Analisa Dan Kajian Eksperimental Balok Beton Bertulang Nonhomogen Pada Lentur Murni
1
ANALISA DAN KAJIAN EKSPERIMENTAL BALOK BETON
BERTULANG NONHOMOGEN PADA LENTUR MURNI
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
BAMBANG KENEDY
09 0404 025
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
(2)
2 ABSTRAK
Diagram tegangan tekan beton ekivalen menyebutkan bahwa balok beton bertulang dalam kondisi lentur murni ketika beban diberikan hingga mencapai batas runtuh, tegangan tarik ditahan oleh tulangan tarik saja. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk membuktikan dan membandingkan tegangan yang terjadi apabila pengaruh beton di daerah tarik dalam lentur murni diperbesar kekuatan muitunya. Dalam penelitian ini pengujian lentur dilakukan pada 2 buah balok beton bertulang, dimana 1 buah merupakan balok beton bertulang homogen (dimana mutu dalam satu balok itu sama) dan yang lainnya merupakan balok beton bertulang nonhomogen ( mutu beton setiap 60cm berbeda).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa balok beton bertulang Nonhomogen mengalami peningkatan lendutan dan regangan sebesar masing-masing 12,06% dan 12,25% serta penurunan kapasitas lentur balok beton bertulang Nonhomogen sebesar 16,27%. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengaruh beton pada daerah tarik tidak dapat sepenuhnya digantikan dengan mutu beton yang lebih kuat.
(3)
3 KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir
yang berjudul “ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL BALOK BETON BERTULANG NONHOMOGEN PADA LENTUR MURNI” ini dimaksudkan untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menghadapi berbagai kendala, tetapi
karena bantuan dari berbagai pihak, penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada
kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Besman Surbakti, M.T., sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan waktu, dukungan, masukan, serta bimbingan kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Ir. Robert Panjaitan, dan Ibu Rahmi Karilina. ST,M.T., sebagai Dosen
Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Kedua orangtua, Jhon Kenedy. Spt dan Siti., yang tak pernah berhenti memberikan
doa, dukungan, motivasi, kasih sayang dan segalanya untuk saya selama ini.
Adik-adik saya, Jossy Amelia dan Ulfa Hardianti, serta seluruh keluarga besar saya yang
(4)
4 6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Orang selalu ada untuk saya yang setiap saat memberi motivasi dan semangat Dwi
Puspa Mora Hutabarat.
8. Asisten Laboratorium studio Gambar : Acong Boncel, Hafni, Keling, Puter (si Anjirr),
Risa, Rendra Mancung, Nurul, Monica, Jonata dan Ovan
9. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa: Fauzi ‘10, Rahmad ‘10, Bagus ’12, Nanda
’12.
10.Seluruh staf pegawai kak Lince, Kak Dina, Kak Dewik, Bang Julpan, Bang Jul KP,
Bang edi Baja, Om Amin dan Wong Tuo Penunggu Beton dan juga semua pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
11.Seluruh keluarga saya sipil 2009 yang telah sangat banyak membantu saya mulai
dari awal proses pengerjaan tugas akhir : Ade Septiawan, Tama Husein (Saddam),
Ali Modo Idris, Odoy, Dicky, Ubul, Wahyu Impal, Sandy, Kirun, Irsyad, Hafiz
Lida, Pandu, Rizky Utama, Rizky Tamba, Perkasa Damanik, Kibran Buyung
samudra, Dewik, Posma Nikolas Hutabarat, Mario, Ableh, Bang Alle, dan
semuanya.
12.Teman-teman seperjuangan Udin, Irwan, Mia, Rahman, Cumi, Reza, Prima Yang
sudah duluan tamat.
13.Semua abang/kakak dan adik-adik angkatan yang telah membantu penulis selama
pengerjaan tugas akhir ini: Bang Rivan, Bnag Radi, Bnagn Atta, Bnag Gejond
Master, Bnag Indra Leader Bg Arlin, Muis, Kembat Insyaf, Lumajun, Novia,
(5)
5 yang selalu memberi canda dan tawa serta temaan-teman lainya yang tidak bisa
dituliskan satu-persatu yang lainya.
14.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
dalam penyempurnaan tugas akhir ini
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Juni 2015 Penulis
(6)
6 DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ...………... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR NOTASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Batasan Masalah ... 5
1.5 Sistematika Penulisan... 6
1.6 Metode Penelitian ... 7
1.7 Pelaksanaan Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Umum ... 10
2.2. Bahan Yang Digunakan ... 10
2.2.1 Semen Portland ... 10
2.2.2 Agregat ... 14
2.2.3 Air ... 16
(7)
7
2.2.5 Beton Nonhomogen ...………..………... 19
2.3. Sifat Beton ………...………..………... 19
2.3.1 Kuat Tekan ………..……….……… 19
2.3.2 Kuat Tarik ………..……..………. 20
2.3.3 Kuat Geser ………..……..……… 21
2.3.4 Rangkak ………..……..……… 22
2.3.5 Susut ………..……..………... 22
2.4. Perilaku Tegangan-Regangan Beton …..………..………. 23
2.5. Regangan Tegangan Balok Beton Bertulang ………..……….. 25
2.6. Balok Beton Bertulang ………...……….……….. 25
2.6.1 Baja Tulangan ………....…………... 26
2.6.2 Analisa Balok Beton Bertulang ……..…………..……… 27
2.6.2.1 Analisa Balok Terlentur Tulangan (Tunggal) ………... 28
2.6.2.2 Analisis Balok Terlentur Tulangan(Rangkap) ……….. 30
2.6.2.3 Tulangan Geser ………..…..…...………... 33
2.7. Retak ………..………..……….. 33
2.8. Lendutan ……….………... 35
2.8.1 Perhitungan Lendutan ………..…... 37
2.8.2 Momen Inersia Penampang Retak ……….………... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40
3.1 Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang ... 40
3.2 Perencanaan Campuran Beton ………... 55
(8)
8
3.2.2 Perencanaan Campuran Benda Balok Beton Bertulang ..……. 56
3.2.2.1 Benda Uji Balok Beton Bertulang Homogen ...……. 56
3.2.2.2 Benda Uji Balok Beton Bertulang Nonhomogen ... 57
3.2.3 Persiapan Pembuatan Benda Uji ………..……… 59
3.2.3.1 Persiapan Pembuatan Benda Uji Silinder .……… 59
3.2.3.2 Persiapan Pembuatan Benda Uji Balok Beton Bertulang ………...………….………. 60
3.2.4 Pengecoran Benda Uji ...……….…………...………... 61
3.2.5 Perawatan Benda Uji Pasca Pengecoran ……….……. 64
3.3 Pengujian Kuat Tekan Beton ………...………….. 65
3.4 Pengujian Kuat Tarik Beton ………..………….………...… 66
3.5 Pengujian Kuat Lentur ………... 68
3.6 Bagan alir Percobaan ………..…... 69
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .……... 71
4.1. Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik ………. 71
4.1.1 Kuat Tekan Silinder Beton …..………..………... 71
4.1.2 Kuat Tarik Belah Silinder Beton ………..……… 74
4.2. Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang ……..….……….. 76
4.3. Lendutan Balok Secara Teoritis …….……….……….. 78
4.4. Pengujian Regangan Balok Beton Bertulang ……..……….. 95
4.5. Hubungan Tegangan-Regangan ………..…….…..…………..102
4.5.1 Hubungan Tegangan - Regangan Beton Balok Beton Bertulang……….………. 103
(9)
9 4.5.2 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik Balok Beton
Bertulang ………..……...105
4.6. Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang ……..………...108
4.7. Retak Balok Beton Bertulang………... 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..……... 116
5.1 Kesimpulan ………..………..………...……….. 116
5.2 Saran ………...………...……..………..….. 116
DAFTAR PUSTAKA ………...……….………...….. 117
(10)
10 DAFTAR GAMBAR
No Judul Hal
1.1 Momen dan Lintang dalam Kondisi Lentur Murni 3
1.2 Diagram Tegangan Tekan Penampang Balok 3
1.3 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Bertulang 8 1.4 Potongan Memanjang Benda Uji Balok Beton Bertulang 8 1.5 Pembebanan dan perletakan dial indikator pada balok beton bertulang
normal
9
2.1 Hubungan Tegangan dan Regangan Benda Uji Beton 20
2.2 Hubungan Tegangan-Regangan Linear 24
2.3 Hubungan Tegangan-Regangan Non Linier 24
2.4 Deformasi Lentur Balok Beton Bertulang 25
2.5 Diagram Tegangan Regangan Seimbang 28
2.6 Balok Tegangan Ekivalen Whitney 29
2.7 Analisa Balok Bertulangan Rangkap 31
2.8 Retak pada Balok 34
3.1 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang 40 3.2 Sketsa Pembebanan Balok Beton Bertulang 43 3.3 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang K-225 44 3.4 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang K-250 48 3.5 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang K-200 52
3.6 Beton silinder Normal 56
3.7 Dimensi Balok Beton Bertulang 56
3.8 Dimensi Balok Beton bertulang Nonhomogen 57
3.9 Cetakan Benda Uji Silinder 59
3.10 Bahan Adukan Benda Uji 60
3.11 Potongan Memanjang Dan Melintang Balok Homogen 60 3.12 Potongan Memanjang Dan Melintang Balok Nonhomogen 60
3.13 Sekat Pemisah 61
3.14 Pengujian Slump 62
3.15 Penggunaan Vibrator dan Batang Perojok 62
3.16 Proses Pengambilan Sekat Pembatas 63
3.17 Perawatan Benda Uji Balok 65
3.18 Benda Uji Silinder 65
3.19 Proses Penimbangan Benda Uji 66
3.20 Pengujian Kuat Tekan Silinder 66
3.21 Pengujian Kuat Tarik Silinder 67
3.22 Benda Uji Silinder Yang sudah Terbelah 67
3.23 Dial Indikator 68
3.24 Alat Pompa dan Hydraulic Jack 69
3.25 Selang Hydraulic dan Manometer 69
4.1 Pembebanan Terpusat Beton Homogen 78
4.2 Pembebanan Terpusat Beton Nonhomogen 85
4.3 Suatu Elemen dari Papan yang Melengkung 96 4.4 Diagram Regangan Balok Beton Bertulang Homogen 100 4.5 Diagram Regangan Balok Beton Bertulang Nonhomogen 99
4.6 Retak Pada Balok Homogen 105
(11)
11 DAFTAR GRAFIK
No Judul Hal
