BAB II STUDI PUSTAKA - Analisa Dan Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat Bendrat (Serat Kawat) Pada Daerah Tarik Balok Beton Bertulang

BAB II STUDI PUSTAKA Beton Beton merupakan bahan konstruksi yang sangat penting dan paling dominan digunakan pada

  struktur bangunan. Menurut SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Seperti substansi-substansi mirip batuan lainnya, beton memiliki kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang sangat rendah.

2.1.1 Bahan Beton

2.1.1.1Semen

  Semen Portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium dengan gypsum sebagai bahan tambahan (PUBI-1982).

1. Sifat Semen Portland

  Spesifikasi Semen Portland umumnya menempatkan batas pada komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pengertian yang signifikan dari sifat fisik semen sangat membantu dalam hal mengaplikasikan hasil dari uji semen. Berikut adalah sifat dari Semen Portland : a. Kehalusan (Fineness)

  Kehalusan semen mempengaruhi panas yang dihasilkan dan besarnya hidrasi. Nilai kehalusan yang tinggi akan meningkatkan hidrasi semen dan meningkatkan pertumbuhan kuat tekan.

  b. Kekuatan (Soundness) Kekuatan ini berdasarkan pada kemampuan pasta untuk mengeras serta mempertahankan volumenya setelah pengikatan.

  c. Konsistensi (Consistency) Konsistensi didasarkan pada gerakan relatif pada semen pasta segar atau mortar atau kemampuannya untuk mengalir.

  d. Waktu Pengikatan (Setting Time)

  Waktu pengikatan diindikasikan dengan pasta yang sedang menimbulkan reaksi hidrasi yang normal.

  e. Salah Pengikatan (False Set) Salah Pengikatan adalah bukti dari hilangnya plastisitas tanpa berkembangnya panas setelah pencampuran.

  f. Kuat Tekan (Compressive Strength) Kuat tekan didukung oleh tipe semen, komposisi bahan dan kehalusan semen.

  g. Panas Hidrasi (Heat of Hydration) Panas Hidrasi adalah panas yang ditimbulkan ketika semen dan air bereaksi.

  Panas yang dihasilkan bergantung pada komposisi kimia dari semen tersebut.

  h. Kehilangan Pembakaran (Loss on Ignition) Kehilangan Pembakaran diindikasikan sebelum hidrasi dan karbonasi, yang diakibatkan penyimpanan yang tidak sesuai.

2. Kandungan Semen Portland

  Bahan dasar utama Semen Portland adalah oksida kapur, oksida silica, oksida aluminia, dan oksida besi.

  

Tabel 2. 1 Senyawa Utama Semen Portland

Nama Senyawa Komposisi Oksida Singkatan

  Trikalsium Silikat

  3CaO.SiO

  2 C

  3 S

  Dikalsium Silikat

  2CaO.SiO

  2 C

  2 S

  Trikalsium Aluminat

  3CaO.Al

  2 O

  3 C

  3 A

  Tetrakalsium Aluminoferit

  4CaO.Al2O

  3 .Fe

  2 O

  3 C

  4 AF Tabel 2. 2 Perkiraan Batas Komposisi Semen Portland

  Oksida Isi (%)

  CaO 60 – 67 SiO

  2 17 – 25

  Al O 3 – 8

  2

3 Fe

  2 O 3 0,5 – 6

  MgO 0,1 – 4 Alkalis 0,2 – 1,3

  SO

  3 - 3

3. Tipe Semen Portland

  6 Secara umum, semen Portland yang ada diproduksi ada 5, antara lain :

  a. Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air.

  b. Tipe II (Modified Cement) Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.

  c. Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement) Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Semen ini diproduksi dengan cara memisahkan bagian halus semen cepat keras sehingga menghasilkan semen dengan permukaan spesifik tinggi dan sering digunakan pada pembuatan beton dengan kekuatan awal yang tinggi. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton misal atau dalam skala besar karena tingginya panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

  d. Tipe IV (Low-Heat Portland Cement) Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya karena proporsi dicalsium silikat yang lebih banyak tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir.

  e. Tipe V (Sulphate-Resisting Cement) Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi.

