Analisa Lentur dan Eksperimental Penambahan Mutu Beton pada Daerah Tekan Balok Beton Bertulang

(1)

ANALISA LENTUR DAN EKSPERIMENTAL PENAMBAHAN MUTU

BETON PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON BERTULANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

KHIBRAN SAMUDRA

09 0404 166

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


(2)

i ABSTRAK

Penelitian yang ada pada saat ini berpengaruh kepada bagaimana cara menciptakan suatu konstruksi yang kuat, aman dan murah dengan memanfaatkan teori-teori yang ada. Berdasarkan diagram tegangan tekan disebutkan bahwa balok beton bertulang mengalami lentur murni pada saat diberikan beban hingga mencapai batas runtuhnya, dimana tegangan tekan ditahan oleh balok sepanjang dari garis netral ke serat atas balok dan tegangan tarik ditahan oleh baja. Ditinjau dari fungsi beton pada balok beton bertulang, dikatakan bahwa pada daerah tarik ditahan oleh tulangan baja dan daerah tekan ditahan oleh beton, maka dari itu perlu dilakukan penelitian menambahkan mutu beton pada bagian tekan untuk meningkatkan kapasitas lentur balok beton bertulang.

Dalam penelitian ini untuk pengujian lentur dilakukan pada 2 buah balok beton bertulang, yang terdiri atas 1 buah balok beton bertulang normal (dalam satu balok terdiri dari satu mutu beton yang sama), dan balok beton bertulang yang lainnya merupakan balok beton bertulang berlapis (dimana dalam satu balok terdapat 2 lapisan beton yang berbeda mutu betonnya, pada lapisan awal bagian tarik mutu betonnya sama dengan balok beton bertulang normal, dan lapisan kedua bagian tekan dengan mutu beton yang lebih tinggi dari pada bagian tarik).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa balok beton bertulang berlapis mengalami penurunan lendutan dan regangan sebesar 10.52 % dan 6,3 % serta peningkatan kapasitas lentur balok beton bertulang sebesar 6,25 %. Dari hasil pengujian dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh beton pada bagian tekan balok beton bertulang sangat berpengaruh dalam mengurangi lendutan yang terjadi.

Kata kunci: Balok Beton Bertulang, Normal, Berlapis, Lendutan, Regangan, Kapasitas Lentur.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir

yang berjudul “ANALISA LENTUR DAN EKSPERIMENTAL PENAMBAHAN

MUTU BETON PADA DAERAH TEKAN BALOK BETON BERTULANG” ini

dimaksudkan untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi struktur Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala, tetapi karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada

kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Sanci Barus, M.T., sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, dukungan, masukan, serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Robert Panjaitan, dan Ir. Torang Sitorus,M.T., sebagai Dosen Pembanding

dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua orangtua, Irawan Sungkono dan Chairiah Yulia Siregar., yang tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih sayang dan segalanya untuk saya selama ini. serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung dan


(4)

3 3

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa: Fauzi ‘10, Rahmad ‘10, Bagus ’12, Nanda

’12, Zulfikar '12.

8. Seluruh staf pegawai kak Lince, Kak Dina, Kak Dewik, Bang Julpan, Bang Jul KP,

Bang Edi , Bang Amin dan Wong Tuo Penunggu Beton dan juga semua pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh keluarga saya sipil 2009 yang telah sangat banyak membantu saya mulai dari awal proses pengerjaan tugas akhir :Bambang Kennedy, Gustara Iqbal, Ade Septiawan, Tama Husein (Saddam), Odoy, Dicky, Sandy, Kirun, Irsyad, Hafiz Lida, Pandu, Rizky Utama, Rizky Tamba, Perkasa Damanik, Dewik, Posma Nikolas Hutabarat, Mario, Ableh, Bang Alle, dan semuanya.

10. Teman-teman seperjuangan yang sudah duluan tamat.

11. Semua abang/kakak dan adik-adik angkatan yang telah membantu penulis selama pengerjaan tugas akhir ini: Bang Gejond , Bang Indra , Muis, Lumajun, Suryadi, Acong, Puter, yang selalu memberi canda dan tawa serta temaan-teman lainya yang tidak bisa dituliskan satu-persatu yang lainya.

12. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik.


(5)

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2015 Penulis


(6)

5 5 DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR .....………... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 5

1.5 Sistematika Penulisan... 6

1.6 Metode Penelitian ... 7

1.7 Pelaksanaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Umum ... 13

2.2. Bahan Yang Digunakan ... 13

2.2.1 Semen Portland ... 13

2.2.2 Agregat ... 18

2.2.3 Air ... 20

2.2.4 Bahan Tambah (Additive) ... 21


(7)

2.2.5 Beton Berlapis ...………..………... 23

2.3. Sifat Beton ………...………..………... 23

2.3.1 Kuat Tekan ………..……….……… 23

2.3.2 Kuat Tarik ………..……..………. 25

2.3.3 Kuat Geser ………..……..……… 25

2.3.4 Rangkak ………..……..……… 26

2.3.5 Susut ………..……..………... 26

2.4. Perilaku Tegangan-Regangan Beton …..………..………. 27

2.5. Regangan Tegangan Balok Beton Bertulang ………..……….. 29

2.6. Balok Beton Bertulang ………...……….……….. 29

2.6.1 Baja Tulangan ………....…………... 30

2.6.2 Analisa Balok Beton Bertulang ……..…………..……… 31

2.6.2.1 Analisa Balok Terlentur Tulangan (Tunggal) ………... 32

2.6.2.2 Analisis Balok Terlentur Tulangan(Rangkap) ……….. 34

2.6.2.3 Tulangan Geser ………..…..…...………... 36

2.7. Retak ………..………..……….. 37

2.8. Lendutan ……….………... 39

2.8.1 Perhitungan Lendutan ………..…... 40

2.8.2 Momen Inersia Penampang Retak ……….………... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43


(8)

vii

3.2.2 Perencanaan Campuran Benda Balok Beton Bertulang ..……. 48

3.2.2.1 Benda Uji Balok Beton Bertulang Normal ...……. 48

3.2.2.2 Benda Uji Balok Beton Bertulang Berlapis ... 50

3.2.3 Persiapan Pembuatan Benda Uji ………..……… 51

3.2.3.1 Persiapan Pembuatan Benda Uji Silinder .……… 51

3.2.3.2 Persiapan Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang ………...………….………. 53

3.2.4 Pengecoran Benda Uji ...……….…………...………... 54

3.2.5 Perawatan Benda Uji Pasca Pengecoran ……….……. 58

3.3 Pengujian Kuat Tekan Beton ………...………….. 60

3.4 Pengujian Kuat Tarik Beton ………..………….………...… 62

3.5 Pengujian Kuat Lentur ………... 63

3.6 Bagan alir Percobaan ………..…... 64

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .………... 66

4.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik ………. 66

4.1.1 Kuat Tekan Silinder Beton …..………..………... 66

4.1.2 Kuat Tarik Belah Silinder Beton ………..……… 68

4.2. Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang ……..….……….. 70

4.3. Lendutan Balok Secara Teori ..…….……….……….. 72

4.4. Pengujian Regangan Balok Beton Bertulang ……..……….. 92

4.5. Hubungan Tegangan-Regangan ………..…….…..………….. 90

4.5.1 Hubungan Tegangan - Regangan Beton Balok Beton Bertulang……….………. 90


(9)

4.5.2 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik Balok Beton

Bertulang ………..……... 93

4.6. Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang ……..………... 95

4.7. Retak Balok Beton Bertulang………... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..……... 106

5.1 Kesimpulan ………..………..………...……….. 106

5.2 Saran ………...………...……..………..….. 116

DAFTAR PUSTAKA ………...……….………...….. 107


(10)

9 9 DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1.1 Momen dan Lintang dalam Kondisi Lentur Murni 3

1.2 Diagram Tegangan Tekan Penampang Balok 3

1.3 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Bertulang 8

1.4 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Bertulang 8

1.5 Pembebanan dan perletakan dial indikator pada balok beton bertulang 9

normal 2.1 Hubungan Tegangan dan Regangan Benda Uji Beton 24

2.2 Hubungan Tegangan-Regangan Linear 28

2.3 Hubungan Tegangan-Regangan Non Linier 28

2.4 Deformasi Lentur Balok Beton Bertulang 29

2.5 Diagram Tegangan Regangan Seimbang 31

2.6 Balok Tegangan Ekivalen Whitney 32

2.7 Analisa Balok Bertulangan Rangkap 35

2.8 Retak pada Balok 38

3.1 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang 43

3.2 Sketsa Pembebanan Balok Beton Bertulang 47

3.3 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Normal 48

3.4 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Berlapis 50

3.5 Cetakan Benda Uji Silinder 52

3.6 Bahan Adukan Benda Uji 52

3.7 Dimensi Balok Beton Bertulang Normal 53

3.8 Dimensi Balok Beton bertulang Berlapis 53

3.9 Proses Pengadukan Campuran Beton 55

3.10 Pengujian Slump 55

3.11 Proses Pengecoran 56


(11)

3.12 Beton setelah diratakan dengan sendok semen 56

3.13 Pengecoran beton lapisan pertama 57

3.14 Perawatan Benda Uji Balok 59

3.15 Perawatan Benda Uji setelah cetakan dilepas 59

3.16 Benda Uji Silinder 60

3.17 Penimbangn Benda Uji 61

3.18 Pengujian Kuat Tekan Silinder Beton 61

3.19 Pengujian Kuat Tarik Silinder Beton 62

3.20 Benda Uji Silinder yang Telah Terbelah 62

3.21 Dial Indicator 63

3.22 Alat Pompa dan hydraulic Jack 64

3.23 Selang Hydraulic dan Manometer 64

4.1 Positioning Dial Indicator Lendutan 70

4.2 Pembebanan Terpusat Beton Normal 73

4.3 Momen Sebagai Muatan Pada Balok Berlapis 81

4.4 Penampang Transformasi 82

4.5 Suatu Elemen dari Papan yang Melengkung 92

4.6 Diagram Regangan Balok Beton Bertulang Normal 86

4.7 Diagram Regangan Balok Beton Bertulang Berlapis 87

4.8 4.9 4.10 4.11


(12)