4.1 Hubungan Beban-Lendutan Balok Beton Bertulang Homogen 77 4.2 Hubungan Beban-Lendutan Balok Beton Bertulang Nonhomogen 78 4.3 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Teoritis
pada Balok Beton Bertulang Homogen
85
4.4 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian dan Teoritis pada Balok Beton Bertulang Nonhomogen
93
4.5 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Pengujian pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
94
4.6 Hubungan Beban-Lendutan Berdasarkan Hasil Perhitungan Teoritis pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
95
4.7 Hubungan Beban-Regangan Beton (εc) pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
101
4.8 Hubungan Beban-Regangan Tulangan Tarik (εs) pada Balok Beton Homogen dan Nonhomogen
102
4.9 Hubungan Tegangan-Regangan Beton ( ) pada Balok Beton Bertulang Homogen
104
4.10 Hubungan Tegangan-Regangan Beton( )pada Balok Beton Nonhomogen 104 4.11 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton
Bertulang Homogen dan Nonhomogen
105
4.12 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton Bertulang Homogen
106
4.13 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton Bertulang Nonhomogen
107
4.14 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik ( ) pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
107
4.15 Hubungan Beban-Tegangan pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
(12)
12 DAFTAR TABEL
No Judul Hal
1.1 Rencana Benda Uji Silinder 9
2.1 Komposisi Senyawa Kimia Semen Portland 12
2.2 Batasan Gradasi pada Agregat Halus 15
2.3 Syarat Gradasi Agregat Kasar Berdasarkan ASTM 15 2.4 Tegangan Leleh dan kuat Tarik Minimum Baja Tulangan 27
2.5 Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan 35
2.6 Perhitungan Lendutan Maksimum yang Diizinkan 36 2.7 Perhitungan Lendutan pada Beberapa Tumpuan 37 3.1 Komposisi Rencana Benda Uji Balok Beton Nonhomogen 59
4.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton 71
4.2 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton 74
4.3 Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang Homogen 76 4.4 Data Hasil Pengujian Lendutan Balok Beton Bertulang Nonhomogen 77 4.5 Data Hasil Lendutan Pengujian dan Lendutan Teoritis Balok Beton
Bertulang Homogen
84
4.6 Data Hasil Lendutan Pengujian dan Lendutan Teoritis Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
92
4.7 Data Hasil Lendutan Pengujian Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
93
4.8 Data Hasil Lendutan Teoritis Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
94
4.9 Hasil Perhitungan Regangan Tekan Beton ( ) dan Regangan Tulangan
Tarik (εs) pada Balok Beton Bertulang Homogen 99
4.10 Hasil Perhitungan Regangan Tekan Beton ( ) dan Regangan Tulangan
Tarik (εs) pada Balok Beton Bertulang Nonhomogen 100
4.11 Hubungan Tegangan-Regangan Beton pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
103
4.12 Hubungan Tegangan-Regangan Tulangan Tarik pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
106
4.13 Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Homogen 111 4.14 Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Nonhomogen 112
(13)
13 DAFTAR NOTASI
f’c : Kekuatan tekan (N/mm²) P : Beban tekan (kg)
A : Luas permukaan benda uji (cm²)
SD : Deviasi standar (kg/cm²)
n : Jumlah total benda uji hasil pemeriksaan / jumlah data
ft : Kuat tarik belah (N/mm²)
: Tegangan Beton (MPa)
Ec : Modulus elastis beton (MPa)
Es : Modulus elastis baja tulangan (MPa)
Nd : Resultan seluruh gaya tekan pada daerah di atas garis netral (N)
Nt : Resultan seluruh gaya tarik pada daerah di bawah garis netral (N)
Mr : Momen tahanan (Nmm)
z : Jarak antara resutante tekan dan tarik (mm)
c : Jarak serat tekan terluar ke garis netral (mm)
fy : Tegangan luluh tulangan (MPa)
Asb : Luas tulangan balok seimbang (mm²)
ρ : Ratio penulangan
d : Tinggi efektif balok (mm)
b : Lebar balok (mm)
β1 : Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton : Momen inersia efektif (mm⁴)
: Momen beban layan maksimum yang terjadi pada kondisi yang diharapkan : Momen inersia penampang (mm⁴)
(14)
14 r : Momen inersia transformasi pada penampang retak (mm⁴)
r : Momen retak (Nmm)
fr : Modulus retak beton (MPa) = 0,7√ ′
yt : Jarak dari garis netral penampang utuh ke serat tepi tertarik (mengabaikan tulangan
baja) = 1/2ℎ
q : Berat sendiri balok (N/mm)
′ : Regangan tulangan tekan s : Regangan tulangan tarik
: Regangan beton
Mn : Momen nominal (Nmm)
Δ : Lendutan (mm)
fc : Tegangan beton (N/mm²)
(15)
2 ABSTRAK
Diagram tegangan tekan beton ekivalen menyebutkan bahwa balok beton bertulang dalam kondisi lentur murni ketika beban diberikan hingga mencapai batas runtuh, tegangan tarik ditahan oleh tulangan tarik saja. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk membuktikan dan membandingkan tegangan yang terjadi apabila pengaruh beton di daerah tarik dalam lentur murni diperbesar kekuatan muitunya. Dalam penelitian ini pengujian lentur dilakukan pada 2 buah balok beton bertulang, dimana 1 buah merupakan balok beton bertulang homogen (dimana mutu dalam satu balok itu sama) dan yang lainnya merupakan balok beton bertulang nonhomogen ( mutu beton setiap 60cm berbeda).
Hasil pengujian menunjukkan bahwa balok beton bertulang Nonhomogen mengalami peningkatan lendutan dan regangan sebesar masing-masing 12,06% dan 12,25% serta penurunan kapasitas lentur balok beton bertulang Nonhomogen sebesar 16,27%. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pengaruh beton pada daerah tarik tidak dapat sepenuhnya digantikan dengan mutu beton yang lebih kuat.
(16)
15 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata beton dalam bahasa indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa
belanda. Kata Concrete dalam bahasa inggris berasal dari bahasa Latin concretus Yang
artinya tumbuh bersama atau menggambungkan jadi satu. Dalam Bahsa jepang Kotau-zai,
yang arti harfianya material-material seperti tulang, mungkin karena agregat mirip
tulang-tulang hewan. (Paul Nugraha dan Antoni,2007)
Beton Merupakan campuran dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh
bahan ikatan. Beton dibentuk dari agregat kasar san halus, semen, air dengan perbandingan
tertentu. Bahan air dan semen disatukan akan membentuk pasta semen yang berfungsi
sebagai bahan pengikat, sedangkan agregat halus dan agregat kasar sebagai bahan pengisi.
(Pedoman Pengerjaan Beton, 1993 ). Beton Dapat pula ditambah dengan campuran tertentu
apabila dianggap perlu, biasanya berupa zat kimia, yang digunakan untuk kecocokan beton
pada saat pengerjaan konstruksi tertentu untuk meningkatkan workability, durability dan
waktu pengerasan.
Sebagai bahan konstruksi, beton mempunyai keunggulan dan kelemahan,
keunggulan beton antara lain:
1. Harga relatif murah.
2. Mampu memikul baban yang berat.
3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.
4. Biaya perawatan/pemeliharaan relatif kecil
(17)
16 Selain memiliki keunggulan , beton juga memiliki kekurangan, antara lain:
1. Memiliki kuat tarik yang rendah.
2. Beton tidak kedap air secara sempurna, sehingga beton dapat dimasuki air dan air
yang mengandung garam dapat merusak beton.
3. Daya pantul (gema) suara yang besar.
4. Kualitas beton tergantung kualitas dilapangan.
Beton memiliki kekuatan tarik yang rendah sehingga dapat menyebabkan keretakan
pada balok beton apabila diberi beban, maka digunakan tulangan pada bagian bawah untuk
menahan tarik pada balok beton, sehingga dikatakan "beton bertulang". Sifat beton yang
kuat terhadap tekan dapat berfungsi menahan tekan, sedangkan tulangan berfungsi
menahan tarik pada struktur beton bertulang.
Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras. Kekuatan
tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan
beton mengidentifikasimutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi kekuatan struktur yang
dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. (Paul Nugraha dan Antoni,
2007)
Kuat tekan beton diawali oleh tegangan tekan maksimum f'c dengan satuan N/m atau
MPa. Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya, dan biasanya nilai kuat tekan
ditentukan pada waktu umur beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Nilai kuat
tekan beton diperoleh dari tata cara pengujian standar dengan menggunakan mesin dengan
cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas
benda uji silinder beton sampai hancur. Tata cara pengujian umumnya dipakai adala
(18)
17 Lentur murni adalah kondisi dimana balok beton bertulang memiliki gaya lintang nol
dan momen konstan apabila diberi beban sebesar P/2 (lihat gambar)
D
M
Gambar 1.1 Momen dan Gaya Lintang Dalam Kondisi Lentur Murni
Gambar 1.2 Diagram Tegangan Tekan Penampang Balok
Penampang S, yang berada ditengah bentang, mengalami lentur murni. Ketika
diberikan beban hingga mencapai batas runtuhnya, maka secara aktual tegangan tekan
yang terjadi bervariasi sepanjang c dari garis netral hingga ke serat atas balok, sedangkan
(19)
18 mempermudah perhitungan tegangan tekan dianggap berbentuk persegi, dimana tegangan
tekan yang terjadi sebesar 0,85 f'c sepanjang a yang terjadi diatas garis netral hingga serat
atas balok, tegangan tarik juga akan ditahan oleh tulangan baja.