6 L.J. Murdock dan K.M. Brook, 1978, Bahan dan Praktek Beton

2.1.1.2 Agregat

  Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi campuran mortar dan beton dan menguasai 60% hingga 75% dari volume beton (70% hingga 85% dari berat).

  1. Jenis Agregat

  • Agregat halus merupakan butiran mineral dengan besar butiran < 5 mm, tersedia secara alami (pasir sungai, pasir pantai, pasir galian) atau secara mekanis / buatan (pasir buatan dari alat pemecah batu).
  • Agregar kasar merupakan butiran – butiran mineral dengan besar 5 mm – 40 mm, tersedia secara alami (kerilil sungai, kerikil galian) dan secara mekanik (batu pecah dari alat pemecah batu).

  2. Karakteristik Agregat

  • Agregat halus harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan: a.

  Harus terdiri dari butir-butir tajam, keras dan harus bersifat kekal terhadap cuaca (tidak pecah / hancur oleh pengaruh cuaca).

  b.

  Harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya. Hasil analisa ayakan memenuhi batasan-batasan yang ditentukan pada SK SNI T-15-1990-03, modulus kehalusan 2,3 – 3,1.

  c.

  Bahan-bahan yang dapat merusak -gumpalan liat dan butiran lebih halus dari 75 mikrometer- tidak lebih dari 3%.

  d.

  Harus bebas dari bahan-bahan organis yang merusak (diuji dengan NaCl, warna agregat halus yang bagus ialah kuning jernih).

  • Agregat kasar harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan: a.

  Terdiri dari butir-butir yang keras, tidak berpori dan kekal terhadap cuaca.

  b.

  Agregat pipih / panjang tidak boleh lebih dari 20 %. c.

  Kekerasan diuji dengan mesin pengaus Los Angeles, dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat > 50 %.

  d.

  Harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya. Hasil analisa ayakan memenuhi batasan-batasan yang ditentukan pada SK SNI T-15-1990-03.

  e.

  Bahan-bahan yang dapat merusak -gumpalan liat dan butiran lebih halus dari 0,075 mm- tidak lebih dari 5%.

2.1.1.3 Air

  Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkaan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya sekitar 25% berat semen saja, namun dalam kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Kelebihan air ini dipakai sebagai pelumas, tetapi tidak boleh terlalu banyak karena menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta beton yang porous. Air yang digunakan biasanya adalah air suling, air sungai dan air laut (mengandung 3,5% garam, 78% sodium clorida dan 15% magnesium sulfat. Air laut tidak boleh digunakan pada beton bertulang dan beton pra tegang). Dalam pemakaian air untuk beton, sebaiknya air memenuhi syarat sebagai

  7

  berikut : a.

  Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/ltr.

  b.

  Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organic dan sebagainya) lebih dari 15 gr/ltr.

  c.

  Tidak mengandung clorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr.

  d.

  Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.

2.1.2 Sifat Mekanik Beton

2.1.2.1 Kuat Tekan

  Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standard, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji silinder beton (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang umumnya dipakai adalah standard ASTM (American Society for Testing Materials) C39-86.

  7 = Kardiyono Tjokrodimuljo, 1994, Teknologi Beton:45.

  Dimana: = Tegangan Tekan beton (N/mm²) P = besar gaya yang diberikan pada silinder (N) A

  = luasan alas silinder (пd²/4) (mm²)

  Gambar 2. 1 Uji Tekan Beton

  Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi (f’c) yang dicapai benda uji pada umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian dicatat bahwa tegangan f’c bukan pada saat benda uji hancur, melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton ( c ) mencapai nilai ±

  ε

  8 0,002.

