BAB 11 dedew doc
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN
GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN
KERJA PEGAWAI
Usulan penelitian untuk skripsi
Program studi Manajemen
Diajukan oleh:
Dewi Rahmawati
(13133200107)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manajemen SDM adalah proses mendayagunakan manusia sebagai
tenaga kerja secara manusiawi agar potensi psikis dan fisik yang
dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan perusahaan
(Nawawi, 2005). Manusia sebagai tenaga kerja haruslah dikelola
dengan baik dan benar agar menjadi SDM yang berkualitas. Memasuki
era globalisasi, manusia yang berkualitas dalam bekerja merupakan
prasyarat yang harus dimiliki setiap perusahaan agar mampu bersaing
dipasar global. Hal ini menunjukkan bahwa hari demi hari, perusahaan
terus-menerus menginginkan pegawainya memiliki kualitas yang lebih
baik. Jadi, keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan
sangat ditentukan oleh SDM yang berkualitas. Salah satu usaha untuk
mendapatkan SDM yang berkualitas dan mempunyai motivasi tinggi
adalah dengan memberikan keinginan dan kebutuhan para pegawai
yang nantinya akan menimbulkan kepuasan kerja. Dengan demikian
perusahaan harus mengetahui kebutuhan pegawai dan berusaha untuk
mmenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut agar tercipta kepuasan kerja
yang pada akhirnya dapat mendukung perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
(Malayu, 2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Locke
memberikan definisi komperhensif dari kepuasan kerja yaitu keadaan
emosional yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan
sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, sedangkan seseorang yang
tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif
terhadap pekerjaan itu. Pegawai yang puas terhadap pekerjaannya akan
lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membatu orang lain
dan melakukan pekerjaan melibihi harapan yang norml dalam
pekerjaan mereka (Robbin, 2003). Kepuasan kerja yang tinggi juga
sering menghasilkan lebih sedikit keluhan dan kecelakaan kerja,
sedikit waktu diperlukan untuk mempelajari tugas baru dan
berkurangnya stres (Luthans, 2006).
Robbins menyatakan konsekuensi dari kepuasan kerja yaitu
produktivits, kemangkiran dan tingkat keluar masuknya pegawai.
Organisasi dengan pegawai yang lebih puas cenderung lebih efektif
dan produktif. Selain itu, pegawai dengan tingkat kepuasan kerja yan
tinggi akan memiliki angka kemangkiran yang rendah dan juga
mengakibatkan tingkat keluar masuk (Turn over) pegawai juga rendah.
Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena
kepuasan kerja dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah gaya
kepemimpinan (Locke dalam Marcelius dan Rita, 2004).
Peran pimpinan dalam suatu perusahaan sangat penting untuk
memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua pegawai agar
bekerja sebaik-baiknya dan mencapai hasil yang diharapkan.
Karakteristik kepemimpinan akan sangat berpengaruh terhadap iklim
kerja dalam suatu perusahaan. Berbagai cara dilakukan seorang
pimpinan dalam mempengaruhi pegawainya agar dapat mlakukan
pekerjaan sesuai dengn kebijakan yg telah ditetapkan, diantaranya
dengan memberikan pujian, memberikan hadiah dan penghrgaan
tertentu,
melakukan
tindakan
korektif,
bahkan
dengan
cara
memberikan tekanan terhadap pegawainya. Kemungkinan yang
diharapkan oleh pegawai perusahaan adalah pimpinan yang mampu
memberikan kepuasan kerja pada pegawainya.
(Jenkins dalam Marcelius dan Rita, 2004) mengungkapkan bahwa
keluarga pegawai lebih banyakdisebabkan oleh ketidakpuasan terhadap
kondisi kerja karena pegawai merasa pimpinan tidak memberikan
kepercayaan, tidak ada keterlibatan pegawai dalam pembuatan
keputusan, pimpinan berlaku tidak obyektif dan tidak jujur pada
pegawai.
(Nanus, 1992) mengemukakan bahwa alasan utama pegawai
meninggalkan
organisasi
disebabkankarena
pemipingagal
memahamipegawai dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhankebutuhan pegawai.
(Bas dalam Marcelius dan Rita, 2004) menyatakan bahwa salah
satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling
komprensif berkitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinn
transformasional
dan
transaksional.
Dan
gaya
kepemimpinan
transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap,
presepsi,
dan
perilaku
pegawai
dimana
terjadi
peningkatan
kepercayaan kepada pemimpin. Motivasi dan kepuasan kerja serta
mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu
organisasi. Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan dimana seorang pemimpin memfokuskan perhatian
pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan pegawai yang
melibatkan hubunagan pertukaran (Yuki, 1998)
(Keller, 1992) mengatakan bahwa praktek gaya kepemimpinan
tranformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi pegawai
karena kebutuhan pegawai yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga
diri dan aktualisasi diri terpenuhi. Selanjutnya, praktek kepemimpinan
transaksional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi pegawai
karena kebutuhan pegawai yang lebih rendah seperti kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dapat terpenuhi (Burn dalam Pawar dan
Eastman, 1997). Oleh karena itu, gaya kepemimpinan pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya sangat menentukan keberhasilan program.
Maka dengan gaya kepemimpinan tersebut, pegawai merasa puas
dalam
melakukan
pekerjaan
yang
telah
ditanggungjawabkan
kepadanya. Atas dasar terjadinya perbedaan kepuasan kerja pegawai
dilihat dari gaya kepemimpinan, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Analisis perbedaan kepuasan kerja
pegawai jika ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan
kepuasan kerja pegawai jika ditinjau dari gaya kepemimpinan
tranformasional dan transaksional ?
C. Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional
terhadap kepusan kerja pegawai.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang
manajemen sumber daya manusia pada khususnya dan sebagai
referensi bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya pada pihak
ang ingin mempelajari mengenai pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap
kepuasan kerja pegawai.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibagi
beberapa pihak antara lain:
a. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai bahan
pertimbangan
atau
masukan
berkaitan
dengan
gaya
kepemimpinan transaksional dan transformasional untuk
meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
b. Bagi Akademisi
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
pembelajaran dan pengaplikaian ilmu pengetahuan dibidang
manajemen, khususnya dalam bidang manajemen sumber daya
manusia.
c. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dpat menjadi tambahan rujukan
bagi penelitian selanjutnya serta sebagai pertimbangan bagi
organisasi yang menghaddapi masalah serupa.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi
contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
“melakukannya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada
seorang seniman, ahli pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini
sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan
pengajaran/intruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa
pemimpin yang efekti mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang
sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi
dan intensitas. Ciri-ciri pemimpin berkarakter sebagai berikut:
a. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Jujur dengan
kekuatan
diri
dan
kelemahan
dan
usaha
untuk
memperbaikinya.
b. Pemimpin harusnya berempati terhadap bawahannya secara
tulus.
c. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang
lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan
gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa
hormat kepada pemimpinnya.
d. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing dan
belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun
kondisi bisnis pada umumnya.
e. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu
bekerja secara profesional dalam jabatannya.
f. Memiliki rasa kehormatan diri dan berdisiplin pribadi,
sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggung jawab
pribadi atas prilaku pribadinya.
g. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat “team
work”, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi
dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan
bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya.