Berdasarkan asumsi diagram tegangan tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
membuktikan dan membandingkan tegangan yang terjadi dengan melakukan percobaan
pada balok beton bertulang homogen dan balok bertulang non homogen dengan
menggunakan mutu beton pada daerah tumpuan lebih kecil pada daerah lapangan (tarik)
dalam kondisi lentur murni yang dilakukan dilaboratorium dengan perhitungan lentur
murni yang didapat secara analitis. Penelitian ini juga akan membuktikan dan
membandingkan bagaimana jika pengaruh beton pada daerah lapangan (tarik) ditambahkan
kekuatanya.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :
a. Berapa kapasitas lentur balok beton bertulang homogen dengan beton
nonhomogen?
b. Bagaimana perbandingan lendutan yang terjadi antara perhitungan teoritis dengan
lendutan balok beton bertulang homogen dan beton bertulang nonhomogen?
c. Bagaimana perbandingan regangan yang terjadi pada balok beton bertulang
homogen dan beton bertulang nonhomogen?
d. Bagaimana Perbandingan Tegangan tulangan tarik yang terjadi antara beton
bertulang homogen dan beton bertulang nonhomogen ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perbandingan kapasitas lentur balok beton bertulang homogen
(20)
19 2. Untuk mengetahui dan membandingkan lendutan yang terjadi antara perhitungan
teoritis dengan lendutan balok beton bertulang homogen dan balok beton
bertulang nonhomogen.
3. untuk mengetahui dan membandingkan regangan yang terjadi antara balok beton
bertulang homogen dan balok beton bertulang nonhomogen.
4. Untuk mengetahui tegangan tulangan tarik pada balaok beton bertulang homogen
dan balok beton bertulang nonhomogen.
1.4. Batasan Masalah
Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu
karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut :
a. Benda Uji yang digunakan berupa beton berbentuk balok dengan ukuran
penampang 15 cm x 25 cm dan panjang 320 cm.
b. Beton yang digunaka pada balok homogen adalah K-250.
c. Beton yang digunakan pada balok non homogen adalah K-200 (pada daerah
tumpuan), K-225 (pada daerah antar tumpuan dan lapangan), dan K-250 (pada
daerah lapangan).
d. Tulangan yang digunakan berupa tulangan polos.
e. Tulangan yang digunakan:
Tulangan pada daerah tumpuan : 4D12 Tulangan pada daerah tumpuan : 4D12 Tulangan sengkang : D6-100 f. Perletakan balok adalah perletakan sederhana (sendi-rol).
g. Beban yang berkerja adalah beban Vertikal.
h. Beton Nonhomogen arah memanjang
(21)
20 30 cm.
j. Titik pembebanan berjarak 100cm, sehingga untuk mutu beton k-250 tidak
mengenai titik pembebanan.
k. Lendutan akibat berat sendiri diabaikan.
l. Elastisitas Balok Beton Bertulang Nonhomogen menggunakan K-200.
m. Berat sendiri balok beton bertulang diabaikan.
n. Pemasangan dial indicator pada posisi Nol setelah balok diletakan diatas alat uji .
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis
besar isi setiap bab yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah
dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.
BAB II. STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang beton bertulang normal dan beton bertulang
nonhomogen yang akan diteliti.
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup perancangan alat test
tekuk (buckling test) mulai dari perhitungan dimensi alat dan bahan uji,pemasangan alat.
Pembuatan benda uji mulai dari persiapan penyediaan bahan, sampai pembuatan benda uji
hingga pelaksanaan pengujian.
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian,meliputi :hasil
pengujian kuat tekan dan tarik beton homogen dan beton non homogen.
(22)
21 Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari seluruh proses kegiatan
tugas akhir ini,serta saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
1.6 Metode Penelitian
Adapun metodologi penelitian adalah eksperimental di laboratorium. Pembuatan
benda uji dilakukan di laboratorium Bahan Rekayasa Program S1 Departemen Teknik
sipil, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Benda uji dibuat sebanyak 2 buah balok
beton bertulang ( 1 balok beton betulang homogen dan 1 balok beton bertulang non
homogen) dan 12 buah Beton silinder. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah beton
dengan benda uji 12 buah beton silinder dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa
Program S-1 Departeman Teknik sipil Universitas Sumatera Utara. Pengujian kuat lentur
balok beton bertulang homogen dan balok beton bertulang non homogen dilakukan di
Laboratorium Struktur Program Magister (S-2) Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas sumatera Utara. Pengujian balok dilakukan diatas dua tumpuan sederhana
(sendi-rol), kemudian diberi beban statis dengan menggunakan Hydraulic Jack dengan
kondisi beton sudah mencapai umur 28 hari.
1.7 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dan pengujian dilakukan berdasarkan SNI-03-6827-2002.
1. Uji material Beton, yaitu :
Analisa ayakan pasir dan kerikil Berat jenis ayakan pasir dan kerikil Berat isai pasir dan kerikil
(23)
22 2. Pendesainan ( Mix Design ) benda uji sebanyak 2 (dua) buah balok beton
bertulang ( 1 buah balok bertulang homogen dan 1 balok beton bertulang non
homogen) dan 12 buah beton silinder yang dikerjakan di Laboratorium Bahan
Rekayasa Teknik Sipil Program Strata (S-1), Universitas sumatera Utara.
4. Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Beton dengan benda uji 12 buah
beton silinder yang dilakukan di Laboratorium Bahan rekayasa Program strata 1
(S1) Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Pengujian Kuat Lentur dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister
(S-2) Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
dengan benda uji sebanyak 2 buah yang diletakan pada tumpuan sederhana
(sendi-rol), kemudian diberi beban statis dengan menggunakan Hydraulick Jack
dengan kondisi beton sudah mencapai umur 28 hari. Pemberian Beban statis
sampai balok beton bertulang mengalami belah. Berikut ini gambar benda uji :
Gambar 1.3 Potongan Memanjang Balok Homogen
(24)
23 Gambar . 1.5 Pembebanan dan Perletakan Dial Indikator Pada Balok Beton Bertulang
Nonhomogen
Tabel 1.1 Rencana Benda Uji Silinder
Kode Benda Uji Diameter (cm) Tinggi (cm) Jumlah
CYL 1(K-200) 15 30 4
CYL 2 (K-225) 15 30 4
(25)
24 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Beton sebagai bahan konstruksi yang umum digunakan, memiliki kuat tekan yang
tinggi namun kuat tariknya rendah, untuk mengatasi hal ini dipasanglah tulangan untuk
menahan kelemahan beton terhadap tarik, inilah yang disebut beton bertulang. Sehingga
ketika material beton tidak mampu lagi menahan gaya tarik yang terjadi, maka tulangan
yang sepenuhnya bertugas untuk menahan gaya tarik, sedangkan gaya tekan tetap ditahan
oleh beton.
2.2 Bahan yang digunakan
Beton tersusun atas tiga bahan penyusun utama, yaitu semen, agregat, dan air.
Terkadang juga diberi bahan tambahan (additive) ke dalam campuran beton untuk tujuan
tertentu itupun kalau diperlukan.
2.2.1 Semen Portland
Semen Portland adalah semen hidrolis yang berfungsi sebagai bahan perekat yang
dihasilkan dengan cara menggiling terak portland terutama yang terdiri dari kalsium silikat
yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau
lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat yang boleh ditambah dengan bahan tambahan
lain.
2.2.1.1 Sifat dan Karakteristik Semen Portland
Sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan sifat kimia.
1. Sifat Fisika Semen Portland a. Kehalusan Butir (Fineness)
(26)
25 Kehalusan butir semen sangat mempengaruhi proses hidrasi.
Semakin halus butiran semen, maka proses hidrasinya akan semakin cepat
sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Hal ini
dikarenakan waktu ikat (setting time) akan menjadi semakin cepat jika butir
semen lebih halus. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi
terjadinya bleeding (naiknya air ke permukaan), tetapi justru menambah
kecenderungan beton mengalami retak susut.
b. Kepadatan (Density)
Berdasarkan ASTM, berat jenis semen yang disyaratkan adalah 3,15
Mg/m3. Namun pada kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi dan
beredar di pasaran berkisar antara 3,05 Mg/m3 sampai 3,25 Mg/m3.
c. Konsistensi (Consistency)
Konsistensi semen Portland lebih berpengaruh saat pencampuran
awal, yaitu saat terjadi pengikatan sampai beton mengeras. Dan bergantung
pada perbandingan antara semen dan air (pasta segar), dan aspek bahan
semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
d. Waktu Pengikatan (Setting Time)
Waktu Pengikatan adalah waktu yang terhitung dari semen mulai
bereaksi dengan air dan menjadi pasta hingga pasta mengeras dan cukup
kaku. Waktu pengikatan dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1) Waktu ikat awal
(initial setting time), yaitu waktu antara bercampurnya semen dan air
menjadi pasta hingga sifat plastis hilang. Biasanya berkisar 1,0 – 2,0 jam dan tidak boleh kurang dari 1,0 jam. 2) Waktu ikat akhir (final setting time),
yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga mengeras. Biasanya
(27)
26 e. Panas Hidrasi (Heat of Hydration)
Panas hidrasi adalah panas yang dihasilkan saat semen bereaksi
dengan air. Panas yang dihasilkan bergantung pada jenis semen yang
dipakai (komposisi kimia) dan kehalusan butiran semen.
f. Kekalan (Perubahan Volume)
Kekalan pasta yang mengeras merupakan suatu indikasi yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.
g. Kekuatan Tekan (Compressive Strength)
Pengujian kuat tekan semen dilakukan dengan cara membuat mortar
yang akan ditekan sampai hancur. Kuat tekan semen dipengaruhi oleh tipe
semen, komposisi semen, dan kehalusan butir semen.
2. Sifat Kimia Semen Portland a. Susunan Kimia
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Semen Portland
Oksida Persen (%)
Kapur (CaO) 60 – 65 Silika (SiO2) 17 – 25
Alumina (Al2O3) 3 – 8
Besi (Fe2O3) 0,5 – 6
Magnesia (MgO) 0,5 – 4 Sulfur, SO3 1 – 2
(28)
27 Secara garis besar ada empat senyawa kimia utama penyusun semen portland,
yaitu:
a. Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2), yang biasanya disingkat menjadi C3S.
b. Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2), yang biasanya disingkat menjadi C2S.
c. Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3), yang biasanya disingkat menjadi C3A.
d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO. Al2O3. Fe2O3), yang biasanya disingkat
menjadi C4AF.
Komposisi C3S dan C2S berkisar antara 70%-80% dari berat semen. Senyawa
tersebut merupakan senyawa paling dominan yang memberikan sifat semen.
b. Kesegaran Semen
Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran pada semen
dilakukan pada suhu 900-1000oC. Kehilangan berat dapat terjadi karena
adanya kelembapan dan karbon dioksida ataupun magnesium yang
menguap. Kehilangan berat ini merupakan ukuran dari kesegaran semen.
c. Sisa Yang Tak Larut (Insoluble Residue)
Sisa bahan yang tidak habis bereaksi merupakan sisa bahan yang
tidak aktif pada semen. Semakin sedikit sisa bahan, maka semakin baik
kualitas semen. Jumlah maksimum sisa bahan tidak larut yang disyaratkan
adalah 0.85%.
