Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam

Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak
sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari
dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas.
Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa
laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik,
penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain
immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana
menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku
anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah
tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang
tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan
pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Penyiksaan fisik
Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah,
kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan,
pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan
lain yang dapat membahayakan anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang
tua dapat melukai anaknya. Sering kali penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman
fisik yang bertujuan menegakkan disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak.

Banyak orang tua ingin menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam
mengatasi perilaku sang anak.
Efek dari penyiksaan fisik
Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik
maupun psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar
mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian
berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama
pula.
Penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang
lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses
perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu,
selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang
terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan
penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Bayi yang menderita deprivasi (kekurangan) kebutuhan dasar emosional, meskipun
secara fisik terpelihara dengan baik, biasanya tidak bisa bertahan hidup. Deprivasi

emosional tahap awal akan menjadikan bayi tumbuh dalam kecemasan dan rasa

tidak aman, dimana bayi lambat perkembangannya, atau akhirnya mempunyai rasa
percaya diri yang rendah.
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
Penolakan
Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak,
atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak
menjadi kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.

Tidak diperhatikan
Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon
kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan
dengan anak. Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi
kasih sayang, atau bahkan tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang
tua yang secara fisik selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali
tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.

Ancaman
Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka
panjang keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya, atau
bahkan terancam kematian.


Isolasi
Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak mengikuti kegiatan
bersama teman sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam kamarnya sehingga kurang
mendapat stimulasi dari lingkungan, anak dikurung atau dilarang makan sesuatu
sampai waktu tertentu.

Pembiaran
Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam
terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan
seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil,
membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak masuk akal di
televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi.


Efek dari penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan
bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk
menghentikannya juga tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang
tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya

rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti tibatiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa
melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun
kecenderungan bunuh diri.
Pelecehan seksual
Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk menyadarkan
masyarakat bahwa pelecehan seksual pada setiap usia – termasuk bayi mempunyai angka yang sangat tinggi. Bahkan Hopper (2004) mengemukakan

bahwa hal ini terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas
seksual dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu
mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.
Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam
kategori ini:





Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat
pornografi, atau exhibitionisme, dsb.

Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ
seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke
dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan
medis.
Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk
dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film
porno.

Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan
seksual yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina
anak, kesulitan duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.
Efek pelecehan seksual
Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak
yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah
merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan
simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja,
mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah,
mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan
teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan
obat atau alkohol, dsb.

Pengabaian anak
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala
ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian
anak banyak dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan
terhadap anak dalam keluarga.
Jenis-jenis pengabaian anak:




Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan
mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak
tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan
yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama
kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.






Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak
menyadari kehadiran anak ketika ´ribut´ dengan pasangannya. Atau orang tua
memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal
menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.
Dalam beberapa kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih
dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke layanan dokter.

Efek pengabaian anak
Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang
tua terhadap anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh
pengganti pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman,
gagal mengembangkan perilaku akrab (Hurlock, 1990), dan selanjutnya akan
mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita
anak
Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang
tercantum diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya
dampak yang diderita anak, antara lain:










Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat
yang lebih fatal.
Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua,
ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah
daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima
anak akan memperburuk kondisi anak.
Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin
meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima
dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai,

mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah
sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak
menunjukkan gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh
seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah
dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena
takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan penganiyaan
tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang
akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga
atau pengasuh.
CONTOH KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK :

1. ARIE HANGGARA
Arie Hanggara merupakan kasus terbesar sepanjang sejarah Kekerasan Anak di
Indonesia yang melegenda dan dikenang banyak orang hingga hari ini.

