PRINSIP PENGAWETAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MIKROBA

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 19:17:40 2017 / +0000 GMT

PRINSIP PENGAWETAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MIKROBA
LINK DOWNLOAD [33.51 KB]
Cara yang paling penting untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri, kapang. dan kamir adalah melalui pengawetan pangan seperti
pemanasan; pendinginan; pengeringan; penambahan asam, gula dan garam; pengasapan; pembnangan udara; penambahan bahan
kiniia, dan radiasi. Namun perlu ada keseimbangan dalam penerapan prinsip pengawetan tersebut agar tidak menyebabkan
kerusakan pada bahan pangan yang diawetkan. Berikut prinsip-prinsip pengawetan dan pengaruhnya terhadap mikroba.
a. Pemanasan
Umumnya bakteri, kapang, dan kamir paling baik tumbuh pada suhu antara 16 sampai 37°C. Mikroba yang tahan panas atau termofil
mungkin tnasih dapat tumbuh pada kisaran suhu 65 sampai 82°C. Umumnya bakteri akan mati pada suhu antara 82 sampai 93°C.
Meskipun demikian, spora bakteri tidak akan mati pada suhu air mendidih 100°C selama 30 menit. Untuk lebih meyakinkan bahwa
semua mikroba mati, suhu harus dinaikkan sampai 121°C dengan pemanasan uap dan bahan pangan dipertahankan pada suhu ini
selama 15 menit atau lebih.
Pemanasan pada suhu seperti ini dapat dilakukan dengan uap di bawah tekanan sampai 15 Psi di dalam suatu retort atau autoclave.
Contoh pemanasan dengan suhu tinggi adalah pengalengan pangan. Dalam proses ini, suhu dan waktu proses ditetapkan sedemikian
rupa sehingga kombinasinya dapat membunuh spora bakteri yang paling tahan panas. Ada tiga cara pemanasan atau proses termal
yang umum dilakukan di dalam pengolahan pangan, yaitu : blansir (blanching), pasteurisasi, dan sterilisasi komersial.
Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100°C selama beberapa menit dengan menggunakan air
panas atau uap. Contoh blansir misalnya mencelupkan sayuran atau buah di dalam air mendidih selama 3 sampai 5 menit. Tujuan

utamanya adalah untuk menginaktifkan enzim yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase yang
menimbulkan pencoklatan.
Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit
seperti bakteri penyebab TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya.
Panas yang diberikan pada pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri-bakteri patogen tersebut, misalnya pasteurisasi susu
harus dilakukan pada suhu 60°C selama 30 menit. Panas pada suhu 60°C selama 30 menit setara dengan pemanasan pada suhu 72°C
selama 15 detik. Pasteurisasi yang terakhir ini sering disebut proses HTST (High Temperature Short Time) atau pasteurisasi dengan
suhu tinggi dalam waktu singkat. Di samping pada produk susu, pasteurisasi juga umumnya dilakukan pada produk sari
buah-buahan asam.
Pada pasteurisasi hanya bakteri patogen yang dibunuh, sedangkan bakteri lainnya yang lebih tahan panas bisa saja masih hidup di
dalam bahan pangan yang dipasteurisasi itu. Dengan demikian, meskipun bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tetapi jika tumbuh
di dalam produk pangan dapat menyebabkan kerusakan atau kebusukan. Oleh karena itu, produk-produk yang sudah dipasteurisasi
harus disimpan di lemari es sebelum digunakan, dan tidak boleh tergeletak pada suhu kamar karena sebagian mikroba yang masih
hidup dapat melangsungkan pertumbuhannya. Di dalam lemari es masa simpan produk pasteurisasi seperti susu atau sari buah
umumnya hanya dua minggu.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal
dengan bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong dalam bahan pangan berasam rendah ini adalah bahan pangan yang
mempunyai pH lebih besar dari 4.5, misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan, beberapa jenis
sayuran seperti buncis dan jagung.
Bahan pangan berasain rendah mempunyai risiko untuk mengandung spora bakteri Clostridium botulinum yang dapat menghasilkan