Sedangkan
kekuasaan
adalah
kemampuan
untuk
mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yyang diinginkan
pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan
menggeraakkan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk
mnyelesaikan tugas (Field Manual 22:100).
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya
sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri
para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mngenai pemimpin,
dapat penulis simpulkan bahwa : pemimpin adalah orang yang
mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap dan gaya yang baik untuk
mengurus atau mengatur orang lain.
2. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa
kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu.
Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan
merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya.
Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari
yang diharapkan.
Menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional
adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer
bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja
melampaui status atau mencapai serangkaian sasaran organisassi yang
sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya
memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa
dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau
keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap
bawahan untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa
dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
3. Pengertian Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah perilaku pemimpin yang
memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara
pemimpin dengan anggota ang melibatkan hubungan pertukaran.
Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan engenai klarisifikasi
sasaran, standar kerja, penugasan kerja dan penghargaan.
Pemimpin transaksional harus mampu mengenali apa yang
diinginkan anggota dari pekerjaannya dan memastikan apakah telah
mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, apa yang
diinginkan pemimpin adalah kinerja sesuai standar yang telah
ditentukan.
Hubungan pemimpin transaksional dengan anggota tercermin
dari tiga hal, yakni: (1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan
anggota dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila
untuk kerjaannya sesuai dengan harapan, (2) pemimpin menukar
usaha-usaha yang dilakukan oleh anggota dengan imbalan, dan (3)
pemimpin reponsif terhadap kepentingan-kepentingan pribadi anggota
selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang
telah dilakukan anggota.
Berdasarkan pengertian mengenai kepemimpinan transaksional
yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan transaksional merupakan presepsi para anggita terhadap
perilaku pemimpin dalam mengarahkan anggotanya untuk bekerja
sesuai standar yang ditetapkan.
Karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas: imbalan
kontigen dan manajemen melalui eksepsi. Kedua karakteristik
kepemimpinan transaksional, selengkapnya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Imbalan kontigen. Imbalan kontigen adalah kontrak
pertukaran
imbalan
untuk
upaya
yang
dilakukan,
menjanjikan imbalan bagi kinerja ang baik, dan menghargai
prestasi kerja yang dilakukan anggota.
b. Manajemen melalui eksepsi. Manajemen melalui eksepsi
merupakan pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin
agar kinerja anggota sesuai standar yang telah ditentukan.
Penerapan manajemen melalui eksepsi dapat dilakukan
secara aktif maupun pasif. Pada pelaksanaan manajemen
melalui eksepsi secara aktif, pemimpin mengawasi dan
mencari deviasi atau penyimpangan atas berbagai aturan
dan standar, serta mengambil tindakan korektif. Sebaliknya,
dalam pelaksanaan manajemen melalui eksepsi secara
passif, pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar
tidak tercapai.
Penelitian
mengenai
kepemimpinan
transaksional
mengemukakan ada dua karakteristik utama tipe kepemimpinan
transaksional, yaitu: (1) pemimpin menggunakan serangkaian imbalan
untuk memotivasi para anggota, dan (2) pemimpin hanya melakukan
tindakan nkoreksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi
yang ditetapkan. Kepemimpinan transaksional dengan demikian
mengarah pada upaya mempertahankan keadaan yang telah dicapai.
4. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan variabel sikap (attitude), yang
berkaitan dengan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya. Oleh
karena menggambarkan perasaan, maka mengacu komponen sikap,
kepuasan kerja merupakan komponen afeksi. Sikap atau afeksi tersebut
terbentuk sebagai hasil evaluasi terhadap pengalaman aspek-aspek
pekerjaannya. Lebih lanjut, karena kepuasan kerja merupakan afeksi,
maka keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku lebih lanjut, baik
intensitas atau arahnya (pilihan-pilihan).
Davis dan Newstrom (2001), menyatakan bahwa kepuasan
menyangkut banyak dimensi, namun pada umumnya menyangkut dua
spek, yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri dan kepuasan
terhadap lingkungan tugasnya (rekan kerja, kondisi kerja dan
organisasi).
Karyawan yang tidak puas dalam kerjanya dapat dinyatakan
dalam berbagai cara. Misalnya, berhenti bekerja, karyawan mengeluh,
tidak patuh, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerjanya.
Sementara kepuasan kerja merupakan salah satu tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap karyawan ditempat kerjanya. Dan tidak mudah
memuaskan karyawan karena kepuasan kerja merupakan hal yang
bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan pengertian
kepuasan itu sendiri, dimana kepuasan kerja merupakan keadaan
emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana
para karyawan memandang pekerjaannya.
Dalam kepuasan kerja ada yang dinamakan pengukuran
kepuasan kerja digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja
pegawai. Dalam pengukiurannya dapat digunakan berbagai cara.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan uatu proses
mengembangkan keahlian karyawan untuk dapat bekerja secara
profesional. Ketika karyawan dapat bekerja secara profesional, maka
kepuasan kerja dapat dicapai (Hassan et al., 2006).
5. Teori-teori kepuasan kerja
Menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) bahwa teori-teori
tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu yng disebut sebagai a) Disperancy theory, b) Equity theory, c)
two factor theory:
a. Disperancy theory (Teori Perbedaan)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur
kepuasan kerja seseorangdengan menghutung selisih antara apa
yang seharusya dengan kenyataan yang dirasakan (difference
between how much of something there should be and how much
there “is now”). Locke juga menerangkan bahwa kepuasan
kerja seeorang bergantung pada perbedaan (disperancy) antara
nilai dari harapan yang diinginkan, dengan apa yang menurut
perasaan atau presepsinya yang telah dicapai atau diperoleh
dari pekerjaanna. Dengan demikian orang akan merasa puas
bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan presepsina
atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah
tercapai. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari yang
diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi walaupun
terdapat perbedaan (disperancy), tetapi merupakan perbedaan
yang positif. Sebaliknya semakin jauh kenyataan ang dirasakan
tersebut dibawah standar minimum maka akan terjaditerjadi
pebedaan negaif (negative disperancy), dan akan semakin besar
pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
b. Equity theory (Teori Keseimbangan)
Equity theory pertama kali dikembangkan oleh Adam dalam
Yudi (2005). Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa
puas atau tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan
adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi yang
diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain
ang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Eemen-elemen
dari teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu elemen
input, outcome, comparison, dan equity-in-equity,
yang
dimaksud dengan input menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli
(2005) adalah sebagai berikut: input is anything of value that
and emploess perceives that he contributes to his job (input
adalah segala sesuatu yang sangat berharga ang dirasakan oleh
karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan atau semua
nilai
yang
diterima
pegawai
yang
dapat
menunjang
pelaksanaan kerja. Sebagai contoh input adalah pendidikan,
pengalaman, skil, usaha, peralatan, dan lain-lain). Outcome is
anything of value that the employee ;perceives he obtain from
the job (semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai
sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya upah, keuntungan
tambahan status simbol, pengenalan kembali (recognition),
kesempatan untuk berprestassi atau ekspresi diri. Sedangakan
comparison person dapat diartikan ssebagai perasaan seseorang
diperusahaan yang sama, atau ditempat lain, atau bisa juga
dengan dirinya sendiri diwaktu lampau (the comparison person
may be someone in a defferent organization or even the person
himself in a previous job).