1 1 DAFTAR GRAFIK No 4.1 Judul

Hubungan Beban-Lendutan Balok Beton Bertulang Normal

Hal

71

4.2 Hubungan Beban-Lendutan Balok Beton Bertulang Berlapis 72

4.3 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Teori pada

Balok Beton Bertulang Normal

80

4.4 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Teori pada

Balok Beton Bertulang Berlapis

89

4.5 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian pada Balok

Beton Bertulang Normal dan Berlapis

90

4.6 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Perhitungan Teori pada

Balok Beton Bertulang Normal dan Berlapis

91

4.7 Hubungan Beban-Regangan Beton (εc) pada Balok Beton Bertulang

Normal dan Berlapis

88

4.8 Hubungan Beban-Regangan Tulangan Tarik (εs) pada Balok Beton

Normal dan Berlapis

89

4.9 Hubungan Tegangan-Regangan Beton ( ) pada Balok Beton Bertulang

Normal

91

4.10 Hubungan Tegangan-Regangan Beton( )pada Balok Beton Bertulang

Berlapis

92

4.11 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton

Bertulang Normal dan Berlapis

92

4.12 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton

Bertulang Normal

94

4.13 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton

Bertulang Berlapis

94

4.14 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton

Bertulang Normal dan Berlapis

95

4.15 Hubungan Beban-Tegangan Lentur pada Balok Beton Bertulang Normal

dan Berlapis

102


(13)

No

DAFTAR TABEL

Judul Hal

1.1 Rencana Benda Uji Silinder 12

2.1 Komposisi Senyawa Kimia Semen Portland 16

2.2 Batasan Gradasi pada Agregat Halus 19

2.3 Syarat Gradasi Agregat Kasar Berdasarkan ASTM 20

2.4 Tegangan Leleh dan kuat Tarik Minimum Baja Tulangan 31

2.5 Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan 38

2.6 Perhitungan Lendutan Maksimum yang Diizinkan 39

2.7 Perhitungan Lendutan pada Beberapa Tumpuan 40

3.1 Komposisi Rencana Benda Uji Balok Beton Berlapis 51

4.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton 66

4.2 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton 68

4.3 Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang Normal 70

4.4 Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang Berlapis 71

4.5 Data Hasil Lendutan Pengujian dan Lendutan Teori Balok

Bertulang Normal

Beton 79

4.6 Data Hasil Lendutan Pengujian dan Lendutan Teori Balok

Bertulang Berlapis

Beton 89

4.7 Data Hasil Lendutan Pengujian Balok Beton Bertulang Normal dan

Berlapis

90

4.8 Data Hasil Lendutan Teoritis Balok Beton Bertulang Normal dan Berlapis 91

4.9 Hasil Perhitungan Regangan Tekan Beton ( ) dan Regangan Tulangan

Tarik (εs) pada Balok Beton Bertulang Normal

95

4.10 Hasil Perhitungan Regangan Tekan Beton ( ) dan Regangan Tulangan

Tarik (εs) pada Balok Beton Bertulang Berlapis

96


(14)

13 13 4.12 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton

Bertulang Normal dan Berlapis

102

4.13 Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Normal 108 4.14 Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Berlapis 109


(15)

DAFTAR NOTASI

f’c : Kekuatan tekan (N/mm²)

P : Beban tekan (kg)

A : Luas permukaan benda uji (cm²) SD : Deviasi standar (kg/cm²)

n : Jumlah total benda uji hasil pemeriksaan / jumlah data ft : Kuat tarik belah (N/mm²)

: Tegangan Beton (MPa) Ec : Modulus elastis beton (MPa)

Es : Modulus elastis baja tulangan (MPa)

Nd : Resultan seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral (N) Nt : Resultan seluruh gaya tarik pada daerah di bawah garis netral (N) Mr : Momen tahanan (Nmm)

z : Jarak antara resutante tekan dan tarik (mm) c : Jarak serat tekan terluar ke garis netral (mm) fy : Tegangan luluh tulangan (MPa)

Asb : Luas tulangan balok seimbang (mm²)

ρ : Ratio penulangan

d : Tinggi efektif balok (mm) b : Lebar balok (mm)


(16)

15 15

: Momen inersia penampang (mm⁴)

r : Momen inersia transformasi pada penampang retak (mm⁴)

r : Momen retak (Nmm)

fr : Modulus retak beton (MPa) = 0,7√

yt : Jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik (mengabaikan tulangan baja) = 1/2 q : Berat sendiri balok (N/mm)

′ : Regangan tulangan tekan s : Regangan tulangan tarik

: Regangan beton

Mn : Momen nominal (Nmm)

Δ : Lendutan (mm)

fc : Tegangan beton (N/mm²)

fs : Tegangan tulangan tarik (N/mm²) W : Luas Bidang Momen


(17)

ABSTRAK

Penelitian yang ada pada saat ini berpengaruh kepada bagaimana cara menciptakan suatu konstruksi yang kuat, aman dan murah dengan memanfaatkan teori-teori yang ada. Berdasarkan diagram tegangan tekan disebutkan bahwa balok beton bertulang mengalami lentur murni pada saat diberikan beban hingga mencapai batas runtuhnya, dimana tegangan tekan ditahan oleh balok sepanjang dari garis netral ke serat atas balok dan tegangan tarik ditahan oleh baja. Ditinjau dari fungsi beton pada balok beton bertulang, dikatakan bahwa pada daerah tarik ditahan oleh tulangan baja dan daerah tekan ditahan oleh beton, maka dari itu perlu dilakukan penelitian menambahkan mutu beton pada bagian tekan untuk meningkatkan kapasitas lentur balok beton bertulang.

Dalam penelitian ini untuk pengujian lentur dilakukan pada 2 buah balok beton bertulang, yang terdiri atas 1 buah balok beton bertulang normal (dalam satu balok terdiri dari satu mutu beton yang sama), dan balok beton bertulang yang lainnya merupakan balok beton bertulang berlapis (dimana dalam satu balok terdapat 2 lapisan beton yang berbeda mutu betonnya, pada lapisan awal bagian tarik mutu betonnya sama dengan balok beton bertulang normal, dan lapisan kedua bagian tekan dengan mutu beton yang lebih tinggi dari pada bagian tarik).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa balok beton bertulang berlapis mengalami penurunan lendutan dan regangan sebesar 10.52 % dan 6,3 % serta peningkatan kapasitas lentur balok beton bertulang sebesar 6,25 %. Dari hasil pengujian dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh beton pada bagian tekan balok beton bertulang sangat berpengaruh dalam mengurangi lendutan yang terjadi.

Kata kunci: Balok Beton Bertulang, Normal, Berlapis, Lendutan, Regangan, Kapasitas Lentur.


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya (seperti abu

pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

sebelum itu. Akan tetapi, penggunaan bahan beton tersebut baru dapat berkembang pada awal abad ke 19.

Secara sederhana,beton dibentuk oleh pengerasan campuran antara semen, air, agregat halus (pasir), dan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). Kadang-kadang

ditambahkan pula campuran bahan lain (admixture) untuk memperbaiki kualitas beton.

Campuran dari bahan susun (semen, pasir, kerikil, dan air) yang masih plastis ini dicor ke dalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi campuran semen air, yang menyebabkan pengerasan beton. Bahan yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi ketahanan terhadap tarik rendah.

Beton yang sangat diminati karena bahan ini merupakan bahan konstruksi yang mempunyai banyak kelebihan, antara lain:

1. Harga yang relatif murah karena dapat menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan lokal.

2. Beton termasuk bahan yang memiliki kekuatan tekan tinggi, selain itu mempunyai sifat kedap air secara sempurna.


(19)

3. Beton yang segar dapat dengan mudah diangkut ataupun dicetak dalam bentuk apa pun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan.

4. Kuat tekannya yang tinggi mengakibatkan jika dikombinasikan dengan baja tulangan (yang kuat tariknya tinggi) dapat dikatakan mampu dibuat untuk struktur berat.

5. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya perawatan termasuk rendah.

Selain itu beton juga memiliki kekurangan, kekurangan beton antara lain: Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak.

1. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika basah,

sehingga dilatasi (contraction joint) untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat

perubahan suhu.

2. Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu, sehingga perlu

dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat

perubahan suhu.

3. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusakkan beton.

4. Beton bersifat getas (mudah pecah).

Beton mempunyai kekuatan tarik yang lemah sehingga dapat mengakibatkan keretakan pada balok beton apabila diberikan beban, maka digunakanlah tulangan baja pada bagian yang memerlukan kekuatan tarik pada balok beton, sehingga dapat dikatakan "beton


(20)

3 Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting daam beton keras. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasi mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. (Paul Nugraha dan Antoni 2007)

Kuat tekan beton diawali oleh tegangan tekan maksimum f'c dengan satuan N/m atau MPa. Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya, dan biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu umur beton mencapai 28 hari setelah pengecoran. Nilai kuat tekan beton diperoleh dari tata cara pengujian standar dengan menggunakan mesin dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan peningkatan beban tertentu atas benda uji

silinder beton sampai hancur. Tata cara pengujian umunya dipakai adalah ASTM

(American Society for Testing Materials) C39-86.

