IMPLEMENTASI TEKNIK LATIHAN ASERTIF DALAM MENGATASI PERILAKU PASIF : STUDI KASUS SISWA “X” PADA PELAJARAN MATEMATIKA DI SMP KEMALA BHAYANGKARI 1 SURABAYA.

(1)

IMPLEMENTASI TEKNIK LATIHAN ASERTIF DALAM

MENGATASI PERILAKU PASIF

(Studi Kasus Siswa “X” Pada Pelajaran Matematika di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya)

SKRIPSI

Oleh :

Miftakhul Hidayah

(D93212088)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM PRODI BIMBINGAN KONSELING


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Implementasi Teknik Latihan Asertif Dalam Mengatasi Perilaku Pasif

(Studi Kasus Siswa “X”

Pada Pelajaran Matematika

di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya)

Oleh:

Miftakhul Hidayah

Penulis berusaha untuk mengupas judul tersebut. Dimulai dengan mendeskripsikan

tentang siswa “X” yang memiliki perilaku pasif, berikutnya melakukan idendifikasi kasus

terhadap siswa “X” , mendiagnosis masalah yang dialami siswa“X”, memberikan terapi teknik latihan asertif dan melakukan evaluasi dan follow up terhadap siswa “X” yang memiliki perilaku pasif.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dikarenakan peneliti ingin mendapatkan sesuatu yang obyekitif dengan mendapat sumber langsung dari guru bimbingan konseling (Konselor), siswa X (klien), wali kelas klien, teman kelasnya. Dalam skripsi ini juga menggunakan studi kasus untuk bisa mengungkapkan kasus siswa secara terperinci.

Hasil dari penelitian ini adalah dari hasil kuesioner dan observasi langsung di kelas peneliti menemukan siswa “X” yang merupakan siswa pasif di kelas pada pelajaran matematika, cenderung pendiam, acuh tak acuh dan tidak memiliki keberanian untuk bertanya atau berpendapat jika tidak mengerti terhadap suatu materi pelajaran matematika. Maka dari itu, dilakukanlah konseling yang dilakukan konselor dengan menggunakan teknik latihan asertif. Diawali dengan mengidentifikasi kasus, mendiagnosis kasus, memberikan terapi serta evaluasi dan follow up dapat diketahui bahwa siswa tersebut tergolong pasif

dalam pelajaran matematika. Dalam proses terapi yang dilakukan siswa “X” dapat mengatasi

perilakunya dengan menunjukan perubahan sikap menjadi lebih aktif dan berani untuk mengemukakan pendapatnya pada guru, dari sinilah dapat di simpulkan bahwa implementasi

teknik latihan asertif cukup berhasil membantu mengatasi perilaku pasif siswa “X” pada

pelajaran matematika.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN DOSEN WALI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

LAMPIRAN ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Konseptual ... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II: KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Teknik Latihan Asertif 1. Pengertian Teknik Latihan Asertif ... 12

2. Tujuan Teknik Latihan Asertif ... 13

3. Langkah-langkah Strategi Latihan Asertif ... 15

4. Manfaat Teknik Latihan Asertif ... 16


(8)

B. Kajian Tentang Perilaku Pasif

1. Pengertian Perilaku Pasif... 18

2. Ciri-ciri Perilaku Pasif ... 21

3. Faktor-faktor penyebab Perilaku Pasif ... 22

4. Akibat siswa berperilaku Pasif ... 25

5. Cara Mengatasi Perlaku Pasif... 26

6. Pelajaran Matematika ... 28

BAB III: METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian... 33

B.Lokasi Penelitian ... 36

C.Sumber Penelitian ... 37

D.Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A.Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Sejarah Sekolah ... 47

2. Fasilitas sekolah ... 48

3. Program Penunjang Kecakapan Hidup / Life Skill ... 48

4. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 49

5. Visi, Misi dan Moto Sekolah ... 49

6. Pengelolaan dan Administrasi Layanan BK ... 49

B.Penyajian Data 1. Deskripsi identifikasi kasus pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 52


(9)

2. Deskripsi tentang diagnosis pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 57 3. Deskripsi tentang prognosis dan treatment pada perilaku pasif siswa “X” dengan

teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 58 4. Deskripsi tentang evaluasi dan follow up pada perilaku pasif siswa “X” dengan

teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 62 C.Analisis Data

1. Analisis tentang identifikasi kasus dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif... 64 2. Analisis tentang diagnosis pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan

asertif ... 65 3. Analisis tentang prognosis dan treatment dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X”

dengan teknik latihan asertif... 71 4. Analisis tentang evaluasi dan tindak lanjut dalam mengatasi perilaku pasif siswa

“X” dalam dengan teknik latihan asertif ... 73

BAB V: PENUTUP

A.Kesimpulan ... 75 B.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN DOSEN WALI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

LAMPIRAN ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Definisi Konseptual ... 8

G. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II: KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Teknik Latihan Asertif 1. Pengertian Teknik Latihan Asertif ... 12

2. Tujuan Teknik Latihan Asertif ... 13

3. Langkah-langkah Strategi Latihan Asertif ... 15

4. Manfaat Teknik Latihan Asertif ... 16


(11)

B. Kajian Tentang Perilaku Pasif

1. Pengertian Perilaku Pasif... 18

2. Ciri-ciri Perilaku Pasif ... 21

3. Faktor-faktor penyebab Perilaku Pasif ... 22

4. Akibat siswa berperilaku Pasif ... 25

5. Cara Mengatasi Perlaku Pasif... 26

6. Pelajaran Matematika ... 28

BAB III: METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian... 33

B.Lokasi Penelitian ... 36

C.Sumber Penelitian ... 37

D.Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV: PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A.Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Sejarah Sekolah ... 47

2. Fasilitas sekolah ... 48

3. Program Penunjang Kecakapan Hidup / Life Skill ... 48

4. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 49

5. Visi, Misi dan Moto Sekolah ... 49

6. Pengelolaan dan Administrasi Layanan BK ... 49

B.Penyajian Data 1. Deskripsi identifikasi kasus pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 52


(12)

2. Deskripsi tentang diagnosis pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 57 3. Deskripsi tentang prognosis dan treatment pada perilaku pasif siswa “X” dengan

teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 58 4. Deskripsi tentang evaluasi dan follow up pada perilaku pasif siswa “X” dengan

teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya ... 62 C.Analisis Data

1. Analisis tentang identifikasi kasus dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif... 64 2. Analisis tentang diagnosis pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan

asertif ... 65 3. Analisis tentang prognosis dan treatment dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X”

dengan teknik latihan asertif... 71 4. Analisis tentang evaluasi dan tindak lanjut dalam mengatasi perilaku pasif siswa

“X” dalam dengan teknik latihan asertif ... 73

BAB V: PENUTUP

A.Kesimpulan ... 75 B.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan sebagai pendengar saja, ketika guru menerangkan mereka justru cenderung diam tanpa ada yang mengajukan pertanyaan, bahkan ketika guru mengajukan sebuah pertanyaan mereka hanya diam, meskipun sebenarnya siswa tidak paham dengan materi yang disampaikan guru, jika ada siswa yang terlibat aktif dalam proses belajar itupun hanya sebagian kecil atau sekitar dua orang saja.

Partisipasi atau keterlibatan belajar dari pihak siswa sangat diperlukan untuk mencapai sebuah proses belajar yang baik. Oleh karena itu siswa harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran di sekolah, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya. Siswa harus memiliki keaktifan di sekolah, memiliki kreativitas serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sekolah.1

1

Indah Puspita Putri, Hubungan Persepsi Terhadap Kompetensi Kepribadian Guru dengan Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2


(14)

2

Perilaku pasif adalah perilaku yang tidak menyatakan perasaan, gagasan dan kebutuhannya dengan tepat serta mengabaikan hak-haknya sendiri. Perilaku pasif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Individu yang pasif akan membiarkan orang lain menentukan apa yang harus dilakukannya dan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa terhadap diri sendiri, bahkan kemungkinan akan berakhir dengan kemarahan dan perasaan tersinggung.2 Seseorang dengan keadasan seperti ini sangat sulit untuk bisa menerima kenyataan yang ada pada dirinya, banyak hal yang membuat individu menjadi berperilaku pasif yakni karena ia tidak mendapat kebahagiaan di rumah maupun di sekolah.3 Hal inilah yang menjadi penghambat seorang indvidu berperilaku non asertif-pasif yang mana hakikatnya adalah bentuk ketidakjujuran emosi, kegagalan diri, keinginan untuk mencari jalan keluar paling mudah, dan bahkan ketidak mampuan untuk memahami diri dan memenuhi kebutuhan untuk bersikap sabar.