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Teori Dua Faktor yaitu yang membuat orang merasa puas dan
faktor yang membuat orang merasa tidak puas. Dalam
pandangan lain dua faktor yang dimaksud dalam teori ini
adalah adanya dua rangkaian kondisi, pertama kondisi ang
menyebabkan orang merasa tidak puas, jika kondisi itu ada dan
tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi.
Kondisi kedua digambarkan Hezberg dalam Yuli (2005)
sebagai serangkaian kondisi intrinsik, apabila kepuasan kerja
terdapat dalam pkerjaan akan menggerakan tingkat motivasi
kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja
yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi
tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang
berlebihan. Faktor-faktor motivator yang perlu diperhatikan
kepada bawahan:
1) Keberhasilan pelaksanaan (achievement)
2) Tanggung jawab (responbililities)
3) Pengakuan (recognition)
4) Pengembangan (advancement)
5) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
Menurut
Yuli
(2005),
faktor-faktor
utama
yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan berdasarkan teori
motivasi Hezbreg antara lain dipengaruhi oleh:
1. Pendapatan atau Kompensasi
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima
karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada
organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun
non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada
karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah
diberikannya kepada organisasi/perusahaan tempat
ia bekerja. (Pangabean, 2004)
2. Aktivitas Kerja
Aktivitas kerja merupakan kegiatan atau rutinits
bkerja yang dilakukan karyawan, yang terdiri dari
tugas dan tanggyng jawab dalam bekerja sesuai
dengan uraian kerja yang ditetapkan (Yuli, 2005).
3. Pengawasan
Pengawasan
adalah
semua
aktivitas
yang
dilaksanakan oleh pihak manaje dlam upaya
memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil
yang direncanakan (Winardi, 2001).
4. Promosi Karir
Promosi kari adalah perencanaan karir seseorang
pada pekerjaan yang lebih baik dalam bentuk
bertanggung jawab yang lebih besar, status yang
lebih, skill yang lebih tinggi berdasarkan ukuran
kinerja yang ditetapkan (Yuli, 2005).
5. Hubungan dalam Kelompok Kerja
Interaksi
karyawan
dalam
lingkungan
perusahaan/organisasi/instansi merupakan hal yang
tidak
dapat
dipisahkan
yang
mana
akan
menimbulkan tingkat kepuasan kerja karyawan.
Situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu
dengan yang lain tidak terlepas dari interaksi satu
sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan
kerja. Dengan sarana hubungan yang nyaman akan
lebih bbetah dan senang dalam menyelesaikan
tugas. Hubungan antar manusia (human relation)
dalam perusahaan merupakan hal yang pening
karena merupakan jembatan antara karyawan
dengan sesama karyawan maupun karyawan dengan
pemimpin (Yuli, 2005)
6. Kondisi Kerja
Kondisi Kerja adalah semua aspek fisik kerja,
psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas kerja (Mangkunegara, 2000).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu manusia
dihabiskan
ditempmat
kerja.
Banyak
faktor-faktor
yang
mempengaruhu kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri
dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung
pada pribadi masing-masing karawan (Sutrisno, 2009:82).
Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut As’ad
(1999) adalah:
1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan
harapan;
2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan
masyarakat, kesempatan bereaksi, kegiatan perserikatan
pekerja,
kebebasan
berpolitik,
dan
hubungan
kemasyarakatan;
3. Faktor utama dalam pekerjaan,
pengawasan,
ketentraman
kerja,
meliputi upah,
kondisi
kerja,
dan
kesempatan untuk maju.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu
faktor yang ada pda diri pegawai dan faktor pekerjaannya
(Mangkunegara, 2009:120).
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecerdasan khusus,
umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman
kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir,
presepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi,
pangkat
(golongan),
kedudukan,
mutu
pengawasan,
jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi
sosial, dan hubungan kerja.
Menurut
Sutrisno,
(2009:82-84)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini, ada tidaknya
kesempatan
untuk
memperoleh
pengalaman
dan
peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang
kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman
sangat mempengarui perasaan karyawan selama kerja.
3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan
jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan
sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen
yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan
kondisi kerja yang stabil.
5. Pengawasan. Sepervisi yang buruk dapat berakibat absensi
dan turnover.
6. Faktor Intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam
pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan
mudahnya
serta
kebanggaan
akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
tugas
dapat
7. Kondisi kerja. Termasuk disini kondisi kerja tempat,
ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap
yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor
yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.
9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar
antar karyawan
dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk
menyukai jabatannya. Dlam hal ini adanya kesediaan pihak
atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui
pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan
dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas. Fasilitas rumah skit, cuti, dana pensiun, atau
nperumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila
dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
7. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja) Lawler dan Porter
mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga krja
mempresepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran
ekstrinsik yang diterima kedua-keduanya adil dan wajar
dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika
tenaga kerja tidak mempresepsikan ganjaran intrinsik dan
ekstrinsik ang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka
kenaikan dakam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan
kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004:113).
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter dan Streers mngatakan bahwa ketidakhadiran dan
berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara
kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan
sifatnya
dan
dengan
demikian
kurang
mungkin
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan
berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Menurut Robbins ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja
atau karyawan dapat diungkapkan kedalam berbagai
macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan,
karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuru barang
milik organisassi, menghindari sebagian dari tanggung
jawab pekerjaan mereka.
Tiga cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan,
a) Keluar
(Exit),
ketidakpuasan
kerja
yang
diungkapkan
meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
dengan
b) Menyuarakan (Voice), ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha
aktif dan kontruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan
saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
c) Mengabaikan (Neglect), ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui
sikap membiarkan keadaan menjadi le bih buruk, termasuk misalnya
sering absen atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang
dibuat makin banyak.
8. Gaya Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan
yang
dimaksud
adalah
teori
kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi
pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan
(leadership sytle), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan
perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika
kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk
mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan
adalah
pola-pola
perilaku
pemimpin
yang
digunakan
untuk
mempengaruhi aktivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai
tujuan dalam suatu situasi organisasinya yang dapat berubah, selagi
bagaimana
pemimpin
mengembangkan
program
organisasinya,
menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat,
memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraannya
serta bagaimana pemimpin berkomuniksi dengan bwahannya.
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam
mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak
diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan
tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya
tidak
dilakukan.
Namun,
pimimpin
dalam
menerapkan
gaya
kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada
bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi
dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan
bawahan
masing-masing
memiliki
status
yang
berbeda.
