Efektivitas sari perasan buah Beta vulgaris sebagai obat kumur terhadap penyembuhan stomatitis aftosa rekuren

  Vol. 65, No. 2, Mei-Agustus 2016 | Hal. 43–47 | ISSN 0024-9548

Efektivitas sari perasan buah Beta vulgaris sebagai

obat kumur terhadap penyembuhan stomatitis aftosa

rekuren

  

(Effectivity of fruit juice Beta vulgaris as a mouthwash in healing of recurrent

aphthous stomatitis)

  Indrayadi Gunardi

  dan Ade Sandra

  Bagian Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta - Indonesia

Korespondensi (correspondence): Indrayadi Gunardi, Departemen Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti . Jl. Kyai Tapa

Grogol, Jakarta, Indonesia. E-mail: Indrayadigunardi@yahoo.com ABSTRACT

Background : Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is the most common oral lesions with prevalence around 25% in the world.

  

Beta vulgaris (BV) is known as “beetroot fruit”, has been used as a traditional medicine by the indonesian people. Betalain, an

active pigment from BV, has many potential effects such as anti-inflammatory, antioxidant, antitumor, antihypertensive, and

renal-hepatoprotective. Until now, the application of BV has not been established in the field of dentistry, especially for oral

lesion treatment. Purpose: To determine the effectivity of fruit juice BV as a mouthwash for RAS treatment. Method: This

clinical experimental research is using a randomized clinical trial and single blind. 15 RAS patients divided into BV 1kg/250mL,

chlorhexidine gluconate (CHX) 0.1%, and tetracycline (TR) 1.6% groups. CHX and TR serves as positive control. All regiments

are used by gargling. Pain scores are recorded daily using VAS. Examination of oral lesions performed on day 1 and 7. Result:

Based on Chi-square test, no difference in duration of RAS healing on all groups (BV vs CHX P = 0.980; BV vs TR P=0.505 ; and

CHX vs TR P=0.617). On all groups, no difference in pain score on day 1 (BV vs CHX P=0,368; BV vs TR P=0,091; CHX vs

TR P=0,565) or during therapy (BV vs CHX P=0,117; BV vs TR P=0,287; CHX vs TR P=0,362). This also found on all groups,

that there was no difference in the RAS size lesion healing on day 1 and 7 (BV vs CHX P=0.938; BV vs TR P=0.712; CHX vs TR

P=0.893). Conclusion: Fruit juiced Beta vulgaris is effective to relieve the RAS lesion, by decreasing of the pain and reducing

healing duration.

  Keywords : apthous stomatitis; beta vulgaris ABSTRAK Latar belakang:

   Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan lesi oral yang paling sering ditemukan dengan prevalensi sebesar

25% di dunia. Beta vulgaris (BV) dikenal sebagai “buah bid”, telah digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Betalain, pigmen aktif dari BV, memiliki efek potensial seperti antiinflamasi, antioksidan, antitumor, antihipertensi, dan renal-

hepatoprotektif. Hingga sekarang, penggunaan BV dalam bidang kedokteran gigi belum ada, terutama untuk terapi lesi oral. Tujuan:

Untuk menentukan efektivitas sari perasan buah BV sebagai obat kumur untuk terapi SAR. Metode: Penelitian eksperimental

klinis ini menggunakan randomized clinical trial dan single blind. Sebanyak 15 pasien SAR dikelompokkan menjadi grup BV

1kg/250mL, klorheksidin glukonat (CHX) 0,1% dan tetrasiklin (TR) 1,6%. CHX dan TR sebagai kontrol positif. Seluruh obat

digunakan secara berkumur. Skor rasa sakit dicatat tiap hari menggunakan VAS. Pemeriksaan lesi oral dilakukan pada hari ke 1

  Gunardi dan Sandra: Efektivitas sari perasan buah Beta vulgaris sebagai obat kumur Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 43-47 © 2016

dan 7. Hasil: Berdasarkan tes chi-square, tidak ada perbedaan durasi penyembuhan RAS pada seluruh grup (BV vs CHX P=0.980;

BV vs TR P=0.505; CHX vs TR P=0.617). Dari seluruh grup, tidak ada perbedaan dalam skor rasa sakit pada hari pertama (BV

vs CHX P=0,368; BV vs TR P=0,091; CHX vs TR P=0,565) maupun selama terapi (BV vs CHX P=0,117; BV vs TR P=0,287;

CHX vs TR P=0,362). Begitu pula pada seluruh grup, tidak ada perbedaan ukuran lesi SAR pada hari ke 1 dan 7 (BV vs CHX

P=0.938; BV vs TR P=0.712; CHX vs TR P=0.893). Simpulan: Sari perasan buah Beta vulgaris efektif untuk menyembuhkan

lesi SAR, dengan menurunkan rasa sakit, mengurangi durasi timbulnya lesi.