Perilaku asertif adalah perilaku yang menunjukan rasa percaya diri yang positif, mampu mengontrol perasaan diri sendiri tanpa rasa takut dan marah. Orang yang asertif akan memiliki kebebasan untuk meluapkan perasaan apapun yang dirasakan, berbeda dengan orang non asertif-pasif, ia cenderung sulit untuk mengungkapkan apa yang dirasakan sehingga

2

Ibtisam Salamatun Nuha , “Hubungan Perilaku Bullying dengan Perilaku Asertif pada

Santriwati”. (Surabaya, UINSA, 2014), 14-15

3

Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus , (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), 114


(15)

3

individu yang berperilaku pasif mengalami kegagalan dalam mengelola emosi, yang akibatnya menurunya semangat belajar dan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Dalam hal ini ada salah satu teknik dalam terapi perilaku (behavioral) yakni tenik latihan asertif (assertive training), yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan klein dengan mengubah perilaku maladaptif dengan menggantinya menjadi perilaku adaptif yang sesuai.

Latihan asertif adalah latihan yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.4 Latihan asertif (assertive training) atau latihan keterampilan sosial adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan yang ditandai oleh kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.5

Pada umumnya teknik untuk melakukan latihan asertif, mendasarkan pada prosedur belajar dalam diri seseorang yang perlu diubah, diperbaiki dan diperbarui. Masters, et al (1987) mengemukakan bahwa teknik yang banyak digunakan untuk latihan asertif adalah latihan berperilaku (behavioral re-hearsal) yaitu melakukan atau melatih suatu tindakan yang cocok dan efektif untuk menghadapi kehidupan nyata yang menimbulkan persoalan pada pasien atau klien. Karena itu latihan ini juga dapat dilakukan untuk kelompok. Jadi tujuan dari latihan berperilaku asertif,

4

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: P.T. Refika Aditama, 2013), 213

5


(16)

4

adalah agar seseorang belajar bagaimana mengganti suatu respon yang tidak sesuai, dengan respon yang baru, yang sesuai.6

Tujuan utama latihan asertif adalah untuk mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh lingkungannya, meningkatkan kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar lebih efektif. Teknik latihan asertif bisa dilakukan dengan bermain peran yang bisa dilakukan oleh konselor dan klien ataupun teman klien yang bisa dijadikan roll model baginya.

Hal ini terjadi di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. ketika dilakukan observasi lapangan terdapat satu siswa yang tergolong pasif pada pembelajaran matematika yakni di kelas VII E SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. Dia tergolong siswa pasif pada saat pembelajaran matematika.

Peneliti mengadakan wawancara dengan wali kelas dan sekaligus guru matematika di kelas tersebut, mengemukakan bahwa siswa tersebut tergolong pasif saat pembelajaran, seusai guru matematika menjelaskan materi sesekali memberikan pertanyaan atau soal pada siswa terkait materi yang sedang di ajarkan, dan guru tersebut memberikan pertanyaan pada

siswa “X” yang ada di kelas tersbut dan siswa tersebut lamban dalam merespon dan menjawab pertanyaan tersebut, dan menurut wali kelasnya yang sekaligus adalah guru matematika di kelas tersebut, juga menyatakan

6


(17)

5

bahwa selama ini siswa tersebut memang tergolong pasif, hal itu di tandai dengan hasil belajarnya baik nilai ulang hariannya maupun pada saat UTS maupun UAS tergolong rendah atau masih dibawah KKM yang ditentukan.

Berdasarkan pemaparan diatas perlu diadakan penelitian mengenai

Implementasi Teknik Latihan Asertif Dalam Mengatasi Perilaku pasif (Studi Kasus Siswa “X” pada pelajaran matematika di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya)”.

B. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini mudah dipahami, tidak menyimpang dan tidak melebar kemana-mana oleh karena itu penulis membatasi permasalan dengan tujuan agar mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, maka dari itu penulis telah menetapkan batasan berikut:

Implementasi teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif

siswa “X” di SMP Kemala Bhayangkati 1 Surabaya. Dalam hal ini

permasalahannya berfokus pada pelajaran matematika yang berlangsung di kelas VII.

C. Rumsan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, tentang layanan konseling individu dalam mengatasi siswa pasif di kelas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana identifikasi kasus pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya?


(18)

6

2. Bagaimana diagnosis pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya?

3. Bagaimana prognosis dan treatment yang diberikan dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya?

4. Bagaimana evaluasi dan follow up dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya?

D. Tujuan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis mempunyai tujuan yang hendak di capai yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan identifikasi kasus pada perilaku pasif siswa

“X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

2. Untuk mendeskripsikan diagnosis pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

3. Untuk mendeskripsikan prognosis atau treatment yang diberikan dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

4. Untuk mendeskripsikan evaluasi dan follow up dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.


(19)

7

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian diharapkan dapat memberi manfaat teoritis yang memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang implementasi teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku siswa “X” di sekolah.

2. Manfaat praktis

1. Bagi penulis

Menambah wawasan penulis mengenai bagaimana implementasi teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku siswa “X” di sekolah. 2. Bagi guru bimbingan dan konseling

Penelitian ini diharapkan dapat di jadikan acuan untuk membantu menyelesaikan permasalahan perilaku pasif siswa di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya agar dapat berani mengemukakan pendapat dan idenya sesuai dengan apa yang ada di pikirannya.

3. Bagi klien

Penelitian ini dapat membantu siswa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi sehingga dapat membuat siswa berani dan percaya diri.


(20)

8

F. Definisi Konseptual

Untuk menghindari kesalah pahaman terhadap judul, serta memudahkan pembaca memahaminya, maka penulis perlu menjelaskan penegasan dalam judul tersebut. Adapun rincian definisinya adalah:

1. Teknik latihan asertif

Latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri dalam tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan

tersinggung, kesulitan menyatakan “tidak”, mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.7 Latihan asertif merupakan latihan keterampilan-sosial yang diberikan pada individu yang mengalami kecemasan, tidak mampu mepertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung.8

Jadi, dapat disimpulkan bahwa teknik latihan asertif merupakan teknik yang dapat melatih individu untuk berani mengemukakan apa yang dialami atau dirasakan. Latihan asertif ini termasuk dalam konseling behavioral dimana konseling behavioral adalah konseling yang bertujuan untuk merubah perilaku.

7

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2005), 118

8


(21)

9

2. Perilaku pasif (pada pelajaran matimatika) adalah perilaku yang tidak menyatakan perasaan, gagasan dan kebutuhannya dengan tepat serta mengabaikan hak-haknya sendiri. Perilaku pasif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri.

Dalam hal ini perilaku pasif dalam proses pembelajaran matematika yang terjadi pada siswa kelas VII E di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya, siswa ini cenderung pasif saat pembelajaran matematika berlangsung dan lamban dalam menerima pelajaran. Beberapa kali diberi sebuah pertanyaan seusai penjelasan materi siswa tersebut sulit untuk menjawab, hal itu terjadi mungkin karena siswa tidak paham atau memang tidak memerhatikan penjelasan guru mata pelajaran.

Jadi, yang di maksud disini adalah bagaimana teknik latihan asertif dapat membantu mengatasi perilaku pasif siswa pada pelajaran matematika dengan beberapa prosedur teknik latihan asertif, sehingga dapat membantu siswa mengatasi perilaku pasifnya. Jika pada saat proses konseling dilakukan diharapkan berhasil sehingga siswa mampu mengikuti pembelajaran matematika dengan baik lebih aktif lagi saat pembelajaran berlangsung sehingga nilai-nilainya menjadi lebih baik.


(22)

10

G. Sistematika Pembahasan

Agar skripsi ini menjadi satu kesatuan yang sistematis, maka pembahasanya akan disusun sebagai berikut :

Bab Pertama: Dalam bab ini penulis memaparkan pendahuluan yang berisi gambaran secara keseluruhan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua: Kajian Teori, meliputi: pengertian latihan asertif, tujuan teknik latihan asertif, prosedur-prosedur teknik latihan asertif, manfaat teknik latihan asertif, kelebihan dan kekurangan teknik latihan asertif. Perilaku pasif siswa meliputi: pengertian perilaku pasif, ciri-ciri perilaku pasif, faktor-faktor penyebab perilaku pasif, akibat dari perilaku pasif, cara mengatasi perilaku pasif siswa.

Bab ketiga: Metode Penelitian, dalam bab ini terdiri dari metode penelitian yang berisi pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

Bab Keempat: Laporan hasil penelitian, pada bab ini berisi tentang hasil penelitian penyajian dan analisis data yang meliputi, gambaran umum sekolah, deskripsi tentang identifikasi pada perilaku pasif

siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya, diagnosis pada perilaku pasif siswa


(23)

11

“X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayankari 1 Surabaya, prognosis dan treatment pada perilaku pasif siswa

“X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangakari

1 Surabaya, evaluasi dan follow up dalam mengatasi perilaku

pasif siswa “X” di SMP Kemala Bhayangkari 1 Suarabaya.

Berikutnya tentang analisis mengenai, identifikasi pada perilaku

pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala

Bhayangkari 1 Surabaya, analisis tentang diagnosis pada

perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP

Kemala Bhayankari 1 Surabaya, analisis tentang prognosis dan treatment pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangakari 1 Surabaya, dan analisis tentang evaluasi dan follow up dalam mengatasi perilaku pasif

siswa “X” di SMP Kemala Bhayangkari 1 Suarabaya.


