Mencari Bentuk Jaminan Sosial di Indones

Mencari Bentuk Jaminan Sosial di
Indonesia : Telaah terhadap Prospek Implementasi
Kebijakan BPJS

1

Oleh : Masduki

2

Awal tahun 2014, Indonesia memulai babak baru dalam pengelolalaan
sistem pelayanan kesehatan masyarakat dengan mengeluarkan program jaminan
kesehatan nasional dalam bentuk Badan Penyelengara Jaminan Sosial. 3 Badan
Pennyelengaraan Jaminan Sosial (selanjutnya disingkat BPJS) merupakan badan
hukum4 publik yang dibentuk untuk penyelengaraan program jaminan sosial.
BPJS ini sendiri terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sebagai
sebuah bentuk kebijakan publik, BPJS menjadi sebuah tema menarik untuk kita
diskusikan, mengingat banyaknya pro-kontra yang terjadi dilapangan. Besarnya
harapan yang kurang diimbangi dengan kondisi sumberdaya kesehatan yang ada
membuat kebijakan ini masih dalam proses mencari bentuk, mesti sudah
diimplementasikan. Tulisan ini berusaha membahas bentuk yang tepat untuk

kebijakan BBJS dengan mengunakan model implementasi yang dari Van Meter
dan Van Horn.
Berbicara tentang BPJS akan lebih lengkap jika terlebih dahulu menengok
sejarah kelahirannya. Sejatinya konsep sistem jaminan sosial sudah ada sejak
masa kepemimpinan Gusdur, tepatnya pada akhir tahun 2000. Berlanjut pada
tahun 2002 berpijak pada UUD 1945 dengan amandemennya, pada pasal 5 ayat
(1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1) dan
ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Pada akhir tahun 2004, 19 Oktober 2004 undang-undang tentang system jaminan
social nasional disahkan, undang-undang ini kita kenal dengan UU No.40 tahun
1 BPJS adalah Badan Penyelengara Jaminan Sosial.
2 Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Jenderal Soedriman, Purwokerto,
NIM P2FB12014.
3 Baca Republika Online “SBY : BPJS Tonggak Sejarah Mengubah Wajah Kesejahteraan”, 30
Desember 2012, di http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/12/30/mylt2l-sby-bpjstonggak-sejarah-mengubah-wajah-kesejahteraan.
4 Badan Hukum merupakan organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik
dan dalam hukum diperlakukan sebagai orang yang memiliki hak dan kewajiban atau disebut juga
dengan subyek hukum.

2004 tentang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Pada akhirnya sebagai

kelanjutan dari undang-undang ini pemerintah (Presiden dan DPR RI)
menerbitkan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS yang mengamanatkan
pelaksanaan BPJS mulai 1 Januari 2014 untuk BPJS Kesehatan dan paling lambat
1 Juli 2015 untuk BPJS Ketenagakerjaan.5
Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn
Model implementasi yang diperkenalkan oleh Van Meter dan Horn
memiliki beberapa variabel yang menentukan sukses dan tidaknya sebuah
kebijakan publik diimplementasikan. Beberapa variabel tersebut adalah 1)
standard an sasaran kebijakan, 2) kinerja kebijakan, 3) sumber daya, 4)
komunikasi antar badan pelaksana, 5) karakteristik badan pelaksana, 6)
lingkungan social, ekonomi dan politik, dan 7) sikap pelaksana. Model
implementasi Van Meter dan Horn dapat kita lihat dari gambar berikut ini. 6
Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan – Van Meter dan Horn
Komunikasi antar
Organisasi dan
pelaksana
kegiatan

Standar dan
sasaran


Karakteris
tik badan
pelaksana

Sikap
Pelaksa
na

Kinerja
kebijak
an

Sumber
daya

Lingkungan
Sosial, Ekonomi
dan Politik
5 Sesuai dengan UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS, pasal 60 ayat 1 dan pasal 64.

6 Baca Indiahono, dwiyanto, 2009, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis, Gava
Media : Yogyakarta, Hal 38 – 41.

