Dari Daun Sampai Akar Bisa Jadi Rupiah

Dari Daun Sampai Akar Bisa Jadi Rupiah

Potensial dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan. Nilai gizinya lengkap dan prospek bisnisnya
pun cerah.

Namanya memang tak sepopuler jagung, padi atau bahkan gandum, tapi bukan berarti sorgum tak
bernilai bisnis. Hampir seluruh bagian tanaman yang bernama ilmiah Sorghum bicolor bisa jadi rupiah.
Daunnya menjadi sumber pakan ternak, tangkai daunnya bisa dijadikan kerajinan tangan dan sapu.
Sedangkan batangnya adalah lumbung bioetanol dan bahan pembuat kertas. Bagian akar sorgum, secara
empiris dipercaya sebagai jamu memperlancar aliran darah.

Geser Gandum

Potensi terbesar sejatinya ada di bagian biji, berdasar penelitian UGM dan rilis Depkes, kandungan
gizinya sangat mumpuni. Nilai proteinnya 11 g per 100 g, jauh lebih oke ketimbang beras dan jagung
yang hanya 6,8 g dan 8,7 g. Begitu juga dengan kalsium dan karbohidratnya, masing-masing mencapai 28
mg dan 73 g per 100g. Selain itu, diketahui sorgum juga kaya serat dan mengandung gluten rendah.

Biji sorgum dapat dibuat tepung sebagai bahan dasar pembuatan penganan. Bahkan setelah dikupas
kulitnya, biji sorgum dapat langsung ditanak layaknya beras dan dikonsumsi. Dengan segala kelebihanya,
tanaman yang juga dikenal dengan nama Hermada ini menjadi alternatif potensial sumber pangan.


Seperti dilakukan Rien Soedimulyo dengan bendera Ndari Hermada Indonesia Art di bilangan Klender,
Jakarta Timur. Wanita berusia 64 tahun ini memproduksi tepung, “beras”, dan aneka penganan kering
serta kue basah berbahan sorgum. Meski mengaku masih mendapat order berdasar pesanan, tiap bulan
Rien berhasil menjual 6—10 kg tepung sorgum. Ditambah 6—8 kg “beras” sorgum yang berhasil
dipasarkannya ke beberapa karyawan BUMN. Belum lagi kue kering dan basah yang laris manis saat
pameran digelar.

“Memang jumlah pesanan produk sorgum masih kecil karena masyarakat belum mengerti manfaat
sorgum. Yang mereka tahu, sorgum sebagai bahan pakan, bukan pangan. Padahal nilai gizinya tinggi dan
baik bagi penderita diabetes karena kaya serat serta gluten rendah,” beber Rien yang memulai usaha
sejak 2003.

Harga yang ditawarkan Rien relatif murah. Tepung misalnya, ia patok Rp10.000 per kg dan beras Rp6.000
per kg. Kue kering dijual Rp15.000 per toples. Begitu juga kue basah yang dilabeli harga sama. Sedangkan
bubur ayam dan jenang, dibanderol Rp2.000 per cup kecil. “Pemasaran memang masih menjadi kendala.
Tetapi saya yakin ke depan produk sorgum akan banyak diminati. Menghadapi Ramadhan, saya akan
membuat lapak takjil di depan rumah saya,” ungkap wanita bernama asli Rr. Rindartati ini.

Membuat tepung sorgum tidaklah sulit. Setelah dikupas kulitnya, biji sorgum kering lalu digiling. “Setelah

digiling, saya harus ayak lagi sampai 8 kali karena hasil penggilingan di pasar ukurannya masih besar,”
ungkap penerima penghargaan LKM Pangan Award, Depdag, Kategori Inovasi Penggunaan Bahan Baku
2008 itu.

Sedangkan beras sorgum, cara pembuatannya lebih sederhana. Proses awalnya sama dengan tepung.
Hanya saja beras sorgum tidak digiling, setelah dikupas kulitnya, bisa langsung ditanak.

Sapu, Bunga, dan Pernik

Produk lain adalah kerajinan tangan, di antaranya hiasan pensil dan kotak perhiasan. Tangkai malai jadi
bahan bakunya. “Hiasan pensil saya jual Rp2.000 per batang, sedangkan kotak perhiasan Rp5.000,” cetus
ibu tiga anak ini.

Bunga sorgum yang tercecer dimanfaatkannya sebagai bunga kering yang laku dijual Rp10.000 per
batang. Dulu, jebolan Sospol UGM ini juga mengolah batang dan malai sorgum menjadi sapu. Bahkan ia
sempat mengekspornya ke Jepang dengan harga US$5 per unit. Dalam sebulan Rien mengirim dua
kontainer berisi 1.600 unit. Sayang, ekspor sapunya terhenti sejak 2007. “Sekarang mereka mengambil
sapu dari China. Petani kita susah untuk menerapkan teknologi budidaya, beda dengan petani China.
Ujung–ujungnya kualitas bahan baku lebih baik China,” keluh wanita kelahiran Karanganyar, 1 Desember
1945 ini.


Akar sorgum digunakan sebagai jamu. Berdasar pengalaman empiris, akar sorgum dapat memperlancar
peredaran darah. Akar cukup diseduh, lalu airnya diminum. Namun Rien belum serius menekuni produk
ini.

Mengenai bahan baku, Rien menjalin kemitraan dengan petani di Gunung Kidul, Yogyakarta, Jatim, dan
Nusatenggara Timur. Malai sorgum yang berisi biji dan tangkai dibelinya seharga Rp3.000 per kg dalam
kondisi kering. Jika basah, harganya Rp2.000 per kg. “Harga daun dan batang yang digunakan untuk
pakan ternak biasanya hanya Rp200 per kg, tetapi saya tidak beli daunnya,” terangnya.

Dari sisi budidaya, sorgum bukanlah tanaman rewel. Tumbuh dengan ratun (dapat berproduksi lagi asal
akar tak dicabut). “Kemampuannya bertahan hidup pada lahan kering layak dikembangkan dan menjadi
jawaban krisis pangan”.