(24)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Teknik Latihan Asertif

1. Pengertian Teknik Latihan Asertif (Assertive training)

Latihan asertif (Assertive training) digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri dalam tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan

perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan “tidak”, mengungkapkan

afeksi dan respon positif lainnya.1

Latihan asertif dapat di terapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal di mana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak dan benar.2

Sedangkan Rees & Graham (1991) menyatakan bahwa inti dari latihan asertif adalah penanaman kepercayaan bahwa asertif dapat dilatihkan dan dikembangkan, memilih kata-kata yang tepat untuk tujuan yang mereka inginkan, saling mendukung, pengulangan

1

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2005), 118

2

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), 213


(25)

13

perilaku asertif dalam berbagai situasi, dan umpan balik bagi setiap peserta dari trainer maupun peserta.3

Menurut Albert (1977) (salah satu tokoh yang banyak menulis mengenai perilaku asertif), latihan asertif (atau terapi perilaku asertif-asertive behavior therapy, atau latihan ketrampilan sosial-social skills training) adalah prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap, harapan, pendapat, dan haknya.4

Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik latihan asertif adalah teknik yang dapat digunakan konselor pada klien yang mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan yang dialaminy dan tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapatnya.

2. Tujuan Teknik Latihan Asertif

Tujuan utama latihan asertif adalah untuk mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh lingkungannya, meningkatkan kemampuan untuk bersikap jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan pribadi dan sosial agar lebih efektif.

3

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR....tls.... /LATIHAN_ASERTIF.pdf di unduh pada tanggal 3 Desember 2015

4


(26)

14

Sedangkan menurut Fauzan (2010, Lutfifauzan.blogspot.com) terdapat beberapa tujuan assertive training yaitu : 5

a) Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain;

b) Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak;

c) Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain;

d) Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan enak dalam berbagai situasi sosial;

e) Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

Jadi, dapat disimpulakan bahwa tujuan teknik latihan asertif adalah untuk membuat siswa menjadi pribadi yang lebih terbuka dapat mengekspresikan apa yang dirasakan serta tidak canggung atau malu lagi jika harus mengemukakan pendapat atau jawaban bila sedang ditanya oleh guru, dengan siswa lebih terbuka ia akan

5

Turina, Penggunaan teknik Latihan Asertive Training dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015, (Lampung, UNIVERSITAS LAMPUNG, 2015), 20


(27)

15

mampu mengatasi perilakunya yang pasif ketika saat pembelajaran berlangsung.

3. Langkah-langkah Strategi Latihan Asertif

Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur bermain peran. Kecakapan-kecakapan bergaul yang baru akan diperoleh sehingga individu-individu diharapkan mampu belajar untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka.6

Adapun langkah-langkah dalam strategi latihan asertif adalah sebagai berikut:

1) Rasional strategi. Yaitu konselor memberikan rasional atau maksud penggunaan strategi. Konselor memberikan overview tahapan-tahapan implementasi strategi.

2) Identifikasi persoalan yang menimbulkan permasalahan.

Konselor meminta klien untuk menceritakan secara terbuka permasalahan yang dihadapi dan sesuatu yang dilakukan atau dipikirkan pada saat permasalahan timbul.

3) Membedakan perilaku asertif dan tidak asertif serta mengeksplorasi target.

Konselor dan klien membedakan perilaku sertif dan perilaku tidak asertif serta menentukan perubahan perilaku yang diharapkan.

6

http://ismizuniar.blogspot.co.id/2013/05/pengembangan-model-model-konseling.html diunduh pada tanggal 20 agustus 2016


(28)

16

4) Bermain peran, pemberian umpan balik serta pemberian model perilaku yang lebih baik.

Klien bermain peran sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Konselor memberi umpan balik secara verbal, pemberian model perilaku yang lebih baik, pemberian penguatan positif dan penghargaan.

5) Melaksanakan latihman dan praktik.

Klien mendemonstrasikan perilaku yang asertif sesuai dengan target perilaku yang diharapkan.

6) Mengulang latihan

Klien mengulang kembali latihan tanpa pembimbing. 7) Tugas rumah dan tindak lanjut

Konselor memberikan tugas rumah pada klien, dan meminta klien mempraktekan perilaku yang diharapkan dan memeriksa perilaku target apakah sudah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Manfaat Teknik Latihan Asertif

Latihan asertif menurut Corey (1991), bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi mereka yang :

1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung,

2) menunjukan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,


(29)

17

4) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya,

5) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.7

5. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Latihan Asertif 1. Kelebihan pelatihan asertif akan tampak pada:

a. Pelaksanaannya yang cukup mudah.

b. Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti relaksasi, ketika individu lelah dan jenuh ketika berlatih, kita dapat melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu kembali. Pelatihannya juga bisa menggunakan teknik modeling, misalnya konselor mencontohkan sikap asertif langsung dihadapan konseli. Selain itu juga dapat dilakukan melalui kursi kosong, misalnya setelah konseli hendak mengatakan apa yang hendak diutarakan, ia langsung mengutarakannya di depan kursi yang seolah-olah dikursi itu ada seseorang yang di maksud oleh konseli.

c. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui perasaan dan sikapnya.

d. Disamping dilakukan secara perorangan pelatihan ini dapat dilakukan secara kelompok. Melalui latihan-latihan tersebut individu diharapkan mampu menghilangkan

7


(30)

18

kecemasan yang ada pada dirinya, mampu berpikir realistis terhadap konsekuensi atas keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah menerapkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata.

2. Kelemahan pelatihan asertif akan tampak pada:

a. Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri.

b. Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikan dengan teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan membuat jenuh dan bosan konseli atau peserta, atau juga membutuhkan waktu yang cukup lama.8

B. Perilaku Pasif

1. Pengertian perilaku pasif

Perilaku pasif adalah perilaku yang tidak menyatakan perasaan, gagasan dan kebutuhannya dengan tepat serta mengabaikan hak-haknya sendiri. Perilaku pasif ini biasanya bersifat emosional, tidak jujur dan tidak langsung, terhambat dan menolak diri sendiri. Individu yang pasif akan membiarkan orang lain menentukan apa yang harus dilakukannya dan sering berakhir dengan perasaan cemas, kecewa

8

Irvan,”teknik-asertif-training” di akses dari

http://irvanhavefun.blogspot.com/2012/03/tekniaksesk-asertif-training.html pada tanggal 13 juni 2016


(31)

19

terhadap diri sendiri, bahkan kemungkinan akan berakhir dengan kemarahan dan perasaan tersinggung.9

Setiap individu memiliki karakteristik perilaku terbuka dan ada yang tertutup. Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui orang lain tanpa enggunakan alat bantu. Perilaku penutup adalah perilaku yang hanya dapat di mengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut.10

Perilaku pasif berkaitan dengan proses penyesuaian diri dimana seorang individu harus menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Proses penyesuaian diri ini banyak menimbulkan masalah terutama bagi individu itu sendiri. Jika individu itu berhasil memenuhi kebutuhannya sesuai dengan lingkungannya dan tanpa menimbulkan gangguan atau kerugian bagi lingkungannya, hal ini di sebut “well adjusted” (penyesuaian yang baik). Dan sebaliknya jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri tersebut, disebut “maladjusted” (salah usai).

Di atas telah dikatakan bahwa jika individu gagal dalam proses penyesuaian diri maka ia akan sampai pada suatu situasi salah usai dan gejala-gejala salah usai ini akan dimanifestasikan dalam bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang wajar atau sering di sebut sebagai kelainan tingkah laku.

9Ibnatun Salamatun Nuha, Skripsi: “Hubungan Perilaku Bullying dengan Perilaku Asertif pada

Santriwati”. (Surabaya: UINSA, 2014), 14-15

10

Heri Purwanto, Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan, (Jakarta: Kedokteran EGC, 1998), 10


(32)

20

Kenyataan tingkah laku ini sering tampak seperti rendah diri, bandel, agresif, menantang, mengacau kelas, mencuri, menarik perhatian, menyendiri, dan sebagainya. Gejala-gejala semacam itu sering kali banyak menimbulkan berbagai masalah. Tentu saja hal itu tidak bisa dibiarkan terus, karena akan banyak mengganggu baik bagi individu sendiri maupun lingkungan. Mereka yang menunjukan gejala-gejala kelainan tingkah laku, mempunyai kecenderungan untuk gagal dalam proses pendidikannya. Oleh karena itu diperlukan adanya usaha nyata untuk menanggulangi gejala-gejala tersebut.11

Biasanya orang pasif cenderung menanti orang lain menghampiri dirinya dan siap menyodorkan bantuan. Namun orang pasif tidak mengutarakan atau tidak mampu mengungkapkan keinginanya, itulah yang menjadi penyebab orang pasif sering tidak bisa memanfaatkan kesempatan dan cenderung mengalah.