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa model implementasi kebijakan dari Van
Meter dan Van Horn ini karena dalam model ini mewakili kondisi kebijakan yang
sangat kompleks, dimana satu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lain.
Hubungan antar variabel yang kompleks sangat dimungkinkan terjadi dalam ranah
implementasi kebijakan, hai tersebutlah yang menjadikan penulis memilih model
ini, karena dinilai mendekati kondisi implementasi kebijakan BPJS.
Kondisi Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Setiap negara tentu meiliki cita-cita untuk mensejahterajahkan seluruh
warganya, begitu pula dengan Indonesia. Salah satu hak dasar dari warga negara
yang harus dijamin oleh pemerintah adalah permasalahan kesehatan. Dengan
prinsip ini maka menyediakan pelayana kesehatan yang prima menjadi kewajiban
bagi pemerintah. Dengan tingkat kesehatan masyarakat yang tinggi maka dapat
mencerminkan tingkat kesejahteraan yang tinggi pula.
Indonesia, jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain,
Indnesia merupakan negara dengan luas terbesar dan tentu memiliki jumlah
penduduk terbesar. Berdasarkan data Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun
2012 dan Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan tahun 20112014, luas negara Indonesia sebesar 1.922.570 Km2 dengan jumlah populasi

sebanyak 244.775.797 jiwa. Jumlah kepadatan penduduk per Km2 sebesar 128
orang. Jika dilihat dari kepadatannya, Indonesia menempati urutan ke lima, urutan
pertama adalah Singapura dengan tingkat kepadatan 7.751 penduduk per Km 2.
Urutan terakhir ditempati oleh Laos dengan jumlah kepadatan yang relatif kekecil,
yakni 28 penduduk per Km2.
Salah satu ukuran untuk mengukur tingkat kesejahteraan sebuah negara
adalah dengan melihat indeks pembangunan manusianya, atau HDI (Human
Development Index) yang dilekuarkan oleh UNDP. Human Development Index
(HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks pencapaian
kemampuan dasar pembangunan manusia. Tiga dimensi dasar yang digunakan
untuk mengukur angka HDI adalah panjang umur dan menjalani hidup sehat yang
diukur dari angka harapan hidup waktu lahir, tingkat pendidikan yang diukur dari

tingkat kemampuan baca tulis seseorang dan rata-rata lama sekolah, serta indeks
daya beli yaitu memiliki standar hidup yang layak diukur dengan pengeluaran riil
per kapita. Sampai akhir tahun 2013 ini indeks pembangunan Indonesia versi
UNDP masih berkutat di angka 0,629 atau menempati peringkat 121 secara
internasional. Jika kita bandingkan dengan Negara-negara ASEAN (kawasan asia
tenggara) Indonesia hanya menempati peringkat 6, tertinggal jauh dari Malaysia,
Brunei Darussalam dan tentu dari Singapura. Berikut skor HDI negara-negara

ASEAN.
Tabel. 1 Skor HDI Negara-Negara ASEAN
N
o
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Negara
Singapore
Brunei Darussalam
Malaysia

Thailand
Philippines
Indonesia
Viet Nam
Timor-Leste
Cambodia
Lao PDR
Myanmar

Indeks HDI
2010
2011
2012
0.892
0.854
0.763
0.686
0.649
0.62
0.611

0.565
0.532
0.534
0.49

0.894
0.854
0.766
0.686
0.651
0.624
0.614
0.571
0.538
0.538
0.494

0.895
0.855
0.769

0.69
0.654
0.629
0.617
0.576
0.543
0.543
0.498

Pering
kat
19
30
64
103
114
121
127
134
138

138
149

Sumber : www.hdr.undp.org (diolah)