Lahir tahun 1976, Arie Hanggara harus tewas mengenaskan di tangan kedua orang

tua kandungnya, Machtino bin Eddiwan dan Santi binti Cece. Pada saat meninggal,
Arie beusia 8 tahun (meninggal : 8 November 1984). Arie adalah anak yang
dianggap sering bikin ulah. Karena kenakalannya, Arie sering kali mengalami
pukulan dan siksaan dari kedua orang tuanya. Karena sering disiksa, Arie akhirnya
tewas.
Atas tindakan kedua orang tua Arie Hanggara tersebut, mereka akhirnya dihukum
mati dan tidak menerima grasi dari Presiden.

2. PENGANIAYAAN BAYI DI PERTAMINA BABY CARE
Tanggal 4 September 2014, sebuah kasus mengemparkan terjadi di Highreach Baby
Care yang terletak di lantai dasar gedung Pertamina, Jalan Medan Merdeka Timur,
Jakarta Pusat. Lewat rekaman CCTV, seorang karyawan Pertamina bernama Lisa
melihat bagaimana anaknya yang berusia 14 bulan dan dititipkan di baby care
tersebut disiksa dengan sangat biadab. Tubuh anak itu ditimpa kasur busa, dilempar
ke kasur, digendong dengan kasar, diayun dengan kencang pada ayunan hingga
kepalanya terpentok dinding. Rekaman CCTV selama 8 jam itu memperlihatkan aksi
penyiksaan biadab para pengasuh baby-care tersebut.
Aksi biadab ini diketahui setelah Lisa mempertanyakan wajah anaknya yang legam.
Pengasuh baby-care menjelaskan kalau anak itu terjatuh sehingga wajahnya legam.
Tidak terima dengan penjelasan sang pengasuh, Lisa mengecek rekaman CCTV dan

menyaksikan adegan brutal dan biadab itu.
Lisa kemudian melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Sebagai tindak lanjut
laporan tersebut, kini baby care itu sudah ditutup.

INDAH MEGA IDHANISA
KELAS X MIA 6
SMAN 3 PADANG
Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak
sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari
dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas.
Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa
laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik,
penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain
immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana
menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku
anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah
tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang
tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan
pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Penyiksaan fisik
Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah,
kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan,
pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan
lain yang dapat membahayakan anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang
tua dapat melukai anaknya. Sering kali penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman
fisik yang bertujuan menegakkan disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak.
Banyak orang tua ingin menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam
mengatasi perilaku sang anak.
Efek dari penyiksaan fisik
Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik
maupun psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar
mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian
berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama

pula.
Penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang
lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses
perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu,
selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang
terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan
penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Bayi yang menderita deprivasi (kekurangan) kebutuhan dasar emosional, meskipun
secara fisik terpelihara dengan baik, biasanya tidak bisa bertahan hidup. Deprivasi
emosional tahap awal akan menjadikan bayi tumbuh dalam kecemasan dan rasa
tidak aman, dimana bayi lambat perkembangannya, atau akhirnya mempunyai rasa
percaya diri yang rendah.
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
Penolakan
Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak,
atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak
menjadi kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.

Tidak diperhatikan
Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon
kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan
dengan anak. Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi
kasih sayang, atau bahkan tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang
tua yang secara fisik selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali
tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.

Ancaman
Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka
panjang keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya, atau
bahkan terancam kematian.

Isolasi
Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak mengikuti kegiatan
bersama teman sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam kamarnya sehingga kurang
mendapat stimulasi dari lingkungan, anak dikurung atau dilarang makan sesuatu
sampai waktu tertentu.

Pembiaran
Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam
terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan
seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil,
membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak masuk akal di
televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi.


Efek dari penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan

bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk
menghentikannya juga tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang
tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya
rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti tibatiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa
melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun
kecenderungan bunuh diri.
Pelecehan seksual
Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk menyadarkan
masyarakat bahwa pelecehan seksual pada setiap usia – termasuk bayi mempunyai angka yang sangat tinggi. Bahkan Hopper (2004) mengemukakan
bahwa hal ini terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas
seksual dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu
mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.
Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam
kategori ini:





Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat
pornografi, atau exhibitionisme, dsb.
Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ
seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke
dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan
medis.
Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk
dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film
porno.

Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan
seksual yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina
anak, kesulitan duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.
Efek pelecehan seksual
Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak
yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah
merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan
simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja,
mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah,
mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan
teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan
obat atau alkohol, dsb.
Pengabaian anak
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala
ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian

anak banyak dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan
terhadap anak dalam keluarga.
Jenis-jenis pengabaian anak:








Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan
mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak
tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan
yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama
kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.
Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak
menyadari kehadiran anak ketika ´ribut´ dengan pasangannya. Atau orang tua
memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal
menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.
Dalam beberapa kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih
dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke layanan dokter.

Efek pengabaian anak
Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang
tua terhadap anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh
pengganti pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman,
gagal mengembangkan perilaku akrab (Hurlock, 1990), dan selanjutnya akan
mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita
anak
Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang
tercantum diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya
dampak yang diderita anak, antara lain:









Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat
yang lebih fatal.
Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua,
ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah
daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima
anak akan memperburuk kondisi anak.
Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin
meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima
dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai,
mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah
sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak
menunjukkan gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh
seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah
dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena
takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan penganiyaan
tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang
akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga
atau pengasuh.
CONTOH KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK :
1. RENGGO KHADAFI
Sebuah kasus kekerasan anak di sekolah yang cukup menghebohkan terjadi pada
tanggal 28 April 2014 silam. Korbannya bernama Renggo Khadafi, anak berusia 11
tahun, siswa kelas V SDN Makasar 09 Pagi, Jakarta Timur. Pelaku penganiayaan
adalah kakak kelas Renggo, berinisial SY (12 tahun).
Kejadiannya berawal dari masalah yang sangat sederhana. Saat istirahat, tanpa
sengaja Renggo menjatuhkan air es seharga Rp 1,000 yang dibeli sang kakak kelas.
Tidak terima air esnya dijatuhkan, SY kemudian memukuli Renggo seperti
kesetanan. Renggo tewas keesokan harinya setelah pada malam harinya muntah
darah.
Atas kejadian ini, pada tanggal 16 Mei 2014, Kepala Sekolah SDN 09 Makasar Sri
Hartini dicopot jabatannya oleh Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta karena dinilai
lalai dalam mengawasi anak-anak sehingga timbul kasus kematian anak didik
sekolah tesebut. Sementara SY tidak dipenjara dan hanya dititipkan ke Panti Sosial,
mengingat usianya yang masih belia.

2. VINKER BELLE
Sungguh tragis nasib Vinker Belle, remaja berusia 16 tahun. Sejak kedua orang
tuanya meninggal, Vinker dirawat oleh ibu tirinya, berinisial ML. Sejak itu, hidupnya
bagai di neraka. Selain diperlakukan sebagai pembantu, Vinker banyak mengalami
pukulan dan siksaan yang nyaris tanpa perikemanusiaan. Akibat siksaan itu, telinga
Vinker menjadi tuli dan terus-menerus mengeluarkan cairan. Diduga cairan tersebut
merupakan infeksi akibat luka di gendang telinga Vinker.
Setelah disiksa, pada tanggal 12 September 2014, Vinker ditinggalkan begitu saja di
jalan oleh ibu tirinya. Sang anak yang bingung dibiarkan terlunta-lunta di jalan, dan
kemudian ditolong oleh warga di Kaliburu, Cilincing, Jakarta Utara.
Saat ini Vinker yang masih trauma dirawat dan didampingi oleh petugas Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) Suku Dinas Sosial Jakarta Utara dan Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

FANNY MILLENIA KOTA
KELAS X MIA 6
SMAN 3 PADANG
Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak
sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari
dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas.
Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa
laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik,
penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain
immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana
menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku
anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah
tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang
tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan
pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Penyiksaan fisik
Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah,
kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan,
pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan
lain yang dapat membahayakan anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang
tua dapat melukai anaknya. Sering kali penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman
fisik yang bertujuan menegakkan disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak.
Banyak orang tua ingin menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam
mengatasi perilaku sang anak.