Berdasarkan American Society for Testing Materials (ASTM) ada lima jenis semen
portland, yaitu:
1. Tipe I : Semen serbaguna yang digunakan pada pekerjaan konstruksi biasa.
2. Tipe II : Semen modifikasi yang mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah daripada
(29)
28 3. Tipe III : Semen dengan kekuatan awal yang tinggi yang akan menghasilkan, dalam
waktu 24 jam, beton dengan kekuatan sekitar dua kali semen Tipe I. Semen
ini memiliki panas hidrasi yang jauh lebih tinggi.
4. Tipe IV : Semen dengan panas hidrasi rendah yang menghasilkan beton yang
melepaskan panas dengan sangat lambat. Semen jenis ini digunakan untuk
struktur-struktur beton yang sangat besar.
5. Tipe V : Semen untuk beton-beton yang akan ditempatkan di lingkungan dengan
konsentrasi sulfat yang tinggi.
2.2.2 Agregat
Agregat merupakan material granular seperti kerikil, batu pecah, dan kerak tungku
pijar yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton
atau adukan semen hidrolik. Agregat yang digunakan sebagai campuran beton harus
memenuhi syarat-syarat yaitu: bersih, kuat, tahan lama, tidak bercampur dengan lumpur,
dan distribusi ukuran agregat memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Agregat berdasarkan besar butiran dapat digolongkan menjadi dua,yaitu:
a. Agregat Halus
Agregat halus (pasir) merupakan hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang
dihasilkan oleh industri pemecah batu yang memiliki ukuran butir terbesar 5 mm. Pasir
yang digunakan sebagai bahan campuran beton harus memenuhi syarat berikut:
1. Berbutir tajam dan keras.
2. Bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk atau hancur oleh perubahan cuaca, seperti terik
matahari dan hujan.
3. Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Jika kandungan
(30)
29 4. Tidak boleh digunakan pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf ahli), karena pasir laut
ini banyak mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan.
Tabel 2.2 Batasan Gradasi pada Agregat Halus Ukuran Saringan
ASTM
Persentase berat yang lolos pada tiap saringan
9.5 mm (3/8 in) 100
4.76 mm (No.4) 95 - 100
2.36 mm (No.8) 80 – 100
1.19 mm (No.16) 50 - 85
0.595 mm (No.30) 25 – 60 0.300 mm (No.50) 10 - 30
0.150 mm (No.100) 2 – 10
b. Agregat Kasar
Agregat kasar (kerikil) merupakan agregat yang mempunyai ukuran diameter 5 mm
sampai 40 mm. Sebagai pengganti kerikil dapat pula digunakan batu pecah (split). Kerikil
atau batu pecah yang digunakan sebagai bahan beton harus memenuhi syarat berikut:
1. Bersifat padat dan keras, tidak berpori.
2. Harus bersih, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Jika kandungan lumpur
lebih dari 1% maka kerikil/batu pecah tersebut harus dicuci.
3. Pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
Tabel 2.3 Syarat Gradasi Agregat Kasar berdasarkan ASTM Lubang
Ayakan (mm)
Persen Berat Tembus Kumulatif Ukuran Butir Nominal (mm)
(31)
30
50 100 - - -
37.5 95 – 100 100 - -
25 - 95 – 100 100 -
19 35 – 70 - 90 - 100 100
12.5 - 25 – 60 - 90 - 100
9.5 30 – 60 - 20 - 55 40 – 70
4.75 0 – 5 0 – 10 0 - 10 0 – 15
2.36 - 0 – 5 0 - 5 0 - 5
2.2.3 Air
Air dalam campuran beton berfungsi sebagai pemicu reaksi kimia dengan semen,
membasahi agregat, dan mempermudah pengerjaan beton karena air akan membuat beton
menjadi lecak. Air yang digunakan dalam campuran beton harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
1. Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gram/liter.
2. Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton ( asam, zat organic, dan lainnya).
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
2.2.4 Bahan Tambah (Additive)
Bahan tambah, aditif adalah bahan selain semen, agregat, dan air yang ditambahkan
pada adukan beton, selama pengadukan dalam jumlah tertentu untuk merubah beberapa
sifatnya. Ada beberapa jenis aditif yang sering digunakan,yaitu:
1. Air entertaining admixture
Sesuai dengan ASTM C260 dan C618, digunakan untuk meningkatkan ketahanan
(32)
31 disebabkan oleh garam yang mencair. Sehingga ketika beton mencair, air dapat mengalir
keluar dari gelembung sehingga retak pada beton yang diberi tambahan zat ini akan lebih
sedikit dibandingkan tidak menggunakan tidak menggunakan air entertaining admixture
2. Accelerating admixture
Zat aditif ini seperti kalsium klorida yang bersifat mempercepat kekuatan beton.
Hasil dari penggunaan zat aditif ini ke dalam adukan beton adalah dapat mengurangi waktu
untuk perawatan dan perlindungan beton dan mempercepat waktu untuk pelepasan
cetakan.
3. Retarding admixture
Zat ini digunakan untuk memperlambat pengerasan beton dan menghambat
kenaikan temperature. Zat ini sangat berguna untuk penuangan beton dalam jumlah besar
dimana kenaikan temperature yang signifikan mungkin terjadi.
4. Waterproofing material
Bahan aditif ini berguna untuk membantu memperlambat penetrasi air ke dalam
beton yang berpori, namun mungkin tidak akan membantu pada beton yang sudah padat
dan terawatt dengan baik.
5. Superplasticizer
Penggunaan zat aditif ini ke dalam campuran beton dapat mengurangi kandungan
air di dalam beton secara signifikan dan dalam waktu yang bersamaan meningkatkan nilai
slump beton.
Menurut ASTM C494 dan British Standard 5075, Superplasticizer adalah bahan
kimia tambahan pengurang air yang sangat effektif. Dengan pemakaian bahan
tambahan ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai
kekentalan adukan yang sama atau diperoleh adukan dengan kekentalan lebih encer
(33)
32 Superplasticizer juga mempunyai pengaruh yang besar dalam meningkatkan
workabilitas bahan ini merupakan sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa
terjadi pemisahan (segregasi/bleeding) yang umumnya terjadi pada beton dengan jumlah
air yang besar, maka bahan ini berguna untuk pencetakan beton ditempat-tempat yang
sulit seperti tempat pada penulangan yang rapat. Superplasticizer dapat memperbaiki
workabilitas namun tidak berpengaruh besar dalam meningkatkan kuat tekan beton
untuk faktor air semen yang diberikan. Namun kegunaan superplasticizer untuk beton
mutu tinggi secara umum sangat berhubungan dengan pengurangan jumlah air dalam
campuran beton. Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang digunakan, dosis dan
tipe dari superplasticizer yang dipakai. (L. J. Parrot,1998).
Untuk meningkatkan workability campuran beton, penggunaan dosis
superplasticizer secara normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1 meter kubik beton. Larutan
superplasticizer terdiri dari 40% material aktif. Ketika superplasticizer digunakan untuk
menguarangi jumlah air, dosis yang digunakan akan lebih besar, 5 sampai 20 liter tiap 1
meter kubik beton.(Neville, 1995)
Menurut (Edward G Nawy, 1996), Superplasticizer dibedakan menjadi 4 jenis :
1. Modifikasi Lignosulfonat tanpa kandungan klorida.
2. Kondensasi Sulfonat Melamine Formaldehyde (SMF) dengan kandungan
klorida sebesar 0.005%
3. Kondensasi Sulfonat Nephtalene Formaldehyde (SNF) dengan kandungan
klorida yang diabaikan.
4. Carboxyl acrylic ester copolymer.
Jenis SMF dan SNF yang disebut garam sulfonik lebih sering digunakan
karena lebih efektif dalam mendispersikan butiran semen, juga mengandung
(34)
33 yang dapat larut dalam air yang telah dipersatukan dengan mengunakan proses
polymerisasi yang komplek untuk menghasilkan molekul-molekul panjang dari massa
molecular yang tinggi. Molekul-molekul panjang ini akan membungkus diri mengelilingi
partikel semen dan memberikan pengaruh negatif yang tinggi sehingga antar partikel
semen akan saling menjauh dan menolak. Hal ini akan menimbulkan pendispersian partikel
semen sehingga mengakibatkan keenceran adukan dan meningkatkan workabilitas.
Perbaikan workabilitas ini dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan beton dengan
workability yang tinggi atau menghasilkan beton dengan kuat tekan yang tinggi.
2.2.5 Beton Nonhomogen
Pada dasarnya beton merupakan bahan bangunan yang banyak dipakai dalam suatu
konstruksi. Umumnya beton yang digunakan berupa beton bertulang yang homogen atau
dengan kata lain beton yang mempunyai mutu yang sama pada satu dalam satu bidang
beton misalkan dalam satu balok mempunyai mutu yang sama. Dalam kasus ini mencoba
menggunakan beton Nonhomogen, dimana tiap ruas mempunyai mutu yang berbeda yaitu
K-200, K-225, dan K-250, dengan ruas memanjang.
2.3. Sifat Beton 2.3.1. Kuat tekan
Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan maksimum fc’ dengan satuan N/mm atau
Mpa. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara nilai 10-65 Mpa. Untuk struktur beton
bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17-30 Mpa,
sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar
antara 30-45 Mpa.
Mutu beton dibedakan atas 3 macam menurut kuat tekannya, yaitu:
1. Mutu beton dengan fc’ kurang dari 10 Mpa, digunakan untuk beton non struktur (misalnya kolom praktis, balok praktis).
(35)
34 2. Mutu beton dengan fc’ antara 10 Mpa sampai 20 Mpa, digunakan untuk beton struktur
(misalnya balok, kolom, pelat, maupun pondasi).
3. Mutu beton dengan fc’ sebesar 20 Mpa ke atas, digunakan untuk struktur beton yang direncanakan tahan gempa.
Nilai kuat tekan beton diperoleh melalui tata cara pengujian standar, menggunakan
mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan
beban tertentu dengan benda uji silinder (diameter 150 mm, tinggi 300 mm) sampai
hancur. Kuat tekan masing-masing benda uji ditentukan oleh tegangan tekan tertinggi fc’ yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan
demikian dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul saat benda uji hancur, melainkan tegangan maksimum saat regangan beton εc mencapai nilai ± 0,002.