toksin mematikan jika tumbuh di dalam makanan kaleng. Oleh karena itu spora ini harus dimusnahkan dengan pemanasan yang
cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu di atas 100°C, umumnya 121.1 °C, dengan menggunakan uap air
selama waktu tertentu dengan tujuan untuk memusnahkan spora bakteri patogen tennasuk spora bakteri Clostridium botulinum.
Dengan demikian, sterilisasi komersial ini hanya digunakan untuk mengolah bahan pangan berasam rendah di dalam kaleng, seperti
kornet, sosis, dan sayuran dalam kaleng.
Susu steril dalam kotak adalah contoh produk lainnya yang diproses dengan sterilisasi komersial. Akan tetapi prosesnya berbeda
dengan pengalengan. Susu steril dalam kotak diproses dengan pengemasan aseptik, yaitu suatu proses sterilisasi kontinyu di mana
produk susu yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam kotak yang sudah disterilkan dalam lingkungan yang juga aseptik. Proses
pengemasan aseptik umumnya digunakan untuk sterilisasi komersial produkproduk yang bentuknya cair.
Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu
kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50°C), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 19:17:40 2017 / +0000 GMT

bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembangbiak di dalamnya dan menyebabkan

kebusukan.
b. Pendinginan dan Pembekuan
Umumnya bakteri, kapang, dan kamir tumbuh baik pada kisaran suhu antara 16 sampai 37°C. Bakteri psikrofilik dapat tumbuh di
bawah suhu ini sampai 0°C, yaitu pada titik beku air atau di bawahnya. Meskipun demikian, di bawah suhu 10°C pertumbuhan
bakteri akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak
ada lagi pembelahan sel bakteri. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa di dalam sebagian bahan pangan, air tidak membeku sampai
pada suhu -9.5°C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam, dan senyawa terlarut lainnya yang dapat menurunkan titik
beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam
pengawetan pangan.
Satu hal yang penting yang harus diingat adalah bahwa pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba. Oleh
karena itu pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat
menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bcrsangkutan.
c. Pengeringan
Pertumbuhan mikroba yang baik umumnya pada saat kandungan air sekitar 80% air. Air ini diperoleh dari bahan pangan tempat
tumbuhnya. Jika air yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dihilangkan, maka tidak ada lagi air yang dapat digunakan untuk
tumbuhnya, sehingga mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembangbiak.
Bakteri dan kamir umumnya membutuhkan air relatif lebih banyak untuk pertumbuhannya dibandingkan dengan kapang. Kapang
sering ditemukan tumbuh pada pangan setengah basah di mana bakteri dan kamir sulit tumbuh. Sebagai contoh pada buah-buahan
kering atau roti, umumnya kapang masih dapat tumbuh dengan subur. Oleh karena mikroba sangat membutuhkan air untuk

pertumbuhannya, maka menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan merupakan metode pengawetan yang efektif
terhadap serangan mikroba. Pengeringan pangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penjemuran di bawah
sinar matahari atau dengan pengeringan buatan menggunakan alat pengering.
Seperti halnya pada pembekuan, pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada dalam bahan
pangan yang dikeringkan tersebut. Meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada pangan kering, tetapi jika pangan kering tersebut
dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika pangan tersebut segera dikonsumsi atau segera
disimpan pada suhu rendah.
d. Pemberian Asam
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein, yang disebut denaturasi. Oleh karena sel mikroba
terbentuk dari protein, maka pemberian asam pada bahan pangan dapat menghambat pertumbuhannya. Sebagian mikroba lebih peka
terhadap asam dari mikroba lainnya, sehingga asam yang dihasilkan oleh sejenis mikroba dalam suatu proses fermentasi akan
menghambat pertumbuhan jenis mikroba lainnya dalam bahan pangan tersebut.
Asam dapat juga dengan sengaja ditambahkan dalam bentuk senyawa kimia seperti asam sitrat dan asam fosfat ke dalam minuman.
Perlu diperhatikan bahwa umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang dapat diterima secara organoleptik umumnya tidak
pernah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu selalu ada proses pengawetan tambahan
terhadap bahan-bahan pangan sejenis ini.
Kombinasi pemberian asam dengan pemanasan memberikan pengaruh pemusnahan mikroba yang lebih tinggi. Sebagai contoh,
bahan pangan yang mempunyaii pH lebih rendah umumnya membutuhkan waktu sterilisasi yang relatif lebih singlkat pada suhu
yang sama dibandingkan dengan bahan pangan yang mempunyai (pH lebih tinggi.
e. Pemberian Gula dan Garani