  Gambar 2. 2 Tegangan Tekan Benda Uji Beton (Istimawan, 1996)

  8 Gambar 2. 3 Diagram Kuat Beton-Umur Beton (Istimawan, 1996) Istimawan Dipohusodo, 1996, Struktur Beton Bertulang:7.

  Dalam teori Teknologi Beton dijelaskan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton ialah: a.

  Faktor Air Semen (fas); fas jangan terlalu besar dan jangan terlalu kecil, diperlukan fas optimum.

  b.

  Umur Beton; kuat tekan beton bertambah sesuai bertambahnya umur beton.

  c.

  Jenis semen, setiap semen memiliki kelajuan kenaikan kekuatan yang berbeda-beda.

  d.

  Jumlah Semen; jika nilai slam sama, beton dengan kandungan semen yang lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

  e.

  Sifat Agregat; yang paling dominan adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya.

2.1.2.2 Kuat Tarik Kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekan beton.

  Kuat tarik beton sulit diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of rupture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur pada beton. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,5 – 0,6 kali

  √f’c, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57

  √f’c. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, diletakan pada arah memanjang kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak lurus. Tegangan tarik diambil pada saat benda uji terbelah menjadi dua bagian (split cylinder strength).

  2 =

  Dimana: ft = kuat tarik belah (N/mm²) P = beban pada waktu belah (N) L = panjang benda uji silinder (mm) D = diameter benda uji silinder (mm)

  P

P

  Gambar 2. 4 Uji Belah Silinder

2.1.2.3 Modulus Elastic

  Mengamati kurva tegangan dan regangan yang berbeda, pada umumnya kuat tekan maksimum tercapai pada saat nilai satuan regangan tekan ( ε) mencapai

  ±0,002. Selanjutnya nilai tegangan akan berkurang sejalan bertambahnya nilai regangan.

  Gambar 2. 5 Berbagai Kuat Tekan Benda Uji Beton (Istimawan, 1996) Kuat tekan beton mempengaruhi kemiringan kurva sehingga turut mempengaruhi modulus elastisitas beton. Sesuai dengan SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.1.5

  9

  digunakan rumus nilai modulus elastisitas beton sebagai berikut : = 0,043 ¹˙⁵√ ′

  Dimana: Ec = modulus elastic beton (MPa) Wc = berat isi beton (kg/m³) 9 f’c = kuat tekan beton (MPa) Istimawan Dipohusodo, 1996, Struktur Beton Bertulang:9.

  Rumus empiris tersebut hanya berlaku untuk beton dengan berat isi berkisar antara 1500 dan 2500 kg/m³. Untuk beton normal dengan berat isi ±23 KN/m³ digunakan nilai:

  = 4700√ ′

2.1.2.4 Rangkak dan Susut

  Beton yang sedang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan regangan dan tegangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton menunjukan sifat elastic murni hanya pada waktu menahan beban singkat. Rangkak merupakan sifat dimana beton mengalami perubahan bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Nilai rangkak semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa waktu berjalan. 75% dari total rangkak terjadi pada tahun pertama. Pada umumnya rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap kekuatan struktur namun sejalan waktu akan meningkatkan besar lendutan (defleksi).

  Susut merupakan sifat beton yang mengalami perubahan bentuk (deformasi) akibat kehilangan kadar air didalam beton tersebut dalam jangka waktu yang lama (berhubungan dengan nilai kelembaban). Susut berlangsung selama bertahun- tahun, tetapi dalam kondisi normal, sekitar 90% susut terjadi pada tahun pertama. Banyak cairan yang hilang bervariasi tergantung seberapa jauh jaraknya dari permukaan.

  2.1.2.5 Kuat Geser

  Pengujian untuk memperoleh keruntuhan geser yang betul-betul murni tanpa dipengaruhi tegangan-tegangan lain sangatlah sulit. Akibatnya pengujian kuat geser beton selama bertahun-tahun selalu menghasilkan nilai-nilai leleh yang terletak diantara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya.