Seseorang dengan keadaan seperti ini sangat sulit untuk bisa menerima kenyataan yang ada pada dirinya, banyak hal yang membuat individu menjadi berperilaku pasif yakni karena ia tidak mendapat kebahagiaan di rumah maupun di sekolah.12 Hal inilah yang menjadi penghambat seorang indvidu berperilaku pasif yang mana hakikatnya adalah bentuk ketidakjujuran emosi, kegagalan diri, keinginan untuk mencari jalan keluar paling mudah, dan bahkan ketidak mampuan untuk memahami diri dan memenuhi kebutuhan untuk bersikap sabar.

11

Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus , (Yogyakarta, Nuha Litera, 2010), 93

12


(33)

21

2. Ciri-ciri perilaku pasif

Adapun beberapa ciri-ciri perilaku pasif yakni: a) Anak terlihat lamban dalam merespon stimulus.

Biasanya siswa yang seperti ini terkadang mengalami gejolak dalam dirinya sendiri atau ada faktor lain yang pada akhirnya membuat ia lamban dalam merespon pelajaran.

b) Pendiam.

c) Acuh tak acuh dan mengabaikan.

d) Sering merasa cemas, mudah gugup ketika menghadapi orang.13 Rasa cemas yang berlebihan akan membuat siswa merasa tertekan dan sukar untuk mengungkapkan apa yang dirasakan karena takut atau malu jika hal ingin mengutarakan hal tersebut. Ditambah lagi perasaan gugup jika bertemu dengan seseorang atau kurang percaya diri, akan semakin membuat ia menjadi pendiam dan kurang berinteraksi dengan teman-temanya.

e) Cenderung pemalu, sukar bergaul, dan menyendiri.14

Siswa yang seperti ini mudah tersinggung perasaanya. Ia perlu diperhatikan seperti siswa yang lainnya agar tidak merasa rendah diri dalam bergaul.

3. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Pasif

ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa pasif yakni: a) Siswa tidak paham dengan materi yang sedang di ajarkan.

13

Ibid, 116

14


(34)

22

b) Siswa memiliki kesulitan belajar, dan sulit memahami pelajaran. Siswa belum tahu cara belajar yang baik dan efisien membuatnya menuai kesulitan dalam belajar.

c) Siswa kurang memiliki motivasi untuk belajar.

Motivasi dalam belajar sangat dibutuhkan oleh siswa, tidak adanya motivasi dan semangat akan membuat minat siswa terhadap pelajaran menurun sehingga cenderung malas untuk belajar.

d) Adanya rasa rendah diri baik, dalam individual maupun kelompok.15

Hal ini akan memperparah kondisis siswa menjadi pasif saat pembelajaran, kaena tidak adanya rasa percaya diri dan keyakinan bahwa ia mampu seprti halnya teman-teman yang lainnya.

e) Siswa tidak terbiasa berpikir kritis, mereka menerima apa adanya tentang semua yang ia dengar, baca, amati.

Siswa cenderung pasarah dan menerima apa saja yang disampaikan guru tanpa mengungkapkan perasaannya jika ia tidak paham atau tidak mengerti.

f) Siswa memang tidak belajar di rumah, sehingga tak pernah menemukan masalah.

Peranan orang tua dirumah menjadi kunci keberhasilan siswa ketika belajar dirumah, keberadaan orang tua menemani saat

15

Sue Cowley, Getting the Buggers to Behave, ( London: piatus books, An imprint of Little, Brown Book Group, UK, 2001), 151


(35)

23

belajar akan menumbuhkan semangat bagi siswa dan jika ada masalah bisa dikonsultasikan pada mereka (orang tua).

g) Siswa takut kalau pertanyaan yang akan diajukannya malah membuatnya malu, siswa tidak bisa mengemukakan permasalahannya.16

Rasa takut dan malu akan menghambat proses belajar siswa karena tidak adanya keberanian untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya baik tentang kesulitan pelajaran atau keinginan untuk mengemukakan pendapat.

h) Faktor guru juga menjadi penyebab siswa pasif, metode pembelajaran yang kurang menarik membuat siswa enggan memperhatikan.

Dalam proses belajar mengajar tidak lepas dari metode pembelajaran yang efktif guna memahamkan siswa terhadap materi, pemilihan metode yang tepat dapat membuat siswa mudah memahami pelajaran dengan baik. Keluwesan gru dalam mengajar juga menjadi faktor penting keberhasilan metode pembelajaran yang diterapkan dalam menjelaskan materi yang diberikan pada siswa.

i) Lingkungan kelas yang kurang nyaman, teman-teman yang terlalu berisik membuat siswa tidak leluasa di kelas.

16Urip”Alasan Siswa Enggan Bertanya di Kelas”, d

i akses dari

https://urip.wordpress.com/2012/08/31/alasan-siswa-enggan-bertanya-di-kelas/html di unduh pada tanggal 7 Desember 2015


(36)

24

Keadaan kelas yang seperti ini akan membuat siswa tidak bisa fokus dalam menerima pelajaran dan terkadang akan lebih memilih mengabaiakan penjelasan dari guru tentang materi pelajaran. Oleh karena itu penting bagi guru memiliki cara untuk mengkondisikan kelas agar dapat mebuat poses belajar lebih efektif dan tertib.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perilaku pasif siswa bukan hanya dalam diri individu saja melainkan juga bisa dari lingkungan peranan guru fasilitas sekolah yang memadai akan menunjang dalam keberhasilan proses belajar. Tidak hanya itu semangat siswa dalam belajar sangat dibutuhkan dengan memotivasi dirinya sendiri sehinggaminat terhadap pelajaran akan meningkat dan membuat pribadinya menjadi siswa yang berprestasi dan menjadi kebanggan orang tua aupun sekolah. Hal ini bisa dilatih dengan mengurangi rasa malas yang dimiliki dan berusaha mengerjakan soal-soal latihan dan mengikuti les atau bimbingan belajar guna mendukung proses belajarnya.

4. Akibat siswa berperilaku pasif

Jika permasalahan siswa tidak segera ditangani, anak yang menunjukman perilaku pendiam dan menarik diri atau pasif berpotensi tidak mengalami proses belajar sebagaimana yang diharapkan. Guru tidak bisa mendapatkan feedback atas pelajaran yang diberikan karena anak sama sekali tidak bersedia menjawab pertanyaan atau anak malu bertanya walaupun ia belum paham, dan lebih menghawatirkan lagi,


(37)

25

jika perilaku pasif tersebut disebabkan rasa cemas yang berlebihan ataupun rasa rendah diri yang intens, sudah dapat dipastikan anak akan sibuk berusaha mengatasi rasa tidak nyaman dalam dirinya dibandingkan mencoba memahami pembelajaran yang terjadi di kelas.17

Selain itu prestasi belajar siswa juga akan menurun terhadap pelajaran tertentu yakni dalam kasus ini pelajaran matematika, ada beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar yakni faktor dalam diri peserta didik dan ada pula dari luar dirinya. Dalyono (2009:55) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal (kesehatan, intelegensi dan bakat, minat, motivasi, cara belajar) dan faktor eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar).18 Dan dalam kasus yang peneliti lakukan adalah masalah yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri karena tidak ada rasa ketertarikan terhadap pelajaran, kuranngnya motivasi dan juga suasana kelas yang kurang nyaman dan tidak kondusif, sehingga membuat siswa menjadi pasif pada saat pembelajaran matematika.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa akibat dari perilaku pasif siswa yakni, siswa sama sekali tidak bisa memberikan feedbak pada guru dan cenderung pasif serta pendiam ditambah lagi prestasi belajar yang

17Bunda Nouf,”Akibat perilaku pasif siswadikelas.” Diakses dari

http:bundanouf.blogspot.co.id/2013/08/anak-pendiam-pasif-di-kelas.html, pada tanggal 15 juni 2016

18

Euis Karwanti – Donni Juni Priansa, Manajemen Kelas (classroom management), (Bandung: Alfabeta, 2014),156


(38)

26

menurun, oleh sebab itu perlu melakukan konseling untuk membantu mengatasi perilaku pasif siswa yang disebabkan oleh dirinya sendiri. 5. Cara Mengatasi Perilaku Pasif

Rasa nyaman, diterima, kesempatan untuk sukses, dan aman, mutlak perlu dirasakan oleh anak, sehingga dia bersedia mengangkat tangannya memberikan opini, menjawab pertanyaan, atau terlibat dalam aktivitas kelas. Menghadapi anak yang pendiam dan pasif di kelas, peran guru memang menajdi kunci. Pastikan setiap perkataan guru meningkatkan motivasi keterlibatan siswa, bukan sebaliknya, mengikis konsep diri yang berujung pada penarikan diri anak di kelas.