Berinteraksinya dua status yang berbedaterjadi, apabila status
pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya
bawahan merasa dilindungi oleh pemimpin apabila pemimpin dapat
menyejukkan
hati
bawahan
terhadap
tugas
yang
dibebankan
kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi
tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih senang menerima atasan
yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas
timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan
kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan
digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses
mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran
untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara
mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu
tujuan organisasi. Pemimpin dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan
bawahannya sebagai dimensi dalamkepemimpinan dan teknik-teknik
untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.
9.
Pengaruh Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja
Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi sehingga mereka
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dapat dikatakan juga
bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk meyakinkan
orang-orang agar mengusahakan secara tegas tujuan-tujuannya dengan
penuh semangat. Dalam menjaga kinerja yang tinggi, kepemimpinan
tidak dapat diremehkan karena dalam hubungannya harus memiliki
kemampuan tertentu dalam mendorong orang lain untuk bekerja keras
dan mengarahkan usaha-usaha ketujuan bersama. Oleh sebab itu
pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan arahan kepada
karyawan guna meningkatkan kinerjanya.
Hasil penelitian Nursiah (2004) menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh dominan
terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan. Mengacu pada beberapa pendapat tentang
gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan maka dapat ditarik
pemahaman bahwa gaya kepemimpinan memiliki toleransi yang kuat
dengan kinerja karyawan dan tidak dapat dipisahkan karena jika
diterapkan dengan tepat pada sebuah organisasi maka akan
menciptakan kepuasan kerja yang pada akhirnya mendorong
terciptanya kinerja karyawan yang unggul dan sesuai dengan visi, misi
serta tujuan organisasi.
B. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan mempunyai
kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Hasil-hasil penelitian
yang berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepusan kerja
pegawai.
Penelitian terdahulu mengenai kepuasan kerja pegawai ditinjau
dari gaya kepemimpinan Transaksional dan Tranformasional yang
kemudian menjadi referensi yang relevan dengan penelitian ini antara
lain:
1.
Mahabes, Afini. (2004) meneliti tentang gaya
kepemimpinan seorang pemimpin memiliki hubungan
dengan kepuasan kerja karyawan, baik itu disisi proses
pengerjaan suatu pekerjaan, kepuasan bekerja, sampai
mengeluarkan
pemimpin
lebih
suatu
hasil
pekerjaan.
Fungsi
dari
didalam organisasi juga mempunyai peran
didalam suatu organisasi, apakah pemimpin itu
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak,
ataukah
komunikasi
dengan
seluruh
lini
didalam
organisasi baik atau tidak.
2.
Muhammad, Reidy dkk (2016) penelitian ini
bertujuan untuk menguji dan menjelaskan pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan
transaksional terhadap kepuasan kerja pegawai. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan pendekatan kuantitatif.
C. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat disusun kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Gaya kepemimpinan
Transformasional
(X1)
Kepuasan Kerja
(Y)
Gaya Kepemimpinan
Transaksional
(X2)
D. PERUMUSAN HIPOTESIS
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori dan rumusan
masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang
dianjurkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Gaya Kepemimpinn Transfomasional berpngaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
H2 : Gaya Kepemimpinan Transaksional berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
H3 : Gaya kepemimpinan Transformasional dan Transaksional
secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian
tentang
pengaruh
gaya
kepemimpinan
Transformasional dan gaya Kepemimpinan Transaksional terhadap
kepusan kerja pegawai dilakukan selama kurang lebih 1 bulan.
B. Variable Penelitian
Variable penelitian adalah segala suatu atribut, nilai/sifat dari
objek, individu/kegiatan yang mempunyai banyak variasi tertentu
antara satu dan lainnya yang telah ditentukan oleh peneliti untuk
dipelajari dan dicari informasinya serta ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini terdapat dua variable bebas (X) dan satu
variable terikat (Y).
1. Variabel Bebas/Independen Variabel
Yaitu variable yang mempengaruhi variable lain atau yang
diselidiki pengaruhnya. Yang menjadi variable bebas dalam
penelitian ini adalah :
a. Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)
Kepemimpinan Transaksional adalah perilaku
pemimpin yang memfokuskan perhatiannya pada
transaksi
anggota
interpersonal
yang
Pertukaran
antara
melibatkan
tersebut
pemimpin
hubungan
didasarkan
dengan
pertukaran.
padakesepakatan
mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan
kerja, dan penghargaan.
b. Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2)
Kepemimpinan
transformasional
adalah
tipe
pemimpin yang menginspirasi paar pengikutnya untuk
mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan
memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa.
Aspek utama dari kepemimpinan transformasional
adalah penekanan pada pembangunan pengikut.
2. Variabel Terikat/Dependent Variabel (Y) (Kepuasan Kerja)
Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi
dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas,
yaitu faktor yang muncul atau tidak muncul, atau berubah
sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti. Kepuasan
kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati
dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan.
C. Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah judgement sampling yaitu teknik pengumpulan
sampel, dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa ia
adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.
Untuk menentukan jumlah sampel yang akan diteliti, penulis
menggunakan rumus Slovin. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel
yang diteliti sudah diketahui sebelumnya, serta jumlah populasi dalam
penelitian ini berjumlah kurang dari 100. Teknik pengambilan sampel
dengan rumus Slovin adalah sebagai berikut:
D.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian merupakan metode
atau cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu
penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
Metode Wawancara. Wawancara dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data
maupun peneliti terhadap narasumber/sumber data.
Kuesioner,
adalah
teknik
pengumpulan
data
yang
dilakukan
dengan
cara
memberikan
seperangkat
pertanyaan/pernyataan kepada orang lain yan dijadikan
responden untuk dijawabnya.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah upaya menolah data menjadi
informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat
dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalahmasalah yan berkaitan dengan keiatan penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan model analisis Jalur.
Pemilihan model ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional
melalui variabel kepuasan kerja, adapun model dasar dari analisis jalur
ini adalah :
1. Menentukan model diagram jalurnya berdasarkan
paradigma hubungan antar variabel.
2. Membuat diagram jalur persamaan strukturalnya,
dimana X1 dan X2 adalah variabel eksogen dan Y1
adalah variabel endogen.