  2.1.2.6 Perbandingan Poisson

  Ketika sebuah silinder beton menerima beban, silinder tersebut tidak hanya berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral. Perbandingan ekspansi lateral dengan perpendekan longitudinal ini disebut sebagai Perbandingan Poisson (Poisson’s Ratio). Untuk beton mutu tinggi, nilai poisson’s ratio adalah 0,11; untuk beton mutu rendah nilai poisson’s ratio adalah 0,21; dengan nilai rata-rata 0,16.

  Gambar 2. 6 Ekspansi Lateral dan Longitudinal

2.2 Balok Beton Bertulang

  Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton.

  Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan dapat terwujud dengan didasarkan keadaan- keadaan: (1) lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran; (2) beton bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadi karat; (3) angka muai kedua bahan hampir sama, beton sekitar 0,00001 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012.

2.2.1 Tulangan

  Tulangan yang digunakan pada struktur beton terdapat dalam bentuk batang atau anyaman kawat yang dilas (wire mesh). Batang tulangan mengacu kepada tulangan polos / BJTP (plain bar) atau tulangan ulir / BJTD (deformed bar). Tulangan polos jarang digunakan kecuali untuk membungkus tulangan longitudinal, terutama pada kolom. Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam y s perhitungan perencanaan beton bertulang ialah f (tegangan luluh) dan E (modulus elastisitas). Dari suatu diagram hubungan tegangan-regangan tipikal untuk batang baja tulangan diketahui bahwa tegangan luluh (titik luluh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar sesuai SII 0136-84 dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja tulangan diketahui atau ditentukan pada awal analisis.

  

Gambar 2. 7 Diagram Tegangan-Regangan Tulangan Baja (Istimawan, 1996)

  Modulus elastis baja tulangan ditentukan berdasarkan kemiringan awal kurva tegangan-regangan di daerah elatis dimana antara mutu baja yang satu dengan lainnya tidak banyak variasi. Ketentuan SK SNI T-15-1991-03 menetapkan bahwa nilai modulus elastis baja adalah 200.000 MPa. ASTM menggolongkan batang tulangan baja dengan memberikan nomor, dari #3 s.d. #18 sesuai dengan spesifikasi diameter, luas penampang dan berat tiap satuan panjang. Baja-baja tulangan dapat dibuat dari baja billet (baja yang baru dibuat), baja as (dibuat dari bekas as roda kereta api) atau baja rel (dibuat dari bekas rel kereta api).

  

Gambar 2. 8 Kurva Tegangan-Regangan Baja (Timoshenko, 1983)

  Perilaku baja tulangan dalam kondisi tarik dan kondisi tekan dapat diasumsikan sama, jika faktor tekuk pada baja diabaikan. Perilaku baja tulangan yang sebenarnya dibagi atas 4 fase, yaitu fase linear elastic (elastic linier), fase leleh (yielding), fase strain hardening dan fase weaking.

  

Tabel 2. 3 Standard Batang Baja Tulangan ASTM Tabel 2. 4 Jenis dan Kelas Baja Tulangan Sesuai SII 0136-80

2.2.2 Analisis Balok Beton Bertulang

  

Gambar 2. 9 Deformasi Lentur Balok Beton Bertulang

  Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan terjadi dibagian atas dan regangan tarik dibagian bawah dari penampang.

  Regangan- regangan tersebut menimbulkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik di sebelah bawah. Agar stabilitasnya terjamin, batang balok sebagai bagian dari system yang menahan lentur harus kuat menahan tegangan tekan dan tegangan tarik.

  Melihat sifat utama bahwa bahan beton kurang mampu menahan tegangan tarik menjadi dasar pertimbangan balok diperkuat dengan batang tulangan baja pada daerah dimana tegangan tarik bekerja.