Berikut adalah strategi yang dapat digunakan guru dalam mengatasi siswa pasif di kelas yakni:

a) “Relakan” 3-5 menit di awal pelajaran. Mulailah kelas dengan kegiatan ice breaking agar anak merasa gembira dan bersemangat sebelum memulai pelajaran. Bisa berupa sebuah permainan sederhana yang melibatkan seluruh anak tanpa ada satupun yang menjadi peran utamanya untuk menghindari rasa cemas bagi anak yang pemalu.

b) Berikan pertanyaan-pertanyaan sederhana yang bisa di jawab oleh seluruh siswa. Seumum mungkin di awal pelajaran, untuk membuat anak bersedia menjawab pertanyaan. Keberhasilan menjawab, sesederhana apapun pertanyaan tersebut, membuat perasaan anak


(39)

27

lebih positif dan membuat mereka tertarik untuk menjawab pertanyaan berikutnya.

c) Untuk pertanyaan yang lebih sulit, beri waktu 1-2 menit untuk anak berdiskusi dengan kawan yang duduk disebelahnya sebelum mereka diminta untuk mendemonstrasikan jawaban mengemukakan pendapat atau jawababnnya. Diskusi dengan rekan sebangku juga memberikan kesempatan melengkapi pendapat yang sudah dimilikinya.

d) Berikan kesempatan menjawab untuk seluruh siswa berikan feedback dengan cara positif walaupun jawabankurang tepat. Berikan pujian untuk jawaban benar yang diberikan dengan tulus. e) Berikan penghargaan atas jawaban yang telah diutarakan, karena

hal itu bermanfaat untuk memotivasi siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah.19

f) Dalam setiap tugas atau aktivitas (individu atau kelompok) yang diberikan, pastikan anak memahami apa yang harus dilakukan. Jika perlu tulis secara kongkrit untuk mencegah kebingungan. Dalam tugas dan aktivitas kelompok, goalnya adalah membuat mereka merasa berkontribusi dalam tugas kelompok dan merasa terhubung dengan anak-anak lain di kelas.20

Jadi, untuk membuat siswa agar aktif pada saat pembelajaran adalah dengan membuatnya serileks mungkin selama di kelas

19

Sue Cowley, Getting the Buggers to Behave,...104

20


(40)

28

sehingga siswa merasa nyaman terlebih dahulu dan siap menerima pelajaran, seorang guru harus benar-benar pintar mengatur kelas dengan baik agar siswa juga bisa leluasa jika ingin bertanya atau mengungkapkan pendapatnya. Berani harus benar-benar ditanamkan pada siswa, agar ia mampu mengeksplor kemampuanya walaupun terkadang justru menunjukkan kelemahannya, setidaknya itu awal yang baik agar siswa berani mengungkapkan apa yang ia rasakan. 6. Pelajaran Matematika

Seperti halnya ilmu yang lain, matematika memiliki aspek teori dan aspek terapan atau praktis dan penggolongannya atas matematika murni, matematika terapan dan matematika sekolah. Umumnya matematika dikenal dengan kebastrakannya di samping sedikit bentuk yang berangkat dari realita lingkungan manusia. Pengertian matematika tidak didefinisikan secara mudah dan teapt mengingat banyak funngsi dan peranan matematika terhadap bidang studi lain. Kalau ada definisi matematika maka itu bersifat tentatif, tergantung kepada orang yang mendefinisikannya. Beberapa orang mendefiniskan matematika berdasarkan sturktur matematika, pola pikir matematika, pemanfaatannya bagi bidang lain, dan sebagainya.21 Atas dasar pertimbangan itu maka ada beberapa definisi tentang matematika yaitu:

1. Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi.

21

Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014), 47


(41)

29

2. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak.

3. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan.

Beth dan piaget (1956) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah pengetahuan yang berkitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar struktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Sementara Kline (1972) lebih cenderung mengatakan bahwa matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.22

Materi matematika yang demikian banyak menyebabkan kita harus berpikir serius lagi untuk mengetahui makna yang terkandung didalamnya. Dalam masyarakat pendidkan dan umum kata matematika sering dipakai dalam pergaulan. Ketika sekelompok orang membicarakan perkembangan ekonomi, maka beredar pembicaraan perhitungan matematika yang menolong dan membantu persoalannya. Ada beberapa fungsi matematika yaitu;

1. Sebagai suatu struktur

Banyak dijumpai simbol yang satu berkaitan dengan simbol yang lainnya dalam matematika, misalkan dalam konsep matrik di mana terdapat baris dan kolom, keduannya dihubungkan satu sama

22

Tombokan Runtukahu dan Selpius Kandou, Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Yogyakarta: AR-RUAZZ MEDIA, 2014), 28


(42)

30

lain. Dalam difernsial dikenal dengan adanya simbol variabel y dan x, keduannya saling berkaitan membentuk turunan. Matematika disusun atau dibentuk dari hasil pemikiran manusia seperti, ide, proses, dan penalaran.

2. Kumpulan sistem

Matematika sebagai kumpulan sistem mengandung arti bahwa dalam satu formula matematika terdapat beberapa sistem di dalamnya. Misalkan pembicaraan sistem persamaan kuadrat, maka ada didalamnya variabel-variabel, faktor-faktor, sistem linier yang menyatu dalam persamaan kuadarat tersebut. Persamaan linier merupakanbagian dari sitem kuadarat.

3. Sebagai sistem deduktif

Kita mengenal pangkal atau primitif pada bidang matematika definisi-definisi dasar ini memuat beberapa definisi, sekumpulan asumsi, banyak postulat dan aksioma sekumpulan teorema atau dalil. Ada hal-hal semacam diatas sebagai tidak dapat di definisikan, akan tetapi diterima sebagai suatu kebenaran, kongkritnya yakni tentang titik, baris, elemen atau unsur dalam matematika tidak didefinisikan, akan menjadi konsep yang bersifat deduktif.23

Kebanyakan anak ketika masuk sekolah telah memiliki berbagai ketrampilan prasyarat belajar matematika. Jika

23


(43)

31

ketrampilan prasayarat tidak dimiliki, pengajar matematika akan percuma saja diberikan (Lerner, 2002). Matematika sangat struktur, yang mana satu kemampuan merupakan prasayrat bagi kemampuan berikutnya. Misalnya, jika anak tidak dapat menjumlahkan, ia akan mengalami kesukaran dalam perkalian, dan seterusnya. Sebagai dampknya anak mengalami stes karena kemapuan belajar tidak sama dengan teman sekelasnya, sering lupa, dan tidak dapat mengorganisasikan kegiatan belajarnya. Untuk mengatasi hal ini Kitchen dan Dufala (2006) menganjurkan untuk memberi pengukuhan atau imbalan pada perilaku yang sesuai. Prosedur ini sesuai dengan prosedur modifikasi perilaku. Prosedur modifikasi lainnya yang dapat digunakan antara lain kontrak perilaku dan manajemen diri, misalnya dengan mengatur waktu, dengan mengutamakan tugas-tugas yang mana didahulukan atau membagi tugas besar menjadi tugas-tugas kecil, memelihara standar produktifitas, dan bekerja secara efisien.

Karakteristik kesulitan belajar pada anak remaja agar berbeda karena kemajuan ketrampilan akademik termasuk ketrampilan matematika setelah mencapai garis dasar. Misalnya, ketrampilan matematika anak di SMP masih seperti pada anak SD, mengalami kesulitan dalam ketrampilan dalam belajar, tidak mampu mengkreasikan dan mengaplikasikan strategi pemecahan masalah


(44)

32

matematika pada situasi baru atau dunia nayata, dan kurangnya ketrampilan sosial (Kirk dan Gallagher, 2008).

Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa karakteristik anak berkesulitan belajar matematika sebagai berikut:24

a. Kesulitan memahami konsep hubungan spasial (keruangan). Contoh: atas-bawah, jauh-dekat, tinggi-rendah, awal-akhir, dan kiri-kanan. Kesulitan ini menggangu pemahaman anak tentang sistem bilangan secara keseluruhan.

b. Asosiasi visual-motor. Kesulitan belajar kemampuan menghitung

(counting), memahami korespondensi 1-1, dan kemampuan

membandingkan.

c. Kesulitan mengenal dan memahami simbol. Contoh: lebih besar (>), lebih kecil (<), sama dengan (=), simbol operasi bilangan (+, -, x, :). Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh gangguan memori. Misalnya, dalam berhitung kesulitan dalam fakta dasar berhitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, serta dalam geometri kesulitan membedakan bentuk-bentuk geometri.

d. Persevasi. Perhatian siswa tertuju pada suatu obyek dalam jangka waktu panjang. Misalnya, pada mulanya anak mengerjakan sebuah tugas dengan baik, tetapi kemudian perhatiannya tertuju pada suatu obyek lain atau kurang dalam fakta-fakta dasar berhitung.

24


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu jalan untuk memperoleh kembali permasalahan.1 Dalam metode penelitian dijekaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik apa dan prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian yang telah dilakukan di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya yang bejudul implementasi teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dimana menggunakan jenis penelitian kualitatif karena data yang dihasilkan berupa kata-kata.