3. Menganalisis dengan menggunakan SPSS yang terdiri
dari dua langkah yaitu :
Y1= PY1XI+PY1X2+ ɛ 1
Dimana :
Y1
= Kepuasan Kerja
X1
= Kepemimpinan Transformasional
X2
= Kepemimpinan Transaksional
ɛ
= Disturbance eror (faktor pengganggu residual)
GAYA KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL TERHADAP KEPUASAN
KERJA PEGAWAI
Usulan penelitian untuk skripsi
Program studi Manajemen
Diajukan oleh:
Dewi Rahmawati
(13133200107)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manajemen SDM adalah proses mendayagunakan manusia sebagai
tenaga kerja secara manusiawi agar potensi psikis dan fisik yang
dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan perusahaan
(Nawawi, 2005). Manusia sebagai tenaga kerja haruslah dikelola
dengan baik dan benar agar menjadi SDM yang berkualitas. Memasuki
era globalisasi, manusia yang berkualitas dalam bekerja merupakan
prasyarat yang harus dimiliki setiap perusahaan agar mampu bersaing
dipasar global. Hal ini menunjukkan bahwa hari demi hari, perusahaan
terus-menerus menginginkan pegawainya memiliki kualitas yang lebih
baik. Jadi, keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan
sangat ditentukan oleh SDM yang berkualitas. Salah satu usaha untuk
mendapatkan SDM yang berkualitas dan mempunyai motivasi tinggi
adalah dengan memberikan keinginan dan kebutuhan para pegawai
yang nantinya akan menimbulkan kepuasan kerja. Dengan demikian
perusahaan harus mengetahui kebutuhan pegawai dan berusaha untuk
mmenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut agar tercipta kepuasan kerja
yang pada akhirnya dapat mendukung perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
(Malayu, 2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Locke
memberikan definisi komperhensif dari kepuasan kerja yaitu keadaan
emosional yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan
sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, sedangkan seseorang yang
tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif
terhadap pekerjaan itu. Pegawai yang puas terhadap pekerjaannya akan
lebih mungkin berbicara positif tentang organisasi, membatu orang lain
dan melakukan pekerjaan melibihi harapan yang norml dalam
pekerjaan mereka (Robbin, 2003). Kepuasan kerja yang tinggi juga
sering menghasilkan lebih sedikit keluhan dan kecelakaan kerja,
sedikit waktu diperlukan untuk mempelajari tugas baru dan
berkurangnya stres (Luthans, 2006).
Robbins menyatakan konsekuensi dari kepuasan kerja yaitu
produktivits, kemangkiran dan tingkat keluar masuknya pegawai.
Organisasi dengan pegawai yang lebih puas cenderung lebih efektif
dan produktif. Selain itu, pegawai dengan tingkat kepuasan kerja yan
tinggi akan memiliki angka kemangkiran yang rendah dan juga
mengakibatkan tingkat keluar masuk (Turn over) pegawai juga rendah.
Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat kompleks karena
kepuasan kerja dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah gaya
kepemimpinan (Locke dalam Marcelius dan Rita, 2004).
Peran pimpinan dalam suatu perusahaan sangat penting untuk
memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua pegawai agar
bekerja sebaik-baiknya dan mencapai hasil yang diharapkan.
Karakteristik kepemimpinan akan sangat berpengaruh terhadap iklim
kerja dalam suatu perusahaan. Berbagai cara dilakukan seorang
pimpinan dalam mempengaruhi pegawainya agar dapat mlakukan
pekerjaan sesuai dengn kebijakan yg telah ditetapkan, diantaranya
dengan memberikan pujian, memberikan hadiah dan penghrgaan
tertentu,
melakukan
tindakan
korektif,
bahkan
dengan
cara
memberikan tekanan terhadap pegawainya. Kemungkinan yang
diharapkan oleh pegawai perusahaan adalah pimpinan yang mampu
memberikan kepuasan kerja pada pegawainya.
(Jenkins dalam Marcelius dan Rita, 2004) mengungkapkan bahwa
keluarga pegawai lebih banyakdisebabkan oleh ketidakpuasan terhadap
kondisi kerja karena pegawai merasa pimpinan tidak memberikan
kepercayaan, tidak ada keterlibatan pegawai dalam pembuatan
keputusan, pimpinan berlaku tidak obyektif dan tidak jujur pada
pegawai.
(Nanus, 1992) mengemukakan bahwa alasan utama pegawai
meninggalkan
organisasi
disebabkankarena
pemipingagal
memahamipegawai dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhankebutuhan pegawai.
(Bas dalam Marcelius dan Rita, 2004) menyatakan bahwa salah
satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling
komprensif berkitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinn
transformasional
dan
transaksional.
Dan
gaya
kepemimpinan
transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap,
presepsi,
dan
perilaku
pegawai
dimana
terjadi
peningkatan
kepercayaan kepada pemimpin. Motivasi dan kepuasan kerja serta
mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu
organisasi. Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan dimana seorang pemimpin memfokuskan perhatian
pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan pegawai yang
melibatkan hubunagan pertukaran (Yuki, 1998)
(Keller, 1992) mengatakan bahwa praktek gaya kepemimpinan
tranformasional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi pegawai
karena kebutuhan pegawai yang lebih tinggi seperti kebutuhan harga
diri dan aktualisasi diri terpenuhi. Selanjutnya, praktek kepemimpinan
transaksional mampu meningkatkan kepuasan kerja bagi pegawai
karena kebutuhan pegawai yang lebih rendah seperti kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dapat terpenuhi (Burn dalam Pawar dan
Eastman, 1997). Oleh karena itu, gaya kepemimpinan pemimpin dalam
mempengaruhi bawahannya sangat menentukan keberhasilan program.
Maka dengan gaya kepemimpinan tersebut, pegawai merasa puas
dalam
melakukan
pekerjaan
yang
telah
ditanggungjawabkan
kepadanya. Atas dasar terjadinya perbedaan kepuasan kerja pegawai
dilihat dari gaya kepemimpinan, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul Analisis perbedaan kepuasan kerja
pegawai jika ditinjau dari gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada perbedaan
kepuasan kerja pegawai jika ditinjau dari gaya kepemimpinan
tranformasional dan transaksional ?
C. Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional
terhadap kepusan kerja pegawai.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang
manajemen sumber daya manusia pada khususnya dan sebagai
referensi bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya pada pihak
ang ingin mempelajari mengenai pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap
kepuasan kerja pegawai.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibagi
beberapa pihak antara lain:
a. Bagi Instansi
Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai bahan
pertimbangan
atau
masukan
berkaitan
dengan
gaya
kepemimpinan transaksional dan transformasional untuk
meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
b. Bagi Akademisi
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
pembelajaran dan pengaplikaian ilmu pengetahuan dibidang
manajemen, khususnya dalam bidang manajemen sumber daya
manusia.
c. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dpat menjadi tambahan rujukan
bagi penelitian selanjutnya serta sebagai pertimbangan bagi
organisasi yang menghaddapi masalah serupa.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi
contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
“melakukannya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan pada
seorang seniman, ahli pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini
sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan
pengajaran/intruksi.
Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa
pemimpin yang efekti mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang
sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi
dan intensitas. Ciri-ciri pemimpin berkarakter sebagai berikut:
a. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Jujur dengan
kekuatan
diri
dan
kelemahan
dan
usaha
untuk
memperbaikinya.
b. Pemimpin harusnya berempati terhadap bawahannya secara
tulus.
c. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang
lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan
gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa
hormat kepada pemimpinnya.
d. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing dan
belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun
kondisi bisnis pada umumnya.
e. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu
bekerja secara profesional dalam jabatannya.
f. Memiliki rasa kehormatan diri dan berdisiplin pribadi,
sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggung jawab
pribadi atas prilaku pribadinya.
g. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat “team
work”, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi
dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan
bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya.
Sedangkan
kekuasaan
adalah
kemampuan
untuk
mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yyang diinginkan
pihak lainnya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan
menggeraakkan orang-orang sedemikian rupa untuk memperoleh
kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk
mnyelesaikan tugas (Field Manual 22:100).
