Kekristenan di dunia kuno besar

-Kelompok SingaDewi Kumala Sari

(01120001)

Kadek Dwi Prayoga

(01120031)

Hizkia Fredo Valerian

(01120010)

Yuniati Lomi

(01120037)

Dhani Remius Widya P

(01120016)

Ign. Setya Pambudi


(01120044)

Christo Dean Patria

(01120024)

Kekristenan di dunia kuno
Pendahuluan
Tidak dapat dihindari bahwa Kekristenan muncul dari sebuah konteks. Kita pun juga mengetahoi
bahwa kekristenan tidak muncul dari nol hingga terbentuk sebuah tradisi “Kristen” dan hingga
saat ini kita yakini. Dengan kesadaran akan keberadaan kekristenan dalam sejarah, maka dalam
bagian yang kita bahas ini mencakup beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah yakni
penemuan arkheologis hingga kesaksian dari konteks yang dihadapi oleh tradisi kekristenan
mula-mula.
Dalam bab ini akan membahas orientasi umum mengenai beberapa topik tertentu, meskipun
kami juga akan menyoroti beberapa informasi dari bab-bab lain. Dengan sengaja kelompok
mengecualikan pengenalan terhadap tulisan-tulisan Perjanjian Baru dan literatur Kristen awal
lainnya. Sebaliknya, kelompok berniat untuk memperkenalkan sumber tambahan yang tidak ada
di tempat lain, untuk menunjuk ke kompleksitas latar belakang sejarah dari awal Kristen, untuk

meringkas jenis ekspresi awal Kristen dan dengan mengakomodasi perbedaan dan tanggapan
terhadap pemberitaan Kristen, dan kemudian untuk meninjau apa yang menjadi latar belakang
untuk studi awal Kekristenan untuk menunjukkan tempat khusus pada zamannya.

Referensi sastra Kristen dalam sumber-sumber non - Kristen
Pada bagian ini hanya daftar referensi , karena ayat-ayat ini dikutip atau dibahas di tempat lain
dalam buku ini . Nomor halaman yang menyertai referensi menempatkan kutipan atau diskusi .
1. Penulis Latin
Suetonius, Claudius..
Tacitus, Annals..
Pliny the Younger, Epistles..
2. Penulis Yunani
Lucian, On the death of peregrines..
1 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

Celsus, true doctrine..
Epictetus, discourse..
Marcus Aurelius, meditations..

Galen, See R. Walzer, Galen on Jewes an Christianity..
3. Sumber-sumber Yahudi di Yunani
Josephus, Ant..
4. Sumber-sumber Yahudi dalam Bahasa Ibrani dan Aram
Benediction

Bukti Arkeologi pada Sejarah Kekristenan Awal
Prasasti
The Delphi-prasasti Galio . Merujuk pada Tujuh fragmen dari sebuah prasasti yang berisi variasi
baru dari kaisar Claudius yang ditemukan di Delphi, Yunani. Dari sumber lain itu diketahui
bahwa Claudius dengan dua puluh enam aklamasinya sebagai imperator harus menjabat antara
akhir tahun 51 hingga 1 Agustus, 52. Pada saat itu Galio menjadi gubernur di Akhaya. Karena
gubernur provinsi bertugas di musim panas , sekitar 1 Juli, dan biasanya bekerja selama satu
tahun , gubernur Galio menjabat antara musim panas tahun 51 dan musim panas 52.
Kemungkinandalam Kejadian 18:12 muncul adalah bahwa itu tak lama setelah asumsi muncul
bahwa orang Yahudi membawa tuduhan terhadap Paulus, yaitu, musim panas musim gugur 51.
Karena pelayanan Paulus di Korintus berlangsung delapan belas bulan ( Kisah Para Rasul 18:11)
dan dengan kepergiannya beberapa waktu setelah episode Galio, kita dapat menempatkan
kedatangannya di Korintus pada awal 50. Pentingnya informasi ini adalah bahwa hal itu
memberikan satu tanggal tetap untuk kronologi mutlak kehidupan Paulus dan salah satu dari