2.2.2.1 Analisa Lentur Tulangan Tarik (Tunggal)

  Kuat lentur suatu balok tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan- tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam. Momen tahanan dalam tersebut yang akan menahan atau memikul momen lentur rencana actual yang ditimbulkan oleh beban luar. Untuk tujuan penyederhanaan, Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen. Standard SK SNI T-15- 1991-03 pasal 3.3.2 ayat 7 juga menetapkan bentuk tersebut sebagai ketentuan, meskipun pada ayat 6 tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk- bentuk yang lain sepanjang hal tersebut adalah hasil pengujian.

  

Gambar 2. 10 Diagram Tegangan Ekivalen Whitney (Istimawan, 1996)

Gambar 2. 11 Analisis Balok Bertulangan Tarik (Istimawan, 1996)

  As b = N D = 0,85 f’c ab

  ρbd N T = As fy

  As mak = 0,75 As b a =

  1 c

  β

  mak = b

  ρ 0,75 ρ

  min = 1,4 / fy

  ρ

  0,85 600 ′ ₁ .

  = 600 + M R = N D (z) = N T (z)

  N D = N T 0,85 f’c ab = As fy

  Dimana: N D = resultante seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral N T = resultante seluruh gaya tarik pada daerah di bawah garis netral

  R =

  M momen tahanan z = jarak antara resultante tekan dan tarik c = jarak serat tekan terluar ke garis netral fy = tegangan luluh tulanangan f’c = kuat tekan beton As = luas tulanngan balok seimbang

  b

  ρ = ratio penulangan d = tinggi efektif balok b = lebar balok 1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton. β

  SK SNI T-15-1991-03 menetapkan nilai = 0,85 untuk f’c 30 β

  1 MPa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 MPa dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

  ( ) ≥ ℎ ( ) = ∅

  Standard SK SNI T-15-1991-03 pasal 2.2.3 ayat 2 memberikan faktor reduksi kekuatan ∅ untuk berbagai mekanisme dan untuk tarik aksial tanpa dan dengan lentur

  ∅ = 0,8.

2.2.2.2 Analisis Lentur Tulangan Tekan-Tarik (Ganda) Pada praktik di lapangan, (hampir) semua balok selalu dipasang tulangan rangkap.

  Jadi balok dengan tulangan tunggal secara praktis tidak ada (jarang sekali dijumpai). Meskipun penampang beton pada balok dapat dihitung dengan tulangan tunggal (yang memberikan hasil tulangan longitudinal saja), tetapi pada kenyatannya selalu ditambahkan tulangan tekan minimal 2 batang, dan dipasang pada bagian sudut penampang balok beton yang menahan tekan. Tulangan baja berperilaku elastic hanya sampai tingkatan dimana regangannya mencapai luluh ( y ). Dengan kata lain, apabila regangan tekan baja (

  ε ε’s) sama atau lebih besar dari regangan luluhnya ( ) maka sebagai batas maksimum tegangan

  y

  ε tekan baja (f’ s ) diambil sama dengan tegangan luluhnya (f y ).

  Pada analisa tulangan rangkap, dipakai anggapan bahwa kedua penulangan baik tekan maupun tarik telah meluluh sebelum atau pada saat regangan beton mencapai 0,003 (under reinforced / stadium retak). Kondisi ini diharapkan bahwa beton belum hancur, walaupun baja sudah luluh.

  Tambahan tulangan longitudinal tekan ini selain menambah kekuatan balok dalam hal menerima beban lentur, juga berfungsi untuk memperkuat kedudukan begel balok (antara tulangan longitudinal dan begel diikat dengan kawat lunak, serta sebagai tulangan pembentuk balok agar mudah dalam pelaksanaan pekerjaan beton.