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya
sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil
menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri
para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mngenai pemimpin,
dapat penulis simpulkan bahwa : pemimpin adalah orang yang
mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap dan gaya yang baik untuk
mengurus atau mengatur orang lain.
2. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa
kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu.
Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan
merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya.
Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari
yang diharapkan.
Menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional
adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer
bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja
melampaui status atau mencapai serangkaian sasaran organisassi yang
sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya
memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa
dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau
keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap
bawahan untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa
dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
3. Pengertian Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah perilaku pemimpin yang
memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara
pemimpin dengan anggota ang melibatkan hubungan pertukaran.
Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan engenai klarisifikasi
sasaran, standar kerja, penugasan kerja dan penghargaan.
Pemimpin transaksional harus mampu mengenali apa yang
diinginkan anggota dari pekerjaannya dan memastikan apakah telah
mendapatkan apa yang diinginkannya. Sebaliknya, apa yang
diinginkan pemimpin adalah kinerja sesuai standar yang telah
ditentukan.
Hubungan pemimpin transaksional dengan anggota tercermin
dari tiga hal, yakni: (1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan
anggota dan menjelaskan apa yang akan mereka dapatkan apabila
untuk kerjaannya sesuai dengan harapan, (2) pemimpin menukar
usaha-usaha yang dilakukan oleh anggota dengan imbalan, dan (3)
pemimpin reponsif terhadap kepentingan-kepentingan pribadi anggota
selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang
telah dilakukan anggota.
Berdasarkan pengertian mengenai kepemimpinan transaksional
yang telah dikemukakan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepemimpinan transaksional merupakan presepsi para anggita terhadap
perilaku pemimpin dalam mengarahkan anggotanya untuk bekerja
sesuai standar yang ditetapkan.
Karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri atas: imbalan
kontigen dan manajemen melalui eksepsi. Kedua karakteristik
kepemimpinan transaksional, selengkapnya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Imbalan kontigen. Imbalan kontigen adalah kontrak
pertukaran
imbalan
untuk
upaya
yang
dilakukan,
menjanjikan imbalan bagi kinerja ang baik, dan menghargai
prestasi kerja yang dilakukan anggota.
b. Manajemen melalui eksepsi. Manajemen melalui eksepsi
merupakan pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin
agar kinerja anggota sesuai standar yang telah ditentukan.
Penerapan manajemen melalui eksepsi dapat dilakukan
secara aktif maupun pasif. Pada pelaksanaan manajemen
melalui eksepsi secara aktif, pemimpin mengawasi dan
mencari deviasi atau penyimpangan atas berbagai aturan
dan standar, serta mengambil tindakan korektif. Sebaliknya,
dalam pelaksanaan manajemen melalui eksepsi secara
passif, pemimpin melakukan intervensi hanya bila standar
tidak tercapai.
Penelitian
mengenai
kepemimpinan
transaksional
mengemukakan ada dua karakteristik utama tipe kepemimpinan
transaksional, yaitu: (1) pemimpin menggunakan serangkaian imbalan
untuk memotivasi para anggota, dan (2) pemimpin hanya melakukan
tindakan nkoreksi apabila anggota gagal mencapai sasaran prestasi
yang ditetapkan. Kepemimpinan transaksional dengan demikian
mengarah pada upaya mempertahankan keadaan yang telah dicapai.
4. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan variabel sikap (attitude), yang
berkaitan dengan perasaan pegawai terhadap pekerjaannya. Oleh
karena menggambarkan perasaan, maka mengacu komponen sikap,
kepuasan kerja merupakan komponen afeksi. Sikap atau afeksi tersebut
terbentuk sebagai hasil evaluasi terhadap pengalaman aspek-aspek
pekerjaannya. Lebih lanjut, karena kepuasan kerja merupakan afeksi,
maka keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku lebih lanjut, baik
intensitas atau arahnya (pilihan-pilihan).
Davis dan Newstrom (2001), menyatakan bahwa kepuasan
menyangkut banyak dimensi, namun pada umumnya menyangkut dua
spek, yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri dan kepuasan
terhadap lingkungan tugasnya (rekan kerja, kondisi kerja dan
organisasi).
Karyawan yang tidak puas dalam kerjanya dapat dinyatakan
dalam berbagai cara. Misalnya, berhenti bekerja, karyawan mengeluh,
tidak patuh, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerjanya.
Sementara kepuasan kerja merupakan salah satu tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap karyawan ditempat kerjanya. Dan tidak mudah
memuaskan karyawan karena kepuasan kerja merupakan hal yang
bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan pengertian
kepuasan itu sendiri, dimana kepuasan kerja merupakan keadaan
emosional yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan dimana
para karyawan memandang pekerjaannya.
Dalam kepuasan kerja ada yang dinamakan pengukuran
kepuasan kerja digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja
pegawai. Dalam pengukiurannya dapat digunakan berbagai cara.
Pengembangan sumber daya manusia merupakan uatu proses
mengembangkan keahlian karyawan untuk dapat bekerja secara
profesional. Ketika karyawan dapat bekerja secara profesional, maka
kepuasan kerja dapat dicapai (Hassan et al., 2006).
5. Teori-teori kepuasan kerja
Menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) bahwa teori-teori
tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu yng disebut sebagai a) Disperancy theory, b) Equity theory, c)
two factor theory:
a. Disperancy theory (Teori Perbedaan)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur
kepuasan kerja seseorangdengan menghutung selisih antara apa
yang seharusya dengan kenyataan yang dirasakan (difference
between how much of something there should be and how much
there “is now”). Locke juga menerangkan bahwa kepuasan
kerja seeorang bergantung pada perbedaan (disperancy) antara
nilai dari harapan yang diinginkan, dengan apa yang menurut
perasaan atau presepsinya yang telah dicapai atau diperoleh
dari pekerjaanna. Dengan demikian orang akan merasa puas
bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan presepsina
atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah
tercapai. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari yang
diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi walaupun
terdapat perbedaan (disperancy), tetapi merupakan perbedaan
yang positif. Sebaliknya semakin jauh kenyataan ang dirasakan
tersebut dibawah standar minimum maka akan terjaditerjadi
pebedaan negaif (negative disperancy), dan akan semakin besar
pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
b. Equity theory (Teori Keseimbangan)
Equity theory pertama kali dikembangkan oleh Adam dalam
Yudi (2005). Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa
puas atau tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan
adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi yang
diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain
ang sekelas, sekantor maupun ditempat lain. Eemen-elemen
dari teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu elemen
input, outcome, comparison, dan equity-in-equity,
yang
dimaksud dengan input menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli
(2005) adalah sebagai berikut: input is anything of value that
and emploess perceives that he contributes to his job (input
adalah segala sesuatu yang sangat berharga ang dirasakan oleh
karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan atau semua
nilai
yang
diterima
pegawai
yang
dapat
menunjang
pelaksanaan kerja. Sebagai contoh input adalah pendidikan,
pengalaman, skil, usaha, peralatan, dan lain-lain). Outcome is
anything of value that the employee ;perceives he obtain from
the job (semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai
sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya upah, keuntungan
tambahan status simbol, pengenalan kembali (recognition),
kesempatan untuk berprestassi atau ekspresi diri. Sedangakan
comparison person dapat diartikan ssebagai perasaan seseorang
diperusahaan yang sama, atau ditempat lain, atau bisa juga
dengan dirinya sendiri diwaktu lampau (the comparison person
may be someone in a defferent organization or even the person
himself in a previous job).
c. Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Teori Dua Faktor yaitu yang membuat orang merasa puas dan
faktor yang membuat orang merasa tidak puas. Dalam
pandangan lain dua faktor yang dimaksud dalam teori ini
adalah adanya dua rangkaian kondisi, pertama kondisi ang
menyebabkan orang merasa tidak puas, jika kondisi itu ada dan
tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi.