beberapa tanggal relatif tertentu dalam sejarah Perjanjian Baru .
Tata cara (mungkin hukum yang direvisi) tidak mengatakan apa-apa tentang Kekristenan , dan
itu merupakan sikap normal dari dunia kuno terhadap perampokan makam ( yang tetap cukup
sering dilakukan untuk menjadi subjek perhatian ) dan terminologi pagan normal. Di sisi lain,
cerita yang dituliskan dalam Matius 28:11-15 dan tempat di mana prasasti itu dilaporkan
ditemukan telah memicu dugaan . Apakah kisah tubuh yang hilang dan asal-usul gerakan
Kristen, tersebut sangat mengganggu orang-orang Yahudi pada masa sepanjang kekaisaran
Claudius, di belakang usaha untuk kembali mendirikan prasasti ini di Nazaret? Kita mungkin
tidak akan pernah tahu , dan relevansi dari tata cara ini untuk asal-usul Kekrisatenan ini, palingpaling hanya bersifat terkaan. yang jelas, kita tidak perlu kesaksian Romawi secara resmi untuk
mengetahui sentralitas kebangkitan dalam perkembangan Kekristen.
Papirus
Surat Claudius ke Aleksandria , 41M . Disposisi Claudius tentang kontroversi antara orang
Yunani dan Yahudi atas hak-hak politik di Alexandria (yang disebabkan pemerintahan yang
2 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

dipimpin oleh Philo ke Roma di bawah Caligula ) memiliki kepentingan besar untuk abad
pertama sejarah Yahudi dan berimplikasi untuk status hukum masyarakat Diaspora pada
umumnya . Claudius tampaknya sering harus berurusan dengan "masalah Yahudi " sering kali

harus mendapat gangguan oleh komunitas Yahudi yang disebabkan oleh adanya pemberitaan
Kristen . Pengkhotbah Kristen mungkin mencapai Alexandria dari Palestina dan Suriah , dan
bahwa pada awal Claudius , tetapi diragukan bahwa ada referensi untuk itu dalam bagian ini ,
terlepas dari bahasa tentang mengobarkan semangat "mewabah di seluruh dunia ".
Papirus Kristen. Sekarang ada beberapa papirus tertanggal pada awal abad ketiga yang berisi
bagian-bagian dari Perjanjian Baru . bagian yang cukup terkenal adalah fragmen tertua dari kitab
Perjanjian Baru, yang ditemukan oleh John Ryland, tertanggal sebelum tahun 150M , yang telah
memberikan quem terminus ante untuk penulisan keempat Injil. Banyak dari papirus Kristen
mewakili dokumen nonkanonik, hanya beberapa yang sebelumnya dikenal . Selain mereka
pengetahuan tentang asal-usul Kristen akan beragam dinilai. Angka tersebut mengacu pada
adanya peningkatan terus-menerus mengenai adanya temuan baru , sehingga catatan bibliografi
memberikan karya referensi di mana informasi tentang papirus tersebut dapat ditemukan .
Koin
Pembuatan mata uang pada awal masa kekaisaran Romawi banyak memberikan titik temu
dengan Perjanjian Baru dan latar belakang sejarah . Studi terbaru menunjukkan adanya
kemungkinan itu.

Beberapa pernyataan dari Peninggalan Arkeologi
Pada umunya dapat diterima bahwa tidak ada data yang selamat mengenai sisa-sisa arkeologis
kekristenan sebelum A.D. 200. Ini berlaku pada katakombe-katakombe yang terdapat pada

bangunan bawah tanah dan prasasti-prasasti Kristen yang teridentifikasi. Ada beberapa sisa-sisa
kekristenan dari abad pertama, namun karakter kekristenannya diragukan.
Salib di Herculaneum
Di lantai dua apartemen Herculaneum, terdapat ruangan yang dimana salah satu dindingnya
ditutupi dengan lapisan putih. Pada lapisan putih tersebut terdapat ukiran dalam bentuk salib
latin. Tinggi 0,43 m, dan panjang 0,365 m. Juga terdapat lemari yang berada di lantai bawah dan
salah satu salib diartikan sebagai altar dan ruangan tempat pemujaan. Jejak yang ada di lapisan
ditinggalkan pada kayu yang digunakan untuk lemari dinding, rak, perapian, dan bagian-bagian
yang dapat mendukung bukti lain.
Bukti-bukti lain yang diharapkan bagi kekeristenan pada masa Pompei dan H sebelum A.D 79
sepertinya mampu memberikan arti yang lebih luas.

3 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

Ossuaries
Ossuaries dari kuburan di sekitar daerah Talpiot pinggir kota Yerusalem memberikan bukti bagi
awal kekristenan di tanah kelahirannya (Yerusalem). Ossuaries sendiri berasal dari pertangahan
abad pertama. Salah satu dari Ossuaries diberikan tanda dengan menggunakan symbol Pus