Lentur murni adalah kondisi dimana balok beton bertulang memiliki gaya lintang nol(0) dan momen konstan apabila diberi beban sebesar P/2 (lihat pada gambar dibawah ini)

Gambar 1.1 Diagram Tegangan Tekan Penampang Balok


(21)

Gambar 1.1 Momen dan Gaya Lintang Dalam Kondisi Lentur Murni

Penampang S, yang berada tepat ditengah bentang, mengalami gaya lentur murni. Ketika diberikan beban hingga mencapai batas runtuhnya, maka secara aktual tegangan tekan yang terjadi bervariasi sepanjang c dari garis netral hingga ke serat atas balok, akan tetapi tegangan tarik akan ditahan oleh tulangan baja. Namun, secara teoritis, untuk mempermudah perhitungan tegangan tekan dianggap berbentuk persegi, dimana tegangan tekan yang terjadi sebesar 0,85 f'c sepanjang a yang terjadi tepat diatas garis netral hingga serat atas balok, sedangkan tegangan tarik juga akan ditahan oleh tulangan baja.

Berdasarkan asumsi diagram tegangan pada gambar diatas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan dan membandingkan tegangan yang terjadi pada


(22)

5 pada bagian kuat tekan dalam kondisi lentur murni yang dilakukan dilaboratorium dengan perhitungan murni yang didapat secara analitis. Penelitian ini akan membuktikan dan membandingkan bagaimana jika pengaruh balok beton bertulang pada daerah tekan ditambahkan mutu betonnya.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu:

a. Berapa besar kapasitas lentur balok bertulang normal, dengan balok beton bertulang yang ditambahkan mutu betonnya pada daerah tekan?

b. Bagaimana lendutan yang terjadi antara perhitungan teoritis dibandingkan dengan lendutan balok beton bertulang normal, dan balok beton bertulang yang ditambahkan mutu betonnya pada bagian tekan?

c. Bagaimana regangan yang terjadi antara perhitungan teoritis dibandingkan dengan lendutan balok beton bertulang normal, dan balok beton bertulang yang ditambahkan mutu betonnya pada bagian tekan?

d. Bagaimana Tegangan tarik terjadi antara perhitungan teoritis dibandingkan dengan lendutan balok beton bertulang normal, dan balok beton bertulang yang ditambahkan

mutu betonnya pada bagian tekan?


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbandingan besar kapasitas lentur balok beton bertulang dengan dan tanpa penambahan mutu beton yang berbeda pada bagian tekan.

2. Untuk mengetahui dan membandingkan lendutan yang terjadi pada balok beton bertulang dengan dan tanpa penambahan mutu beton yang berbeda pada bagian tekan. 3. Untuk mengetahui dan membandingkan regangan yang terjadi pada balok beton

bertulang dengan dan tanpa penambahan mutu beton yang berbeda pada bagian tekan. 4. Untuk mengetahui tegangan tarik pada balok beton bertulang dengan dan tanpa

penambahan mutu beton yang berbeda pada bagian tekan.

1.4. Batasan Masalah

Dalam penelitian yang akan dilakukan, ada terdapat beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang akan digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut:

a. Benda uji yang akan dipakai berupa beton yang berbentuk balok dengan dimensi penampang 15 cm x 25 cm dan panjang 320 cm.

b. Beton yang akan dipakai pada balok normal ialah K-175.

c. Beton yang akan digunakan pada balok dengan penambahan mutu ialah K-175 (pada bagian tarik dibawah garis netral), K-300 (pada bagian tekan diatas garis netral)


(24)

7 e. Tulangan yang dipakai:

 Tulangan pada daerah tumpuan : 4D12

 Tulangan pada daerah lapangan : 4D12

 Tulangan sengkang : D6-100

f. Perletakan balok ialah perletakan sederhana (sendi dan rol) g. Beban bekerja ialah beban vertikal.

h. Dimensi cetakan silinder yang digunakan dengan diamter 15 cm dan tinggi 30 cm. i. Beton berlapis arah melintang.

j. Jarak titik pembebanan 100 cm .

k. Untuk balok berlapis elastisitasnya diseragamkan dengan balok normal. l. Penyeragaman elastisitas dilakukan dengan cara transformasi penampang.

m. Penempatan Dial Indicator saat pengujian dilakukan setelah balok berada diatas alat uji

n. Lendutan yang diakibatkan berat balok beton bertulang diabaikan

o. Untuk perhitungan lendutan secara teoritis berat balok beton bertulang sendiri diabaikan.

p.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab dibagi dalam sub bab mengenai pokok pembahasan, kemudian diuraikan dengan tujuan dapat diketahui yang dipermasalahan yang dibicarakan. Adapun sistematika penulisan

penelitian ini ialah sebagai berikut:


(25)

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari uraian tentang balok beton bertulang normal dan balok beton bertulang dengan penambahan mutu beton pada bagian tekan.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari uraian tentang persiapan penelitan mencakup perancangan alat test tekut (buckling test) mulai dari perhitungan dimensi alat dan bahan uji, pemasangan alat. Pembuatan benda uji mulai dari persiapan penyediaan bahan, sampai pembuatan benda uji hingga pelaksanaan pengujian.

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Bab ini terdiri dari analisa dan hasil pengujian benda uji dalam peneitian, meliputi: hasil pengujian kuat tekan dan tarik balok beton normal dan balok beton bertulang dengan penambahan mutu beton pada bagian tekan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini terdiri dari kesimpulan hasil dan saran yang diperlukan atas pembahasan dan


(26)

9

1.6. Metode Penelitian

Adapun metodologi penelitian adalah eksperimental di laboratorium. Pembuatan benda uji dilakukan di laboraturium Bahan Rekayasa Program S1 Departemen Teknik sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Benda uji dibuat sebanyak 2 buah balok beton bertulang ( 1 balok beton bertulang normal dan 1 balok beton bertulang dengan penambahan mutu beton pada bagian tekan ) dan 8 buah Beton silinder. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah beton dengan benda uji 8 buah Beton silinder dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa Program S-1 Departemen Teknik sipik Universitas Sumatera Utara. Pengujian kuat lentur balok beton bertulang normal dan balok beton bertulang dengan penambahan mutu beton pada bagian tekan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister (S-2) Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Pengujian balok dilakukan diatas dua perletekan sederhana (sendi dan rol),

kemudian diberi beban statis dengan menggunakan Hydraulic Jack dengan kondisi dimana

beton sudah mencapai umur 28 hari.

1.7. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dan pengujian dilakukan berdasarkan SNI-03-6827-2002.

1. Uji material beton yang akan digunakan sebagai berikut:

 Analisa ayakan pasir dan kerikil

 Berat jenis ayakan pasir dan kerikil

 Berat isi pasir dan kerikil

2. Kadar lumpur pasir dan kerikil


(27)

3. Perencanaan ( Mix Design ) benda uji sebanyak 2 (dua) buah balok beton bertulang (1 buah balok beton bertulang normal dan 1 buah balok beton bertulang dengan penambahan mutu beton pada bagian tekan) dan 8 buah beton silinder yang dikerjakan di Laboratorium Bahan Rekayasa Teknik Spil Program Strata (S-1), Universitas Sumatera Utara.

4. Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Beton dengan benda uji 8 buah beton silinder yang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata 1 (S-1) Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Pengujian Kuat Lentur dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister (S-2) Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan benda uji sebanyak 2 buah balok beton bertulang yang diletakkan pada perletakan sederhana

(sendi dan rol), kemudian diberi beban statis dengan menggunakan Hydraulick Jack

dengan kondisi dimana balok beton bertulang sudah mencapai umur 28 hari. Pemberian Beban statis sampai balok beton bertulang mengalami belah. Berikut ini adalah gambar


(28)

11

K-250

I

4Ø12

I

Gambar 1.1 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Normal

K-300

I

4Ø12

I

K-250

Gambar 1.2 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Dengan Penambahan Mutu Beton


(29)

daer

4Ø12

.

c

0,85.f c'

c c

0,85.fc'

a

f T

s s

Gambar 1.3 Potongan 1-1 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Dengan Penambahan Mutu Beton

Keterangan :

a : tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen =

1

c : jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan (mm) fs : tegangan tarik baja tulangan (Mpa)

Ts : gaya tarik baja tulangan (kN)

: ah dengan penambahan mutu beton

Tabel 1.1 Rencana Benda Uji Silinder

Kode Benda Uji Mutu Benda

Uji

Diameter (cm) Tinggi (cm) Jumlah

Silinder 1 K-175 15 30 4


(30)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Beton sebagai bahan konstruksi yang umum digunakan, memiliki kuat tekan yang tinggi namun kuat tariknya rendah, untuk mengatasi hal ini dipasanglah tulangan untuk menahan kelemahan beton terhadap tarik, inilah yang disebut beton bertulang. Sehingga ketika material beton tidak mampu lagi menahan gaya tarik yang terjadi, maka tulangan yang sepenuhnya bertugas untuk menahan gaya tarik, sedangkan gaya tekan tetap ditahan oleh beton.

2.2 Bahan yang digunakan

Beton tersusun atas tiga bahan penyusun utama, yaitu semen, agregat, dan air. Terkadang

juga diberi bahan tambahan (additive) ke dalam campuran beton untuk tujuan tertentu.

2.2.1 Semen Portland

Semen Portland adalah semen hidrolis yang berfungsi sebagai bahan perekat yang dihasilkan dengan cara menggiling terak portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat yang boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

2.2.1.1 Sifat dan Karakteristik Semen Portland

Sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan sifat kimia.

1. Sifat Fisika Semen Portland

a. Kehalusan Butir (Fineness)

Kehalusan butir semen sangat mempengaruhi proses hidrasi. Semakin halus butiran semen, maka proses hidrasinya akan semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Hal ini dikarenakan

waktu ikat (setting time) akan menjadi semakin cepat jika butir semen lebih halus.

Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding


(31)

(naiknya air ke permukaan), tetapi justru menambah kecenderungan beton mengalami retak susut.

b. Kepadatan (Density)

Berdasarkan ASTM, berat jenis semen yang disyaratkan adalah 3,15

Mg/m3. Namun pada kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi dan

beredar di pasaran berkisar antara 3,05 Mg/m3 sampai 3,25 Mg/m3.

c. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi semen Portland lebih berpengaruh saat pencampuran awal, yaitu saat terjadi pengikatan sampai beton mengeras. Dan bergantung pada perbandingan antara semen dan air (pasta segar), dan aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.

d. Waktu Pengikatan (Setting Time)

Waktu Pengikatan adalah waktu yang terhitung dari semen mulai bereaksi dengan air dan menjadi pasta hingga pasta mengeras dan cukup kaku. Waktu

pengikatan dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1) Waktu ikat awal (initial setting

time), yaitu waktu antara bercampurnya semen dan air menjadi pasta hingga sifat

plastis hilang. Biasanya berkisar 1,0 – 2,0 jam dan tidak boleh kurang dari 1,0

jam. 2) Waktu ikat akhir (final setting time), yaitu waktu antara terbentuknya

pasta semen hingga mengeras. Biasanya tidak boleh lebih dari 8,0 jam.

e. Panas Hidrasi (Heat of Hydration)

Panas hidrasi adalah panas yang dihasilkan saat semen bereaksi dengan air. Panas yang dihasilkan bergantung pada jenis semen yang dipakai (komposisi


(32)

f. Kekalan (Perubahan Volume)

Kekalan pasta yang mengeras merupakan suatu indikasi yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.

g. Kekuatan Tekan (Compressive Strength)

Pengujian kuat tekan semen dilakukan dengan cara membuat mortar yang akan ditekan sampai hancur. Kuat tekan semen dipengaruhi oleh tipe semen, komposisi semen, dan kehalusan butir semen.

2. Sifat Kimia Semen Portland

a. Susunan Kimia

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Semen Portland

Oksida Persen (%)

Kapur (CaO) 60 – 65

Silika (SiO2) 17 – 25

Alumina (Al2O3) 3 – 8

Besi (Fe2O3) 0,5 – 6

Magnesia (MgO) 0,5 – 4

Sulfur, SO3 1 – 2

Soda / Potash, Na2O + K2O 0,5 – 1

Secara garis besar ada empat senyawa kimia utama penyusun semen portland, yaitu: a. Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2), yang biasanya disingkat menjadi C3S.

b. Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2), yang biasanya disingkat menjadi C2S. c. Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3), yang biasanya disingkat menjadi C3A. d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al2O3. Fe2O3), yang biasanya disingkat

menjadi C4AF.


(33)

Komposisi C3S dan C2S berkisar antara 70%-80% dari berat semen. Senyawa tersebut merupakan senyawa paling dominan yang memberikan sifat semen.

b. Kesegaran Semen

Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran pada semen dilakukan pada

suhu 900-1000oC. Kehilangan berat dapat terjadi karena adanya kelembapan dan

karbon dioksida ataupun magnesium yang menguap. Kehilangan berat ini merupakan ukuran dari kesegaran semen.

c. Sisa Yang Tak Larut (Insoluble Residue)

Sisa bahan yang tidak habis bereaksi merupakan sisa bahan yang tidak aktif pada semen. Semakin sedikit sisa bahan, maka semakin baik kualitas semen. Jumlah maksimum sisa bahan tidak larut yang disyaratkan adalah 0.85%.

Berdasarkan American Society for Testing Materials (ASTM) ada lima jenis

semen portland, yaitu:

1. Tipe I : Semen serbaguna yang digunakan pada pekerjaan konstruksi biasa. 2. Tipe II : Semen modifikasi yang mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah

daripada semen tipe I dan memiliki ketahanan terhadap sulfat yang cukup tinggi.

3. Tipe III : Semen dengan kekuatan awal yang tinggi yang akan menghasilkan, dalam waktu 24 jam, beton dengan kekuatan sekitar dua kali semen Tipe I. Semen ini memiliki panas hidrasi yang jauh lebih tinggi. 4. Tipe IV : Semen dengan panas hidrasi rendah yang menghasilkan beton yang

melepaskan panas dengan sangat lambat. Semen jenis ini digunakan untuk struktur-struktur beton yang sangat besar.

5. Tipe V : Semen untuk beton-beton yang akan ditempatkan di lingkungan dengan konsentrasi sulfat yang tinggi.


(34)

2.2.2 Agregat

Agregat merupakan material granular seperti kerikil, batu pecah, dan kerak tungku pijar yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton atau adukan semen hidrolik. Agregat yang digunakan sebagai campuran beton harus memenuhi syarat-syarat yaitu: bersih, kuat, tahan lama, tidak bercampur dengan lumpur, dan distribusi ukuran agregat memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Agregat berdasarkan besar butiran dapat digolongkan menjadi dua,yaitu:

a. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) merupakan hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu yang memiliki ukuran butir terbesar 5 mm. Pasir yang digunakan sebagai bahan campuran beton harus memenuhi syarat berikut:

1. Berbutir tajam dan keras.

2. Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk atau hancur oleh perubahan cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Jika kandungan lumpur lebih dari 5% maka pasir tersebut harus dicuci.

4. Tidak boleh digunakan pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf ahli), karena pasir laut ini banyak mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan.

Tabel 2.2 Batasan Gradasi pada Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM

Persentase berat yang lolos pada tiap saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No.4) 95 - 100

2.36 mm (No.8) 80 – 100

1.19 mm (No.16) 50 - 85

0.595 mm (No.30) 25 – 60

0.300 mm (No.50) 10 - 30

0.150 mm (No.100) 2 – 10


(35)

b. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil) merupakan agregat yang mempunyai ukuran diameter 5 mm sampai 40 mm. Sebagai pengganti kerikil dapat pula digunakan batu pecah (split). Kerikil atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan beton harus memenuhi syarat berikut:

1. Bersifat padat dan keras, tidak berpori.

2. Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Jika kandungan lumpur lebih dari 1% maka kerikil/batu pecah tersebut harus dicuci.

3. Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat. 4.

Tabel 2.3 Syarat Gradasi Agregat Kasar berdasarkan ASTM

Lubang Ayakan

(mm)

Persen Berat Tembus Kumulatif Ukuran Butir Nominal (mm)

37.5 – 4.75 25 – 4.75 19 – 4.75 12 – 4.75

50 100 - - -

37.5 95 – 100 100 - -

25 - 95 – 100 100 -

19 35 – 70 - 90 - 100 100

12.5 - 25 – 60 - 90 - 100

9.5 30 – 60 - 20 - 55 40 – 70

4.75 0 – 5 0 – 10 0 - 10 0 – 15


(36)

2.2.3 Air

Air dalam campuran beton berfungsi sebagai pemicu reaksi kimia dengan semen, membasahi agregat, dan mempermudah pengerjaan beton karena air akan membuat beton menjadi lecak. Air yang digunakan dalam campuran beton harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gram/liter.

2. Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton ( asam, zat organic, dan lainnya). 3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

4. Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.4 Bahan Tambah (Additive)

Bahan tambah, aditif adalah bahan selain semen, agregat, dan air yang ditambahkan pada

adukan beton, selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa sifatnya. Ada beberapa jenis aditif yang sering digunakan,yaitu:

1. Air entertaining admixture

Sesuai dengan ASTM C260 dan C618, digunakan untuk meningkatkan ketahanan beton terhadap efek beku dan cair dan memperbaiki ketahanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh garam yang mencair. Sehingga ketika beton mencair, air dapat mengalir keluar dari gelembung sehingga retak pada beton yang diberi tambahan zat ini akan lebih sedikit

dibandingkan tidak menggunakan tidak menggunakan air entertaining admixture

2. Accelerating admixture

Zat aditif ini seperti kalsium klorida yang bersifat mempercepat kekuatan beton. Hasil dari penggunaan zat aditif ini ke dalam adukan beton adalah dapat mengurangi waktu untuk perawatan dan perlindungan beton dan mempercepat waktu untuk pelepasan cetakan.

3. Retarding admixture

Zat ini digunakan untuk memperlambat pengerasan beton dan menghambat kenaikan temperature. Zat ini sangat berguna untuk penuangan beton dalam jumlah besar dimana kenaikan temperature yang signifikan mungkin terjadi.

4. Waterproofing material

Bahan aditif ini berguna untuk membantu memperlambat penetrasi air ke dalam beton yang berpori, namun mungkin tidak akan membantu pada beton yang sudah padat dan terawatt

dengan baik.


(37)

5. Superplasticizer

Penggunaan zat aditif ini ke dalam campuran beton dapat mengurangi kandungan air di

dalam beton secara signifikan dan dalam waktu yang bersamaan meningkatkan nilai slump

beton.

Menurut ASTM C494 dan British Standard 5075, Superplasticizer adalah bahan kimia tambahan pengurang air yang sangat effektif. Dengan pemakaian bahan tambahan ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai kekentalan adukan yang sama atau diperoleh adukan dengan kekentalan lebih encer dengan faktor air semen yang sama, sehingga kuat tekan beton lebih tinggi.

Superplasticizer juga mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan workabilitas bahan ini merupakan sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa terjadi pemisahan (segregasi/bleeding) yang umumnya terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar, maka bahan ini berguna untuk pencetakan beton ditempat-tempat yang sulit seperti tempat pada penulangan yang rapat. Superplasticizer dapat memperbaiki workabilitas namun tidak berpengaruh besar dalam meningkatkan kuat tekan beton untuk faktor air semen yang diberikan. Namun kegunaan superplasticizer untuk beton mutu tinggi secara umum sangat berhubungan dengan pengurangan jumlah air dalam campuran beton. Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang digunakan, dosis dan tipe dari superplasticizer yang dipakai.


