-anak jalanan, sehingga dapat melepaskan diri dari lingkungan kehidupan jalanan.

2. Melakukan rehabilitasi anak-anak jalanan.


(37)

4. Memberikan bantuan kepada anak-anak jalanan dalam usaha membantu dan membina anak jalanan.

Melihat begitu konplitnya permasalahan anak di Indonesia khususnya propinsi Sumatera Utara, banyak hal yang belum diatur dalam Akte Notaris YAPENSU yang menyangkut tujuan pendirian Yayasan, sehingga dalam melakukan aktifitasnya sering mengalami kendala. Untuk itu didalam mengakomodir kebutuhan pelayanan dan pembinaan serta memperluas ruang gerak yayasan, pada tahun 2005 Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara merubah Akte Notaris yaitu Peris Maha, SH Nomor : 05 Tanggal 04 Maret 2005.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akses pelayanan dengan memperluas ruang gerak, adapun tujuan YAPENSU adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis pemberdayaan ekonomi lemah dan bantuan sosial masyarakat.

2. Berperan untuk memajukan Pendidikan Nasional baik formal maupun informal.

3. Meningkatkan sumber daya manusia guna meningkatkan skill dan pengetahuan anak-anak bagsa.

4. Perpartisipasi dalam pembaharuan Hukum Nasional untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap warga negara.

Selanjutnya untuk mencapai tujuan yayasan tersebut diatas, yayasan akan menjalankan kegiatan usaha sebagai berikut :

1. Memberikan bantuan dalam arti seluas-luasnya dalam peningkatan kesejahteraan anak dan keluarga.


(38)

2. Melakukan berbagai pelatihan keterampilan sesuai bakat dan minat anak guna meningkatkan keterampilan dan pengetahuan anak.

3. Menyelenggarakan Pendidikan Luar Sekolah seperti; Pendidikan kesetaraan, kursus dan penelitian.

4. Berperan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak dari tindakan kekerasan serta resiko kecelakan.

5. Ikut serta dalam pembinaan moral anak dan generasi muda melalui penyuluhan dan supervise terutama menyangkut masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

6. Berperan serta dalam menegakkan hak azasi manusia demi tercapainya kemenusiaan yang adil dan beradab sesuai harkat dan martabatnya.

7. Menjalin kerjasama dengan pihak lain baik pemerintah maupun swasta ataupun badan hokum oganisasi dalam maupun luar negeri demi tercapainya tujuan yayasan dalam arti seluas-luasnya.

8. Mendirikan sanggar yayasan berupa; Rumah singgah, PKBM, Life Skill berupa pelatihan komputer.

9. Berperan dalam lingkungan hidup, terutama yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan anak.


(39)

4.2. Gambaran Umum YAPENSU

a. Nama organisasi : Yayasan Peduli Sumatera Utara (YAPENSU) b. Alamat kantor : Jln. Tri Tura No.7 Titi Kuning

Pada bulan Februari 2008, Yayasan ini pindah kejalan Tritura No.7 Titi Kuning yang sebelumbnya yayasan ini berada di jalan Sei Wampu No. 111. Yayasan ini didirikan pada tahun 1999 dan diakte notariskan pada tahun 1999 oleh Lolita Pulungan, SH yang kemudian berubah pada bulan Mei tahun 2000 oleh Drs. Togar Sirait kepada Suhrawardi, SH. Yayasan ini berada tepat di tepi jalan besar Tritura Titi Kuning, sehingga mudah untuk di jangkau.

Visi YAPENSU adalah : Meningkatkan kesejaheraan masyarakat khususnya anak dan generasi muda dan setiap orang harus mendapatkan hak-haknya. Misi YAPENSU adalah sebagai berikut:

a. Memobilisasi usaha-usaha untuk mempromosikan seluruh hak-hak masyarakat terutama hak anak untuk memperoleh kesejahteraan sosial kemasyarakatan.

b. Menjalin dan mengembangkan jaringan kemitraan dalam bidang usaha kesejahteraan sosial.


(40)

4.3. Susunan Kepengurusan

Berdasarkan data maka pengurus YAPENSU adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Data Kepenggurusan di YAPENSU

No. Nama Jabatan Pendidikan Akhir

01. Drs. Togar Sirait Direktur Eksekutif S1

02. Harvina Suanti Sekretaris SMA

03. Megawaty Simamora, STh Bendahara S1

04. Roger Anggota SMA

05. Ferry Sirait,ST Anggota S1

06. Simon Sitpu, S.Sos Anggota S1

07. Drs. Sondang Siahaan Anggota S1

08. Drs. Viktor Manurung Anggota S1

09. Eva Regina, SS Anggota S1

4.4. Stuktur Organisasi YAPENSU

Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan, organisasi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan orang-orang yang berkerja sama dalam usahanya mencapai tujuan agar usahanya mencapai tujuan. Agar usaha kerja sama tersebut dapat berhasil atau dapat tercapai maka didalam organisasi diperlukan struktur organisasi yang tegas dan jelas. Hal ini dimaksudkan agar ada kejelasan terhadap segala aktivitas individual dalam organisasi tidak tumpah tindih.