  Kata kunci : stomatitis aftosa; beta vulgaris

  PENDAHULUAN

  Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu lesi yang sering terjadi pada mukosa mulut. Lesi SAR biasanya berupa ulser dengan dasar putih kekuningan, bulat, nyeri dengan tepi ulser dikelilingi kelim merah. 1 SAR ini paling sering ditemukan pada anak-anak maupun dewasa muda dan sering ditemukan pada kondisi defisiensi zat besi, asam folat, dan vitamin B

  12.

  2,3

  SAR juga diketahui sering dijumpai pada wanita daripada pria, orang kulit putih, tidak merokok, dan kelompok individu usia dibawah 40 tahun. Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada daerah populasi yang diteliti. Prevalensi SAR berkisar 25% di seluruh dunia

  2 .

  Penggunaan BV dalam bidang penyakit mulut masih belum ada, khususnya untuk penyembuhan lesi SAR. Terlebih lagi, untuk mengambil bahan aktif dari bahan alam seringkali sulit dilakukan dan memerlukan biaya besar. Dalam penelitian ini akan dicari apakah dengan hanya sari perasan buah BV, mampu menyembuhkan dan meringankan gejala lesi SAR dibandingkan dengan obat klorheksidin glukonat dan tetrasiklin.

  7,9

BAHAN DAN METODE

  Pengobatan SAR biasanya menggunakan bahan kimia seperti obat antiinflamasi, antibiotik, antiseptik, analgesik, covering agent, chelating agent, dan lain-lain.

  yang mampu menggantikan bahan kimiawi yang mungkin justru menimbulkan efek samping seperti iritasi dan alergi.

  ukuran lesi dilakukan pada hari 1 dan 7. Seluruh subyek mengikuti penelitian dari awal hingga akhir. Diagnosis dan terapi dilakukan oleh 1 orang spesialis Penyakit Mulut. Seluruh subyek

  10 Pengukuran

  skala rasio 1-10 yang dapat dikonversi menjadi skala ordinal dengan kriteria sebagai berikut: 0=tidak nyeri; 1-3=nyeri ringan; 4-6=nyeri sedang; 7-9=nyeri berat; 10=nyeri sangat berat.

  visual analog scale (VAS). VAS diukur menggunakan

  1kg/250mL, undian nomor (2) akan mendapatkan terapi klorheksidin glukonat (CHX) 0,1%, sedangkan undian nomor (3) akan mendapatkan terapi tetrasiklin (TR) 1,6%. Aturan pemakaian obat pada seluruh kelompok adalah berkumur 3 kali sehari dengan 15 ml (1½ sendok makan) selama 2 menit kemudian dibuang, selanjutnya selama 30 menit, subyek tidak diperkenankan berkumur apapun atau makan dan minum. Skor rasa sakit menggunakan

  Beta vulgaris

  yaitu subyek yang mendapat undian nomor (1) akan mendapatkan terapi sari perasan buah

  Randomized Clinical Trial (RCT) dan single blind,

  Penelitian dilaksanakan di RSGMP bulan Juli- September 2015. Diperoleh 15 subyek pasien SAR dengan kriteria lesi SAR (minor, mayor, herpetiform) berumur maksimal 3 hari dan pasien minimal mengalami 3 episode SAR dalam setahun. Subyek dibagi menjadi 3 kelompok uji dengan metode

  Di Indonesia belum diketahui secara pasti berapa prevalensi SAR, tetapi dari data klinik penyakit mulut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1988-1990, dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%. Menurut Ruslijanto dkk di RSGM Universitas Trisakti, prevalensi SAR pada 2001-2002 dari 700 pasien, terdapat kasus SAR sebanyak 31% (217 subyek), dengan subyek laki-laki terdiri atas 54 orang dan perempuan sebanyak 163 orang.