(38)

Untuk meningkatkan workability campuran beton, penggunaan dosis superplasticizer secara normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1 meter kubik beton. Larutan superplasticizer terdiri dari 40% material aktif. Ketika superplasticizer digunakan untuk menguarangi jumlah air, dosis yang digunakan akan lebih besar, 5 sampai 20 liter tiap 1 meter kubik beton.(Neville, 1995)

Menurut (Edward G Nawy, 1996), Superplasticizer dibedakan menjadi 4 jenis : 1. Modifikasi Lignosulfonat tanpa kandungan klorida. xxvi

2. Kondensasi Sulfonat Melamine Formaldehyde (SMF) dengan kandungan klorida sebesar 0.005%

3. Kondensasi Sulfonat Nephtalene Formaldehyde (SNF) dengan kandungan klorida yang diabaikan.

4. Carboxyl acrylic ester copolymer.

Jenis SMF dan SNF yang disebut garam sulfonik lebih sering digunakan karena lebih efektif dalam mendispersikan butiran semen, juga mengandung unsur-unsur yang memperlambat pengerasan. Superplasticizer adalah zat-zat polymer organik yang dapat larut dalam air yang telah dipersatukan dengan mengunakan proses polymerisasi yang komplek untuk menghasilkan molekul-molekul panjang dari massa molecular yang tinggi. Molekul-molekul panjang ini akan membungkus diri mengelilingi partikel semen dan memberikan pengaruh negatif yang tinggi sehingga antar partikel semen akan saling menjauh dan menolak. Hal ini akan menimbulkan pendispersian partikel semen sehingga mengakibatkan keenceran adukan dan meningkatkan workabilitas. Perbaikan workabilitas ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan beton dengan workability yang tinggi atau menghasilkan beton dengan kuat tekan yang tinggi.

2.2.5 Beton Berlapis

Pada dasarnya beton merupakan bahan bangunan yang banyak dipakai dalam suatu konstruksi. Umumnya beton yang digunakan berupa beton bertulang yang normal atau dengan kata lain beton yang mempunyai mutu yang sama pada satu dalam satu bidang beton misalkan dalam satu balok mempunyai mutu yang sama. Dalam kasus ini mencoba menggunakan beton berlapis, dimana tiap lapisan mempunyai mutu yang berbeda yaitu K-175, K-300, dengan ruas melintang.


(39)

2.3. Sifat Beton 2.3.1. Kuat tekan

Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimum fc’ dengan satuan N/mm atau Mpa.

Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai 10-65 Mpa. Untuk struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17-30 Mpa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30-45 Mpa.

Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya, yaitu:

1. Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, digunakan untuk beton non struktur (misalnya

kolom praktis, balok praktis).

2. Mutu beton dengan fc’ antara 10 Mpa sampai 20 Mpa, digunakan untuk beton struktur

(misalnya balok, kolom, pelat, maupun pondasi).

3. Mutu beton dengan fc’ sebesar 20 Mpa ke atas, digunakan untuk struktur beton yang

direncanakan tahan gempa.

Nilai kuat tekan beton diperoleh melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu dengan benda uji silinder (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai hancur. Kuat tekan

masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi fc’ yang dicapai benda uji

umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian dicatat bahwa tegangan fc’

bukanlah tegangan yang timbul saat benda uji hancur, melainkan tegangan maksimum saat


(40)

Te g an g an ( Mp a) 40 35 30 fc' Maksimum 20 15 10 5 0

0 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005 Regangan (mm/mm)

Gambar 2.1 Hubungan Tegangan dan Regangan Benda Uji Beton

2.3.2. Kuat Tarik Beton

Kuat tarik beton dilakukan dengan pengujian split cylinder yang hasilnya mendekati kuat

tarik yang sebenarnya, dimana diperoleh nilai kulat tarik dari beberapa kali pengujian adalah

0,50-0,60 kali √f’c, sehingga untuk beton normal digunakan 0,57√f’c. Pengujian kuat tarik beton

ini juga menggunakan benda uji yang sama dengan uji kuat tekan, yaitu silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, yang diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji. Kemudian silinder akan diberikan beban merata searah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Ketika kuat tariknya terlampaui, maka benda uji akan terbelah menjadi dua

bagian, dimana tegangan tarik yang timbul pada saat benda uji tersebut terbelah disebut split

cylinder strength, diperhitungkan sebagai berikut:

2 = Dimana:

Ft = Kuat tarik belah

P = Beban pada waktu belah (N) L = Panjang benda uji silinder (m) D = Diameter benda uji silnder (m)


(41)

2.3.3. Kuat geser

Untuk komponen struktur beton bertulang, apabila gaya geser yang bekerja cukup besar sehingga diluar kemampuan beton untuk menahannya, maka perlu memasang baja tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut. Persamaan yang digunakan untuk menunjukkan tegangan lentur dan tegangan geser adalah:

. . = = Dimana:

= tegangan lentur

= momen yang bekerja pada balok

= jarak serat terluat terhadap garis netral

= momen inersia penampang balok terhadap garis netral

= tegangan geser

= gaya geser akibat beban luar

= Momen statis terhadap garis netral penampang

= Lebar penampang

2.3.4. Rangkak

Ketika beton menerima beban secara terus menerus, maka beton akan mengalami deformasi, dimana setelah deformasi awal terjadi, selanjutnya akan terjadi deformasi yang

disebut rangkak (creep). Hal-hal yang mempengaruhi rangkak adalah:

1. Tegangan sangat mempengaruhi rangkak, karena rangkak berbanding lurus dengan tegangan

selama tegangan yang terjadi tidak lebih dari 0,50 fc’, lebih dari tingkat ini maka rangkak

akan bertambah sangat cepat.

2. Lama waktu perawatan beton,semakin lama waktu perawatan maka rangkak yang terjadi semakin kecil.


(42)

4. Temperatur, semakin tinggi temperature maka rangkak akan semakin bertambah. 5. Kelembapan, semakin tinggi kelembapan maka rangkak akan semakin berkurang. 6. Beton dengan persentase pasta yang paling tinggi memiliki rangkak yang paling besar.

2.3.5. Susut

Susut adalah berkurangnya volume beton akibat kehilangan uap air karena penguapan. Susut berlangsung selama bertahun-tahun, namun umumnya sekitar 90% susut terjadi pada tahun pertama. Hal-hal yang mempengaruhi susut adalah:

1. Semakin besar luas permukaan dari salah satu elemen beton bila dibandingkan dengan volumenya, semakin besar tingkat susutnya.

2. Lingkungan juga sangat mempengaruhi besarnya susut, jika beton terkena angin yang cukup banyak selama perawatan, maka susut yang dialami akan semakin besar.

3. Penggunaan agregat yang tidak terlalu absorptive seperti granit dan batu kapur juga dapat mengurangi susut.

4. Meminimalisasi jumlah air dalam campuran beton juga dapat mengurangi susut yang terjadi.

2.4. Perilaku Tegangan-Regangan Beton

Tegangan merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja pada beton dengan luas penampang beton. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

σ = P / A

Dimana :

σ = tegangan beton (Mpa)

P = beban (N)

A = luas penampang beton (mm²)

Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) terhadap panjang

mula-mula (L). regangan dinotasikan dengan ε dan tidak mempunyai satuan. Regangan yang

terjadi pada beton dinyatakan dalam rumus berikut :

ε = ΔL / L


(43)

Dimana :

ΔL = perubahan panjang

L = panjang awal

Jika hubungan tegangan dan regangan dibuat dalam bentuk grafik dimana setiap nilai tegangan dan regangan yang terjadi dipetakan kedalamnya dalam bentuk titik-titik, maka titik-titik tersebut terletak dalam suatu garis lurus sehingga terdapat kesebandingan antara hubungan tegangan dan regangan.

Gambar 2.2 Hubungan Tegangan- Regangan Linear

Hubungan tegangan – regangan seperti yang ditunjukkan gambar di atas adalah

hubungan yang linear, dimana regangan berbanding lurus dengan tegangannya. Hukum hooke berlaku dalam keadaan ini. Akan tetapi dalam kondisi yang sebenarnya, tegangan tidak selalu berbanding lurus dengan regangan, hubungan tersebut apabila dipetakan dalam bentuk titik-


(44)

Gambar 2.3 Hubungan Tegangan Regangan Non Linear

2.5. Regangan - Tegangan Balok Beton Bertulang

Gambar 2.4 Deformasi Lentur Balok Beton Bertulang

Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan terjadi dibagian atas dan regangan tarik dibagian bawah dari penampang.

Regangan- regangan tersebut menimbulkan tegangan-tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik di sebelah bawah.


(45)

2.6. Balok Beton Bertulang

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang di syaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan

berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya. (SNI

03- 2847 – 2002, Pasal 3.13 )

Baja tulangan memiliki sifat kuat terhadap gaya tarik, sedangkan beton memiliki sifat kuat terhadap tekan, namun lemah terhadap tarik. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan kedua material tersebut, maka lahirlah beton bertulang menjadi satu kesatuan yang komposit.

Beton bertulang mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik pada beton bertulang ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton. Beton juga dapat melindungi baja dari kebakaran dan karat agar tetap awet.

Ketika beban yang diterima kecil, maka beton dan tulangan akan bekerja sama dalam menahan gaya-gaya yang terjadi, namun ketika beban yang diterima semakin besar maka struktur akan mengalami retak, dimana gaya tarik yang terjadi sepenuhnya akan ditahan oleh baja tulangan, sedangkan gaya tekan akan ditahan oleh beton.

Ada dua kondisi yang mungkin terjadi pada beton bertulang, yaitu ketika beton yang tertekan hancur terlebih dahulu (beton mencapai kekuatan batasnya terlebih dahulu) sebelum

baja tulangan mencapai batas luluhnya. Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba (brittle failure).