Menurut bogdan dan Taylor penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu secara utuh.2

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan sistematis dan subyektif yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman hidup dan memberikan makna. Penelitian ini memuat tentang prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Peneliti ini menggunakan

1

Dologi Subagyo, Metodolgi dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 02.

2


(46)

34

penelitian deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka.3

Peneliti disini menggunakan metode penelitian kualitatif karean penulis menginginkan keadaan natural yaitu mengambarkan siswa “X” berada di sekolah SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. Selain itu pada penelitian kualitatif juga menggunakan sumber data langsung dalam hal ini

adalah siswa “X” dan data yang di peroleh dari siswa “X” ini akan dideskripsikan dengan kata-kata tentang kasus konseli dan pelaksanaan konselingnya, sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil penelitian obyektif dengan menggunakan teknik latihan asertif.

Penelitian yang sedang diteliti oleh penulis menggunakan metode studi kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Studi kasus mempermudah peneliti untuk memahami keadaan siswa seobyektif mungkin dan mendalam. Membedah permasalahan siswa hingga ke akar permasalahannya, dan akhirnya peneliti dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

Adapun alasan peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasus karena penelitian ini di maksudkan untuk mempelajari sebuah kasus secara mendalamdan rinci tentang teknik latihan asertif dalam mengatsi perilaku

pasif siswa “X” di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

3


(47)

35

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam studi kasus adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi kasus

Pada tahap awal ini akan mendeskripsikan gambaran tentang siswa dan gejala-gejala yang nampak pada klien. Tentunya tentang masalah yang sedang dialaminya, untuk menunjang data agar relevan peneliti melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi pada klien, teman klien, wali kelas dan guru.

2. Diagnosis

Tahap kedua ini, langkah selanjutnya setelah kita mengetahui gejala-gejala yang nampak pada klien dapat kita simpulkan, bahwa klien merupakan tergolong siswa pasif dikelas pada saat pembelajaran matematika berlangsung.

3. Prognosis dan treatment

Dalam tahapan ini, konselor memberikan alternatif pemecahan masalah dan sekaligus memberiakan langkah terapi yang tepat untuk mengatasi permasalahan siswa, melihat dari hasil observasi dan wawancara yang telah peneliti lakukan dapat mengimplentasikan teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” di SMP Kemala Bhayangakri 1 Surabaya.


(48)

36

4. Evaluasi dan follow up

Setelah proses terapi telah dilakukan pada klien, maka tahap beriutnya adalah evaluasi dan follow up, dimana konselor harus menilai seberapa berpengaruhnya terapi yang telah dilakukan pada klien dapat berhasil mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya dan sekaligus memberikan kesimpulan dari hasil terapi serta perlu atau tidaknya tindak lanjut dalam proses terapi tersebut.

B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dalam skripsi ini, terletak di Kota Surabaya, yaitu di SMP Kemala Bhayangkari 1 Suarabaya Jl. Ahmad Yani No. 30-32

Surabaya yang terakreditasi A “Sangat Baik”.

C. Sumber data

Sumber data adalah subyek dari mana data itu diperoleh. Untuk mendapatkan keterangan tersebut, peneliti mendapatkannya dari sumber data. Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari penelitian ini di bagi dua yakni:

1. Data primer adalah data yang langsung dan di peroleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan khusus.4 Data primer di sebut juga

4

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, (Bandung: Tarsito, 1990), h. 163


(49)

37

data asli atau baru.5 Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah:

a. Wali kelas : informasi yang diperoleh meliputi, prestasi belajar, hubungan klien dengan guru, kebiasaan yang dilakukan dikelas, pergaulannya dengan teman sekelas.

b. Teman klien : informasi yang di peroleh dari teman klien yaitu tentang kebiasaan di kelas, keakraban dengan teman sekelas. c. Guru BK : informasi yang di peroleh mengenai sikap klien pada

saat proses konseling dilakukan.

d. Klien : informasi berupa kegiatan yang dilakukannya baik di rumah maupun disekolah, kenapa kurang minat dengan pelajaran matimatika, dan informasi lain tentang klien.

e. Guru Matimatika : informasi yang di dapatkan tentang keadaan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, serta hasil dari belajar selama ini.

2. Data sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung atau sumber dari bahan bacaan yang memberikan data pada peneliti.6 Data sekunder sendiri merupakan data yang memberikan penjelasan terhadap data primer. Data itu biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari referensi buku-buku yang mendukung serta dokumentasi di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

5

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok materi Statistic I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 33

6


(50)

38

D. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah bahan mentah yang dikumpulkan peneliti dari lapangan penelitian. Data merupakan bahan spedifik dalam melakukan analisis.7 Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan uatam dari penelitian adalah mendapatkan cara yang tepat tanpa menetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan menapatkan data yang ditetapkan.8 Oleh karena itu untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah suatu teknik untuk mengamati secara tidak langsung ataupun langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung.9 Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Obervasi merupakan proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologi dan psikologi. Dua diantaranya yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan.10

7

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian sosial, (Surabaya: Airlangga, 2001), 128

8

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta CV, 2010), 224

9

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Bina Aksara, 1993), 188

10


(51)

39

Teknik ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan konseli di kelas dan setelah pemberian konseling atau terapi. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengamati secara langsung perilaku siswa terkait dengan perilaku pasif dalam mata pelajaran matematika di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah suatu metode untuk mendapatkan data dengan mengadakan face to face relation. Wawancara ini dilakukan secara lisan.11 Wawancara merupakan alat re-checking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.12

Setelah melakukan observasi pencarian data dikuatkan dengan wawancara. Teknik ini digunakan peneliti untuk mengetahui dan menggali apa yang menjadi penyebab klien pasif dalam pembelajaran matematika. Penulis juga mengadakan wawancara dengan wali kelas guna menguatkan hasil wawancara dari klien terkait keadaannya selama proses belajar mengajar berlangsung selain itu juga kepada konselor untuk mengetahui pelaksanaan teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif siswa, dan juga wawancara dilakukan dengan teman sekelasnya untuk melengkapi data yang sudah ada.

11

S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 172

12


(52)

40

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan menggunakan dokumen-dokumen sebagai sumber data. Dokumen-dokumen tersebut dapat berupa: buku, buku raport, buku induk siswa, catatan kesehatan siswa, dan rekaman.13

Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan, kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan atau menggunakan studi dokumen dalam metode penelitian kualitatifnya.14 Dengan teknik ini, peneliti mendapatkan data berupa dokumen tentang gambaran umum, struktur organisasi sekolah serta yang berkaitan dengan kondisi sekolah di SMP Kemala Bhyangkari 1 Surabaya.

E. Teknik Analisis Data

Setelah melakukan penelitian dan data yang diperlukan sudah terkumpul semua selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisi data menurut Patton yang dikutip oleh Mleong adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.15

Untuk menganalisis data diperoleh dari penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yang menggambarkan atau mendeskripsikan suatu subyek yang berkenaan dengan masalah yang

13

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta:Erlangga, 2009), 104

14

Sugiyono, Op. Cit, 83

15


(53)

41

diteliti. Dalam hal ini mendeskripsikan atau menggambarkan mengenai Implementasi teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif siswa X di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya dan juga mendeskripsikan hasil dari wawancara observasi maupun dokumentasi yang di peroleh dari SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya untuk memperoleh hasil nyata dari responden.

Adapaun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya.16 Reduksi data dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam mencari kembali sata yang diperoleh bila diperlukan serta membantu dalam memberikan kode kepada aspek-aspek tertentu.17

Jadi, pada tahap ini peneliti menfokuskan pada bagaimana identifikasi kasus perilaku pasif siswa “X” di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya, bagaimana diagnosis pada perilaku pasif siswa “X”, kemudian prognosis pada perilaku pasif siswa “X”, dan tindak lanjut atau follow up dari hasil terapi yang dilakukan pada klien

16

Sugiono, Metode Penelitian, (Bandung: PT IKPI, 2008), 338

17


(54)

42

dengan teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif siswa X di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

2. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian kualitatif biasanya dengan teks yang berbentuk narasi. Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.18 Penyajian data dalam skripsi ini menggambarkan tentang informasi secara menyeluruh tentang teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X”. 3. Validasi

Validasi adalah derajad ketepatan antara data yang dijadikan obyek penelitian dengan daya yang dilaporkan oleh peneliti. Hal ini bisa dicontohkan dengan sebuah peneliti yang membuat laporan tidak sesuai dengan obyeknya, maka penelitian tersebut dapat dinyatakan tidak valid.19

Ada dua macam validitas penelitian yang pertama validasi internal dan yang kedua validitas eksternal. Validitas internal adalah mengetahui derajad akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai seperti ketika peneliti meneliti tentang siswa yang berperilaku pasif pada saat pelajaran matimatika berlangsung, maka data yang akurat adalah tentang perilaku pasif siswa “X” pada pelajaran

18

Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 194.