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa dengan ukuran pembangunan manusianya
(versi UNDP), peringkat Indonesia masih berada pada posisi yang tidak
menggembirakan jika dibandingkan dengan negara-negara sekita yang tergabung
dalam ASEAN. Perlu upaya yang lebih agar angka IPM/ IHD Indonesia bias terus
ditingkatkan sehingga kesejahteraan masyarakat dapat dicerminkan dari tingginya
angka tersebut.
Berbicara tentang pelayanan kesehatan maka salah satu hal yang harus kita
bahas adalah tentang sumberdaya kesehatan. Sumber daya kesehatan menjadi
faktor penting bagi penyedian pelayanan kesehatan. Sumber daya kesehatan dapat
kita pilah menjadi tiga bagian yaitu sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan
pembiayaan kesehatan. Sarana kesehatan meliputi puskesmas, rumah sakit, sarana
produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan, sarana Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), serta institusi pendidikan tenaga kesehatan.
Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga


keperawatan dan kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan
lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan
tenaga kesehatan lainnya. Pembiayaan kesehatan bersumber dari pemerintah dan
pembiayaan yang bersumber dari masyarakat, pembiyaan tersebut berupa
anggaran kesehatan yang dialokasikan untuk Kementerian Kesehatan RI,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bidang kesehatan, pembiayaan
jaminan kesehatan masyarakat, dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). 7
Penjabaran kondisi sumberdaya kesehatan di Indonesia dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Tabel 2 . Sumber Daya Kesehatan di Indonesia Tahun 2012
Sumber Daya

Bentuk Sumber Daya

Sarana
Kesehatan

Puskesmas

Tenaga
Kesehatan

Rumah Sakit
Sarana produksi dan distribusi
kefarmasian dan alat
kesehatan,
Sarana Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM)
Institusi pendidikan tenaga
kesehatan

Dokter Umum
Dokter Gigi
Tenaga Medis
Perawat
Bidan
Tenaga Farmasi
Tenaga Kesehatan Lainnya

Pembiayaan
Kesehatan

Anggaran Kementrian
Kesehatan
APBD
Pembiayaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat
Bantuan Operasional
Kesehatan

Jumlah
9.510 unit
2.083 unit
497 instalasi (produksi)
29.143 (distribusi)
276.392 posyandu
54.142 poskesdes
103 fakultas
2.034 poltekes & nonpoltekes
88.309 orang
23.262
76.532
235.496
126.276
31.223
97.904

orang
orang
orang
orang
orang
orang

33,29 triliun
Minimal 10% APBD
diluar gaji
68,82% penduduk
memiliki
jaminan/asuransi
kesehatan
1,09 triliun

7 Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2012, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sumber: Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012, Kementrian Kesehatan RI (diolah).

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2012 sumber daya kesehatan di
Indonesia memiliki komposisi yang cukup lengkap, jumlah yang cukup memadai
namun pada kenyataan dilapangan pemerataan jumlah sumber daya kesehatan
masih timpang. Sebagian besar sumber daya masih di daerah Jawa dan berkumpul
di perkotaan.
Implementasi BPJS
BPJS

memiliki

dua

bentuk

yaitu

BPJS

kesehatan

dan

BPJS

ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan resmi mulai diimplementasikan pada 1 Januari
2014. Sesuai dengan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS pasal 62 dan 64,
pememerintah menunjuk PT. Askes Indonesia sebagai pelaksana BPJS. Dengan
dimulainya BPJS ini pula, PT. Askes Indonesia berubah nama menjadi BPJS
Kesehatan, begitu pula dengan BPJS Kesehatan, pemerintah menunjuk PT.
Jamsostek sebagai pelkasana BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan merupakan program jamiana kesehatan. Jamianan
kesehatan memiliki pengertian sebagai jamian berupa perlindungan kesegatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang
yang tealh membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS bersifat
wajib bagi seluruh warga negara Indonesia dan juga bagi warga negara asing yang
minimal telah tinggal di Indonesia selama 6 bulan.8
Pada prinsipnya semangat BPJS merupakan sebuah pembaharuan yang
mengarah pada penjaminan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Namun jika
kita kembali menilik kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia nampaknya
pelaksanaannya akan menemui banyak hambatan, baik yang berupa teksnis
maupun nonteksnis. Jika melihat pelaksanaan PBJS, dapat dilihat bahwa prinsip
penyelenggaraannya di monopoli oleh satu BUMN yang ditunjuk oleh pemerintah
memalui UU 24 tahun 2011. Dengan sifat kepesertaan yang bersifat wajib bagi
seluruh rakyat Indonesia pada perjalanannya PT. Askes Indonesia –yang
8 Sesuai penjelasan dalam Buku Saku FAQ BPJS.