Efek dari penyiksaan fisik
Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik
maupun psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar
mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian
berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama
pula.
Penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang
lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses
perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu,
selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang
terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan
penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Bayi yang menderita deprivasi (kekurangan) kebutuhan dasar emosional, meskipun
secara fisik terpelihara dengan baik, biasanya tidak bisa bertahan hidup. Deprivasi
emosional tahap awal akan menjadikan bayi tumbuh dalam kecemasan dan rasa
tidak aman, dimana bayi lambat perkembangannya, atau akhirnya mempunyai rasa
percaya diri yang rendah.
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
Penolakan
Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak,
atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak
menjadi kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.

Tidak diperhatikan
Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon
kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan
dengan anak. Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi
kasih sayang, atau bahkan tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang
tua yang secara fisik selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali
tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.

Ancaman
Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka
panjang keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya, atau
bahkan terancam kematian.

Isolasi
Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak mengikuti kegiatan
bersama teman sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam kamarnya sehingga kurang
mendapat stimulasi dari lingkungan, anak dikurung atau dilarang makan sesuatu
sampai waktu tertentu.

Pembiaran


Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam
terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan
seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil,
membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak masuk akal di
televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi.
Efek dari penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan
bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk
menghentikannya juga tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang
tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya
rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti tibatiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa
melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun
kecenderungan bunuh diri.
Pelecehan seksual
Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk menyadarkan
masyarakat bahwa pelecehan seksual pada setiap usia – termasuk bayi mempunyai angka yang sangat tinggi. Bahkan Hopper (2004) mengemukakan
bahwa hal ini terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas
seksual dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu
mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.
Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam
kategori ini:





Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat
pornografi, atau exhibitionisme, dsb.
Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ
seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke
dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan
medis.
Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk
dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film
porno.

Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan
seksual yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina
anak, kesulitan duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.
Efek pelecehan seksual
Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak
yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah
merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan
simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja,

mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah,
mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan
teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan
obat atau alkohol, dsb.
Pengabaian anak
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala
ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian
anak banyak dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan
terhadap anak dalam keluarga.
Jenis-jenis pengabaian anak:








Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan
mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak
tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan
yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama
kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.
Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak
menyadari kehadiran anak ketika ´ribut´ dengan pasangannya. Atau orang tua
memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal
menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.
Dalam beberapa kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih
dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke layanan dokter.

Efek pengabaian anak
Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang
tua terhadap anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh
pengganti pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman,
gagal mengembangkan perilaku akrab (Hurlock, 1990), dan selanjutnya akan
mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita
anak
Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang
tercantum diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya
dampak yang diderita anak, antara lain:





Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat
yang lebih fatal.
Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua,
ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah
daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima
anak akan memperburuk kondisi anak.






Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin
meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima
dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai,
mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah
sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak
menunjukkan gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh
seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah
dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena
takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan penganiyaan
tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang
akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga
atau pengasuh.
CONTOH KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK :
1. IQBAL AMARULLAH
Kasus miris terjadi pada tahun 2013 silam di Jakarta. Seorang anak berusia 3.5
tahun bernama Iqbal Amarullah diculik mantan kekasih ibunya, Dadang Supriatna.
Penculikan tersebut terjadi bulan Desember 2013 di Atrium Senen.
Selama diculik dan disekap Dadang, Iqbal banyak mengalami kekerasan fisik yang
luar biasa sadis. Berdasarkan hasil visum ditemukan dada Iqbal ditusuk paku panas
sebanyak 15 kali, kulit kemaluannya digunting, dan kemaluannya bengkak serta
bernanah akibat infeksi setelah ditendang Dadang.Selain disiksa, Iqbal juga
dimanfaatkan Dadang untuk mencari uang dengan mengemis.
Iqbal berhasil diselamatkan setelah ditemukan saksi dalam keadaan terluka di
wilayah Pademangan, Jakarta, tanggal 14 Maret 2014 silam.
Dadang saat ini sudah ditahan dan divonis hukuman penjara 13 tahun dengan
dakwaan penculikan dan penganiayaan (Pasal 80 dan UU RI No. 23 tahun 2012
tentang perlindungan anak).