5 Pengobatan SAR sampai sekarang ini masih sangat

  bervariasi, karena faktor etiologi yang masih belum diketahui dan faktor predisposisinya bermacam- macam.

  diketahui mempunyai potensi antiinflamasi, antiapoptosis, antioksidan, antihipertensi, antitumor, antikanker, hemostatik, renal protektif, hepatoprotektif, antihiperglikemik, carminative (obat antiflatulen), emmenagogue (obat perangsang menstruasi).

  1,2

6 Namun perlu dicari bahan alam

6 Oleh sebab itu, penelitian ini akan

  Amaranthaceae, yang berasal dari sebagian wilayah Mediterania dan Afrika Utara.

  “bit” merupakan tanaman umbi-umbian famili

  Beta vulgaris (BV) atau yang dikenal sebagai

  mencari obat alternatif lain dari bahan alam yang mempunyai potensi setara dengan klorheksidin maupun tetrasiklin.

  7,8 Beta vulgaris

  Gunardi dan Sandra: Efektivitas sari perasan buah Beta vulgaris sebagai obat kumur Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 43-47 © 2016

  menandatangani informed consent. Ethical clearance no 261/KE/FKG/12/2015.

  HASIL

  Dalam penelitian ini, usia subyek berkisar 17-32 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, dari 15 Gambar 1. Distribusi predileksi tempat lesi SAR. subyek terdiri dari 7 laki-laki dan 8 perempuan. Berdasarkan kelompok usia, kelompok subyek terbanyak dalam penelitian ini adalah usia 20-25 tahun (73,3%) (Tabel 1).

  Rerata skor rasa sakit pada kelompok BV, CHX, dan TR sebelum terapi berturut-turut adalah 3,8, 5,4, dan 5,4. Rerata skor rasa sakit saat sebelum terapi hingga lesi sembuh pada masing-masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada Gambar 2.

  Berdasarkan uji Chi-square, pada ketiga kelompok tidak ditemukan perbedaan dalam

  Gambar 2. Rerata skor rasa sakit saat sebelum terapi hingga lesi durasi kesembuhan lesi SAR (BV vs CHX P=0,980; sembuh pada masing-masing kelompok perlakuan.

  BV vs TR P=0,505; dan CHX vs TR P=0,617). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga obat tersebut memiliki

  4

  hari ke-7 (BV vs CHX P=0,938; BV vs TR P=0,712; efek yang setara dalam mempercepat durasi CHX vs TR=0,893). kesembuhan lesi SAR. Disamping itu, ketiga jenis obat tersebut tidak berbeda dalam menurunkan skor rasa sakit, baik pada hari pertama (BV vs CHX

  PEMBAHASAN P=0,368; BV vs TR P=0,091; CHX vs TR P=0,565)

  Sampai sekarang ini masih belum ada penelitian maupun selama terapi (BV vs CHX P=0,117; BV vs mengenai efektivitas Beta vulgaris terhadap TR P=0,287; CHX vs TR P=0,362).

  4

  kesembuhan lesi oral khususnya SAR. Dalam Berdasarkan uji t, didapatkan ketiga jenis obat ini beberapa penelitian yang pernah dilakukan, tidak berbeda dalam menurunkan ukuran diameter dilaporkan bahwa Beta vulgaris memiliki efek lesi SAR pada pemakaian hari ke-1 dan pemakaian

  Tabel 1. Distribusi subyek menurut kelompok usia, kelompok terapi dan jenis Kelompok terapi Beta vulgaris Klorheksidin glukonat Tetrasiklin Total Kelompok usia L L L n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)

P P P

  • < 20 tahun 1(20)

  

1(6,7) -

4(80) 11(73,3) - 20-25 tahun 2(40) 2(40) 2(40) 1(20) 1(20) -

  • 26-30 tahun

  1(6,7)

  • >30 tahun -
  • 1(20) 1(20)

  2(13,3) Keterangan: L= Laki-laki; P=Perempuan; n= jumlah subyek.