kemudian berganti nama menjadi BPJS Kesehatan, akan menemuli kendala, jika
pada tahun-tahun sebelumnya PT.Askes hanya melayani peserta yang jumlahnya
terbatas yaitu 7,29% penduduk Indonesia (yang merupakan Pegawai Negtri Sipil)
maka dengan system monopoli akan mengalami lonjakan sampai dengan 100%.
Dengan lonjakan yang begitu besar maka perubahan besar juga akan terjadi, lalu
mampukah PT. Askes Indonesia mampu menjalankan tugasnya dengan baik
sebagai pelaksana keadministrasian BPJS ? Mungkin salah satu pertanyaan besar
yang harus di jawab adalah pertanyaan tersebut.
Sealin kendala dalam pelaksanaan administrasi kepesertaan yang
diakibatkan oleh system monopoli, potensi kendala juga dapat kita lihat jika kita
menilik pada jumlah sumber daya kesehtan yang ada di Indonesia. Pada tahun
2012 rasio dokter umum per 100.000 penduduk adalah 36,1. Demikian juga untuk
sarana kesehatan memiliki rasio 3,89 untuk puskesmas, 94,55 tempat tidur
dirumah sakit yang masih terbagi dalam pengolongan kelas, 40.19% kelas III,
24,91 untuk kelas II dan selebihnhya kelas I, VIP dan VVIP. Dengan jumlah
sumber daya kesehtan yang relatif masih sangat terbatas diiringi dengan lonjakan
pengaksesannya oleh masyarakat yang mengalami uforia menyambut BPJS maka
potensi masalah timbul karena lonjakan permintaan yang tidak diiringi dengan
jumlah ketersedian fasilitas.9 Kendala lain yang mungkin timbul adalah prosedur
dan ketentuan pengaksesan pelayan kesehatan yang sejauh ini masih sangat
dikeluhkan karena waktunya lama, berbelit-belit dan bersyarat. Mengunakan
model implementasi dari Van Meter dan Horn dapat kita deskripsikan dalam tabel
berikut ini.
Aplikasi Terapan Model Implementasi Van Meter dan Horn dalam
Kebijakan BPJS
No
1.

Hubungan antar
Variabel
Variable sumber daya

Deskripsi
Ketidak tersediaan sumber daya untuk

9 Uforia masyarakat menyambut BPJS dapat saja terjadi karena sejauh ini akses pelayanan
kesehatan masih dirasa sulit, dengan adanya angina segar yang dihembuskan kebijakan BPJS
maka lonjakan pengaksesannya akan sangat dirasakan. Hal ini sudah dapat kita lihat dari beberapa
kasus serupa yang terjadi pada tingkat local, misalnya program kartu Jakarta sehat yang direspon
dengan sangat antusias oleh masyarkat Jakarta, pada akhirnya terjadi overload sehingga
pelaksanaanya masih memerlukan banyak perbaikan.

dapat mempengaruhi
lingkungan social,
ekonomi dan politik
2.

Variabel sumber daya
juga dapat
mempengaruhi
komunikasi anatar badan
pelaksana

3.

Variabel lingkungan
social, ekonomi dan
politik mempengaruhi
karakteristik badan
pelaksana
Variabel lingkungan
social, ekonomi dan
politik dapat
mempengaruhi sikap
pelaksana

4.

5.

Variable lingkungan
social, ekonomi dan
politik dapat
mempengaruhi kinerja
kebijakan

6.