2. ANAK-ANAK PANTI ASUHAN SAMUEL
Awal Februari 2014 silam, mencuat kasus yang cukup memilukan dan bikin miris.
Sebuah panti asuhan di Jakarta yang dikenal dengan sebutan Panti Asuhan Samuel
ditengarai melakukan penganiayaan dan penyekapan terhadap anak asuhnya
sendiri. Hal ini bermula dari kaburnya beberapa anak asuh di panti asuhan tersebut
dan mengadukan nasib mereka kepada beberapa orang donatur. Saat menemui
para donatur, kondisi anak-anak tersebut lusuh, tidak terawat, dan ada bekas luka.

Tanggal 10 Februari 2014, kejadian tersebut dilaporkan ke Mabes Polri yang
kemudian ditindaklanjuti Polda Metro Jaya pada 19 Februari 2014. Pada saat
diperiksa, ditemukan para anak tinggal dalam kondisi yang menggenaskan dan
rumah panti asuhan berada dalam kondisi tidak layak tinggal. Pada saat itu,
ditemukan ada dua bayi dalam kondisi demam. Melalui visum, ditemukan bayi
tersebut mengalami pelecehan seksual dengan bekas gigitan di hidung, pipi, dan
kemaluan. Selain itu, juga ditemukan adanya bayi yang pernah meninggal saat
dirawat di panti tersebut. Beberapa anak juga ditemukan dalam kondisi luka di
kepala yang diduga karena mengalami tindakan kekerasan.
Dengan banyaknya bukti-bukti tersebut, tanggal 24 Februari 2014, rombongan
Komnas PA yang diwakili Arist Merdekat Sirait memutuskan untuk mengevakuasi
semua anak di panti asuhan yang terletak di Cluster Michelia, Summarecon Gading
Serpong, Tangerang tersebut.

MUHAMMAD ARIF
KELAS X MIA 6
SMAN 3 PADANG
Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak
sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari
dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas.
Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa
laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik,
penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain
immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana
menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku
anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah
tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang
tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan
pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Penyiksaan fisik

Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau marah,
kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat berupa cubitan,
pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan tindakan - tindakan
lain yang dapat membahayakan anak. Sangat sulit dibayangkan bagaimana orang
tua dapat melukai anaknya. Sering kali penyiksaan fisik adalah hasil dari hukuman
fisik yang bertujuan menegakkan disiplin, yang tidak sesuai dengan usia anak.
Banyak orang tua ingin menjadi orang tua yang baik, tapi lepas kendali dalam
mengatasi perilaku sang anak.
Efek dari penyiksaan fisik
Penyiksaan yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan
menimbulkan cedera serius terhadap anak, dan meninggalkan bekas baik fisik
maupun psikis, anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar
mengembangkan trust kepada orang lain, perilaku merusak, dll. Dan bila kejadian
berulang ini terjadi maka proses recoverynya membutuhkan waktu yang lebih lama
pula.
Penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan orang
lain. Jika hal ini menjadi pola perilaku maka akan mengganggu proses
perkembangan anak selanjutnya. Hal ini dikarenakan konsep diri anak terganggu,
selanjutnya anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Anak yang
terus menerus dipermalukan, dihina, diancam atau ditolak akan menimbulkan
penderitaan yang tidak kalah hebatnya dari penderitaan fisik.
Bayi yang menderita deprivasi (kekurangan) kebutuhan dasar emosional, meskipun
secara fisik terpelihara dengan baik, biasanya tidak bisa bertahan hidup. Deprivasi
emosional tahap awal akan menjadikan bayi tumbuh dalam kecemasan dan rasa
tidak aman, dimana bayi lambat perkembangannya, atau akhirnya mempunyai rasa
percaya diri yang rendah.
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
Penolakan
Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan, mengusir anak,
atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang menyenangkan. Kadang anak
menjadi kambing hitam segala problem yang ada dalam keluarga.