  Tabel 2. Test uji kruskal wallis antar ketiga jenis obat kumur berdasarkan skor rasa sakit dan ukuran lesi P P P Mean BV Vs CHX BV Vs TR CHX Vs TR

  Skor rasa sakit sebelum terapi 4,87 +2,066 0,335 0,356 0,665 Skor rasa sakit selama terapi 2,13 + 2,200 0,456 0,802 0,750 Ukuran lesi hari 1 3,07 +1,321 0,664 0,662 0,595

  Gunardi dan Sandra: Efektivitas sari perasan buah Beta vulgaris sebagai obat kumur Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 43-47 © 2016

9 Oleh karena

  ini menunjukkan bahwa sari perasan buah Beta

  7. Jain NK, Singhai AK. Protective role of Beta vulgaris L. leaves extract and fractions on ethanol-mediated hepatic toxicity. Acta Pol Pharm 2012; 69(5): 945-50.

  6. El Gamal AA, Alsaid MS, Raish M, Sohaibani MA, Massarani SM, Ahmad A. Beetroot (Beta vulgaris L.) extract ameliorates gentamicin induced nephrotoxicity associated oxidative stress, inflammation, and apoptosis in rodent model. Mediators Inflamm 2014; 1-10.

  5. Erawati T, Ratri W, Hilmah, Rosita N. Pengaruh formulasi terhadap efektifitas antimikroba ekstrak etanol 70% daun Cassia alata Linn pada Candida albicans. Pharma Scientia 2013; 2: 1.

  Prevalence of oral lesions found in the oral medicine Department Trisakti University-Indonesia during the Period of 2001-2002 (A Preliminary Survey). Seminar on Oral Medicine & Clinical Oral Pathology. Kuala Lumpur: 2003.

  4. Ruslijanto H, Amtha R, Suyatim RC, Rasyad EM.

  3. Scully C. Oral and maxillofacial medicine: the basis of diagnosis and treatment. 3 rd ed. Edinburgh: Churchill- Livingstone; 2013. p. 226-32.

  Edinburgh: Elsevier; 2010. p. 292.

  2. Scully C. Medical problems in dentistry. 6 th ed.

  1. Cawson RA, Odell EW. Cawson’s essentials of oral pathology and oral medicine. 8 th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008. p. 220-4.

  dengan obat berbahan dasar kimia yang umum digunakan untuk pengobatan lesi SAR. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk bahan alam lain yang mudah didapatkan di Indonesia dengan tehnik pemrosesan yang mudah dan biaya terjangkau.

  sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiapoptosis, antitumor, antikanker dan lain-lain.

  vulgaris mampu memberikan efektivitas yang setara

  vulgaris, klorheksidin glukonat, dan tetrasiklin. Hal

  Berdasarkan rerata skor rasa sakit, kelompok terapi BV, CHX, TR sebelum terapi berturut-turut adalah 3,8, 5,4, dan 5,4. Tidak ada perbedaan durasi kesembuhan lesi SAR antara seluruh kelompok (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga obat tersebut memiliki efek yang setara dalam mempercepat durasi kesembuhan lesi SAR. Namun, jika dilihat dari rerata skor rasa sakit, BV lebih efektif dibandingkan kelompok kontrol. Efektitas antiinflamasi dan antioksidan dari BV ini diperoleh dari pigmen bioaktif betalain yang dapat mengurangi jumlah mikroba sehingga mempercepat durasi penyembuhan SAR.

  9 Berdasarkan pembahasan di atas dapat

  P=0,617). Hal ini disebabkan karena multiefektivitas dari betalain yang telah dilaporkan sebelumnya.

  jenis obat tidak berbeda dalam menurunkan ukuran diameter lesi SAR pada pemakaian hari ke-1 dan pemakaian hari ke-7. Melalui uji normalitas dan homogenitas, sebaran data normal. Oleh karena itu dapat dilakukan uji post hoc, yang kemudian ditemukan bahwa Beta vulgaris lebih efektif dibandingkan klorheksidin glukonat dan tetrasiklin. (BV vs CHX P=0,98, BV vs TR P=0,505, CHX vs TR

  itu, diharapkan bahan ini dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan lesi SAR oleh adanya potensi antiinflamasi dan antioksidan.