Demikianlah halnya dengan YAPENSU sebagai suatu organisasi formal juga mempunyai struktur organisasi. Stuktur organisasi YAPENSU adalah sebagai berikut:


(41)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi YAPENSU

DEWAN PEMBINA DEWAN PENGURUS DEWAN PENGAWAS

PIMPINAN PROGRAM

BENDAHARA SEKRETARIS

KOORDINATOR BIDANG KORDINATOR BIDANG

STAF VOLUNTER STAF VOLUNTER STAF


(42)

4.4.1 Pembagian Tugas Secara Umum A. Dewan Pembina

1. Berwewenang untuk merubah Anggaran Dasar

2. Mengangkat dan memberhentikan anggota Pengurus dan Pengawas

3. Menetapkan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan. 4. Mengesahkan progaram kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan. 5. Menetapkan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan. B. DEWAN PENGURUS

1. Bertanggun jawab penuh atas kepenggurusan untuk kepentingan dan tujuan yayasan di luar maupun dalam pengadilan.

2. Mengorganisir kepengurusan untuk melaksanakan kegiatan dan tujuan yayasan.

3. Menjalin kerja sama dengan pihak luar/mitra dengan persetujuan Pembina. 4. Membuat laporan secara periodik terhadap Pembina dan Lembaga Donor. 5. Dalam menjalankan tugasnya pengurus bertanggung jawab kepada Pembina

yayasan.

C. DEWAN PENGAWAS

1. Melaksanakan pengawasan kepada pengurus dalam menjalankan tugas yayasan

2. Memberikan nasehat kepada pengurus untuk kepentingan dan tujuan yayasan. 3. Memberikan laporan kepada pembina mengenai pelanggaran oleh pengurus


(43)

4. Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab melaksanakan tugas untuk kepentingan yayasan.

D. PIMPINAN PROGRAM

1. Memimpin dan mengorganisir badan eksekutif dalam melaksanakan program. 2. Melakukan manajemen program.

3. Mengangkat dan memberhentikan badan eksekutif.

4. Melakukan pengawasan dan penilaian terhadap staf/pekerja sosial. 5. Menjalin kerja sama dengan luar/mitra atas persetujuan Dewan Pegurus. 6. Bersama-sama dengan Pengurus bertanggung jawab terhadap Dewan Pembina

dan lembaga donor serta memberikan laporan secara periodik 4.5. Sarana Dan Prasarana Yayasan

Sarana dan prasarana dalam suatu organisasi sangat penting dalam mendukung berbagai aktivitas yayasan, guna mencapai tujuan organisasi. Bagunan YAPENSU berada di jalan Tritura No. 7 – Kel Titi Kuning – Kec. Medan Johor. Gedung seluruhnya permanen 3 lantai, dalam status sewa. Adapun prasarana gedung yayasan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2. Prasarana Gedung YAPENSU

No. Komponen Jumlah Keterangan

01. Ruang kantor Yayasan 1 Ruang Adm dan ruang kerja di lantai 3

02. Ruang perpustakaan 1 Lantai 1

03. Ruang belajar 5 Lantai 1 dan lantai 2

04. Ruang pelatihan 2 Lantai 3

05. Ruang tamu 2 Lantai 1 dan lantai 3


(44)

07. Ruang solat 1 Lantai 2

08. Ruang dapur 1 Lantai 2

09. Ruang/kamar tidur 2 Lantai 2 dan lantai 3

10. Kamar mandi 3 Lantai 1, lantai 2, dan lantai 3

4.6. Sarana Fasilitas Operasional YAPENSU

Tabel 4.3. Fasilitas Operasional YAPENSU

No. Jenis Sarana Jumlah Keterangan

01. Kursi balajar 50 Jenis bangku kuliah

02. Kursi plastik 60 Digunakan untuk pertemuan 03. Meja belajar 20 Digunakan dalam kegiatan belajar

04. Televis 1

05. Whiteboard 6

06. Meja komputer 8

07. Komputer 8

08. Printer 2

09. Orderdil komputer 10

10. Kamera 2

11. File kabinet 2

12. telepon 1

13. Lemari buku 4

14. Buku refrensi 500

4.7. Lokasi Pedampingan

Wilayah dampingan YAPENSU berada pada wilayah kota Medan terutama Kecamatan Medan Johor, namun memiliki wilayah-wilayah kecamatan, antara lain:

1. Perempatan jalan/simpang Titi Kuning 2. Lapangan Gajah mada


(45)

3. Pasar tradisional simpang Limun 4. Terminal Amplas

5. Pasar Pringgan

6. Perempatan lampu merah kapten Muslim 7. Perempatan jalan Katamso

8. Perempatan jalan Katamso

9. Stasiun Bus di wilayah jalan Sisigamaraja.


(46)

BAB V

ANALISA DATA

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Peduli Anak Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Titi Kuning No.7. Data primer yang diperoleh dari hasil penyebaran angket dan wawancara yang diajukan kepada 23 orang yang mewakili 115 anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU. Teknik pengambilan sampel yang dipakai peneliti adalah purposive sampling yaitu dengan pertimbangan usia anak putus sekolah antara 10-18 tahun.

Adapun data-data yang dianalisa dalam bab ini adalah: 5.1. Karekteristik Responden

Tabel 5.1.

Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Laki-laki Perempuan

9 14

39,13 60,87

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa seluruh responden berjumlah 23 orang dan kebanyakan berjenis kelamin laki-laki yaitu 14 orang (60,87%) dari jumlah keseluruhan responden. Sedangkan responden perempuan hanya 9 orang (39,13%) dari jumlah keseluruhan responden yang dibina di YAPENSU.

Ini tidak berarti bahwa anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU adalah anak laki-laki dan tidak juga keseluruhan anak yang dibina di YAPENSU semuanya anak perempuan. Namun hal ini disebabkan ketika pengambilan data, tidak semua anak yang


(47)

hadir terutama anak perempuan. Kebanyakan dari mereka melakukan rutinitas mereka yaitu bekerja membantu orang tuanya dalam mencari nafkah.

Tabel 5.2.

Distribusi Berdasarkan Kelompok Umur Responden

No. Kelompok Umur Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun

4 13

6

17,39 56,52 26,09

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu 13 orang (56,52%) usia anak yang putus sekolah yang dibina di YAPENSU adalah 13-15 tahun, sedangkan pada usia 16-18 tahun berjumlah 6 orang (26,09%), dan pada usia 10-12 tahun hanya 4 orang (17,39%).

Hal ini menunjukkan bahwa usia anak yang putus sekolah yang berada di YAPENSU sangatlah beragam. Pada umumnya anak putus sekolah tersebut adalah anak yang berusia remaja yang masih duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama (13-15 tahun). Usia mereka ini tergolong masih sangat muda dan seharusnya mereka bersekolah bukanya bekerja untuk membantu orang tuanya dalam mencari nafkah.

Pada usia inilah semestinya anak-anak tersebut mengisi masa kecilnya dengan bersekolah dan bermain, bukannya memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tetapi karena keadaan ekonomi keluarga yang minim, mereka dituntut untuk dapat ikut memenuhi kebutuhan keluarga. Hal inilah yang menyebabkan mereka meninggalkan bangku sekolah.


(48)

Dilihat dari jenis kelamin, baik responden laki-laki maupun responden perempuan besarnya jumlah anak putus sekolah pada kelompok usia 13-15 tahun menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang putus sekolah adalah mereka yang yang berusia remaja yang seharusnya mereka bersekolah karena mereka merupakan aset bangsa yang potensial.

Tabel 5.3.

Distribusi Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Kelas 4-6 SD Kelas 1-3 SLTP Kelas 1-2 SLTA

9 11

3

39,13 47,83 13,04

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.3. di atas menunjukkan bahwa anak-anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU meninggalkan bangku sekolah pada jenjang SD dan SLTP hampir seimbang. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3 anak putus sekolah pada tingkat SD ada 9 orang (39,13%) dan pada tingkat SLTP ada 11 orang (47,38%). Sedangkan anak yang putus sekolah dikelas 1-2 SLTA ada 3 orang (13,04%).

Hal ini menunjukkan bahwa cukup banyak anak yang berusia sekolah tidak dapat melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi lagi (putus sekolah). Hal ini sangatlah mengkhwatirkan karena akan mengakibatkan anak-anak yang disebut generasi penerus bangsa akan menjadi semakin malas untuk bersekolah dan mereka akan semakin terbelakang (bodoh). Penyebab utama putus sekolah adalah keterbatasan biaya untuk sekolah atau untuk melanjutkan sekolah mereka karena orang tua mereka memiliki perekonomian yang rendah.


(49)

5.2. Karakteristik Keadaan Keluarga Responden Tabel 5.4.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Memiliki Keluarga

No. Memiliki Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Ya Tidak

23 -

100,00 -

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.4. di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden yaitu 23 responden (100%) memiliki keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa anak putus sekolah yang di bina di YAPENSU masih memiliki keluarga, hanya saja orang tua mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya salah satunya adalah pendidikan sehingga meyebabkan responden ikut bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga.

Keluarga ialah unit terkecil dalam masyarakt yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau anak-anaknya. Keluarga adalah tempat yang terpenting, dimana anak memperolah dasar dalam membentuk kemampuanya agar kelak menjadi orang yang berhasil didalam masyarakat. Maka demikian melalui keluarga maka kebutuhan fisik, intelektual, sosial, emosional dan kebutuhan moral anak dapat terpenuhi dengan baik oleh keluarganya serta lingkungannya.

Kelangsungan hidup dan tumbuh berkembang anak sangat dipengaruhi oleh berfungsinya keluarga. Keluarga, baik itu keluarga batih/inti maupun keluarga besar mempunyai fungsi atau kedudukan sebagai berikut:


(50)

1. Fungsi Reproduksi; mencakup kegiatan melanjutkan keluarga secara terencana sehingga menunjang terciptanya kesinambungan dan kesejahteraan sosial keluarga.

2. Fungsi Afeksi; meliputi kegiatan menumbuh kembangkan hubungan sosial dan kejiwaan yang diwarisi oleh rasa kasih sayang, ketentaram dan kedekatan.

3. Fungsi Perlindungan yaitu; menghindari anggota keluarga dari situasi atau tindakan yang dapat membahayakan atau menghambat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

4. Fungsi Pendidikan; untuk meningkatkan kemampuan maupun sikap dan prilaku anggota-anggota keluarga guna mendukung proses penciptaan kehidupan dan penghidupan keluarga yang sejahtera.