Kondisi kedua, tulangan mencapai tegangan lelehnya (fy) terlebih dahulu, setelah itu beton

mencapai regangan batasnya (c), dan selanjutnya struktur runtuh. Pada kasus ini terlihat ada

tanda-tanda berupa defleksi yang besar sebelum terjadi keruntuhan. Keruntuhan ini disebut


(46)

2.6.1 Baja Tulangan

Baja tulangan yang digunakan dalam struktur beton bertulang dapat berupa batang baja

lonjoran ataupun kawat rangkai las (welded wire fabric) yang berupa kawat baja yang dirangkai

dengan teknik pengelasan. Batang tulangan mengacu pada tulangan polos dan tulangan ulir. Tulangan ulir yang diberi ulir guna mendapatkan ikatan yang lebih baik antara beton dan baja, digunakan untuk hampir semua aplikasi. Sedangkan tulangan polos jarang digunakan kecuali untuk membungkus tulangan longitudinal, terutama pada kolom.

Sifat fisik baja tulangan yang paling penting dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Tegangan luluh baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar dengan ketentuan bahwa tegangan luluh adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan peningkatan regangannya. Modulus elastisitas baja ditetapkan dalam SK SNI 03-2847-2002 adalah sebesar 200000 Mpa.

Tabel 2.4 Tegangan Leleh dan Kuat Tarik Minimum Baja Tulangan

Jenis Simbol Tegangan Leleh Minimum (MPa)

Kuat Tarik Minimum (MPa)

Tulangan Polos

Bj TP 24 235 382

Bj TP 30 294 480

Tulangan Ulir/Deform

Bj TD 24 235 382

Bj TD 30 294 480

Bj TD 35 343 490

Bj TD 40 392 559

Bj TD 50 490 618


(47)

2.6.2 Analisa Balok Beton Bertulang

Bila penampang beton diberi beban hingga batas runtuh (kondisi regangan seimbang, yaitu kondisi dimana balok menahan beban hingga regangan tekan lentur beton maksimum, mencapai 0,003 dan tegangan tarik baja tulangan telah mencapai tegangan leleh ), diagram

distribusi tegangan tekan mempunyai bentuk kurva yang serupa dengan diagram tegangan –

regangan beton tekan seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.5 Diagram Tegangan-Regangan Saat Beton Dalam Kondisi Regangan Seimbang Kuat lentur suatu balok tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan-tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili oleh gaya-gaya dalam. Momen tahanan dalam tersebut yang akan menahan atau memikul momen lentur rencana actual yang ditimbulkan oleh beban luar.

Dalam penelitian ini, digunakan Metode Kekuatan Batas (Ultimit) dalam menganalisa kekuatan lentur balok beton bertulang.


(48)

2.6.2.1 Analisa Balok Terlentur Tulangan Tarik (Tunggal)

Untuk merencanakan balok pada kondisi pembebanan tertentu maka harus diketahui komposisi dimensi balok beton seperti lebar balok (b), tinggi balok (h), dan jumlah serta luas

tulangan baja (As), fc’ dan fy sehingga dapat menimbulkan momen tahanan dalam sama dengan

momen lentur maksimum yang ditimbulkan oleh beban.

Namun menentukan momen tahanan dalam bukanlah hal yang mudah karena hubungan dengan bentuk diagram tegangan tekan diatas garis netral berbentuk garis lengkung. Untuk mempermudah perhitungan, maka Whitney telah mengusulkan bentuk persegi panjang sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen. Standar SK SNI 03-2847-2002 juga pasal 12.2.7.1 juga menetapkan bentuk tersebut sebagai ketentuan. Usulan ini juga sudah digunakan secara luas karena bentuknya berupa empat persegi panjang yang cukup mudah dalam penggunaanya, baik untuk perencanaan maupun analisis.

= 0,85 . = .

=

Gambar 2.6 Blok Tegangan Ekivalen Whitney = . .

max = 0,75 max = 0,75 0,85 .

= . 600 600 +

min = 1,4/

= =


(49)

0,85 fc’ a.b = As.fy Keterangan:

Nd = Resultan seluruh gaya tekan di atas garis netral Nt = Resultan seluruh gaya tarik di bawah garis netral Mr = Momen tahanan

Z = Jarak antara resultan gaya tekan dan tarik C = Jarak serat tekan terluar ke garis netral Fy = Tegangan luluh tulangan baja

F’c = Kuat tekan beton Asb = Luas tulangan balok

ρ = Rasio penulangan d = Tinggi efektif balok b = Lebar balok

β = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

SK SNI 03-2847-2002 pasal S12.2.7 menetapkan nilai β sebesar 0,85 untuk beton

dengan fc’≤ 30 MPa, berkurang 0,05 untuk setiap kenaikan 7 MPa bagi fc’ yang lebih da ri 30

MPa. Syarat dasar untuk desain kekuatan menurut SNI 03-2847-2002 dapat diungkapkan sebagai berikut:

Kuat rencana (Mr) ≥ Kuat perlu (Mu)

Mr = ØMn

Kuat perlu dapat diungkapkan sebagai bentuk beban-beban terfaktor ataupun momen, dan gaya-gaya lain yang terkait yang kemudian dikalikan dengan faktor-faktor beban yang sesuai. Penggunaan faktor reduksi kekuatan Ø untuk tarik aksial tanpa dan dengan lentur sebesar 0,8.


(50)

2.6.2.2 Analisa Balok Terlentur Tulangan Tekan-Tarik (Rangkap)

Anggapan- anggapan dasar yang digunakan dalam analisis balok terlentur tulangan rangkap pada dasarnya sama dengan balok bertulangan tarik saja, namun ada satu anggapan

penting yaitu tegangan tulangan baja tekan (fs’) merupakan fungsi dari regangannya tepat pada

titik berat tulangan baja tekan. Tulangan baja berperilaku elastis hanya pada saat regangannya

mencapai luluh (εy), sehingga ketika regangan tekan baja (εs’) sama atau lebih besar dari

regangan luluhnya (εy) maka sebagai batas maksimum tegangan tekan baja (fs’) diambil sama

dengan tegangan luluhnya (fy).

Karena gaya tekan akan ditahan oleh dua bahan yang berbeda, yaitu beton dan baja, maka gaya tekan total adalah penjumlahan dari gaya tekan yang ditahan oleh beton (Nd1) dan yang ditahan oleh baja tulangan (Nd2). Di dalam analisis momen tahanan dalam diperhitungkan atas dua bagian yaitu, kopel pasangan beton tekan dengan tulangan baja tarik, dan pasangan tulangan baja tekan dengan tulangan baja tarik. Sehingga kuat momen total balok bertulangan rangkap adalah penjumlahan dari kedua kopel momen dalam.

Gambar 2.7 Analisis Balok Bertulangan Rangkap Nd1 = 0,85 fc’ a.b a = β1.c

Nd2 = As’ f’s As = As1+As2 Nt1 = As1 fy As1 = ρmaks.b.d

= 2 =

( − )


(51)

1 = ∅

2 = − 1 = = = 1 + 2

. = 0,85 . + ′ ′ Keterangan:

= 0,003

Nd1 = Resultan seluruh gaya tekan di atas garis netral yang ditahan beton Nd2 = Resultan seluruh gaya tekan di atas garis netral yang ditahan baja tekan Nt1 = Resultan seluruh gaya tarik pada tulangan tarik akibat beton

Nt1 = Resultan seluruh gaya tarik pada tulangan tarik Mr = Momen tahanan

Z = Jarak antara resultan gaya tekan dan tarik C = Jarak serat tekan terluar ke garis netral Fy = Tegangan luluh tulangan baja

F’c = Kuat tekan beton

As1 = Luas tulangan baja tekan (As’)

As2 = Luas tulangan baja tarik

ρ = Rasio penulangan d = Tinggi efektif balok b = Lebar balok

β = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton

Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 nilai β = 0,85 untuk beton dengan kuat tekan (f’c) ≤


(52)

2.6.2.3.Tulangan Geser

Perencanaan penulangan geser didasarkan pada anggapan bahwa beton akan menahan sebagian dari gaya geser yang terjadi, namun kekuatan geser yang melebihi kemampuan beton untuk menahannya akan ditahan oleh tulangan baja geser. Umumnya untuk menahan gaya geser yang terjadi digunakan penulangan dengan sengkang karena selain lebih mudah dan sederhana juga lebih tepat pemasangannya. Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 kapasitas kemampuan beton untuk menahan geser adalah:

1 =

6 . 1 ≤ 2

Jika Vu ≥ ∅ maka diperlukan tulangan geser

Luas penampang tulangan geser yang diperlukan berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 disebutkan dalam persamaan berikut:

1 = 3

Keterangan:

Vc = Gaya geser yang bekerja pada beton (N) Vu = Gaya geser dalam yang bekerja (N) Av = Luas tulangan geser (mm²)

Bw = Lebar balok (mm)

S = jarak pusat ke pusat batang tulangan geser ke arah sejajar tulangan pokok memanjang (mm) Fy = Kuat luluh tulangan geser (Mpa)


(53)

2.7. Retak

Ada 3 jenis retak yang terjadi pada balok beton bertulang, yaitu: a. Retak lentur

Retak lentur adalah retak vertikal yang memanjang dari sisi tarik balok dan mengarah ke atas sampai daerah sumbu netralnya serta terjadi pada daerah momen lentur yang besar. Jika balok memiliki web yang sangat tinggi, jarak retak akan sangat dekat, dengan sebagian retak terjadi bersamaan sampai di atas tulangan, dan sebagian lagi tidak sampai ke tulangan. Retak ini akan lebih lebar di pertengahan balok daripada di bagian dasarnya.

b. Retak miring

Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang baik sebagai retak bebas atau perpanjangan retak lentur. Retak geser web kadang-kadang terjadi pada web-web penampang prategang, terutama penampang dengan flens yang besar dan web yang tipis. Jenis retak geser miring yang paling umum ditemukan adalah retak geser lentur yang terjadi pada balok prategang dan non prategang.

c. Retak puntir

Retak puntir cukup mirip dengan retak geser, namun retak ini melingkar di sekeliling balok. Jika sebuah batang beton tanpa tulangan menerima torsi murni, batang tersebut akan retak dan runtuh di sepanjang garis spiral 45º karena tarik diagonal yang disebabkan tegangan puntir.