Kondisi kedua digambarkan Hezberg dalam Yuli (2005)
sebagai serangkaian kondisi intrinsik, apabila kepuasan kerja
terdapat dalam pkerjaan akan menggerakan tingkat motivasi
kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja
yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi
tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang
berlebihan. Faktor-faktor motivator yang perlu diperhatikan
kepada bawahan:
1) Keberhasilan pelaksanaan (achievement)
2) Tanggung jawab (responbililities)
3) Pengakuan (recognition)
4) Pengembangan (advancement)
5) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
Menurut
Yuli
(2005),
faktor-faktor
utama
yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan berdasarkan teori
motivasi Hezbreg antara lain dipengaruhi oleh:
1. Pendapatan atau Kompensasi
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima
karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada
organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun
non fisik dan harus dihitung dan diberikan kepada
karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah
diberikannya kepada organisasi/perusahaan tempat
ia bekerja. (Pangabean, 2004)
2. Aktivitas Kerja
Aktivitas kerja merupakan kegiatan atau rutinits
bkerja yang dilakukan karyawan, yang terdiri dari
tugas dan tanggyng jawab dalam bekerja sesuai
dengan uraian kerja yang ditetapkan (Yuli, 2005).
3. Pengawasan
Pengawasan
adalah
semua
aktivitas
yang
dilaksanakan oleh pihak manaje dlam upaya
memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil
yang direncanakan (Winardi, 2001).
4. Promosi Karir
Promosi kari adalah perencanaan karir seseorang
pada pekerjaan yang lebih baik dalam bentuk
bertanggung jawab yang lebih besar, status yang
lebih, skill yang lebih tinggi berdasarkan ukuran
kinerja yang ditetapkan (Yuli, 2005).
5. Hubungan dalam Kelompok Kerja
Interaksi
karyawan
dalam
lingkungan
perusahaan/organisasi/instansi merupakan hal yang
tidak
dapat
dipisahkan
yang
mana
akan
menimbulkan tingkat kepuasan kerja karyawan.
Situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu
dengan yang lain tidak terlepas dari interaksi satu
sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan
kerja. Dengan sarana hubungan yang nyaman akan
lebih bbetah dan senang dalam menyelesaikan
tugas. Hubungan antar manusia (human relation)
dalam perusahaan merupakan hal yang pening
karena merupakan jembatan antara karyawan
dengan sesama karyawan maupun karyawan dengan
pemimpin (Yuli, 2005)
6. Kondisi Kerja
Kondisi Kerja adalah semua aspek fisik kerja,
psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dan pencapaian
produktivitas kerja (Mangkunegara, 2000).
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu manusia
dihabiskan
ditempmat
kerja.
Banyak
faktor-faktor
yang
mempengaruhu kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor itu sendiri
dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung
pada pribadi masing-masing karawan (Sutrisno, 2009:82).
Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut As’ad
(1999) adalah:
1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan
harapan;
2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan
masyarakat, kesempatan bereaksi, kegiatan perserikatan
pekerja,
kebebasan
berpolitik,
dan
hubungan
kemasyarakatan;
3. Faktor utama dalam pekerjaan,
pengawasan,
ketentraman
kerja,
meliputi upah,
kondisi
kerja,
dan
kesempatan untuk maju.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu
faktor yang ada pda diri pegawai dan faktor pekerjaannya
(Mangkunegara, 2009:120).
1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecerdasan khusus,
umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman
kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir,
presepsi, dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi,
pangkat
(golongan),
kedudukan,
mutu
pengawasan,
jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi
sosial, dan hubungan kerja.
Menurut
Sutrisno,
(2009:82-84)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini, ada tidaknya
kesempatan
untuk
memperoleh
pengalaman
dan
peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang
kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman
sangat mempengarui perasaan karyawan selama kerja.
3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan
jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan
sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen
yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan
kondisi kerja yang stabil.
5. Pengawasan. Sepervisi yang buruk dapat berakibat absensi
dan turnover.
6. Faktor Intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam
pekerjaan mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan
mudahnya
serta
kebanggaan
akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
tugas
dapat
7. Kondisi kerja. Termasuk disini kondisi kerja tempat,
ventilasi, penyiaran, kantin dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap
yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor
yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.
9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar
antar karyawan
dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk
menyukai jabatannya. Dlam hal ini adanya kesediaan pihak
atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui
pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan
dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas. Fasilitas rumah skit, cuti, dana pensiun, atau
nperumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila
dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
7. Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja) Lawler dan Porter
mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga krja
mempresepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan ganjaran
ekstrinsik yang diterima kedua-keduanya adil dan wajar
dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika
tenaga kerja tidak mempresepsikan ganjaran intrinsik dan
ekstrinsik ang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka
kenaikan dakam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan
kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004:113).
2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter dan Streers mngatakan bahwa ketidakhadiran dan
berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara
kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan
sifatnya
dan
dengan
demikian
kurang
mungkin
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan
berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Menurut Robbins ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja
atau karyawan dapat diungkapkan kedalam berbagai
macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan,
karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuru barang
milik organisassi, menghindari sebagian dari tanggung
jawab pekerjaan mereka.
Tiga cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan,
a) Keluar
(Exit),
ketidakpuasan
kerja
yang
diungkapkan
meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
dengan
b) Menyuarakan (Voice), ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha
aktif dan kontruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan
saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
c) Mengabaikan (Neglect), ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui
sikap membiarkan keadaan menjadi le bih buruk, termasuk misalnya
sering absen atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang
dibuat makin banyak.
8. Gaya Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan
yang
dimaksud
adalah
teori
kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi
pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan
(leadership sytle), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan
perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika
kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk
mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan
adalah
pola-pola
perilaku
pemimpin
yang
digunakan
untuk
mempengaruhi aktivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai
tujuan dalam suatu situasi organisasinya yang dapat berubah, selagi
bagaimana
pemimpin
mengembangkan
program
organisasinya,
menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat,
memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraannya
serta bagaimana pemimpin berkomuniksi dengan bwahannya.
Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam
mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak
diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan
tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya
tidak
dilakukan.