Gambar 2.1 Hubungan Tegangan dan Regangan Benda Uji Beton
2.3.2. Kuat Tarik Beton
Kuat tarik beton dilakukan dengan pengujian split cylinder yang hasilnya
mendekati kuat tarik yang sebenarnya, dimana diperoleh nilai kulat tarik dari beberapa kali
pengujian adalah 0,50-0,60 kali √f’c, sehingga untuk beton normal digunakan 0,57√f’c.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005
T e g a n g a n ( M p a ) Regangan (mm/mm) fc' Maksimum
(36)
35 Pengujian kuat tarik beton ini juga menggunakan benda uji yang sama dengan uji kuat
tekan, yaitu silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, yang diletakkan
pada arah memanjang di atas alat penguji. Kemudian silinder akan diberikan beban merata
searah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Ketika kuat tariknya terlampaui, maka
benda uji akan terbelah menjadi dua bagian, dimana tegangan tarik yang timbul pada saat
benda uji tersebut terbelah disebut split cylinder strength, diperhitungkan sebagai berikut:
Dimana:
Ft = Kuat tarik belah
P = Beban pada waktu belah (N)
L = Panjang benda uji silinder (m)
D = Diameter benda uji silnder (m)
2.3.3. Kuat geser
Untuk komponen struktur beton bertulang, apabila gaya geser yang bekerja cukup
besar sehingga diluar kemampuan beton untuk menahannya, maka perlu memasang baja
tulangan tambahan untuk menahan geser tersebut. Persamaan yang digunakan untuk
menunjukkan tegangan lentur dan tegangan geser adalah:
Dimana:
tegangan lentur
momen yang bekerja pada balok jarak serat terluat terhadap garis netral
(37)
36 tegangan geser
gaya geser akibat beban luar
Momen statis terhadap garis netral penampang Lebar penampang
2.3.4. Rangkak
Ketika beton menerima beban secara terus menerus, maka beton akan mengalami
deformasi, dimana setelah deformasi awal terjadi, selanjutnya akan terjadi deformasi yang
disebut rangkak (creep). Hal-hal yang mempengaruhi rangkak adalah:
1. Tegangan sangat mempengaruhi rangkak, karena rangkak berbanding lurus dengan
tegangan selama tegangan yang terjadi tidak lebih dari 0,50 fc’, lebih dari tingkat ini maka rangkak akan bertambah sangat cepat.
2. Lama waktu perawatan beton,semakin lama waktu perawatan maka rangkak yang
terjadi semakin kecil.
3. Beton mutu tinggi akan mengalami rangkak lebih sedikit daripada beton mutu rendah
pada tingkat tegangan yang sama.
4. Temperatur, semakin tinggi temperature maka rangkak akan semakin bertambah.
5. Kelembapan, semakin tinggi kelembapan maka rangkak akan semakin berkurang.
6. Beton dengan persentase pasta yang paling tinggi memiliki rangkak yang paling besar.
2.3.5. Susut
Susut adalah berkurangnya volume beton akibat kehilangan uap air karena
penguapan. Susut berlangsung selama bertahun-tahun, namun umumnya sekitar 90% susut
terjadi pada tahun pertama. Hal-hal yang mempengaruhi susut adalah:
1. Semakin besar luas permukaan dari salah satu elemen beton bila dibandingkan dengan
(38)
37 2. Lingkungan juga sangat mempengaruhi besarnya susut, jika beton terkena angin yang
cukup banyak selama perawatan, maka susut yang dialami akan semakin besar.
3. Penggunaan agregat yang tidak terlalu absorptive seperti granit dan batu kapur juga
dapat mengurangi susut.
4. Meminimalisasi jumlah air dalam campuran beton juga dapat mengurangi susut yang
terjadi.
2.4. Perilaku Tegangan-Regangan Beton
Tegangan merupakan perbandingan antara gaya yang bekerja pada beton dengan
luas
penampang beton. Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
σ = P / A Dimana :
σ = tegangan beton (Mpa) P = beban (N)
A = luas penampang beton (mm²)
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang (ΔL) terhadap
panjang mula-mula (L). regangan dinotasikan dengan ε dan tidak mempunyai satuan. Regangan yang terjadi pada beton dinyatakan dalam rumus berikut :
ε = ΔL / L Dimana :
ΔL = perubahan panjang L = panjang awal
Jika hubungan tegangan dan regangan dibuat dalam bentuk grafik dimana setiap nilai
(39)
38 titik-titik tersebut terletak dalam suatu garis lurus sehingga terdapat kesebandingan antara
hubungan tegangan dan regangan.
Gambar 2.2 Hubungan Tegangan- Regangan Linear
Hubungan tegangan – regangan seperti yang ditunjukkan gambar di atas adalah hubungan yang linear, dimana regangan berbanding lurus dengan tegangannya. Hukum
hooke berlaku dalam keadaan ini. Akan tetapi dalam kondisi yang sebenarnya, tegangan
tidak selalu berbanding lurus dengan regangan, hubungan tersebut apabila dipetakan
dalam bentuk titik-titik, maka akan berbentuk seperti gambar dibawah ini:
(40)
39 2.5. Regangan - Tegangan Balok Beton Bertulang
Gambar 2.4 Deformasi Lentur Balok Beton Bertulang
Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang
mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam
balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan terjadi dibagian atas
dan regangan tarik dibagian bawah dari penampang.
Regangan- regangan tersebut menimbulkan tegangan-tegangan yang harus ditahan
oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik di sebelah bawah.
2.6. Balok Beton Bertulang
Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum yang di syaratkan dengan atau tanpa prategang, dan
direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam
memikul gaya-gaya. (SNI 03- 2847 – 2002, Pasal 3.13 )
Baja tulangan memiliki sifat kuat terhadap gaya tarik, sedangkan beton memiliki
sifat kuat terhadap tekan, namun lemah terhadap tarik. Berdasarkan kelebihan dan
kekurangan kedua material tersebut, maka lahirlah beton bertulang menjadi satu kesatuan
(41)
40 Beton bertulang mempunyai sifat sesuai dengan sifat bahan penyusunnya, yaitu
sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Beban tarik pada beton bertulang
ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban tekan cukup ditahan oleh beton. Beton juga
dapat melindungi baja dari kebakaran dan karat agar tetap awet.
Ketika beban yang diterima kecil, maka beton dan tulangan akan bekerja sama
dalam menahan gaya-gaya yang terjadi, namun ketika beban yang diterima semakin besar
maka struktur akan mengalami retak, dimana gaya tarik yang terjadi sepenuhnya akan
ditahan oleh baja tulangan, sedangkan gaya tekan akan ditahan oleh beton.
Ada dua kondisi yang mungkin terjadi pada beton bertulang, yaitu ketika beton
yang tertekan hancur terlebih dahulu (beton mencapai kekuatan batasnya terlebih dahulu)
sebelum baja tulangan mencapai batas luluhnya. Keruntuhan ini terjadi secara tiba-tiba
(brittle failure). Kondisi kedua, tulangan mencapai tegangan lelehnya (fy) terlebih dahulu,
setelah itu beton mencapai regangan batasnya (c), dan selanjutnya struktur runtuh. Pada
kasus ini terlihat ada tanda-tanda berupa defleksi yang besar sebelum terjadi keruntuhan. Keruntuhan ini disebut keruntuhan yang daktail.
2.6.1 Baja Tulangan
Baja tulangan yang digunakan dalam struktur beton bertulang dapat berupa batang
baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (welded wire fabric) yang berupa kawat baja yang
dirangkai dengan teknik pengelasan. Batang tulangan mengacu pada tulangan polos dan
tulangan ulir. Tulangan ulir yang diberi ulir guna mendapatkan ikatan yang lebih baik
antara beton dan baja, digunakan untuk hamper semua aplikasi. Sedangkan tulangan polos
jarang digunakan kecuali untuk membungkus tulangan longitudinal, terutama pada kolom.
Sifat fisik baja tulangan yang paling penting dalam perhitungan perencanaan beton
bertulang adalah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Tegangan luluh baja
(42)
41 adalah tegangan baja pada saat mana meningkatnya tegangan tidak disertai lagi dengan
peningkatan regangannya. Modulus elastisitas baja ditetapkan dalam SK SNI
03-2847-2002 adalah sebesar 200000 Mpa.
Tabel 2.4 Tegangan Leleh dan Kuat Tarik Minimum Baja Tulangan
Jenis Simbol
Tegangan Leleh Minimum (MPa)
Kuat Tarik Minimum (MPa)
Tulangan
Polos
Bj TP 24 235 382
Bj TP 30 294 480
Tulangan
Ulir/Deform
Bj TD 24 235 382
Bj TD 30 294 480
Bj TD 35 343 490
Bj TD 40 392 559
Bj TD 50 490 618
2.6.2 Analisa Balok Beton Bertulang
Bila penampang beton diberi beban hingga batas runtuh (kondisi regangan
seimbang, yaitu kondisi dimana balok menahan beban hingga regangan tekan lentur beton
maksimum, mencapai 0,003 dan tegangan tarik baja tulangan telah mencapai tegangan leleh ), diagram distribusi tegangan tekan mempunyai bentuk kurva yang serupa dengan
(43)
42 Gambar 2.5 Diagram Tegangan-Regangan Saat Beton Dalam Kondisi Regangan
Seimbang
Kuat lentur suatu balok tersedia karena berlangsungnya mekanisme
tegangan-tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu dapat diwakili
oleh gaya-gaya dalam. Momen tahanan dalam tersebut yang akan menahan atau memikul
momen lentur rencana actual yang ditimbulkan oleh beban luar.
Dalam penelitian ini, digunakan Metode Kekuatan Batas (Ultimit) dalam
menganalisa kekuatan lentur balok beton bertulang.
2.6.2.1 Analisa Balok Terlentur Tulangan Tarik (Tunggal)
Untuk merencanakan balok pada kondisi pembebanan tertentu maka harus
diketahui komposisi dimensi balok beton seperti lebar balok (b), tinggi balok (h), dan
jumlah serta luas tulangan baja (As), fc’ dan fy sehingga dapat menimbulkan momen tahanan dalam sama dengan momen lentur maksimum yang ditimbulkan oleh beban.