5. Fungsi Keagamaan; untuk meningkatkan hubungan angota keluarga dengan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga keluarga dapat menjadi wahana persemaian nilai-nilai keeagamaan, guna membangun jiwa anggota keluarga yang beriman dan bertaqwa.

6. Fungsi Sosialisasi; untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai sosial/kebersamaan bagi anggota keluarga guna menciptakan suasana harmonis dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

7. Fungsi Ekonomi; mencari nafkah, merencanakan, meningkatkan pemeliharaan dan mendistibusikan penghasilan keluarga guna meningkatkan dan melangsungkan kesejahteraan keluarga.


(51)

8. Fungsi Kontrol Sosial; menghindarkan anggota keluarga dari prilaku menyimpang serta membantu mengatasinya guna menciptakan suasana kehidupan keluarga dan masyarakat yang tertib, aman dan tentram (Gunarsa, 1987:39-40).

Tabel 5.5.

Distribusi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Responden

No. Jumlah Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

1-3 orang 4-6 orang 7-9 orang

5 16

2

21,74 69,56 8,70

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Tabel 5.5. menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak 16 orang (69,56%) memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 4-6 orang, dan 5 orang (21,74%) memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 1-3 orang dan selebihnya yaitu 2 responden memiliki jumlah anggota 7-9 orang.

Jumlah keluarga yang besar cenderung membuat keluarga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Prinsip “banyak anak, banyak rejeki” tidak selalu benar. Hal ini terlihat dari gambaran anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU. Jumlah anggota keluarga yang banyak mengakibatkan orang tua tidak mampu untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Kemiskinan meyebabkan anak-anak berhenti sekolah dan terpaksa membantu orang tua mencari penghasilan tambahan. Bersekolah boleh jadi mereka anggap mengurangi pengeluaran ekonomi keluarga yang kurang mampu. Akibatnya putus sekolah menjadi pilihan.


(52)

Tabel 5.6.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tinggal Tidaknya Responden Dengan Keluarga

No. Tinggal Dengan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Ya Tidak

18 5

78,26 21,74

Jumlah 23 100,00

Sumber:Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.6. di atas menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah yang tinggal dengan keluarganya lebih banyak yaitu 18 orang (78, 26%) dari anak putus sekolah yang tidak tinggal dengan keluarganya yaitu 5 orang (21,74%).

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak yang putus sekolah yang dibina di YAPENSU tinggal bersama keluarganya, dan biasanya mereka masih dalam pengawasan orang tua mereka, hanya saja mereka putus sekolah karena orang tua mereka tidak memiliki biaya untuk menyekolahkan mereka. Sehingga orang tuanya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah mereka. Bagi responden yang tidak tinggal dengan keluarganya, biasanya mereka tinggal dengan sanak saudara mereka dan tinggal bersama teman mereka. Hal ini disebabkan karena sebagian orang tua mereka sudah meninggal dan ada juga orang tua mereka yang bercerai yang membuat mereka tidak nyaman tingal di rumah mereka.


(53)

Tabel 5.7.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Orang Tua Responden

No. Status Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

Bercerai Tidak bercerai Ayah/Ibu meninggal Ayah & Ibu meninggal

9 11

3 -

39,13 47, 83

13,04 -

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5,.7. dapat diketahui bahwa mayoritas responden yaitu 11 orang (47,83%) yang status orang tuanya tidak bercerai, dan 9 orang (39,13%) yang status orang tuanya telah bercerai, sedangkan 3 orang responden (13,04%) ayah/ibu telah meninggal dan tidak ada dari responden yang ayah dan ibunya meninggal.

Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU masih memiliki orang tua atau keluarga yang utuh. Hanya sebagian kecil dari responden yang memiliki keluarga yang tidak utuh salah satu penyebabnya adalah perceraian. Tetapi hal ini sangat menggangu perkembangan anak tersebut. Diketahui bahwa anak yang memiliki orang tua bercerai tidaklah selalu menguntungkan, kehilangan salah satu orang tua menyebabkan anak tidak bersemangat untuk belajar dan bersekolah.


(54)

Tabel 5.8.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Saudara-Saudara Responden Terhadap Keluarga

No. Hubungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Harmonis Kurang harmonis Tidak harmonis

9 12

2

39,13 52,17 8,70

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.8. di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 12 orang (52,17%) berasal dari keluarga yang kurang harmonis/hubungan antar saudara kurang harmonis, sedangkan dari keluarga yang harmonis ada 9 orang (39,13%), dan dari keluarga yang tidak harmonis hanya ada 2 orang (8,70%).

Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki hubungan dengan keluarga kurang harmonis. Kekurang harmonisan keluarga faktor utamanya disebabkan oleh kemiskinan dimana anggota keluarga merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga didalam keluarga tersebut sering terjadi pertengkaran-pertengkaran.

Dalam keadaan yang normal, lingkungan yang pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudaranya serta kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah anak mengalami proses sosialisasi (Soerjono, 1990:70).

Meningkatnya masalah keluarga seperti: kemiskinan, pengangguran, perceraian, kawin muda serta kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan hubungan dalam keluarga kurang harmonis bahkan tidak harmonis. Kenyamanan yang diharapkan anak


(55)

dalam keluarga tidak dapat diperoleh lagi. Pertengkaran antara sesama anggota keluarga menyebabkan kurangnya komunikasi.