(cross) yang dibentuk dari arang di masing-masing sisinya. Tanda yang sama nampak pada
Ossuaries lain, yang ditemukan di gunung olives. Mereka menuliskannya dengan tulisan ibrani,
mereka menuliskan nama-nama yang terkenal dalam perjanjian baru, yaitu Siemon Barsabah,
Maria anak Siemon, singkatan dari Mattathias. Terdapat dua hal yang nampak terlihat jelas dari
dua prasasti Yunani, yaitu satu ditulis dengan tulisan Iesous iou (Yesus menderita), dan yang
satu lagi Iesous aloth. Hal ini sulit untuk diartikan, mungkin hal tersebut hanya sebuah
keluhan atau ratapan, dan sering diterjemahkan secara langsung dari huruf ibrani. Iou dan
aloth mungkin adalah variasi dari Yahweh dan sabaoth. Sebenarnya kedua nama ini harus
dibaca sebagai nama pribadi, “Yesus, putra Yudas” dan “Yesus, putra Aloth”. Kebanyakan Nama
didalam Ossuaries adalah nama Yahudi yang diidentifikasan yang dengan beberapa figure dalam
PB, namun hal ini masih meragukan, meskipun nama Yesus itu sendiri bukanlah nama yang
biasa.
Meskipun tuntutan awal adalah untuk menemukan “dokumen awal kekristenan” yang
kekurangan bukti, hal ini tidak keluar dari pertanyaan bahwa beberapa Ossuaries ditemukan di
sekitar Yerusalem seperti yang dimaksudkan oleh para orang yang percaya pada Yesus. Masalah
yang lebih besar adalah keaslian atau bukti tertulis dari pernyataan “James, son of Joseph,
brother of Jesus.” Sayangnya tidak ada bukti yang ditemukan meskipun mengandung nama
Jesus. Tidak ada indentifikasi dengan keluarga Yesus dari Nazaret, namun kombinasi
hubungannya cukup mencolok.
Makam Petrus

Penggalian dibawah Basilika santo Petrus (St. Peter’s basilica) di Vatikan menghasilkan
penemuan yang berakibat pada terciptanya bibiliografi yang sangat hebat. Sebagian surat dari
abad ke dua mengatakan tentang adanya nisan peringatan di bukit Vatican sebagai peringatan
bagi Petrus sang Martir, tapi belum secara pasti bahwa tempat atau sisi yang telah ditentukan
adalah benar. Tampaknya untuk menemukan lokasi secara pasti haru dilakukan penggalian
dibawah St. Peter. Untuk mengidentifikasi St. Peter sangatlah sulit dan tidak dapat mendugaduga lebih lanjut. Bukti literatur dan arkeologi menegaskan tentang pelayanan Paulus dan Petrus
di Roma, dan juga sebagai bukti kematian mereka yang terpisah dibawah Nero.

Sikap Pagan Terhadap Orang Kristen
Ulasan maupun kritikan kaum pagan terhadap kekristenan menjadi penting dalam beberapa hal,
yakni bagaimana sudut pandang dan nilai masyarakat yang ada saat itu ketika kekristenan masuk,
4 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

bagaimana pandangan masyarakat ketika bersinggungan dengan orang Kristen maupun
kekristenan, apa yang ditonjolkan dalam kekristenan, hal apa yang perlu dipertimbangkan
maupun mengganggu mengenai kekristenan, serta apa yang dikatakan kekristenan mengenai isuisu yang terjadi saat itu.
Kekristenan awalnya disebutkan dalam literatur di kalangan atas warga Roma dan digambarkan
sebagai takhayul (superstition) yang mempunyai konotasi dengan “mempercayai sesuatu dengan

mudah (credulity)” dan kontras dengan religio. Seneca memperlihatkan kekontrasan di antara
keduanya secara tepat yakni religio menghormati dewa-dewa sedangkan superstitio tidak.
Selanjutnya terdapat beberapa pandangan dari beberapa pihak mengenai kekristenan, pandangan
yang baik maupun buruk.
Tacitus : Ia menggambarkan mengenai kebakaran besar yang terjadi di Roma serta penyiksaan
orang-orang Kristen oleh Nero pada karyanya Annals. Dalam penggambarannya, kebakaran
besar itu terjadi di tahun 64 Masehi di masa pemerintahan Kaisar Nero dan ia menuduh orangorang Kristen sebagai dalang dari kejadian itu serta kekejaman Kaisar menghukum orang-orang
Kristen dengan siksaan yang kejam. Tacitus sendiri tidak mempercayai tuduhan pembakaran
yang disengaja itu tetapi ia tetap memandang rendah terhadap keKristenan. Berbagai tuduhan
sebenarnya ditujukan pada orang Yahudi tetapi kemudian menyebar ke orang Kristen juga karena
beberapa hal yang sama yakni dalam menarik diri dari kegiatan kaum pagan.
Suetonius : Dalam tulisannya yang secara singkat mengenai orang Kristen dalam peristiwa yang
sama menuliskan bahwa hukuman terhadap orang Kristen terjadi karena mereka adalah
sekelompok orang dari takhayul baru dan jahat. Sehingga sepanjang waktu sesudahnya, mereka
menjadi korban yang disalahkan dari masalah politik maupun bencana alam
Pliny : Gubernur daerah Bitinia, yang juga melabeli keKristenan sebagai takhayul, namun ia
juga belajar sesuatu yang lain dari mereka yakni kekeraskepalaan dalam menuruti perintah yang
menjadi ancaman bagi Roma dibanding kepercayaan mereka terhadap agama tradisional. Dalam
pemeriksaannya, ia tidak mendapati “kejahatan tersembunyi” yang menurut dugaan dihubungkan
dengan orang Kristen. Hal mengenai “kejahatan tersembunyi” ini diketahui dari tulisan seorang