Namun menentukan momen tahanan dalam bukanlah hal yang mudah karena
hubungan dengan bentuk diagram tegangan tekan diatas garis netral berbentuk garis
lengkung. Untuk mempermudah perhitungan, maka Whitney telah mengusulkan bentuk
persegi panjang sebagai distribusi tegangan beton tekan ekivalen. Standar SK SNI
(44)
43 ini juga sudah digunakan secara luas karena bentuknya berupa empat persegi panjang yang
cukup mudah dalam penggunaanya, baik untuk perencanaan maupun analisis.
Gambar 2.6 Blok Tegangan Ekivalen Whitney
′
′
0,85 fc’ a.b = As.fy
Keterangan:
Nd = Resultan seluruh gaya tekan di atas garis netral
Nt = Resultan seluruh gaya tarik di bawah garis netral
Mr = Momen tahanan
Z = Jarak antara resultan gaya tekan dan tarik
(45)
44 C = Jarak serat tekan terluar ke garis netral
Fy = Tegangan luluh tulangan baja
F’c = Kuat tekan beton Asb = Luas tulangan balok
ρ = Rasio penulangan d = Tinggi efektif balok
b = Lebar balok
β = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
SK SNI 03-2847-2002 pasal S12.2.7 menetapkan nilai β sebesar 0,85 untuk beton
dengan fc’≤ 30 MPa, berkurang 0,05 untuk setiap kenaikan 7 MPa bagi fc’ yang lebih dari
30 MPa. Syarat dasar untuk desain kekuatan menurut SNI 03-2847-2002 dapat
diungkapkan sebagai berikut:
Kuat rencana (Mr) ≥ Kuat perlu (Mu) Mr = ØMn
Kuat perlu dapat diungkapkan sebagai bentuk beban-beban terfaktor ataupun
momen, dan gaya-gaya lain yang terkait yang kemudian dikalikan dengan faktor-faktor
beban yang sesuai. Penggunaan faktor reduksi kekuatan Ø untuk tarik aksial tanpa dan
dengan lentur sebesar 0,8.
2.6.2.2 Analisa Balok Terlentur Tulangan Tekan-Tarik (Rangkap)
Anggapan- anggapan dasar yang digunakan dalam analisis balok terlentur tulangan
rangkap pada dasarnya sama dengan balok bertulangan tarik saja, namun ada satu
anggapan penting yaitu tegangan tulangan baja tekan (fs’) merupakan fungsi dari
regangannya tepat pada titik berat tulangan baja tekan. Tulangan baja berperilaku elastis
(46)
45
(εs’) sama tau lebih besar dari regangan luluhnya (εy) maka sebagai batas maksimum tegangan tekan baja (fs’) diambil sama dengan tegangan luluhnya (fy).
Karena gaya tekan akan ditahan oleh dua bahan yang berbeda, yaitu beton dan baja,
maka gaya tekan total adalah penjumlahan dari gaya tekan yang ditahan oleh beton (Nd1)
dan yang ditahan oleh baja tulangan (Nd2). Di dalam analisis momen tahanan dalam
siperhitungkan atas dua bagian yaitu, kopel pasangan beton tekan dengan tulangan baja
tarik, dan pasangan tulangan baja tekan dengan tulangan baja tarik. Sehingga kuat momen
total balok bertulangan rangkap adalah penjumlahan dari kedua kopel momen dalam.
Gambar 2.7 Analisis Balok Bertulangan Rangkap
′ ′ ′
′
′
Nd fc’ b β c
Nd As’ f’s As = As1+As2
Nt1 = As1 fy As ρ ks b d
(47)
46
′ ′ ′ Keterangan:
Nd1 = Resultan seluruh gaya tekan di atas garis netral yang ditahan beton
Nd2 = Resultan seluruh gaya tekan di atas garis netral yang ditahan baja tekan
Nt1 = Resultan seluruh gaya tarik pada tulangan tarik akibat beton
Nt1 = Resultan seluruh gaya tarik pada tulangan tarik
Mr = Momen tahanan
Z = Jarak antara resultan gaya tekan dan tarik
C = Jarak serat tekan terluar ke garis netral
Fy = Tegangan luluh tulangan baja
F’c = Kuat tekan beton
As1 = Luas tulangan baja tekan (As’) As2 = Luas tulangan baja tarik
ρ = Rasio penulangan d = Tinggi efektif balok
b = Lebar balok
β = Konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat beton
Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 nilai β = 0,85 untuk beton dengan kuat tekan
(f’c) ≤ 30 Mpa dan akan berkurang 0,005 setiap kenaikan 7 Mpa untuk fc’ lebih dari 30 MPa.
(48)
47 2.6.2.3.Tulangan Geser
Perencanaan penulangan geser didasarkan pada anggapan bahwa beton akan
menahan sebagian dari gaya geser yang terjadi, namun kekuatan geser yang melebihi
kemampuan beton untuk menahannya akan ditahan oleh tulangan baja geser. Umumnya
untuk menahan gaya geser yang terjadi digunakan penulangan dengan sengkang karena
selain lebih mudah dan sederhana juga lebih tepat pemasangannya. Berdasarkan SK SNI
03-2847-2002 kapasitas kemampuan beton untuk menahan geser adalah:
′
Jika Vu ≥ maka diperlukan tulangan geser
Luas penampang tulangan geser yang diperlukan berdasarkan SK SNI
03-2847-2002 disebutkan dalam persamaan berikut:
Keterangan:
Vc = Gaya geser yang bekerja pada beton (N)
Vu = Gaya geser dalam yang bekerja (N)
Av = Luas tulangan geser (mm²)
Bw = Lebar balok (mm)
S = jarak pusat ke pusat batang tulangan geser ke arah sejajar tulangan pokok memanjang
(mm)
Fy = Kuat luluh tulangan geser (Mpa)
2.7. Retak
Ada 3 jenis retak yang terjadi pada balok beton bertulang, yaitu:
(49)
48 Retak lentur adalah retak vertikal yang memanjang dari sisi tarik balok dan
mengarah ke atas sampai daerah sumbu netralnya serta terjadi pada daerah momen lentur
yang besar. Jika balok memiliki web yang sangat tinggi, jarak retak akan sangat dekat,
dengan sebagian retak terjadi bersamaan sampai di atas tulangan, dan sebagian lagi tidak
sampai ke tulangan. Retak ini akan lebih lebar di pertengahan balok daripada di bagian
dasarnya. Pada penelitian ini, jenis retak inilah yang akan diidentifikasi.
b. Retak miring
Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang
baik sebagai retak bebas atau perpanjangan retak lentur. Retak geser web kadang-kadang
terjadi pada web-web penampang prategang, terutama penampang dengan flens yang besar
dan web yang tipis. Jenis retak geser miring yang paling umum ditemukan adalah retak
geser lentur yang terjadi pada balok prategang dan non prategang.
c. Retak puntir
Retak puntir cukup mirip dengan retak geser, namun retak ini melingkar di
sekeliling balok. Jika sebuah batang beton tanpa tulangan menerima torsi murni, batang
tersebut akan retak dan runtuh di sepanjang garis spiral 45º karena tarik diagonal yang
disebabkan tegangan puntir.
(50)
49 Beton bertulang akan menaglami retak karena kekuatan tarik beton yang rendah.
Retak tidak dapat dicegah namun dapat dibatasi ukurannya dengan menyebar atau
mendistribusikan tulangan. Lebar retak masksimum yang dapat diterima bervariasi dari
sekitar 0,004 sampai 0,016 in, tergantung lokasi, jenis struktur, tekstur permukaan beton,
iluminasi, dan factor-faktor lain.
Komite ACI 224, dalam laporannya tentang retak memperlihatkan sejumlah
perkiraan lebar retak maksimum yang diizinkan untuk batang beton bertulang dalam
berbagai situasi. Nilai-nilai ini dapat dilihat dalam tabel berikut (Jack C. McCormac,
2004):
Tabel 2.5 Lebar Retak Maksimum yang Diizinkan
Batang yang bersentuhan dengan Lebar retak yang diizinkan (inch)
Udara kering 0,016
Udara lembab, tanah 0,012
Larutan bahan kimia 0,007
Air laut dan percikan air laut 0,006
Digunakan pada struktur penahan air 0,004
2.8. Lendutan
Lendutan memiliki arti yang penting dalam suatu struktur, karena lendutan yang
berlebihan pada balok dapat mengakibatkan penurunan lantai, cekungan pada atap datar,
getaran yang berlebihan, merusak tampilan dari suatu struktur, dan bahkan dapat
menimbulkan rasa takut bagi penghuni bangunan tersebut. Cara terbaik untuk
meminimalisasi terjadinya lendutan adalah dengan meningkatkan ketebalan batang.
Berikut adalah tabel pada SK SNI 03-2847-2002 yang memuat tentang lendutan izin
(51)
50 Tabel 2.6 Perhitungan Lendutan Maksimum yang Diizinkan
Jenis batang struktur Lendutan yang harus diperhitungkan
Batas lendutan Atap datar yang tidak menahan
atau tidak disatukan dengan
komponen nonstruktural yang
mungkin rusak oleh lendutan
yang besar
Lendutan seketika akibat
beban hidup ( L )
Lantai yang tidak menahan atau
tidak disatukan dengan
komponen nonstruktural yang
mungkin rusak oleh lendutan
yang besar
Lendutan seketika akibat
beban hidup ( L )
Konstruksi atap atau lantai yang
menahan atau disatukan dengan
komponen nonstruktural yang
mungkin rusak oleh lendutan
yang besar
Bagian dari lendutan total
yang terjadi setelah
penempelan batang
nonstructural (jumlah
lendutan jangka panjang
yang disebabkan oleh
seluruh beban tetap dan
lendutan yang segera terjadi
karena penambahan beban
hidup )
Konstruksi atap atau lantai yang
menahan atau disatukan dengan
komponen nonstruktural yang
mungkin tidak akan rusak oleh
lendutan yang besar
(52)
51 2.8.1. Perhitungan Lendutan
Lendutan yang terjadi pada balok beton bertulang dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan-persamaan lendutan biasa, seperti yang ditunjukkan pada Tabel
2.5 dibawah (Jack C. Mccormac,2004).