Agar anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas, maka tugas tersebut menjadi tanggung jawab orang tua. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya memberikan yang menjadi hak-hak anak sebagai manusia.

Belum terpenuhinya hak-hak anak disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Ali Bustam (Parhusip & Sudirman, 2006:70) hal ini dipengaruhi oleh hubungan yang tidak serasi dalam keluarga, ketegangan dan perceraian orang tua, orang tua terlalu sibuk sehingga kurang memperhatikan anak, ketidak mampuan orang tua secara sosial dan ekonomi, dan pengaruh lingkungan yang sifatnya negatif.

Tabel 5.9.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Orang Tua Terhadap Responden

No. Sikap Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Perhatian

Kurang perhatian Tidak perhatian

9 13

1

39,13 56,52 4,35

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu 13 orang (56,52%) berpendapat bahwa sikap orang tua responden terhadap responden adalah kurang perhatian, sedangkan 9 responden (39,13%) berpendapat bahwa orang tua mereka


(56)

perhatian, dan hanya 1 orang (4,35%) saja yang berpendapat bahwa orang tuanya tidak perhatian terhadap responden.

Berdasarkan data tersebut jelas terlihat bahwa mayoritas responden kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hal ini disebabkan karena orang tua yang sibuk di luar serta mencari kesibukan-kesibukan yang lain di luar untuk menghindari masalah yang ada di rumah sehingga tidak menghiraukan lagi cara belajar anak bahkan pendidikan bagi anaknya.

Sikap orang tua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan sebaliknya perlakuan orang tua terhadap anak mempengaruhi sikap anak terhadap orang tua. Pada dasarnya hubungan orang tua dengan anak tergantung pada sikap orang tua. Jika sikap orang tua perhatian, maka hubungan orang tua akan jauh lebih baik dari pada sikap orang tua yang tidak positif, tidak akan ada masalah. Sikap orang tua tidak hanya mempunyai pengaruh kuat pada hubungan didalam keluarga, tetapi juga pada sikap dan perilaku anak.


(57)

Tabel 5.10.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Orang tua Responden

No. Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. Buruh Kuli bangunan Supir Pedagang Pengangguran Dan lain-lain 4 7 3 6 2 1 17,39 30,43 13,04 26,09 8,70 4,35

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Data pada tabel 5.10. menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab bahwa orang tua responden bekerja sebagai kuli bangunan yaitu ada 7 responden (30,43%), selanjutnya bekerja sebagai pedagang ada 6 responden (26,09%), buruh ada 4 responden (17,39%), supir 3 responden (13,04%), sedang orang tua responden yang menganggur ada 2 responden (8,70%), yang memberikan jawaban dan lain-lain (bekerja sebagai PNS) hanya 1 responden (4,35%).

Dapat dilihat dari tabel 5.10 di atas bahwa sebagian besar orang tua dari anak putus sekolah yang berada di YAPENSU masih bekerja sebagai pekerja kasar. Pendapatan dari pekerjaan itu pastilah tidak mencukupi semua kebutuhan anak terutama pendidikan. Apalagi dengan jumlah angggota keluarga yang besar. Maka sangatlah tidak mungkin untuk terpenuhinya kebutuhan hidup mereka

Salah satu penyebab utama permasalahan anak putus sekolah adalah faktor kemiskinan, terlebih lagi dengan adanya krisis yang melanda Indonesia yang membuat mereka semakin terpuruk. Kemiskinan dan putus sekolah dapat dianggap sebagai dua sisi dari satu mata uang. Kemiskinan yang mendera sebagian besar keluarga kurang mampu


(58)

menyebabkan mereka tidak dapat menyekolahkan anak-anaknya secara optimal. Akibatnya putus sekolah menjadi pilihan.

5.2. Efektivitas Program Pendidikan 5.3.1. Tujuan

Tabel 5.11.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Pogram Yang Diambil Oleh Responden

No. Program Yang Diambil Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

Pendidikan Paket A Pendidikan Paket B Pendidikan Paket C

Pendidikan Keterampilan (komputer)

4 10

4 5

17,39 43.48 17,39 21,74

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.11. di atas dapat diketahui bahwa anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU lebih banyak mengambil program paket B setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yaitu sebanyak 10 orang (43,48%), untuk pendidikan paket A setara dengan Sekolah Dasar (SD) dan paket C setara dengan Sekolah Lanjutan Tingtkat Atas (SLTA) ada 4 orang (17,39%). Sedangkan untuk pendidikan keterampilan/life skill

komputer sebanyak 5 orang (21,74%).

Alasan responden untuk mengikuti pendidikan kejar paket adalah masalah ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan mereka untuk melanjutkan sekolah mereka. Dari tersebut dapat dilihat bahwa masih banyak anak usia remaja yang putus sekolah. Anak remaja yang masih labil dan masih mencari identitas diri terpaksa putus sekolah.


(59)

Mereka terpaksa meninggalkan sekolah dan teman-temannya yang masih terus bersekolah, dan terpaksa menelan kenyataan pahit sebagai orang gagal dan tereliminasi.