  

Gambar 2. 12 Analisis Balok Bertulangan Rangkap (Istimawan, 1996)

  a =

  1 c

  β N D1 = 0,85 f’c ab

  A s = As

  1 + As

  2 N D2 = As’ f’s

  N T1 = As

  1 fy As 1 = mak bd

  ρ N T2 = As

  2 fy

  

  = ₂ =

  ′ ′ ) ∅ ( −

  ′ − ′ =

  0,003 M r2 = M u - M r1

  M r1 = ø bd²k M R = N D (z) = N T (z)

  N T = N D1 +N D2 As fy= 0,85 f’c ab + As’ f’s

  Dimana: N = resultante gaya tekan yang ditahan oleh beton

  D1

  N D2 = resultante gaya tekan yang ditahan oleh tulangan baja tekan N T1 = resultante gaya tarik pada tulangan tarik akibat beton N T2 = resultante gaya tarik pada tulangan tarik M R = momen tahanan z = jarak antara resultante tekan dan tarik c = jarak serat tekan terluar ke garis netral fy = tegangan luluh tulanangan f’c = kuat tekan beton As

  1 = luas tulangan baja tekan (As’)

  As

  2 = luas tulangan baja tarik

  ρ = ratio penulangan d = tinggi efektif balok b = lebar balok 1 = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton. β

  SK SNI T-15-1991-03 menetapkan nilai

  1 = 0,85 untuk f’c 30

  β MPa, berkurang 0,008 untuk setiap kenaikan 1 MPa dan nilai tersebut tidak boleh kurang dari 0,65.

2.2.2.3 Tulangan Geser

  Penulangan geser dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti: a.

  Sengkang vertical b.

  Jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial c. Sengkang miring / diagonal d.

  Batang tulangan miring diagonal dengan cara membengkokan tulangan utama e. Tulangan spiral

  Cara umum yang paling sering dilaksanakan untuk penulangan geser adalah menggunakan sengkang. Beberapa petunjuk ketentuan penulangan sengkang:

1. Bahan-bahan dan tegangan maksimum

  2

  1

  ∅ = ∅( + ) = ∅

   Pada dasarnya jarak sengkang diambil tidak kurang dari 100 mm

Gambar 2. 13 Jarak Spasi Sengkang berdasarkan kekuatan

  atau max = 600 Catatan: dipilih yang paling kecil

  2

  1

  � ′ max =

  3

  1

  atau max = 300 ≤

  4

  � ′ max =

  3

  Untuk mencegah terjadinya lebar retak berlebihan pada balok, akibat gaya tarik diagonal berdasarkan SK SNI T-15-1991-03: kuat luluh rencana tulangan geser tidak boleh melebihi 400 MPa dan nilai =

  1

  Apabila: >

  s max

  Jarak antar sengkang (spasi) / a

  12 3.

  untuk sengkang, namun untuk gaya geser yang relative besar digunakan tulangan D

  10

  Umumnya digunakan batang tulangan D

  � ′ 2. Ukuran batang tulangan untuk sengkang

  3

  =

  ∅

  − = dan

  =

  1

  6

  � ′ =

  1

  3 Dimana: Vn = gaya geser yang terjadi

  Vu = gaya geser dalam yang bekerja Vc = gaya geser yang bekerja pada beton Vs = gaya geser yang bekerja pada tulangan Av = luas tulangan geser as = jarak antar sengkang d = tinggi efektif balok fy = tegangan luluh tulanangan f’c = kuat tekan beton b = lebar balok

2.3 Beton Bertulang Serat

  Dalam beberapa tahun terakhir, beton bertulang serat makin banyak diminati orang, dan saat ini banyak penelitian yang sedang dilakukan tentang beton bertulang serat. Di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris, para peneliti telah berusaha memperbaiki sifat-sifat kurang baik dari beton tersebut dengan menambahkan fiber pada adukan beton. Ide dasarnya adalah menulangi beton dengan fiber yang disebarkan secara merata kedalam adukan beton dengan orientasi random, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini, baik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan. Dengan tercegahnya retakan-retakan yang terlalu dini, kemampuan bahan untuk mendukung tegangan-tegangan dalam (aksial, lentur, dan geser) yang terjadi akan jauh lebih besar.