  Dalam penelitian ini, usia subyek penelitian berkisar antara 17-32 tahun. Jumlah subyek pria sebanyak 7 orang dan wanita sebanyak 8 orang Hal ini mendukung laporan sebelumnya yang menyatakan bahwa wanita lebih banyak mengalami SAR dibandingkan pria. 11 Bedasarkan kelompok usia, usia 20-25 tahun

  (73,3%) memiliki persentase terbanyak dibandingkan kelompok usia <20 tahun (6,7%) dan kelompok usia 26-30 tahun (6,7%). Hal ini disebabkan karena populasi penelitian diambil dari pasien RSGM yang didominasi oleh mahasiswa. Berdasarkan tempat predileksi lesi SAR, lokasi SAR paling banyak ditemukan pada mukosa labial (73%) kemudian gingiva (13%), mukosa bukal (7%) dan dasar mulut (7%).

  disimpulkan bahwa pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan skor rasa sakit, durasi kesembuhan dan perubahan ukuran lesi SAR antar kelompok terapi obat kumur sari perasan buah Beta

DAFTAR PUSTAKA

9 Berdasarkan uji chi-square, didapatkan bahwa

  vulgaris. Hal ini menunjukkan obat kumur Beta vulgaris memiliki efek yang setara terhadap obat

  kumur klorheksidin glukonat dan tetrasiklin dalam menurunkan skor rasa sakit. Klorheksidin glukonat yang merupakan kelompok antiseptik poten yang hidrofilik dan bersifat bakterisid sehingga mampu melindungi permukaan ulser SAR.

  ketiga jenis obat tersebut tidak berbeda dalam menurunkan skor rasa sakit, baik pada hari pertama penggunaan maupun selama terapi. Selama terapi urutan obat kumur yang lebih efektif adalah klorheksidin glukonat, tetrasiklin dan Beta

12 Sedangkan

  tetrasiklin memiliki efek antimikroba dan anti kolagenase yang mampu mengurangi jumlah mikroba dan mempercepat penyembuhan lesi SAR.

13 Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa ketiga

  Gunardi dan Sandra: Efektivitas sari perasan buah Beta vulgaris sebagai obat kumur Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 43-47 © 2016

8. Clifford T, Howatson G, West DJ, Stevenson EJ. The

  10. Akintoye SO, Greenberg MS. Recurrent aphthous

potential benefits of red beetroot supplementation in stomatitis. Dent Clin North Am 2014; 58(2): 281-97.

health and disease. Nutrients 2015; 7: 2801-22.

  11. Field A, Longman L. Oral ulceration: Tyldesley’s oral th

9. Wong DL, Hackenberry-Eaton M, Wilson D, Winkelstein medicine. 5 ed. Oxford: Oxford University Press; 2004.

ML, Schwartz P. Wong’s essentials of pediatric nursing. p. 52-7. th 6 ed. St. Louis: Mosby; 2001. p. 1301.

  12. Graykowski EA, Kingman A. Double-blind trial of tetracycline in recurrent aphthous ulceration. J Oral Pathol 1978; 7(6): 376-82.

Dokumen yang terkait

Mekanisme selular dan molekular stres terhadap terjadinya rekuren aptosa stomatitis

0 0 5

Pengaruh Pemupukan terhadap Perubahan Morfofisiologi Dua Varietas Padi pada Kondisi Cekaman Rendaman The Effect of Fertilization on Morphophysiological Changes of Two Rice Varieties under Submergence Stress

0 1 7

Efektivitas antibakteri ekstrak metanol batang pisang Mauli (Musa acuminata) dan povidone iodine 10 terhadap Streptococcus mutans

0 1 6

Purifi kasi secretory leukocyte protease inhibitor membran amnion rekombinan sebagai kandidat biomaterial menggunakan kromatografi afi nitas

0 0 6

Peranan Fosfor dalam Meningkatkan Toleransi Tanaman Sorgum terhadap Cekaman Aluminium The Role of Phosphorus in Improving Sorghum Tolerance to Aluminum Stress

0 0 6

Functional Classification of Skinning Injury Responsive Genes in Storage Roots of Sweetpotato Klasifikasi Fungsi Gen-gen yang Responsif terhadap Pelukaan Kulit pada Umbi Ubi Jalar

0 0 7

Efektifi tas berkumur rebusan daun sirih 10 dibandingkan obat kumur yang mengandung Cetylpyridinium chloride terhadap penurunan jumlah bakteri rongga mulut

0 0 5

Gambaran kepuasan pasien peserta jaminan kesehatan nasional terhadap mutu pelayanan di poliklinik gigi dan mulut (Kajian pada pasien JKN di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta)

1 2 7

Penggunaan kitosan dengan berat molekul berbeda terhadap jumlah pembuluh darah pada penyembuhan luka pencabutan gigi

0 0 5

Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren

0 0 6