Komunikasi antar badan
pelaksana memiliki
hubungan saling
mempengaruhi dengan
karakteristik pelaksana

7.

Komunikasi antara badan
pelaksana dapat
mempengaruhi sikap
pelaksana

8.

Karakteristik badan
pelaksana dapat
mempengaruhi sikap
pelaksana

9.

Karakteristik badan
pelaksana juga dapat
mempengaruhi kinerja
kebijakan secara
langsung

mendukung pelaksanaan BPJS akan memicu
gejolak konflik di masyarakat karena
pelayanan yang dijanjikan pada akhirnya
tidak dapat diakses dg maksimal
Sumber daya yang kurang memadai
mempengaruhi komunikasi antar badan
pelaksana. Baru beberapa bulan berjalan,
karena masalah sumber daya sudah banyak
rumah sakit yang memutuskan kontrak
untuk menyediakan layanan BPJS.
kondisi social, ekonomi dan politik yang
belum kondusif, mengakibatkan keberadaan
badan pelaksana yang cenderung mencari
keuntungan pribadi ataupun golongannya.
Kondisi ekonomi, social dan politik yang
belum stabil menjadikan para pelaksana
kebijakan BPJS tidak dapat menjalankan
kebijakan dengan optimal, bahkan
cenderung memanfaatkan keadaan untuk
kepentingan pribadi maupun golongannya.
Secara langsung lingkungan social, ekonomi
dan politik dapat mempengaruhi kinerja
kebijakan. BPJS sebagai bentuk jaminan
social, dalam pelaksanaanya akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi social, ekonomi
dan politik di Indonesia.
Komunikasi antara PT. Askes Indonesia
dengan manajemen rumah sakit pelaksana
layanan akan saling mempengaruhi. Jika
terjadi komunikasi satu arah maka
pelaksanaan akan berjalan dengan tidak
maksimal.
Komunikasi harus berjalan dua arah, dimana
antara PT.Askes dan rumah sakit rumah
sakit penyedia layanan harus saling
berkomunikasi, jika tidak maka pelaksanaan
akan berjalan dengan tidak optimal.
Pelaksanaan BBJS yang “dimonopoli” oleh
PT.Askes akan sangat mempengaruhi sikap
dari PT.Askes yang merasa “dibutuhkan”
oleh masyarakat sehuingga semangat
melayani akan sangat berkurang.
Secara langsung. ketidakmampuan badan
pelaksana BPJS (PT.Askes Indonesia) akan
sangat berpengaruh pada tercapainya
pelayanan yang prima dan dapat melayani
semua pihak.

Salah satu tawaran yang coba penulis ajukan untuk mencoba merubah kendalakendala yang menjadi tantangan sehingga mampu merubahnya menjadi peluang
adalah dengan memanfaatkan pola kerjasama tiga pilar governance yaitu