2.3.1 Serat

2.3.1.1 Jenis-Jenis Serat

  Beberapa macam bahan fiber yang dapat dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat beton dilaporkan oleh ACI Committee 544 (1982) dan Soroushian dan Bayasi (1987).Bahan tersebut adalah: 1.

  Serat metal, seperti: serat kawat (bendrat), serat besi dan serat strainless stell, serat baja.

  2. Serat polymeric, seperti: serat plastic (polypropylene) dan serat nylon.

  3. Serat mineral, seperti serat kaca (glass) 4.

  Serat Alami, untuk keperluan non struktural fiber dari bahan alamiah (seperti ijuk, atau serat tumbuh-tumbuhan lainnya).

  ACI Committee 544 mendefinisikan bahwa semua material yang terbuat dari baja/besi yang berbentuk fisik kecil/pipih dan panjang dapat dimanfaatkan sebagai serat pada beton. Menurut ACI Committee 544 secara umum fiber baja panjangnya antara 0,5 in (12,7 mm) sampai 2,5 in (63,57 mm) dengan diameter antara 0,017 in (0,45 mm) sampai 0,04 in (1,0 mm).

  Untuk pembuatan beton berserat baja hendaknya dipenuhi ketentuan dibawah ini (ACI Committee 544):

Tabel 2.5 Perbandingan Batas Kondisi Agregat Beton Fiber

  Agregat maks Agregat maks Agregat maks Keterangan ½ in ¾ in 1½ in Semen 355,98 – 593,3 296,65 – 533,97 278,85 – 415,31

Water Cement ratio 0,35 – 0,45 0,35 – 0,50 0,35 – 0,55

  Persentase Agregat 45 – 60 45 - 55 40 – 55 halus terhadap agregat kasar Persentase vol fiber 0,4 – 1,0 0,3 – 0,8 0,2 – 0,7 (profil)

  Persentase vol fiber 0,8 – 2,0 0,6 – 1,6 0,4 – 1,4 (polos)

2.3.1.2 Serat Bendrat / Serat Kawat

  Kawat bendrat merupakan salah satu material baja yang memenuhi kriteria defenisi serat menurut ACI Committee 544. Selain itu, kawat bendrat yang merupakan kawat local ini murah harganya dan banyak tersedia di Indonesia. Sudarmoko meneliti pengaruh aspek rasio serat (nilai banding panjang dan diameter serat) yang dinyatakan panjang serat, terhadap sifat-sifat struktural adukan beton yang mengandung serat yang meliputi kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastik. Dengan panjang serat kawat bendrat 60, 80 dan 100 mm dengan konsentrasi serat 1 % dari volume adukan disimpulkan hasil terbaik ditunjukan oleh beton serat dengan panjang serat 80 mm merupakan nilai yang optimal untuk ditambahkan pada adukan beton ditinjau dari sudut peningkatan kuat tarik dan kuat tekan. Sehingga disimpulkan, kawat bendrat berdiameter ± 1 mm dipotong– potong dengan panjang ± 8 cm dan dijadikan sebagai fiber (serat) (Ananta Ariatama, 2007).

  Gambar 2. 14 Grafik Kuat Tekan dengan Panjang Serat (Sudarmoko, 1993)

  Gambar 2. 15 Grafik Kuat Tarik dengan Panjang Serat (Sudarmoko, 1993)

  2.3.2 Sifat Mekanik Beton Bertulang Serat

  Kekuatan beton bertulang serat tidak berbeda jauh dari beton bertulang yang tidak memakai serat. Meskipun demikian, beton yang dihasilkan dengan penambahan serat ini mengalami peningkatan kekerasan yang substansial, dan mempunyai daya tahan yang lebih tinggi terhadap retak dan tumbukan.