Tabel 5.12.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sumber Informasi Tentang YAPENSU

No. Sumber Informasi Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4.

Teman Orang tua Pekerja sosial Tahu sendiri

7 1 11

4

30,43 4,35 47,83 17,39

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Pada tabel 5.12. tentang sumber informasi mengenai keberadaan YAPENSU, para responden lebih banyak tahu dari pekerja sosial yaitu 11 orang (47,83%). Ada juga anak-anak tersebut mengetahui keberadaan YAPENSU dari teman-teman mereka yaitu sebanyak 7 orang (30,43%). Sedangkan mereka yang mengetahui sendiri ada 4 orang (17,39%) dan dari orang tuanya hanya 1 orang saja (4,35%).

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi tentang YAPENSU dari pekerja sosial, karena pekerja sosial sering melakukan penjangkauan ke daerah-daerah untuk mengajak anak-anak yang putus sekolah untuk bergabung ke YAPENSU untuk mendapatkan pendidikan kembali. Hal ini membuat responden sangat senang karena masih ada orang yang mau peduli terhadap masalah pendidikan anak-anak yang putus sekolah. Hal ini yang membuat mereka bersemangat kembali untuk bersekolah, dan mereka tidak ingin mensia-siakan kesempatan maupun perhatian yang diberikan kepada mereka. Hampir semua anak-anak yang dibina di YAPENSU


(60)

mengatakan akan berjuang untuk menyelesaikan pendidikan mereka karena kesempatan tidak akan datang dua kali.

Mereka mendapatkan informasi dari teman-teman mereka adalah teman mereka yang dulunya pernah menjadi murid/anak binaan di YAPENSU.

Tabel 5.13.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Responden Untuk Menulis Dan Membaca

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Ya Tidak

23 -

100 -

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Berdasarkan tabel 5.13. menunjukkan bahwa seluruh responden yaitu 23 orang (100%) menjawab bahwa merka telah mampu menulis dan membaaca. Menurut anak-anak yang putus sekolah yang dibina di YAPENSU mengatakan bahwa setelah mereka menjadi peserta didik di YAPENSU mereka menjadi mampu untuk menulis dan membaca. Mereka juga mengatakan bahwa banyak kentungan/manfaat yang mereka peroleh ketika mereka berada di YAPENSU, salah satunya adalah menulis dan membaca.


(61)

Tabel 5.14.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan/Wawasan Responden Bertambah

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2.

Ya Tidak

21 2

91,30 8,70

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Berdasarkan data pada tabel 5.14. dapat diketahui bahwa ada 21 orang (91,30%) yang mengatakan bahwa pengetahuan/wawasan mereka bertambah, dan hanya 2 orang (8,70%) saja yang berpendapat bahwa pengetahuan/wawasannya tidak bertambah.

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan pengetahuan/wawasan. Pengetahuan/wawasan mereka bertambah setelah mereka mengikuti program-program yang ada di YAPENSU. Keingintahuan mereka yang besar tentang suatu pelajaran membuat anak-anak tersebut ingin lebih maju dari temannya, baik itu temannya yang ada di lingkungan rumahnya maupun teman-temannya yang ada di YAPENSU.

Disamping itu, ada responden yang menyatakan bahwa responden tidak mendapatkan pengetahuan/wawasan dari YAPENSU hal ini karena responden sendiri kurang aktif mengikuti program-program yang diberikan YAPENSU.


(62)

Tabel 5.15.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Responden Mengikuti Program

No. Mengikuti Program Frekuensi Persentase (%)

1. 2. Baik Tidak baik 21 2 91,30 8,70

Jumlah 23 100,00

Sumber: Data Primer 2008

Dari tabel 5.15. di atas dapat dilihat bahwa ada 21 responden (91,30%) mengikuti program-program yang ada di YAPENSU dengan baik, sedangkan yang tidak mengikuti program dengan baik hanya 2 orang saja (8,70%).

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU mengikuti program-program yang ada di YAPENSU dengan baik, hal ini karena program-program yang diberikan kepada responden sangat bermanfaat bagi responden dan program-program tersebut sangat menarik. Penulis juga dapat melihat dari ekpresi mereka ketika mereka mengikuti kegiatan belajar mengajar di YAPENSU, mereka sangat antusias mengikuti pelajaran yang dibawakan pekerja sosial.

Tabel 5.16.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketertarikan Responden Mengikuti Program

No. Ketertarikan Mengikuti Program Frekuensi Persentase (%)

1. 2. Tertarik Tidak tertarik 22 1 95,65 4,35

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Pada tabel 5.16. menunjukan bahwa ada 22 responden (95,65%) yang merasa tertarik dengan program-program yang ada di YAPENSU, dan hanya 1 orang saja


(63)

(4,35%) responden yang berpendapat bahwa mereka tidak tertarik mengikuti program-program yang ada.

Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendapat bahwa mereka sangat tertarik dengan program-program yang ada di YAPENSU, hal ini disebabkan karena program-program yang ada di YAPENSU memberikan manfaat yang sangat besar bagi mereka, mereka juga sangat terbantu untuk memperoleh pendidikan.

Disamping itu, ada 1 orang anak-anak berpendapat bahwa mereka tidak tertarik mengikuti program-program yang ada, hal ini karena menurut responden kegiatan olah raga dan seni musik tidak ada di YAPENSU sehingga ia jenuh dengan program yang ada di YAPENSU.