Tabel 2.7 Perhitungan Lendutan pada Beberapa Tumpuan
Kondisi tumpuan Lendutan
⁴
⁴
⁴
(53)
52
2.8.2. Momen Inersia Penampang Retak
Momen inersia terhadap garis netral penampang retak disebut sebagai Icr dengan
anggapan bahwa beton di daerah tarik telah retak. Sedangkan saat penampang masih
mampu untuk menahan lendutan, momen inersia keadaan penampang utuh tanpa retak
dinotasikan sebagai Ig.
SK SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan momen inersia yang digunakan
(54)
53 didasarkan pada perkiraan jumlah retak yang mungkin terjadi oleh momen yang bervariasi
di sepanjang bentang:
Mcr = Momen retak
Ma = Momen beban layan maksimum yang terjadi pada kondisi yang diharapkan
Ie = Momen inersia efektif
Ig = Momen inersia penampang
Icr = Momen inersia transformasi pada penampang retak
Fr = modulus retak beton (0,7 ′ )
(55)
54 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang
3.1.1. Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang Homogen (Normal) Sebelum melaksanakan praktikum diperlukan analisa pada benda uji balok beton
bertulang. Untuk perhitunbgan kekuatan lentur nominal (Mn) dipakai pemisalan
diantaranya adalah regangan maksimum yang dapat dipakai pada serat ekstrim beton atau dalam kata lain beton mengalami keruntuhan diambil sebesar 0,003 (Chu-Kia Wang).
Analisa yang akan dilakukan berupa analisa perhitungan tinggi garis netral balok beton
bertulang yang telah direncanakan dimensi dan batasan sebagai berikut:
Gambar 3.1 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Homogen Direncanakan:
B = 15 cm
H = 25 cm
Selimut beton = 3,5 cm
Mutu beton K-250 = f’c = 20,36 Mpa Mutu baja = BJTP-24 (fy = 240 Mpa)
(56)
55
d’ = selimut +Ø sengkang + ½ Ø tulangan utama
d’ = 35 mm + 6 mm + ½ (12 mm )
d’ = 47 mm
d = h – selimut - Ø sengkang - ½ Ø tulangan utama d = 250 mm – 35 mm – 6 mm – ½ (12)
d = 203 mm
Menghitung tinggi garis netral balok beton bertulang dengan metode kekuatan
batas (ultimit) dengan asumsi semua tulangan baja, baik tulangan tarik maupun tekan telah
mencapai luluh. Maka berdasarkan gambar perencanaan balok beton bertulang diperoleh
persamaan:
Nt1 +Nt2 = Nd1 + Nd2
As’.fy + As.fy = 0,85 f’c.a.b + As’.fs
(226,2mm²+226,2mm²)(240N/mm²)=0,85(20,36N/mm²)(a)(150mm)+(226,2mm²)
(240N/mm)
108576 N = 2595,9 (a) N/mm + 54288 N
2595,9 (a) N/mm= 54288 N
a = 20,91 mm
Menentukan letak garis netral:
c = a/β = 20,91 mm / 0,85 = 24,6 mm
Pemeriksaan regangan tulangan baja dengan berdasarkan segitiga bangun.
Pada tulangan tekan :
′ Pada tulangan tarik :
(57)
56 Baja mutu 24,εy= fy / 200000 = 240/200000 = 0,002
Karena εs > εy > εs’, maka tulangan baja tarik telah meluluh bersamaan dengan
tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003, tetapi tulangan baja tekan belum.
Dengan demikian, ternyata asumsi di tahap awal tidak benar. Maka harus dicari besar garis
netral dahulu.
Nt1 +Nt2 = Nd1 + Nd2
As’.fy + As.fy = 0,85 f’c.a.b + As’.fs………..…. (1)
Dimana : f’s = εs’ Es = Astot = As’ + As
a = β (c)
Dengan mensubsitusikan nilai-nilai di atas dalam persamaan (1) maka didapat:
Astot(fy) = 0,85(f’c)β .c.b + As’ ………... dikali c Astot (fy) c = 0,85 (f’c) β .c².b + .As’c –0,003 Es As’.d’
0,85(f’c) β .b.(c²) + .As’ – Astot fy) (c) - 0,003 Es As’.d’ = 0 Diketahui:
Es = 200000 N/mm² β = 0,85 Astot = 452,4 mm² As’ = 226,2 mm² Fy = 240 N/mm² f’c = 20,36 N/mm²
b = 150 mm d’ = 47 mm
Dengan memasukkan nilai-nilai diatas diperoleh persamaan berikut:
2206,515 c² + 27144 c – 6378840 = 0 Dengan rumus ABC diperoleh nilai:
C = 47,967 mm (memenuhi)
C2 = - 65,012 mm (tidak memenuhi)
(58)
57
F’s = =
……..(OK)
a = β .c = 0,85 a(47,967mm) = 40,722 mm
Nd1 = 0,85f’c.a.b = 0,85(20,36 N/mm²)(40,722 mm)(150 mm) = 105840,035 N Nd2 = As’.fs = (226,2 mm²).(12,096 N/mm²) = 2376,115 N
Ndtotal= Nd1 + Nd2 = 105840,035 N + 2376,115 N = 108576,15 N
Nt = Astot.(fy) = (452,4 mm²).(240) = 108576 N
Nd = Nt ………... (OK)
Mn = Nd Z Mn2 = Nd2 Z2
= Nd .(d-1/2a) = Nd₂ (d-d’)
= 105840,035 N (203-1/2(40,772)) = 2376,115 (203-47)
= 19327872,11 Nmm = 370673,971 Nmm
= 19,33 KNm = 0,37 KNm
Mn = Mn + Mn₂
= 19327872,11 Nmm + 370673,971 Nmm
= 19698546,08 Nmm
= 19,7 KNm
Menghitung nilai P secara teoritis:
Gambar 3.2 Sketsa Pembebanan Balok Beton Bertulang Ra = Rb = ½ P
(59)
58 Mn =
½ P = 19,7 KN
3.1.2 Perhitungan Balok Beton Bertulang Homogen 3.1.2.1 Balok Mutu k-225
Gambar 3.3 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Direncanakan suatu balok beton bertulang :
B = 15 cm mutu beton K-225 (f’c = 18,9 MPa)
H = 25 cm mutu tulangan baja BJTP 24 (fy = 240 MPa)
selimut beton = 3,5 cm
As = As’ = 226,2 mm2
d’ = selimut beton + Ø sengkang + ½(Ø tulangan utama) = 35 mm + 6 mm + ½ (12)
(60)
59 = 47 mm
d = h – selimut beton - Ø sengkang - ½(Ø tulangan utama) = 250 mm – 35 mm – 6 mm – ½ (12)
= 203 mm
Menghitung Tinggi Garis Netral Balok Beton Bertulang Normal dengan Metode
Kekuatan Batas (Ultimit)
Dianggap bahwa semua tulangan baja, baik tulangan tarik maupun tulangan
tekan telah mencapai luluh.
Dengan mengacu pada gambar:
NT1 + NT2 = ND1 + ND2
As’(fy) + As(fy) = 0,85(f’c)(a)(b) + As’(f’s)
(226,2 mm2 + 226,2 mm2)(240 N/mm2) = 0,85(19,76 N/mm2)(a)(150 mm) + 226,2
mm2(240 N/mm2)
108576 N = 2519,4(a) N/mm + 54288 N
2519,783 (a) N/mm = 54288 N
a = 21,55 mm
Tentukan letak garis netral
c = a / β1
c = 21,55 mm / 0,85
c = 25,35 mm
(61)
60 Pemeriksaan regangan tulangan baja dengan berdasarkan segitiga sebangun:
Pada tulangan tekan
′ ′
Pada tulangan tarik
Untuk baja mutu 24, ɛy =
=
= 0,002
Karena ɛs>ɛy>ɛs’ , maka tulangan baja tarik telah meluluh bersamaan dengan tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003, tetapi baja tekan belum. Dengan
demikian, ternyata asumsi di tahap awal tidak benar. Maka diperlukan mencari garis netral
terlebih dahulu.
NT1 + NT2 = ND1 + ND2
As’(fy) + As(fy) = 0,85(f’c)(a)(b) + As’(f’s) Dimana: ′ ′ ′
Astot = As’ + As a = β1 (c)
Dengan melakukan beberapa substitusi didapat:
Astot (fy) = 0,85(f’c)β1(c)(b) + As’ ′
(62)
61 Astot(fy)c = 0,85(f’c)β1(c2)(b) + 0,003EsAs’c –0,003EsAs’d’ 0,85(f’c)β1(b)(c2) + (0,003EsAs’ –
Astot fy)c –0,003EsAs’d’ = 0
Dengan memasukan nilai-nilai berikut:
Es = 200000 N/mm2 β1 = 0,85
Astot = 452,4 mm2 As’ = 226,2 mm2 Fy = 240 N/mm2 f’c = 18,9 N/mm2
b = 150 mm d’ = 47 mm
diperoleh persamaan berikut untuk memperoleh nilai c:
2141,86 c2 + 27144 c – 6378840 = 0 Dengan rumus ABC didapat:
c1 = 48,603 mm
c2 = - 61,275 mm (tidak memenuhi)
Digunakan : c = 48,603 mm
Dengan nilai c = 48,603 mm dicari nilai-nilai yang belum diketahui:
f s c dc s
Nilai f’s < fy, dengan demikian berarti asumsi bahwa tulangan tarik telah luluh bersamaan dengan tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003 sementara
tulangan tekan belum luluh sudah benar.