  Tulangan hanya menyediakan penguatan pada arah tulangan saja, tetapi serat yang disebarkan secara acak menyediakan kekuatan tambahan pada semua arah karena serat sedapat mungkin merekatkan retak yang terjadi. Hasilnya daktilitas dan kekerasan beton akan naik. Retak merupakan tanda bahwa beton lemah terhadap tarik.

  2.3.3 Variabel Beton Bertulang Serat

  Dalam pembuatan / perancangan beton bertulang serat ada beberapa variabel yang

  10

  berpengaruh terhadap beton bertulang serat yang dihasilkan, diantaranya :

  a. Fiber Aspect Ratio Fiber aspect ratio adalah perbandingan antar panjang serat (l) dan diameter (d).

  Dari penggunaan aspek rasio serat yang tinggi akan mengakibatkan terjadi balling

  effect , yaitu penggumpalan serat membentuk suatu bola serat karena penyebarannya

  yang tidak dapat merata. Oleh karena itu disarankan penggunaan serat dengan aspek rasio rendah ( l/d < 50), tetapi tidak boleh terlalu pendek karena pengaruh serat menjadi kurang signifikan

  b. Fiber Volume Fraction

  Fiber Volume Fraction adalah persentase fiber / serat yang ditambahkan pada tiap

  satuan volume beton. Tiap jenis serat mempunyai persentase volume optimal yang dapat memperbaiki sifat-sifat beton berserat tersebut.

  c. Mutu Beton Berbeda pada beton mutu normal, penambahan fiber pada beton mutu tinggi akan mengakibatakan tingkat workability yang menjadi rendah karena persentase airnya yang kecil. Hal ini tentu saja akan menyulitkan pengerjaan di lapangan bila tidak diantisipasi. Penambahan additive tertentu akan menjadikan beton serat tersebut menjadi lebih mudah dikerjakan.

  d. Bentuk Permukaan Serat Daya lekat ( bond ) antara serat dan beton sangat berpengaruh terhadap kualitas beton fiber. Makin besar lekatannya maka sifat-sifat mekanis beton akan makin baik, dimana tegangan beton akan ditansfer dari beton ke serat melalui lekatan tersebut sampai beton mengalami retak-retak. Semakin kasar permukaan serat maka lekatannya akan semakin kuat, sehingga pada serat baja dikembangkan bentuk - bentuk penampang yang bervariasi.

  e. Metode / Cara Pencampuran Penyebaran serat pada adukan beton tergantung metode / cara pencampurannya.

  Ada dua cara pencampuran, yaitu pencampuran kering dan pencampuran basah

10 Ananta Ariatama, Pasca Sarjana FT Universitas Diponegoro, 2007, Pengaruh Pemakaian Serat Kawat Berkait Pada Kekuatan Beton Mutu Tinggi Berdasarkan Optimasi Diameter Serat.

  yang keduanya boleh dilakukan tergantung pada jenis serat yang digunakan. Pencampuran kering adalah dengan mencampurkan serat pada beton sebelum dituang air. Sebaliknya pencampuran basah, serat dicampurkan setelah adukan beton dituangi air.

  Selain itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam beton bertulang serat adalah

  

fiber dispersion atau teknik pencampuran adukan agar fiber yang ditambahkan dapat

  tersebar merata dengan orientasi yang random dalam beton dan masalah kelecakan (workability) adukan.

  Secara umum dapat dijelaskan bahwa dengan memodifikasikan proporsi adukan (misalnya dengan menambah superplasticizer ataupun memperkecil diameter maksimum agregat). Dan memodifikasi teknik pencampuran adukan (mixing

  

technique) maka masalah fiber dispersion dapat diatasi. Untuk masalah workability,

  secara umum dapat pula dikatakan bahwa workability akan menurun seiring dengan makin banyaknya prosentase fiber yang ditambahkan dan makin besarnya rasio kelangsingan fiber (Suhendro, 1991).