Tabel 5.17.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pandangan Responden Terhadap Program Di YAPENSU

No. Pandangan Responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Baik

Kurang baik Tidak baik

20 3 -

86,96 13,04

-

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Pada tabel 5.17. menunjukkan bahwa ada 20 responden (86,96%) yang memberikan pandangan terhadap program di YAPENSU adalah baik, selebihnya ada 3 responden (13,04%) yang berpendapat bahwa program yang ada di YAPENSU kurang baik, dan tidak ada responden yang memberikan pandangan terhadap program di YAPENSU tersebut tidak baik.


(64)

Anak-anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU hampir keseluruhan mengatakan bahwa program-program yang ada di YAPENSU baik dan mereka sangat senang bisa berada di YAPENSU. Mereka sangat senang karena masih ada orang atau pihak yang meperhatikan mereka. Dan di Yayasan ini mereka memperoleh banyak teman dan mereka sering bermain bersama.

Tabel 5.18.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemungutan Biaya

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Sering Jarang

Tidak pernah

- -

23 100

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Tabel 5.18 menunjukkan bahwa seluruh responden yaitu 23 oarang (100%) menyatakan bahwa semua responden yang ada di YAPENSU tidak pernah dipungut biaya. Tidak ada responden yang berpendapat bahwa mereka penah dipungut biaya selama kegiatan belajar mengajar di YAPENSU.

Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak putus sekolah yang dibina di YAPENSU tidak pernah dipungut biaya selama kegiatan belajar-mengajar. Hal ini jugalah yang membuat anak-anak binaan di YAPENSU merasa senang belajar atau menjadi murid di YAPENSU karena mereka tidak pernah dibebankan dengan biaya-biaya selama kegiatan belajar berlangsung.


(65)

5.3.2. Waktu

Tabel 5.19.

Distribusi Frekuensi Belajar

No. Frekuensi Belajar Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam - 23 - - - 100 - -

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.19. di atas dapat dilihat bahwa frekuensi belajar yang diterima anak-anak putus sekolah dari YAPENSU dalam sehari adalah 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari tabel 5.19. bahwa seluruh responden yang menjawab bahwa frekuensi belajar yang mereka terima dari YAPENSU dalam sehari adalah 4 jam. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar di YAPENSU terjadwal dengan baik. Anak-anak putus sekolah yang berada di YAPENSU meresa senang dan puas dengan pelajaran yang mereka terima dari YAPENSU.

Tabel 5.20.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Yang Dibutuhkan Responden Untuk Dapat Menulis Dan Membaca Setelah Dibina Di YAPENSU

No. Waktu Yang Dibutuhkan Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Sudah dapat membaca

9 3 1 - 10 39,13 13,04 4,35 - 43,48

Jumlah 23 100,00


(66)

Berdasarkan data pada tabel 5.20. di atas dapat diketahui bahwa ada 13 responden (56,52%) berpendapat bahwa setelah anak-anak putus sekolah dibina di YAPENSU mereka membutuhkan waktu untuk dapat menulis dan membaca sekitar 1 bulan. Sedangkan yang membutuhkan waktu 2 bulan untuk menulis dan membaca ada 3 orang (13,04%) dan untuk 3 bulan ada 1 orang (4,35%) saja. Selebihnya responden sudah dapat menulis dan membaca sebelum masuk ke YAPENSU yaitu ada 10 orang (43,48%).

Responden yang belum dapat menulis dan membaca sebelum masuk ke YAPENSU ini adalah anak-anak yang belum pernah mengecap pendidikan di sekolah. Melihat hal tersebut di YAPENSU siswa-siswa yang tidak dapat menulis dan membaca diberi perhatian khusus, sehingga mereka dapat menerima dan memahami pelajaran atau materi yang diberikan selanjutnya.

Sedangkan responden yang telah dapat menulis dan membaca sebelum masuk di YAPENSU adalah mereka yang sebelumnya pernah duduk di bangku sekolah tetapi akibat kurangnya dana orang tua untuk melanjutkan pendidikan mereka maka mereka terpaksa memilih untuk putus sekolah dari pendidikan formal dan melanjutkannya ke YAPENSU.


(67)

Tabel 5.21.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Program Terjadwal

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2. Terjadwal Tidak Terjadwal 23 - 100 -

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Dari tabel 5.21. di atas menunjukkan bahwa seluruh responden yaitu 23 orang (100%) mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di YAPENSU telah terjadwal dengan baik. YAPENSU membuat jadwal agar program yang dibuat terlaksana sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, sehinggga rencana atau tujuan yang telah ditentukan dapat tercapai.

Tabel 5.22.

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Program Yang Ada Sesuai Dengan Jadwal

No. Program Sesuai Jadwal Frekuensi Persentase (%)

1. 2. Ya Tidak 20 3 86,96 13,04

Jumlah 23 100,00

Sumber: Kuesioner Penelitian 2008

Tabel 5.22. diatas dapat dilihat bahwa ada 20 responden (86,96%) yang berpendapat bahwa program di YAPENSU sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, selebihnya ada 3 responden (13,04%) yang berpendapat bahwa program yang ada di YAPENSU tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Hal ini karena responden tersebut kurang aktif mengikuti program yang diberikan oleh YAPENSU, sehingga responden tersebut tidak mengetahui perkembangan dan informasi yang ada di YAPENSU.