(54)

Beton bertulang akan menaglami retak karena kekuatan tarik beton yang rendah. Retak tidak dapat dicegah namun dapat dibatasi ukurannya dengan menyebar atau mendistribusikan tulangan. Lebar retak masksimum yang dapat diterima bervariasi dari sekitar 0,004 sampai 0,016 in, tergantung lokasi, jenis struktur, tekstur permukaan beton, iluminasi, dan factor-faktor lain.

Komite ACI 224, dalam laporannya tentang retak memperlihatkan sejumlah perkiraan lebar retak maksimum yang diizinkan untuk batang beton bertulang dalam berbagai situasi. Nilai-nilai ini dapat dilihat dalam tabel berikut (Jack C. McCormac, 2004):

Tabel 2.5 Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan

Batang yang bersentuhan dengan Lebar retak yang diizinkan (inch)

Udara kering 0,016

Udara lembab, tanah 0,012

Larutan bahan kimia 0,007

Air laut dan percikan air laut 0,006

Digunakan pada struktur penahan air 0,004

2.8. Lendutan

Lendutan memiliki arti yang penting dalam suatu struktur, karena lendutan yang berlebihan pada balok dapat mengakibatkan penurunan lantai, cekungan pada atap datar, getaran yang berlebihan, merusak tampilan dari suatu struktur, dan bahkan dapat menimbulkan rasa takut bagi penghuni bangunan tersebut. Cara terbaik untuk meminimalisasi terjadinya lendutan adalah dengan meningkatkan ketebalan batang. Berikut adalah tabel pada SK SNI 03-2847-2002 yang

memuat tentang lendutan izin maksimum yang dapat digunakan:


(55)

Tabel 2.6 Perhitungan Lendutan Maksimum yang Diizinkan

Jenis batang struktur Lendutan yang harus diperhitungkan

Batas lendutan

Atap datar yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin rusak oleh lendutan yang besar

Lendutan seketika akibat beban hidup ( L )

180

Lantai yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan

komponen nonstruktural yang mungkin rusak oleh lendutan yang besar

Lendutan seketika akibat beban hidup ( L )

360

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin rusak oleh lendutan yang besar

Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah penempelan batang nonstructural (jumlah lendutan jangka panjang yang disebabkan oleh seluruh beban tetap dan lendutan yang segera terjadi karena penambahan beban hidup )

480

Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin tidak akan rusak oleh lendutan yang besar

240


(56)

2.8.1. Perhitungan Lendutan

Lendutan yang terjadi pada balok beton bertulang dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan-persamaan lendutan biasa, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5 dibawah (Jack C.

Mccormac,2004).

Tabel 2.7 Perhitungan Lendutan pada Beberapa Tumpuan

Kondisi tumpuan Lendutan

5 ⁴ = 384

⁴ = 384

⁴ = 8

³

= 48


(57)

³

= 192

³

= 3

³

= 16

. (3 4 )


(58)

2.8.2. Momen Inersia Penampang Retak

Momen inersia terhadap garis netral penampang retak disebut sebagai Icr dengan anggapan bahwa beton di daerah tarik telah retak. Sedangkan saat penampang masih mampu untuk menahan lendutan, momen inersia keadaan penampang utuh tanpa retak dinotasikan sebagai Ig.

SK SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan momen inersia yang digunakan dalam perhitungan lendutan. Momen inersia ini disebut Ie (momen inersia efektif) yang didasarkan pada perkiraan jumlah retak yang mungkin terjadi oleh momen yang bervariasi di sepanjang bentang:

= ( ) + 1 −

= Mcr = Momen retak

Ma = Momen beban layan maksimum yang terjadi pada kondisi yang diharapkan Ie = Momen inersia efektif

Ig = Momen inersia penampang

Icr = Momen inersia transformasi pada penampang retak

Fr = modulus retak beton (0,7 )

Yt = jarak garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik (0,5 h)


(59)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang

Sebelum melaksanakan praktikum diperlukan analisa pada benda uji balok beton bertulang. Analisa yang akan dilakukan berupa analisa perhitungan tinggi garis netral balok beton bertulang yang telah direncanakan dimensi dan batasan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Normal Direncanakan:

B = 15 cm H = 25 cm Selimut beton = 3,5 cm


(60)

44 44 = 0,25 0,15 24 = 0,9

As = As’ = 226,2 mm²

d’ = selimut +Ø sengkang + ½ Ø tulangan utama

d’ = 35 mm + 6 mm + ½ (12 mm )

d’ = 47 mm

d = h – selimut - Ø sengkang - ½ Ø tulangan utama

d = 250 mm – 35 mm – 6 mm – ½ (12)

d = 203 mm

Menghitung tinggi garis netral balok beton bertulang dengan metode kekuatan batas (ultimit) dengan asumsi semua tulangan baja, baik tulangan tarik maupun tekan telah mencapai luluh. Maka berdasarkan gambar perencanaan balok beton bertulang diperoleh persamaan:

Nt1 +Nt2 = Nd1 + Nd2

As’.fy + As.fy = 0,85 f’c.a.b + As’.fs

(226,2mm²+226,2mm²)(240N/mm²)=0,85(14,36N/mm²)(a)(150mm)+(226,2mm²) (240N/mm)

108576 N = 1848 (a) N/mm + 54288 N 1848 (a) N/mm= 54288 N

a = 29,38mm

 Menentukan letak garis netral:

c = a/β = 29,38 mm / 0,85 = 34,56 mm


(61)

Pemeriksaan regangan tulangan baja dengan berdasarkan segitiga bangun.

 Pada tulangan tekan :

= 0,003 =

34,56 − 47

34,56 0,003 = −0,00107 Pada tulangan tarik :

= 0,003 =

0 − 34,56

34,56 0,003 = 0,014

 Baja mutu 24,εy= fy / 200000 = 240/200000 = 0,002

Karena εs > εy > εs’, maka tulangan baja tarik telah meluluh bersamaan

dengan tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003, tetapi tulangan baja tekan belum. Dengan demikian, ternyata asumsi di tahap awal tidak benar. Maka harus dicari besar garis netral dahulu.

Nt1 +Nt2 = Nd1 + Nd2

As’.fy + As.fy = 0,85 f’c.a.b + As’.fs………..…. (1)

Dimana : f’s = εs’ Es = 0,003

Astot = As’ + As

a = β (c)

Dengan mensubsitusikan nilai-nilai di atas dalam persamaan (1) maka didapat:

Astot(fy) = 0,85(f’c)β .c.b + As’ 0,003 ………... dikali c

Astot (fy) c = 0,85 (f’c) β .c².b + 0,003 .As’c– 0,003 Es As’.d’


(62)

46 46 Diketahui:

Es = 200000 N/mm² β = 0,85

Astot = 452,4 mm² As’ = 226,2 mm²

Fy = 240 N/mm² f’c = 14,5 N/mm² b = 150 mm d’ = 47 mm Dengan

memasukkan nilai-nilai diatas diperoleh persamaan berikut:

1571,44 c² + 27144 c – 6378840 = 0

Dengan rumus ABC diperoleh nilai:

C = 55,65 mm (memenuhi)

C2 = - 72,93 mm (tidak memenuhi)

Dengan nilai c = 55,65 mm maka:

F’s = 0,003 = , 0,003(200000) = 93,261 ……..(OK)

,

a = β .c = 0,85 a(55,65mm) = 47,302 mm

Nd1 = 0,85f’c.a.b = 0,85(14,5 N/mm²)(47,302 mm)(150 mm) = 87449,5725 N

Nd2 = As’.fs = (226,2 mm²).(93,261 N/mm²) = 21126,4275 N

Ndtotal= Nd1 + Nd2 = 87449,57 N + 21177,638 N = 108576 N Nt = Astot.(fy) = (452,4 mm²).(240) = 108576 N

Nd = Nt ………... (OK)

Mn = Nd Z Mn2 = Nd2 Z2

= N.(d -1/2a) = N(d -d’

= 87449,57 N (203-1/2(47,302)) = 21126,4275 (203-47) = 15683992,93 Nmm = 3295722,69 Nmm


(63)

= 15,68 KNm = 3,29 KNm

∴Mn = Mn + Mn

= 15683992,93 Nmm + 3298919,528 Nmm = 18982912,46 Nmm

= 18,98 KNm

Menghitung nilai P secara teoritis:

Gambar 3.2 Sketsa Pembebanan Balok Beton Bertulang Ra = Rb = ½ P

Mn = − +

Mn = − + 1 1 1

= + − 6 18 6

1 1 1 (3 ) = 18,98 +

6 18 0,9 (3) −60,9 (3) ½ P = 18,98 KN + 0,45 KN -1,35 KN


(64)

48 48 3.2.Perencanaan Campuran Beton

3.2.1. Perencanaan Campuran Benda Uji Silinder

Penelitian ini direncanakan menggunakan beton dengan mutu K-175, dan K-300

masing-masing 4 buah silinder dengan perencanaan campuran (Mix Design) sebagai

berikut:

Volume 1 buah silinder beton dengan tinggi (h) = 30 cm dan diameter (d) = 15 cm:

Volume = ℎ = (15 ) 30 = 5303,571 ³ = 0,0053036 ³

3.2.1.1. Benda Uji Silinder Mutu K-175

Volume 4 buah silinder beton dengan safety factor (SF) = 1,2 adalah:

Volume = 4 x 0,0053036 m³ x 1,2 = 0.02545728 m³

3.2.1.2. Benda Uji Silinder Mutu K-300

Volume 4 buah silinder beton dengan safety factor (SF) = 1,2 adalah:

Volume = 4 x 0,0053036 m³ x 1,2 = 0.02545728 m³

3.2.2. Perencanaan Campuran Benda Uji Balok Beton Bertulang 3.2.2.1 Benda Uji Balok Beton Bertulang Normal

Direncanakan Balok Beton Bertulang dengan dimensi sebagai berikut:

Gambar 3.3. Dimensi Balok Beton Bertulang


(65)

Volume 1 balok beton bertulang kotor = 320 x 15 x 25

= 120000 cm³

= 0,12 m³

 Maka, volume untuk adukan beton bertulang normal adalah:

Vn = Volume balok kotor – (volume tulangan tarik + volume tulangan tekan +

volume tulangan sengkang)

Vn = 0,12 m³- {(2 x 113,143 x 10-6 x 3,2) + (2 x 113,143 x 10-6 x 3,2) + (26 x 28,286

x 10-6 x 0,62)}

Vn = 0,1180957993 m³

 Volume adukan beton setelah dikalikan dengan Safety Factor adalah:

Vs = Volume adukan beton x Safety Factor

Vs = 0,1180957993 m³ x 1,2


(66)

50 50 3.2.2.2 Benda Uji Balok Beton Bertulang dengan Penambahan Mutu Beton pada

Daerah Tekan

Direncanakan balok beton bertulang nonhomogen dengan dimensi seperti berikut:

K- 300

I

4Ø12 4Ø12

I

K- 175

Gambar 3.4 Dimensi Balok Beton Bertulang Berlapis Volume segmen 1 balok beton bertulang kotor mutu K-175

= 320 x 15 x 19,435

= 93288 cm³

= 0,09328 m³

Untuk mutu beton K-175 Menggunakan Fs 1,3 = 0,1213 m³

Volume segmen 2 balok beton bertulang kotor mutu K-300

= 320 x 15 x 5.565

= 26712 cm³

= 0,0267 m³

Dengan Fs 1,3 untuk mutu Beton K-300 = 0,0348 m³


(67)

 Maka, volume untuk adukan balok beton bertulang dengan penambahan mutu beton pada daerah tekan adalah:

Vb = Volume balok segmen 1 + Volume balok segmen 2 – (volume tulangan

tarik + volume tulangan tekan + volume tulangan sengkang)

Vb = 0,1213 + 0,0348 m³- {(2 x 113,143 x 10-6 x 3,2) + (2 x 113,143 x 10-6 x 3,2) +

(26 x 28,286 x 10-6 x 0,62) }

Vb = 0,1542 m³

Tabel 3.1 Komposisi Rencana Benda Uji Balok Beton yang di Berlapis

Mutu Beton Semen (Kg) Pasir (Kg) Kerikil (Kg) Air (Kg)

K-175 42.75 90.73 148.90 24.32

K-300 21.32 29.9 49.08 8.31

3.2.3. Persiapan Pembuatan Benda Uji

3.2.3.1. Persiapan Pembuatan Benda Uji Silinder

Langkah langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan benda uji silinder adalah sebagai berikut:

a. Siapkan cetakan silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak jumlah sampel silinder yang direncanakan (dalam penelitian ini sebanyak 8 sampel, masing-masing mutu beton diambil sampel 4 buah silinder).


(68)

52 52 Gambar 3.5 Cetakan Benda Uji Silinder

b. Oleskan vaseline ke dalam cetakan silinder dengan tujuan untuk memudahkan

saat proses pelepasan beton dari cetakan.

c. Siapkan bahan- bahan yang digunakan sebagai campuran beton yaitu semen,

pasir, kerikil, dan air sesuai perbandingan mix design yang direncanakan.

Semen Kerikil Pasir

Gambar 3.6 Bahan Adukan Benda Uji d. Siapkan alat-alat yang diperlukan dalam proses pencampuran.


(69)

3.2.3.2. Persiapan Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang Normal dan Balok Beton yang di Modifikasi

Langkah langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan benda uji adalah sebagai berikut:

a. Siapkan cetakan yang sesuai untuk balok berukuran 15 x 25 x 320 cm.

b. Siapkan tulangan yang telah dirakit sedemikian rupa sesuai dengan gambar perencanaan yang telah dibuat sebelumnya seperti gambar berikut:

Gambar 3.7 Potongan Memanjang dan Melintang Balok Beton Bertulang Normal

K- 300

I

4Ø12 4Ø12

I

K- 175

Gambar 3.8 Potongan Memanjang dan Melintang Balok Beton Bertulang yang di Berlapis


(70)

54 54 c. Siapkan bahan-bahan penyusun beton seperti semen, pasir, kerikil, dan air sesuai

dengan perbandingan dalam perencanaan mix design yang telah dibuat

sebelumnya.

d. Siapkan alat-alat yang akan digunakan dalam proses pencampuran beton.

3.2.4. Pengecoran Benda Uji

3.2.4.1. Pengecoran Balok Beton Bertulang Normal

Langkah-langkah yang dilakukan saat proses pengecoran adalah sebagai berikut:

a. Letakkan mesin pengaduk/molen pada lokasi yang rata dan stabil kemudian hidupkan mesinnya.

b. Masukkan air ke dalam molen untuk membersihkan dan membasahi permukaan dalam molen.

c. Tuangkan pasir ke dalam molen sesuai dengan takaran yang telah direncanakan

dalam mix design.

d. Masukkan semen ke dalam molen juga sesuai dengan perencanaan mix design.

e. Tuangkan air secara perlahan-lahan ke dalam molen untuk mempermudah pencampuran antara pasir dan semen.

f. Masukkan kerikil ke dalam molen.

g. Biarkan seluruh bahan tercampur dalam molen selama ± 5 menit agar campuran

semakin tercampur dengan baik.


(1)

101 101 6500 6000 5500 5000 4500 4000 3500

3000 3.525 2500

2000

1500 1.318.4686

1000

500 0

0 0

B e b an P ( Kg )

Hubungan beban dan tegangan lentur yang didapatkan dalam tabel perhitungan kapasitas

lentur untuk belok beton bertulang Normal dan Berlapis dapat disajikan dalam grafik berikut ini:

Hubungan Beban-Tegangan Lentur Pada

Balok Beton Bertulang Normal dan Berlapis

14.099 15.039 6.227 5.357 7.930 11.749 12.043 NO… Ber… 0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00100,01010,01020,01030,01040,01050,01060,000 Tegangan (N/mm²)

Grafik 4.16 Hubungan Beban-Tegangan Lentur (σ) Pada Balok Beton Bertulang Normal dan

Berlapis.


(2)

102 102

4.7 Retak Balok Beton Bertulang

Balok akan mengalami retak vertical dari sisi tarik apabila balok mengalami

pembebanan. Hal ini dikarenakan regangan tarik yang terjadi pada sisi bawah penampang sudah melebihi regangan tarik maksimal beton. Agar lebih mudah dan lebih teliti penggambaran pola retak yang terjadi pada balok maka balok dibagi menjadi 300 segmen dengan ukuran 5x5 cm.

4.7.1 Retak Balok Beton Bertulang Normal

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, retak terpanjang yang terjadi di sepanjang penampang balok beton bertulang normal terdapat retak pada bagian tengah bentang.

Gambar 4.14 Retak yang Terjadi Pada Balok Beton Bertulang Normal


(3)

103 103

Gambar 4.15 Retak yang Terjadi Pada Balok Beton Bertulang Normal

4.7.2 Retak Balok Beton Bertulang Berlapis

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, retak terpanjang yang terjadi di sepanjang penampang balok beton bertulang berlapis terdapat tiga bagian retak yang paling terpanjang terdapat pada bagian tengah bentang.

Gambar 4.16 Retak yang Terjadi Pada Balok Beton Bertulang Berlapis


(4)

Gambar 4.17 Retak yang Terjadi Pada Balok Beton Bertulang Berlapis

104


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Lendutan yang terjadi pada balok beton bertulang normal pada beban P= 5998.5 adalah 17,86

mm. sedangkan untuk balok beton bertulang berlapis adalah 15,98mm.

2. Lendutan balok beton bertulang Berlapis pada beban yang sama, yaitu P = 5998.5 kg,

mengalami penurunan sebesar 10.52 % lebih kecil dari balok Normal.

3. Regangan balok beton bertulang Berlapis mengalami penurunan rata-rata sebesar 6,3 % lebih

kecil dari balok Normal.

4. Peningkatan kapasitas lentur balok beton bertulang Berlapis sebesar 6,25 % lebih kecil dari

balok Normal.

5.2 Saran

1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan mutu beton yang lebih tinggi pada

bagian tarik dan mutu yang lebih rendah pada bagian tekan.

105


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Asroni, Ali. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha ilmu.

Burl, E. Dishongh. 2003. Pokok-pokok Teknologi Struktur Untuk Konstruksi dan

Arsitektur. Jakarta: Erkangga.

Dipohusodo, Istimawan. 1994. Struktur Beton Bertulang, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Laboratorium Beton, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 2009. Panduan Praktikum Bahan Rekayasa. Medan.

Napitupulu, Mariance. 2014. analisa dan Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan

Serat Bendrat (Serat Kawat) Pada Daerah tarik Balok Beton Bertulang. Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas sumatera Utara, Medan.

Nugraha Paul dan Antoni, 2007. Teknologi Beton. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sihotang, Yessica. 2014. Analisa Lentur dan Experimental Penambahan Serat Ijuk Aren

(Aranae Pinnafa Merr) Pada Daerah Tarik Balok Beton Bertulang. Teknik Sipil,

Fakultas Teknik, Universitas sumatera Utara, Medan.

Wang, Chu-Kia. Salmon, Charles G. dan Hariandja, Binsar. 1993. Disain Beton

Bertulang Edisi Keempat Jilid 1, Jakarta: Erlangga.

Wikana, Iwan dan Yohanes Widayat. 2007. Tinjauan Kuat Lentur Balok Bertulang

Dengan Lapisan Mutu Beton yang Berbeda. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

UKRIM, Yogyakarta.