Tidak diperhatikan
Orang tua yang mempunyai masalah emosional biasanya tidak dapat merespon
kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua jenis ini mengalami problem kelekatan
dengan anak. Mereka menunjukkan sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi
kasih sayang, atau bahkan tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang
tua yang secara fisik selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali
tidak memenuhi kebutuhan emosional anak.

Ancaman


Orang tua mengkritik, menghukum atau bahkan mengancam anak. Dalam jangka
panjang keadaan ini mengakibatkan anak terlambat perkembangannya, atau
bahkan terancam kematian.

Isolasi
Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak mengikuti kegiatan
bersama teman sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam kamarnya sehingga kurang
mendapat stimulasi dari lingkungan, anak dikurung atau dilarang makan sesuatu
sampai waktu tertentu.

Pembiaran
Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam
terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak kejahatan
seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak yang lebih kecil,
membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan tidak masuk akal di
televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi.
Efek dari penyiksaan emosi
Penyiksaan emosi sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan
bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Dengan begitu, usaha untuk
menghentikannya juga tidak mudah. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang
tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya
rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak seperti tibatiba membakar barang atau bertindak kejam terhadap binatang, beberapa
melakukan agresi, menarik diri, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun
kecenderungan bunuh diri.
Pelecehan seksual
Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk menyadarkan
masyarakat bahwa pelecehan seksual pada setiap usia – termasuk bayi mempunyai angka yang sangat tinggi. Bahkan Hopper (2004) mengemukakan
bahwa hal ini terjadi setiap hari di Amerika Serikat.
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas
seksual dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu
mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.
Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam
kategori ini:





Pelecehan seksual tanpa sentuhan. Termasuk di dalamnya jika anak melihat
pornografi, atau exhibitionisme, dsb.
Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan anak menyentuh organ
seksual orang dewasa termasuk dalam kategori ini. Atau adanya penetrasi ke
dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan
medis.
Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk
dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film
porno.

Ada beberapa indikasi yang patut kita perhatikan berkaitan dengan pelecehan
seksual yang mungkin menimpa anak seperti keluhan sakit atau gatal pada vagina
anak, kesulitan duduk atau berjalan, atau menunjukkan gejala kelainan seksual.
Efek pelecehan seksual
Banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan seksual. Pada anak
yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol, mudah
merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak beralasan, atau bahkan
simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah kulit, dll. Pada remaja,
mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah,
mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan
teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan
obat atau alkohol, dsb.
Pengabaian anak
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala
ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Pengabaian
anak banyak dilaporkan sebagai kasus terbesar dalam kasus penganiayaan
terhadap anak dalam keluarga.
Jenis-jenis pengabaian anak:








Pengabaian fisik merupakan kasus terbanyak. Misalnya keterlambatan
mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak
tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
Pengabaian pendidikan terjadi ketika anak seakan-akan mendapat pendidikan
yang sesuai padahal anak tidak dapat berprestasi secara optimal. Lama
kelamaan hal ini dapat mengakibatkan prestasi sekolah yang semakin menurun.
Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak
menyadari kehadiran anak ketika ´ribut´ dengan pasangannya. Atau orang tua
memberikan perlakuan dan kasih sayang yang berbeda diantara anakanaknya.
Pengabaian fasilitas medis. Hal ini terjadi ketika orang tua gagal
menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.
Dalam beberapa kasus orang tua memberi pengobatan tradisional terlebih
dahulu, jika belum sembuh barulah kembali ke layanan dokter.