(1)

KUESIONER

Isi dan silanglah (X) jawaban yang menurut adik-adik benar. Atas kesedian adik mengisi daftar pertayaan ini terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih.

I. Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Usia :

4. Alamat :

5. Pendidikan terakhir :

II. Keadaan Keluarga Responden 6. Apakah adik masih memiliki keluarga?

a. ya b. tidak

7. Apakah adik tinggal bersama keluarga? a. ya

b. tidak, sebutkan ……….

8. Jumlah keluarga adik ………… orang (bapak, ibu, kakak/adik) 9. Bagaimanakah status orang tua adik?

a. bercerai b. tidak bercerai c. ayah/ibu meninggal d. ayah dan ibu meninggal

10. Bagaimana hubungan saudara-saudara adik terhadap keluarga? a. harmonis

b. kurang harmonis c. tidak harmonis


(2)

11. Bagaimanakah perhatian orang tua adik terhadap keluarga? a. perhatian

b. kurang perhatian c. tidak perhatian

12. Apakah pekerjaan orang tua adik? a. buruh

b. kuli bangunan c. supir

d. pedagang e. pengangguran

f. lain-lain, sebutkan………

III. Efektivitas Program Pendidikan A. Tujuan

13. Apakah jenis program yang adik ambil? a. pendidikan paket A

b. pendidikan paket B c. pendidikan paket C

d. pendidikan keterampilan (komputer) 14. Darimanakah adik mengetahui Yayasan ini?

a. teman b. orang tua c. pekerja sosial d. tahu sendiri

15. Setelah adik menjadi peserata didik di YAPENSU, apakah adik mampu menulis dan membaca?

a. ya b. tidak


(3)

16. Apakah program yang diberikan kepada adik dapat menambah wawasan/pengetahuan adik?

a. ya b. tidak

17. Apakah adik mengikuti program tersebut dengan baik? a. ya

b. tidak, (alasannya,………... ………. 18. Apakah adik tertarik mengikuti program tersebut?

a. ya, (alasan,……… b. tidak, (alasan,………..

19. Bagaimana pandangan adik mengenai program di YAPENSU? a. baik

b. kurang baik c. tidak baik

20. Apakah adik pernah dipungut biaya dalam kegiatan belajar? a. sering

b. jarang c. tidak pernah B. Waktu

21. Berapa lamakah frekuensi belajar yang adik terima dalam sehari? a. 3 jam

b.4 jam c.5 jam d. 6 jam

22. Setelah dibina di YAPENSU berapa lama waktu yang adik butuh untuk dapat menulis dan membaca?

a. 1 bulan b. 2 bulan


(4)

23. Apakah ada penjadwalan yang diberikan YAPENSU dalam kegiatan belajar? a. ya

b. tidak

24. Apakah program yang diberikan tersebut sesuai dengan jadwal yang diberikan? a. ya

b. tidak

25. Pernahkan pekerja sosial tidak tepat waktu dalam melaksanakan kegiatan belajar? a. sering

b. jarang c. tidak pernah

26. Menurut adik, apakah perlu ada penambahan jadwal belajar? a. perlu

b. tidak

C. Manfaat

27. Selama adik mengikuti kegiatan belajar/keterampilan, apakah ada perubahan yang adik rasakan di dalam diri adik?

a. ada, sebutkan ………. ……… b. belum ada

28. Apakah adik merasakan manfaat program tersebut? a. ya

b. tidak, (alasannya,………

29. Setelah adik memperoleh pendidikan dan keterampilan, apakah adik sudah memiliki keterampilan/pengetahuan yang nantinya dapat adik jadikan bekal setelah ke luar dari YAPENSU?

a. sudah b. belum


(5)

30. Apakah adik pernah merasakan kesulitan dalam setiap kegiatan belajar? a. ya

b. kadang-kadang c. tidak

31. Setelah adik menjadi salah satu peserta didik di YAPENSU, apakah adik pernah memperoleh prestasi?

a. selalu

b. kadang-kadang c. tidak pernah

32. Apakah adik mengerti pelajaran yang diajarkan oleh pekerja sosial? a. mengerti

b. sedikit mengerti c. tidak mengerti

D. Kemampuan

33. Bagaimana pandangan adik mengenai kegiatan belajar yang diikuti selama ini sudah berlangsung dengan baik?

a. baik b. cukup baik c. kurang baik

34. Bagaimana pandangan adik tentang sarana dan kegiatan belajar/keterampilan yang diberikan?

a. lengkap

b. kurang lengkap c. tidak lengkap

35. Menurut adik, apakah perlu adanya penambahan fasilitas guna menunjang kegiatan belajar?


(6)

a. ya

b. kadang-kadang c. tidak pernah

37. Apakah adik pernah menerima alat-alat tulis dan perlengkapan sekolah lainnya dari YAPENSU?

a. sering b. jarang c. tidak pernah

38. Bagaimana pendapat adik nengenai pekerja sosial dalam menyampaikan materi pelajaran?

a. jelas

b. kurang kelas c. tidak jelas