pemerintah, sekstor non-pemerintah (swasta) dan masyarakat. Seperti kita tahu
bahwa pelaksanaan good governance membutuhkan unsur partisipasi, kejelasan
hukum, transparansi, responsibilitas, berorientasi kepada masyarakat luas, adil,
efektif dan efisien, akuntabilitas dan memiliki visi yang jelas. Jika prinsip-prinsip
ini benar-benar diterapkan maka pelaksanan jaminan kesehatan yang berpihak
pada masyarakat, layanan prima tentu dapat dijalankan dengan baik.
Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu potensi masalah
yang akan timbul dengan adanya BPJS adalah permasalahan asksetabilitas karena
kendala sumber daya yang ada di Indonesia, terlebih karena pelayananaya dibatsi
dengan adanya monopoli. Kendala administratif menjadi permasalahan utama
dimana PT. Askes akan mengalami kewalahan yang tinggi dengan lonjakan
jumlah peserta yang harus dilayani dari angka 7,29% menjadi 100%. Untuk
mengatasi permasalahan ini kita dapat mencontoh penangan jaminan kesehatan
yang ada di negara Kolombia dimana pemerintah melibatkan pihak swasta dalam
penangannya, mengunakan prinsip Governance. Kedala yang cukup besar lainnya
adalah ketersedian sumber daya kesehatan yang jumlanya masih relative terbatas
dan penyebarannya belum merata, untuk permasalahan ini satu-satunya jalan yang
realif mudah untuk ditempuh adalh dengan menambahkan jumlahnya dengan
membangun dan meproduksi sumber daya baru, tentunya dengan mengalihkan
fokus pemerintah pada pengutamaan pembanguna kesehatan dengan menambah
anggran kesehatan, terutama untuk penambhan suber daya kesehatan, baik yang
berupa sarana kesehatan, tenaga kesehatan maupun pembiayaan kesehatan.
Sebagai sebuah penutup, penulis menyimpulkan bahwa kehadiran BPJS
merupakan tonggak sejarah, di mana pelayanan kesehanyan kemudian menjadi
milik masyarakat. BPJS menjadi semangat perubahan pelayanan kesehatan yang
lebih baik dan untuk semua. Namun semangat ini akan sia-sia jika pmerintah tidak
mampu membaca dan kemudian menyelesaikan potensi masalah yang akan timbul
yaitu permasalahan sumber daya kesehatan yang relative masih terbatas. Oleh
sebab itu, kiranya pemerintah perlu mengaplikasikan pilar-pilar governance agar
program BPJS dapat berjalan dengan baik karena melibatkan partisipasi
masyarakat secara luas.

Bibliografi
Avila,Cesar Prieto, Model of Colombian Social Security in Health, World Medical
Jurnal, 2012.
Braun, R. Anton, Karen A. Kopecky, and Tatyana Koreshkova, Old, Sick, Alone,
and Poor: A Welfare Analysis of Old-Age Social Insurance Programs,
Working Paper 2013-2 - July 2013.
Gillen, Martie, Jason D. Hans, Social Security Survivors Benefits: The Effects of
Reproductive Pathways and Intestacy Law on Attitudes, journal of law,
medicine & ethics, 2013.
Iams, Howard M., Patrick J. Purcell, Social Security Income Measurement in Two
Surveys, Social Security Bulletin, Vol. 73, No. 3, 2013,
http://www.socialsecurity.gov/policy.
Indiahono, dwiyanto, 2009, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis,
Gava Media : Yogyakarta.
Ma, Tehtun, A Chinese Beveridge Plan: The Discourse of Social Security and the
Post-War Reconstruction of China, European Jurnal of East Asian
Studies, Koninklijke Brill NV, Leiden, 1013.
McKeever, Gráinne, Social Citizenship and Social Security Fraud in the UK and
Australia, Social Policy & Administration Vol. 46, No. 4, August 2012.
Polivka, Larry and Baozhen Luo, The Future of Retirement Security Around the
Globe, Journal of the American Society on Aging, Volume 37 – Number
2, Spring 2013.
Seipel, Michael M. O., Social Security: Strengthen Not Dismantle, Journal of
Sociology & Social Welfare, Volume XL, Number 3 - September 2013.
Sinfield, Andrian, Strengthening the prevention of social insecurity, International
Social Security Review Vol. 65, 4/2012 Published by Blackwell
Publishing Ltd, 2012.
Waldron, Hilary, Mortality Differentials by Lifetime Earnings Decile:
Implications for Evaluations of Proposed Social Security Law Changes,
Social Security Bulletin, Vol. 73, No. 1, 2013 http://www.socialsecurity.gov/policy.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/12/30/mylt2l-sby-bpjstonggak-sejarah-mengubah-wajah-kesejahteraan.

http://hdr.undp.org/en/countries/profiles/IDN

Sumber Lain:
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jamian Sosial Nasional.
UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial.
Profil Kesehatan Indonesia 2012 – Kementrian Kesehatan RI.
Buku Saku FAQ BPJS Kesehatan – Kementrian Kesehatan RI.