Efek pengabaian anak
Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang
tua terhadap anak. Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh
pengganti pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman,
gagal mengembangkan perilaku akrab (Hurlock, 1990), dan selanjutnya akan
mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar/kecil dampak yang diderita
anak

Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana yang
tercantum diatas, ada beberapa hal yang mempunyai andil dalam besar / kecilnya
dampak yang diderita anak, antara lain:









Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat
yang lebih fatal.
Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua,
ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah
daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima
anak akan memperburuk kondisi anak.
Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin
meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima
dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai,
mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah
sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi
rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak
menunjukkan gejala-gejala seperti diatas. Banyak faktor lain yang berpengaruh
seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah
dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya karena
takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan penganiyaan
tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang
akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga
atau pengasuh.
CONTOH KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK :
1. BABE (ALIAS BAEKUNI)
Baekuni - atau yang dikenal dengan nama Babe - merupakan sosok yang
melegenda di Indonesia. Bukan karena prestasinya yang membanggakan, tapi
kekejiannya terhadap anak-anak jalanan yang bikin miris.
Sejak tahun 1993, Babe telah melakukan sodomi terhadap anak-anak jalanan
dengan rentan usia 4 - 14 tahun. Selain menyodomi, Babe juga membunuh dengan
kejam dan memutilasi anak yang disodominya.
Kasus mutilasi yang dilakukannya terungkap setelah Ardiansyah (9 tahun) yang
pada tanggal 8 Januari 2010 ditemukan dalam kondisi terpotong-potong tanpa
kepala. Kepala Ardiansyah sendiri baru ditemukan di tempat terpisah sehari
kemudian. Setelah ditangkap, Babe memberikan pengakuan mengejutkan, kalau
dirinya juga pernah melakukan pembunuhan dan mutilasi terhadap anak lain, yaitu
Adi, Arif, dan Teguh. Anak tersebut dibunuhnya antara tahun 2007 - 2008.
Setidaknya ada 8 anak yang dihabisi Babe, baik dengan dimutilasi atau hanya
dijerat lehernya.
Kini Babe sedang menjalani peradilan dengan ancaman hukuman mati.

2. ARIN & AYEN
Tanggal 18 April 2012 silam, hidup dua orang balita bernama Arin (5 tahun) dan
Ayen (3 tahun) yang tinggal di Tulungagung, Jawa Timur, harus berakhir tragis.
Keduanya digorok ibunya sendiri, Yahmi. Sang ibu diduga mengalami gangguan
kejiwaan sehingga sempat dirawat di Ruang Tahanan Rumah Sakit Bhayangkara
Tulungagung.
Yahmi adalah mantan TKW di Singapura yang diduga stres karena beban ekonomi
yang berat setelah diceraikan suaminya setahun sebelumnya, dan menelantarkan
dirinya. Kepada polisi, Yahmi mengaku kalau pembunuhan tersebut telah
direncanakannya tiga hari sebelumnya. Kedua anaknya digorok dengan
menggunakan sabit.

MAULADISRA MEFID
KELAS X MIA 6
SMAN 3 PADANG
Beberapa Jenis Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak
sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari
dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas.
Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam beberapa
laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi: penyiksaan fisik,
penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya penganiayaan terhadap anak antara lain

immaturitas/ketidakmatangan orang tua, kurangnya pengetahuan bagaimana
menjadi orang tua, harapan yang tidak realistis terhadap kemampuan dan perilaku
anak, pengalaman negatif masa kecil dari orang tua, isolasi sosial, problem rumah
tangga, serta problem obat-obat terlarang dan alkohol. Ada juga orang tua yang
tidak menyukai peran sebagai orang tua sehingga terlibat pertentangan dengan
pasangan dan tanpa menyadari bayi/anak menjadi sasaran amarah dan kebencian.
Penyiksaan fi

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65