19


(55)

43

matimatika. Validitas eksternal adalah derajat akurasi yang dinyatakan dengan pernyataan apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi dimana sampel tersebut diambil. Lebih dalam lagi sampel penelitian representative, instrumen penelitian valid, cara mengumpulkan dan data analisis data benar, maka penelitian memiliki validitas eksternal yang tinggi. Begitu juga dengan yang peneliti

lakukan terhadap siswa “X” yang merupakan representasi dari SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya bisa di ambil generalisasi untuk semua siswa di sekolah tersebut.

Adapun langkah-langkah untuk mengujikeabsahan dari sebuah data sebagai berikut:

a. Perpanjangan pengamatan

Tahap ini dirasa perlu oleh peneliti karena pada tahap awal peneliti memasuki lapangan peneliti masih dianggap seorang yang asing sehingga masih memperoleh informasi yang belum lengkap, belum mendalam dan masih banyak informasi yang dirahasiakan.20 Dari sinilah peneliti melakukan perpanjangan pengamatan dan melakukan wawancara kembali dengan sumber data yang pernah ditemui ataupun sumber data yang baru ditemui.

20


(56)

44

b. Ketekunan pengamatan

Pada tahap ini peneliti melakukan sebuah langkah ketekunan yang berarti peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap data yang telah ditemukan apakah data itu benar atau salah.21 Selain itu peneliti juga meningkatkan ketekunan dengan membaca berbagai refrensi buku maupun hasil penelitian yang terkait dengan temuan yang diteliti oleh peneliti. Selaras dengn hal itu, maka peneliti juga membaca buku-buku ataupun penelitian yang terkait dengan perilaku pasif dan juga teknik latihan asertif. c. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedaan empat macam triangulasi sebagai teknik yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber yang artinya peneliti membandingkan dan mengecek ulang derajat keperayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda.22 Hal ini bisa dilakukan dengan jalan:

21

Ibid, 125

22


(57)

45

1) Membandingan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

d. Menggunakan bahan referensi

Menggunakan bahan referensi yang dimaksud disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, seperti foto-foto, hasil rekaman sebagai alat yang dipergunakan untuk mendukung kreadibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti sehingga data yang telah diperoleh peneliti lebih dapat dipercaya.23

4. Verification

Langkah selanjutnya setelah peneliti melakuan validasi, maka peneliti akan melakukan penarikan kesimpulan atau verification dari hasil penelitian tentng teknik latihan asertif dalam mengatasi perilaku

pasif siswa “X” di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya.

23


(58)

46

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapt berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga diteliti menjadi jelas, dan juga dapat berupa hubungan kausal atau interaktif hipotesis atau teori.24

24


(59)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sejarah singkat berdirinya SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya Pada tanggal 1 januari 1970 di dirikan SMP Swasta yang diberi nama SMP Persiapan Negeri, satu-satunya SMP Swasta di Kecamatan Wonocolo Surabaya. Pendiri sekolah ini terdiri dari guru-guru Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) Ketintang Wonocolo Surabaya. Pada bulan Agustus tahun 1971, Kepala Sekolah dan Dewan guru harus mencari kelas tambahan untuk kelas 3. Hasil musyawarah memutuskan meminjam SD Negeri Ketintang, karena Kepala SD berkeberatan menampung maka Kepala SMP Persiapan menghubungi Ketua Yayasan Bhayangkari (ibu Soemarsono) yang ternyata menyambut baik gagasan Kepala SMP Persiapan, dengan syarat seluruh siswa kelas 1 dan 2 ditepatkan di lokasi SD Bhayangkari dan nama sekolah diganti menjadi SMP BHAYANGKARI 1 Surabaya dan masuk sore pukul: 13.00 sampai dengan pukul: 17.30 WIB.

Sejak tanggal 3 Januari 1973, secara resmi menjadi SMP Bahyangkari 1 Surabaya beralamat Jln. Jendral Ahmad Yani 30-32 Surabaya. Kepala sekolah diangkat dari anggota Polri Aktif yaitu Lettu Pol. Moeljono BA. Berikut adalah nama-nama kepala sekolah dari tahun awal sampai sekarang yakni,


(60)

48

Tahun 1972-1973 Bapak Moeljono, BA (Polri) Tahun 1973-1974 Bapak Koesnan, BA (Polri) Tahun 1974-1976 Ibu Soemarsono

Tahun 1976-1978 Bapak Agus Rahmad, BA Tahun 1978-1993 Bapak Moedjiadi, BA Tahun 1993-1994 Ibu Soelistyah, BA Tahun 1994-1998 Bapak Drs. Rusli Dja’far Tahun 1998-2005 Bapak Drs. Acmad Arif Tahun 2005-2007 Bapak Drs. Kusanto

Tahun 2007-sekarang Bapak Agus Setijarto, S.Pd, M.Pd 2. Fasilitas sekolah

Ruang kelas Ber-AC, LCD Tiap Kelas, wifi area, laboratorium IPA dan Komputer, Studio Band, Masjid.

3. Program Penunjang Kecakapan Hidup / Life Skill a. Kemah bersama

b. Kegiatan Akhir Semester (Study Wisata) c. Pelatihan Jurnalistik

d. Pelatihan Multimedia e. Pelatihan Kewirausahaan

f. Sukses dengan Motivasi Spiritual g. Pentas Seni


(61)

49

4. Kegiatan Ekstrakurikuler a. Drum Band

b. Basket c. Taekwondo d. Futsal e. Voli f. Parmuka g. Seni Tari h. PKS i. Band

5. Visi, Misi dan Moto Sekolah

Visi: Unggul dalam Prestasi Berdasarkan Iman dan Taqwa Berwawasan Seni, Iptek, Berpijak pada Budaya Bangsa.

Misi: Melaksanakan Pembelajaran dan Bimbingan Secara Efektif Mewujudkan Pendidikan yang Terpadu dan Berkesinambungan Moto : Menuju Sekolah Efektif

6. Pengelolaan dan Administrasi Layanan BK

Pengelolaan layanan bimbingan dan konseling didukung oleh adanya organisasi personil pelaksana, sarana dan prasarana dan pengawasan pelaksanaan pelayanan bimbingan. Uraian pengelolaan pelajaran bimbingan dan konseling sebagai berikut:1

1


(62)

50

a. Organisasi Pelaksanaan BK

Organisasi pelayanan bimbingan dan konseling meliputi segenap unsur dan organisasi berikut:

Tabel 4.1

Organisasi pelaksanaan BK

Keterangan:

 Kepala sekolah: Penanggunga jawab pelaksanaan teknik bimbingan dan konseling di sekolahanya.

 Koordinator BK atau Guru Pembimbing: pelaksana utama yang mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dalam pelaksaan dan bimbingan dan konseling di sekolah.

______ Garis Komando --- Garis Koordinator Garis Konsultasi

Komite Sekolah

Kepala Sekolah

Wakil Kepala Sekolah

Tenaga Ahli Instansi

Wakil Kelas/ Guru

Guru Pembimbing

Guru Mata Pelajaran/Pelatih

Siswa


(63)

51

 Guru Mata Pelajaran: Beserta pelatih adalah pelaksana pengajaran dan pelatihan serta bertanggung jawab memberikan informasi tentang peserta didik untuk kepentingan bimbingan dan konseling.  Wali Kelas atau guru Pembina: guru yang diberi tugas khusus

disamping mengajar anak untuk mengelola status kelas siswa tertentu dan bertanggung jawab membantu kegiatan bimbingan dan konseling dikelasnya.

 Peserta didik: Peserta didik yang berhak menerima pengajaran latihan dan pelayanan bimbingan dan konseling.

 Tata Usaha: Membantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi ketatausahaan sekolah dan pelaksanaan administrasi bimbingan dan konseling.

 Komite Sekolah: Badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

b. Pola Penanganan Peserta Didik Bermasalah

Pembinaan siswa dilaksanakan oleh seluruh unsur pendidik yaitu sekolah, orang tua, masyarakat dan pemerintah. Pola tindakan terhadap siswa bermasalah di sekolah adalah sebagai berikut: seorang siswa yang melanggar tata tertib dapat ditindak oleh kepada sekolah. Tindakan tersebut diinformasikan kepada wali kelas yang bersangkutan. Sementara itu guru pembimbing berperan dalam


(64)

52

mengetahui sebab-sebab yang mealatarbelakangi sikap dan tindalkan siswa tersebut. Dalam hal ini guru pembimbing bertugas membantu menangani masalah siswa tersebut dengan meneliti latar belakang tindakan siswa melalui serangkaian wawancara dan informasi dari sejumlah narasumber, setelah wali kelas merekomendasikan.2

Tabel 4.2

Pola Penanganan Peserta Didik Bermasalah

B.Penyajian Data

1. Deskripsi identifikasi kasus pada perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif di SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya

Pada bagian ini peneliti menyajikan tentang gambaran pribadi

siswa onyek penelitian yaitu “X” yang tergolong siswa pasif terhadap

pelajaran matematika di SMP Kemala Bhayangakari 1 Surabaya. Dari hasil kuesioner yang telah peneliti berikan di kelas VII E di SMP