Namun,
pimimpin
dalam
menerapkan
gaya
kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada
bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi
dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan
bawahan
masing-masing
memiliki
status
yang
berbeda.
Berinteraksinya dua status yang berbedaterjadi, apabila status
pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya
bawahan merasa dilindungi oleh pemimpin apabila pemimpin dapat
menyejukkan
hati
bawahan
terhadap
tugas
yang
dibebankan
kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi
tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih senang menerima atasan
yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas
timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan
kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan
digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses
mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran
untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara
mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu
tujuan organisasi. Pemimpin dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan
bawahannya sebagai dimensi dalamkepemimpinan dan teknik-teknik
untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.
9.
Pengaruh Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja
Kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi sehingga mereka
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dapat dikatakan juga
bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk meyakinkan
orang-orang agar mengusahakan secara tegas tujuan-tujuannya dengan
penuh semangat. Dalam menjaga kinerja yang tinggi, kepemimpinan
tidak dapat diremehkan karena dalam hubungannya harus memiliki
kemampuan tertentu dalam mendorong orang lain untuk bekerja keras
dan mengarahkan usaha-usaha ketujuan bersama. Oleh sebab itu
pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan arahan kepada
karyawan guna meningkatkan kinerjanya.
Hasil penelitian Nursiah (2004) menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh dominan
terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan. Mengacu pada beberapa pendapat tentang
gaya kepemimpinan dan kinerja karyawan maka dapat ditarik
pemahaman bahwa gaya kepemimpinan memiliki toleransi yang kuat
dengan kinerja karyawan dan tidak dapat dipisahkan karena jika
diterapkan dengan tepat pada sebuah organisasi maka akan
menciptakan kepuasan kerja yang pada akhirnya mendorong
terciptanya kinerja karyawan yang unggul dan sesuai dengan visi, misi
serta tujuan organisasi.
B. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan hasil-hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan mempunyai
kaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Hasil-hasil penelitian
yang berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional
dan gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepusan kerja
pegawai.
Penelitian terdahulu mengenai kepuasan kerja pegawai ditinjau
dari gaya kepemimpinan Transaksional dan Tranformasional yang
kemudian menjadi referensi yang relevan dengan penelitian ini antara
lain:
1.
Mahabes, Afini. (2004) meneliti tentang gaya
kepemimpinan seorang pemimpin memiliki hubungan
dengan kepuasan kerja karyawan, baik itu disisi proses
pengerjaan suatu pekerjaan, kepuasan bekerja, sampai
mengeluarkan
pemimpin
lebih
suatu
hasil
pekerjaan.
Fungsi
dari
didalam organisasi juga mempunyai peran
didalam suatu organisasi, apakah pemimpin itu
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak,
ataukah
komunikasi
dengan
seluruh
lini
didalam
organisasi baik atau tidak.
2.
Muhammad, Reidy dkk (2016) penelitian ini
bertujuan untuk menguji dan menjelaskan pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan
transaksional terhadap kepuasan kerja pegawai. Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan pendekatan kuantitatif.
C. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat disusun kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Gaya kepemimpinan
Transformasional
(X1)
Kepuasan Kerja
(Y)
Gaya Kepemimpinan
Transaksional
(X2)
D. PERUMUSAN HIPOTESIS
Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori dan rumusan
masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang
dianjurkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Gaya Kepemimpinn Transfomasional berpngaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
H2 : Gaya Kepemimpinan Transaksional berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
H3 : Gaya kepemimpinan Transformasional dan Transaksional
secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian
tentang
pengaruh
gaya
kepemimpinan
Transformasional dan gaya Kepemimpinan Transaksional terhadap
kepusan kerja pegawai dilakukan selama kurang lebih 1 bulan.
B. Variable Penelitian
Variable penelitian adalah segala suatu atribut, nilai/sifat dari
objek, individu/kegiatan yang mempunyai banyak variasi tertentu
antara satu dan lainnya yang telah ditentukan oleh peneliti untuk
dipelajari dan dicari informasinya serta ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini terdapat dua variable bebas (X) dan satu
variable terikat (Y).
1. Variabel Bebas/Independen Variabel
Yaitu variable yang mempengaruhi variable lain atau yang
diselidiki pengaruhnya. Yang menjadi variable bebas dalam
penelitian ini adalah :
a. Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)
Kepemimpinan Transaksional adalah perilaku
pemimpin yang memfokuskan perhatiannya pada
transaksi
anggota
interpersonal
yang
Pertukaran
antara
melibatkan
tersebut
pemimpin
hubungan
didasarkan
dengan
pertukaran.
padakesepakatan
mengenai klarifikasi sasaran, standar kerja, penugasan
kerja, dan penghargaan.
b. Gaya Kepemimpinan Transformasional (X2)
Kepemimpinan
transformasional
adalah
tipe
pemimpin yang menginspirasi paar pengikutnya untuk
mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan
memiliki kemampuan mempengaruhi yang luar biasa.
Aspek utama dari kepemimpinan transformasional
adalah penekanan pada pembangunan pengikut.
2. Variabel Terikat/Dependent Variabel (Y) (Kepuasan Kerja)
Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diobservasi
dan diukur untuk menentukan adanya pengaruh variabel bebas,
yaitu faktor yang muncul atau tidak muncul, atau berubah
sesuai dengan yang diperkenalkan oleh peneliti. Kepuasan
kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral
kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati
dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan.
C. Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah judgement sampling yaitu teknik pengumpulan
sampel, dimana sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa ia
adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.
Untuk menentukan jumlah sampel yang akan diteliti, penulis
menggunakan rumus Slovin. Hal ini disebabkan karena jumlah sampel
yang diteliti sudah diketahui sebelumnya, serta jumlah populasi dalam
penelitian ini berjumlah kurang dari 100. Teknik pengambilan sampel
dengan rumus Slovin adalah sebagai berikut:
D.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian merupakan metode
atau cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu
penelitian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
Metode Wawancara. Wawancara dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data
maupun peneliti terhadap narasumber/sumber data.
Kuesioner,
adalah
teknik
pengumpulan
data
yang
dilakukan
dengan
cara
memberikan
seperangkat
pertanyaan/pernyataan kepada orang lain yan dijadikan
responden untuk dijawabnya.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah upaya menolah data menjadi
informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat
dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalahmasalah yan berkaitan dengan keiatan penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan model analisis Jalur.
Pemilihan model ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional
melalui variabel kepuasan kerja, adapun model dasar dari analisis jalur
ini adalah :
1. Menentukan model diagram jalurnya berdasarkan
paradigma hubungan antar variabel.
2. Membuat diagram jalur persamaan strukturalnya,
dimana X1 dan X2 adalah variabel eksogen dan Y1
adalah variabel endogen.
3. Menganalisis dengan menggunakan SPSS yang terdiri
dari dua langkah yaitu :
Y1= PY1XI+PY1X2+ ɛ 1
Dimana :
Y1
= Kepuasan Kerja
X1
= Kepemimpinan Transformasional
X2
= Kepemimpinan Transaksional
ɛ
= Disturbance eror (faktor pengganggu residual)