a = β1 (c) = 0,85 (48,603) = 41,31255 mm
Nd1= 0,85(f’c)(a)(b) = 0,85(19,763)(41,3125)(150) = 104100.8 N
(63)
62 Nd = Nd1 + Nd2 = 108576 N
Nt = Astot (fy) = (452,4)(240) = 108577 N
Nd = Nt ………. (OK)
Mn1 = Nd1 (z1) = Nd1 (d-1/2a) = 104100,8 (203-1/2(41,3125)
= 18982127,67 Nmm atau 18,98 KNm
Mn2 = Nd2 (z2) = Nd2 (d-d’) = 4476,25 (203-47)
= 698294,94 Nmm atau 0,698 KNm
Mn = Mn1 + Mn2 = 19680422,61 Nmm atau 19,68 KNm
3.1.1.2. Balok Mutu Beton K-250
Gambar 3.4 Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Direncanakan suatu balok beton bertulang :
B = 15 cm Mutu beton K-250 = f’c = 20,36 Mpa H = 25 cm Mutu baja = BJTP-24 (fy = 240 Mpa)
(64)
63
As = As’ = 226,2 mm²
d’ = selimut +Ø sengkang + ½ Ø tulangan utama
d’ = 35 mm + 6 mm + ½ (12 mm )
d’ = 47 mm
d = h – selimut - Ø sengkang - ½ Ø tulangan utama d = 250 mm – 35 mm – 6 mm – ½ (12)
d = 203 mm
Menghitung tinggi garis netral balok beton bertulang dengan metode kekuatan
batas (ultimit) dengan asumsi semua tulangan baja, baik tulangan tarik maupun tekan telah
mencapai luluh. Maka berdasarkan gambar perencanaan balok beton bertulang diperoleh
persamaan:
Nt1 +Nt2 = Nd1 + Nd2
As’.fy + As.fy = 0,85 f’c.a.b + As’.fs
(226,2mm²+226,2mm²)(240N/mm²) =0,85(20,36N/mm²)(a)(150mm)+(226,2mm²)
(240N/mm)
108576 N = 2595,9 (a) N/mm + 54288 N
2595,9 (a) N/mm = 54288 N
a = 20,91 mm
Menentukan letak garis netral:
c = a/β = 20,91 mm / 0,85 = 24,6 mm
(65)
64 Pada tulangan tekan :
′
Pada tulangan tarik :
Baja mutu 24,εy= fy / 200000 = 240/200000 = 0,002
Karena εs > εy > εs’, maka tulangan baja tarik telah meluluh bersamaan dengan
tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003, tetapi tulangan baja tekan belum.
Dengan demikian, ternyata asumsi di tahap awal tidak benar. Maka harus dicari besar garis
netral dahulu.
Nt1 +Nt2 = Nd1 + Nd2
As’.fy + As.fy = 0,85 f’c.a.b + As’.fs…………..…. (1) Dimana : f’s = εs’ Es =
Astot = As’ + As
a = β (c)
Dengan mensubsitusikan nilai-nilai di atas dalam persamaan (1) maka didapat:
Astot(fy) = 0,85(f’c)β .c.b + As’ ………... dikali c Astot (fy) c = 0,85 (f’c) β .c².b + .As’c –0,003 Es As’.d’
0,85(f’c) β .b.(c²) + .As’ – Astot fy) (c) - 0,003 Es As’.d’ = 0 Diketahui:
Es = 200000 N/mm² β = 0,85 Astot = 452,4 mm² As’ = 226,2 mm² Fy = 240 N/mm² f’c = 22,271 N/mm²
b = 150 mm d’ = 47 mm
(66)
65 2206,515 c² + 27144 c – 6378840 = 0
Dengan rumus ABC diperoleh nilai:
C = 47,967 mm (memenuhi)
C2 = - 65,012 mm (tidak memenuhi)
Dengan nilai c = 47,967 mm maka:
F’s = =
……..(OK)
Nilai f’s < fy, dengan demikian berarti asumsi bahwa tulangan tarik telah luluh
bersamaan dengan tercapainya regangan maksimum beton sebesar 0,003 sementara
tulangan tekan belum luluh sudah benar.
a = β .c = 0,85 a(47,967mm) = 40,722 mm
Nd1 = 0,85f’c.a.b= 0,85(20,36 N/mm²)(40,722 mm)(150 mm) = 105840,035N Nd2 = As’.fs = (226,2 mm²).(12,096 N/mm²) = 2376,115 N
Ndtotal= Nd1 + Nd2 = 105840,035 N + 2376,115 N = 108576,15 N
Nt = Astot.(fy) = (452,4 mm²).(240) = 108576 N
Nd = Nt ……….. (OK)
Mn = Nd Z Mn2 = Nd2 Z2
= Nd .(d-1/2a) = Nd₂ (d-d’)
= 105840,035 N (203-1/2(40,772)) = 2376,115 (203-47)
= 19327872,11 Nmm = 370673,971 Nmm
= 19,33 KNm = 0,37 KNm
Mn = Mn + Mn₂
= 19327872,11 Nmm + 370673,971 Nmm
= 19698546,08 Nmm
(1)
112
Tabel 4.14 Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Nonhomogen Beban
P (Kg)
εc εs fc
(N/mm²)
fs (N/mm²)
Mn
(Nmm) Pn (Kg)
σ
(N/mm²) P/Pn
0 0 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0
1333 0.000211 0.000505 4.270 101 8175702.229 1635.140 1.292 0.8152
2666 0.000977 0.002230 18.877 446 37091769.128 7418.354 5.861 0.3594
3999 0.00131 0.002990 25.311 598 49733596.251 9946.719 7.859 0.4020
5332 0.00175 0.004005 33.813 801 66513702.650 13302.741 10.510 0.4008
5998.5 0.00210 0.00480 40.575 960 79774098.540 15954.820 12.606 0.3375
(2)
113
1. Perbandingan beban berdasarkan pengujian (P) dan beban secara teori berdasarkan pengujian regangan (Pn) balok beton bertulang homogen
Koefisien=
Koefisien=
2. Perbandingan beban runtuh berdasarkan pengujian (P) dan beban runtuh secara teori berdasarkan pengujian regangan (Pn) balok beton bertulang nonhomogen
Koefisien=
Koefisien=
3. Perbandingan Lendutan secara teori balok beton bertulang Homogen dan balok beton bertulang Nonhomogen
Koefisien=
4. Perbandingan Lendutan berdasarkan Pengujian balok beton bertulang Homogen dan balok beton bertulang Nonhomogen
Koefisien=
5. Peningkatan lendutan balok beton bertulang homogen dan nonhomogen
ℎ ℎ
ℎ
(3)
114
Hubungan beban dan tegangan lentur yang didapatkan dalam tabel perhitungan kapasitas lentur untuk belok beton bertulang Hmogen dan Nonhomogen dapat disajikan dalam grafik berikut ini:
Grafik 4.15 Hubungan Beban-Tegangan Lentur (σ) Pada Balok Beton Bertulang Homogen dan Nonhomogen
4.7 Retak Balok Beton Bertulang
Balok akan mengalami retak vertical dari sisi tarik apabila balok mengalami pembebanan. Hal ini dikarenakan regangan tarik yang terjadi pada sisi bawah penampang sudah melebihi regangan tarik beton. Agar lebih mudah dan lebih teliti penggambaran pola retak yang terjadi pada balok maka balok dibagi menjadi 300 segmen dengan ukuran 5x5 cm. 0 1.008 2.887 6.523 8.928 10.554 0 1.292 5.861 7.859 10.510 12.606 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
B e b a n P ( K g ) Tegangan (N/mm²)
Hubungan Beban-Tegangan Lentur Pada
Balok Beton Bertulang Homogen dan
Nonhomogen
Homo gen Nonh omog en(4)
115
4.7.1 Retak Balok Beton Bertulang Homogen
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, retak terpanjang yang terjadi di sepanjang penampang balok beton bertulang normal terdapat retak pada bagian tengah bentang yang dikarenakan pendistribusian beban yang terjadi tidak merata dipikul oleh kuat beton bertulang homogen.
4.7.2 Retak Balok Beton Bertulang Nonhomogen
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, retak terpanjang yang terjadi di sepanjang penampang balok beton bertulang Nonhomogen terdapat lima bagian retak yang dikarenakan pendistribusian beban yang bekerja merata disebabkan reduksi kekuatan mutu beton.
Gambar 4. 6 Retak yang Terjadi Pada Balok Beton Bertulang Homogen
(5)
116 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Lendutan terjadi pada balok beton bertulang nonhomogen pada beban P= 5998.5 adalah 14,26 mm. sedangkan untuk balok beton bertulang homogeny adalah 12,54mm 2. Lendutan balok beton bertulang Nonhomogen pada beban yang sama, yaitu P = 5998.5
kg, mengalami peningkatan sebesar 12,06 % dibandingkan balok Homogen.
3. Regangan balok beton bertulang Nonhomogen mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12,25 % bila dibandingkan dengan balok Homogen.
4. Penurunan kapasitas lentur balok beton bertulang Nonhomogen sebesar 16,27% dibandingkan dengan balok Homogen.
5. Perbandingan lendutan pengujian pada balok homogen dan nonhomogen sebesar 0,87. 6. Perbandingan lendutan teoritis pada balok homogen dan nonhomogen sebesar 0,88. 7. Retak yang terjadi pada balok beton bertulang Homogen berada pada bagian tengah
bentang.
8. Retak yang terjadi pada balok beton bertulang Nonhomogen dikarenakan adanya factor reduksi elastisitas beton sehingga retak yang terjadi hanya lima bagian yaitu ditengah mutu beton K-225, diantara mutu beton K-225 dengan K-250 dan ditengah tengah bentang yaitu mutu beton K-250.
5.2 Saran
1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan mutu beton pembanding menggunakan mutu beton rendah yang digunakan pada balok nonhomogen.
(6)
117
DAFTAR PUSTAKA
Asroni, Ali. 2010. Balok dan Pelat Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha ilmu.
Burl, E. Dishongh. 2003. Pokok-Pokok Teknologi Struktur Untuk Konstruksi dan Arsitektur. Jakarta: Erlangga.
Desai. C.S. 1988. Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga. Jakarta: Erlangga.
Dipohusodo, Istimawan. 1994. Sturktur Beton Bertulang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Napitupulu, Mariance. 2014. analisa dan Kajian Eksperimental Pengaruh Penambahan Serat Bendrat (Serat Kawat) Pada Daerah tarik Balok Beton Bertulang. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas sumatera Utara, Medan.
Nugraha Paul dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sihotang, Yessica. 2014. Analisa Lentur dan Experimental Penambahan Serat Ijuk Aren
(Aranae Pinnafa Merr) Pada Daerah Tarik Balok Beton Bertulang. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas sumatera Utara, Medan.
Wang, Chu-Kia. 1993. Desain beton Bertulang edisi keempat jilid satu. Jakarta: Erlangga. Wikana, Iwan dan Yohanes Widayat. 2007. Tinjauan Kuat Lentur Balok Bertulang Dengan
Lapisan Mutu Beton yang Berbeda. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UKRIM, Yogyakarta.