Gula dan garam merupakan bahan yang efektif untuk pengawetan pangan karena sifatnya yang dapat menarik air dari dalam sel
mikroba sehingga sel menjadi kering karena proses yang disebut osmosis.
Jenis mikroba yang berbeda mempunyai kepekaan terhadap osmosis oleh gula atau garam yang berbeda pula. Kapang dan kamir
umumnya lebih toleran terhadap gula dan garam daripada bakteri. Oleh karena itu, umumnya dalam pangan yang bergula seperti jem
atau jeli, kapang atau kamir kadang-kadang ditemukan, sedangkan bakteri tidak dapat tumbuh.
f. Pengasapan
Proses pengawetan yang ditimbulkan pengasapan terjadi karena kombinasi beberapa faktor. Asap sebagai hasil pembakaran kayu
mengandung sejumlah formaldehida dan senyawa lainnya yang bersifat sebagai pengawet. Di samping itu, dalam pengasapan juga
ada faktor panas yang diberikan yang berfungsi membunuh mikroba. Demikian juga, pengasapan menyebabkan bahan pangan yang

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/3 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sat Sep 2 19:17:41 2017 / +0000 GMT

diasap menjadi kering karena menguapnya air dari dalam bahan pangan yang juga memberikan pengaruh pengawetan.
Pengasapan selain untuk tujuan pengawetan juga bertujuan untuk memberikan citarasa asap yang khas pada bahan pangan. Jika
pemberian citarasa lebih diutamakan, sering pengasapan ini dikombinasikan dengan metode pengawetan yang lainnya, misalnya

dengan pengalengan atau pendinginan dan pembekuan.
g. Pembuangan Udara
Membuang udara dari kemasan yang berisi bahan pangan merupakan salah satu cara pcngawetan karena mikroba pembusuk yang
aerobik membutuhkan udara khususnya oksigen untuk hidupnya. Selain itu, membuang udara dari kemasan pangan juga dapat
mencegah terjadinya oksidasi minyak dan lemak. Cara-cara yang sudah dipraktekkan untuk menghindari kontak oksigen dengan
bahan pangan misalnya pemberian pelapis lilin pada keju atau meiapisi bahaii pangan dengan film plastik elastis yang kedap
oksigen. Cara-cara lainnya adalah mengganti udara dalam kemasan dengan gas nitrogen, atau memasukkan tablet penyerap oksigen
ke dalam kemasan.
h. Penambahan Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan yang bersifat sebagai pengawet diantaranya yaitu asam benzoat atau natrium benzoat, asam sorbat, natrium
atau kalsium propionat, dan sulfur dioksida. Asam atau natrium benzoat umum ditambahkan ke dalam pangan berkadar gula tinggi
seperti sirop, jem jeli, minuman, dan sebagainya. Natrium dan kalsium propionat sering ditambahkan ke dalam produk bakeri seperti
roti, biskuit dan sejenisnya. Sedangkan sulfur dioksida sering ditambahkan sebagai pemutih meskipun senyawa ini juga berfungsi
sebagai pengawet, misalnya pada produk-produk kering putih seperti tepung pisang, manisan pala, dan sebagainya. Perlu diingat
bahwa bahan tambahan pangan berupa pengawet ini hanya diperbolehkan digunakan dalam dosis tertentu saja.
i. Radiasi
Pertumbuhan mikroba dapat dihambat dengan berbagai jenis radiasi seperti radiasi sinar-X, radiasi ultra-violet, dan radiasi ionisasi
yang disebut iradiasi. Dengan dosis tertentu radiasi dapat mematikan mikroba dan menginaktifkan enzim dalam bahan pangan.
Radiasi ionisasi atau iradiasi dengan sinar-y sekarang sudah umum dilakukan untuk berbagai jenis bahan pangan mentah dari mulai
rempah-rempah sampai udang beku.


Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/3 |