2

Dokumentasi Bimbingan dan Konseling SMP Kemala Bhayangkari 1 Surabaya Tenaga Ahli

Instansi Lain

Kepala Sekolah

Wakil Kepala Sekolah

Komite Sekolah

Guru Pembina Guru M. Pel

Guru Piket

Wali Kelas

Koordinator dan Guru Pembimbing


(65)

53

Kemala Bhayangkari 1 Surabaya dan juga hasil observasi serta wawancara dengan wali kelas sekaligus guru mata pelajaran matematika, akhirnya menemukan siswa yang tergolong pasif saat pembelajaran matematika. Berikut adalah data pribadi siswa:

Nama : X

Tanggal lahir : 20 juni 2003 Alamat : Ketintang

Kelas : VII E

Hobi : Menonton, TV, bermain volly, dll Jenis kelamin : Perempuan

Agama : islam

Berikut ini adalah kebiasaan belajar siswa “X” yaitu, Tabel 4.3

Kebiasaan Belajar Siswa “X”

Pernyataan jawaban

Merasa malas dalam belajar Kadang-kadang

Belajar jika ada ulangan iya

Mencatat setiap kali selesai materi dari guru Kadang-kadang Belajar dengan cara mengerjakan soal Kadang-kadang Belajar jika ada pekerjaan rumah iya

Belajar jika disuruh orang tua iya


(66)

54

Siswa “X” merupakan anak kedua dari dua bersaudara, ayahnya

adalah seorang pedagang dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Kesehariananya sama halnya dengan anak-anak pada umumnya, ia juga sering membantu ayahnya berjualan jika pulang sekolah. Ketika dirumah klien merasa kurang diperhatikan oleh orang tuannya karena sibuk bekerja dan jarang sekali menemani belajar kadang-kadang klien hanya akan belajar jika di suruh orang tuanya. Dia punya kakak laki-laki yang sudah bekerja dan berada di sumatera.

Sehingga klien merasa kesepian dan tak ada tempat untuk curhat dan berkeluh kesah atas apa yang dialaminya di sekolah baik karena masalah pelajaran atau masalah yang disebabkan sikap klien itu sendiri. Dia banyak bergaul dengan tetangga dan lebih suka di rumah dan menonton TV.3

Siswa “X” adalah siswa yang termasuk yang biasa-biasa saja dalam bergaul, ketika di kelas juga tidak begitu aktif, biasa-biasa saja. Dia pernah cerita kalau memang di kurang begitu suka pelajaran matematika jadi sering kali waktu di terangkan materi diabaikan sama dia, nilai ulanganya juga sering tidak bagus, kalau diajak belajar bersama juga malas dan apa lagi kalau waktu ada tugas untuk diskusi dia justru diam saja dan tidak mau berusaha mengerjakan.4

3

Hasil wawancara dengan klien “kebiasaan dan keadaan keluarga”, pada tanggal 13 januari 2016,

pukul: 12-27 wib

4

Hasil wawancara dengan teman klien (ana) “kebiasaan di kelas”, pada tanggal 7 januari 2016, Pukul: 09-58 di perpustakaan


(1)

76

dan tidak kondusif. Hal inilah yang mendasari siswa berperilaku pasif di kelas pada pembelajaran matematika.

3. prognosis dan treatment yang diberikan dalam mengatasi perilaku pasif

siswa “X” dengan teknik latihan asertif.

Untuk mengatasi perilaku pasif siswa “X” peneliti menggunakan teknik latihan asertif dengan berbagai prosedur di dalamnya, terapi di lakukan konselor (peneliti) dan di temani oleh guru BK dalam setiap prosesnya. Dalam proses terapi ini konselor memberikan motivasi pada siswa “X” agar lebih aktif pada pelajaran matematika dengan lebih aktif berdikusi dengan teman, bertanya jika tidak paham atau tidak mengerti tentang materi pada guru matematika, konselor menjelaskan betapa pentingnya mempelajari matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga diharapkan dapat memotifasi siswa “X” untuk lebih aktif atau

tertarik pada pelajaran matematmika. Tentunya dalam proses

keberhasilan merubah perilaku pasif siswa “X” tidak akan lepas dari

bantuan guru matematika, teman dan guru Bk yang akan berperan

dalam membantu siswa “X” mengatasi perilaku pasif yang dialaminya.

4. evaluasi dan follow up dalam mengatasi perilaku pasif siswa “X” dengan teknik latihan asertif.

Setelah dilakukannya terapi pada siswa “X” konselor melakukan

wawancara dan observasi guna mengetahui sejauh mana perkembangan


(2)

77

yang pasif pada saat pembelajaran matematika dan sekarang klien telah pela-pelan berubah menjadi lebih aktif saat pembelajaran matematika. Dan lebih aktif berdiskusi dengan temannya dan lebih banyak lagi belajar mengerjakan latihan soal-soal matematika.

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan skripsi ini, tentunya masih jauh dari kata sempurna masih banyak yang perlu diperbaiki, penulis akan merasa senang apabila ada kritikan dan saran dalam perbaikan skripsi ini.

Sehunbungan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis dan telah membuahkan hasil tentunya semua itu berkat dukungan dari berbagai pihak seperti, guru Bk sehingga penulis berharap guru Bk tetap bisa

memantau keadaan siswa “X” yang telah dilakukan terapi untuk mengatasi perilku paifnya pada pembelajaran mateatika. Selain itu guru mata pelajaran matematika, penulis berharap agar bisa lebih

memperhatikan siswanya terutama untuk siswa “X” yang tergolong pasif

pada pelajaran matematika. Dan untuk teman-teman kelasnya agar lebih

aktif untuk mengajak diskusi atau ngobrol agar siswa “X” dapat


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. 2010. Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan Terhadap Kesulitan

Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera.

Latipun. 2005. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.

Corey, Gerald. 2013. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Gunarsa, Singgih. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia. Purwanto, Heri. 1998. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta:

Kedokteran EGC.

Cowley, Sue. 2001. Getting the Buggers to Behave. London: Piatkus books, An imprint of Little, Brown Book Group, UK,

Karwanti, Euis dan Donni Juni Priansa. 2014. Manajemen Kelas (classroom

management). Bandung: Alfabeta.

Hamzah, Ali dan Muhlisrarini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran

Matematika. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Runtukahu, Tombokan dan Selpius Kandou. 2014. Pembelajaran Matematika

Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: AR-RUAZZ MEDIA.

Subagyo, Dologi. 2004. Metodolgi dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.


(4)

Margono, S. 1997. Metode Penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan

Teknik.Bandung: Tarsito.

Hasan, M. Iqbal. 1999. Pokok-pokok materi Statistic I. Jakarta: Bumi Aksara. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga, Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta CV.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara,

Noor, Juliansyah. 2011. Metode Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.

Moloeng, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiono. 2008. Metode Penelitian. Bandung: PT IKPI.

Nasution. 1988. cet ke-1. Metode Penelitian Naturaistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Suprayogo, Imam. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Wiyani, Novan Ardy. 2013. Manajemen Kelas, Teori dan Aplikasi untuk


(5)

Nuha, Ibtisam Salamatun. 2014. “Hubungan Perilaku Bullying dengan Perilaku Asertif pada Santriwati”. Surabaya: UINSA.

Putri, Indah Puspita. 2011. Hubungan Persepsi Terhadap Kompetensi

Kepribadian Guru dengan Keterlibatan Belajar Siswa. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR....tls..../LATIHAN_ASERTIF.pdf di unduh pada tanggal 3 Desember 2015

Turina. 2015. Penggunaan teknik Latihan Asertive Training dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 29 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015, Lampung, UNIVERSITAS

LAMPUNG,

Damayanti, Ita. “Strategi pengelolaan kelas dalam poses belajar”, diakses dari http://ithadamaa.blogspot.co.id/2015/04/strategi-pengelolaan-kelas-dalam-proses.html pada tanggal 22 juni 2016

Urip. ”Alasan Siswa Enggan Bertanya di Kelas”, di akses dari https://urip.wordpress.com/2012/08/31/alasan-siswa-enggan-bertanya-di-kelas/html pada tanggal 7 Desember 2015

Nouf, Bunda.”Akibat perilaku pasif siswa dikelas.” Diakses dari

http:bundanouf.blogspot.co.id/2013/08/anak-pendiam-pasif-di-kelas.html, pada tanggal 15 juni 2016


(6)

Irvan,”teknik-asertif-training” diakses dari

http://irvanhavefun.blogspot.com/2012/03/tekniaksesk-asertif-training.html pada tanggal 13 juni 2016

Hadiy, Abdul. ”Kurangnya minat belajar siswa”, di akses dari

http://www.bukucatatan.net/2016/02/ruang-lingkup-penyebab-utama-kurangnya.html. pada tanggal 22 juni 2016

Ismizuniar,”Pengembangan model-model konseling”, di akses dari http://blogspot.co.id/2013/05/pengembangan-model-model-konseling.html diunduh pada tanggal 20 agustus 2016