yang membela Kristen yakni Athenagoras.
Adanya istilah-istilah dalam Kristen yakni “makan tubuh” dan “minum darah” serta penyebutan
“saudara laki-laki dan saudara perempuan” (istilah suami-isteri di Mesir) menjadi sebuah
kesalahpahaman bagi kaum pagan. Penghinaan yang terkenal ialah dengan adanya gambar pada
sebuah batu di dalam ruangan di lembah Palatine. Pada batu itu terbaca “Alexamenos
menyembah dewanya”. Yang mana gambar ini menyiratkan bahwa Yahudi menyembah seekor
keledai, yang mana dimaksudkan adalah Yesus. Hal ini juga menjelaskan akan betapa hinanya
penyaliban Tuhan dipandang oleh kaum pagan. Kaum pagan memandang rendah terhadap orangorang Kristen karena menyembah manusia yang disalib, menolak agama Yunani, mempercayai

5 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

kebangkitan (hidup abadi), dan menerima doktrin berdasarkan iman dibanding argumen yang
demonstratif.
Celsus : Ia bersama cendekiawan lainnya yakni Lucian menolak doktrin Kristen mengenai
inkarnasi, penyaliban dan kebangkitan serta mengkritik penekanan pada keyakinan yang
mengorbankan akal. Kritikan berikutnya ialah bahwa Kristen terdiri dari anggota masyarakat
kelas bawah yang tidak menguntungkan seperti budak, wanita dan orang lemah. Namun yang
membuat Celsus sangat kecewa adalah cara di mana Kristen melanggar tata tertib masyarakat,

meninggalkan agama tradisional, dan tidak membantu kaisar berjuang melawan musuh-musuh
kekaisaran
Roma.
Kekeraskepalaan sikap orang Kristen yang lebih memilih jalan martir dibandingkan sikap patuh
pada Roma menggusarkan kaisar Markus Aurelius. Keyakinan iman Stoisnya memperbolehkan
bunuh diri, tetapi ia mengkontraskannya dengan kerugian dari kesiapan Kekristenan untuk
kesyahidan. Epictetus juga mencatat karakteristik ini dari Kekristenan. Dalam mengomentari
mengenai kebebasan dari ketakutan dan ketidakpedulian kepada hidup. Namun dalam hal ini
tingkah laku Kekristenan tidak ditujukan untuk sebuah alasan, tetapi kepada kebiasaan – atau
gaya hidup, sebuah prinsip etis.
Galen : Ia memberikan laporan yang paling menyenangkan pada Kekristenan. Lebih jauh
daripada Epictetus, ia melihat Kekristenan mengajarkan dan melakukan sebuah moralitas dan
cara hidup yang mempunyai kemiripan dengan yang dilakukan filsuf – filsuf. Dalam hal ini
berkaitan dengan pengendalian diri dalam hidup berpasangan, pandangan terhadap kematian,
pengendalian diri dari makanan dan minuman, serta mengutamakan keadilan.

Status Legal Kekristenan
Kekaisaran Romawi memperkenankan keberadaan orang-orang Yahudi karena agama mereka
adalah salah satu agama kuno dan telah sekian lama sanggup mandiri sebagai sekutu Roma.
Awalnya, penguasa Roma tidak membedakan Kekristenan dari Keyahudian, dan Kekristenan
mendapat perlindungan hukum yang legal sebagaimana diterima Yahudi. Kita bisa melihat
contohnya dalam Kisah Para Rasul ketika penguasa Roma menganggap tuntutan orang-orang
Yahudi melawan Kekristenan sebagai urusan internal orang-orang Yahudi.
Akan tetapi Kisah Para Rasul juga menunjukkan perlakuan orang-orang Yahudi kepada orangorang Kristen, tuduhan oleh orang Yahudi yang ingin sekali membedakan Kristen dari Yahudi,
huru-hara, dan pengakuan bahwa kekristenan termasuk cara hidup yang mengancam keberadaan
masyarakat pagan. Indikasi pertama bahwa orang-orang Yahudi telah berhasil meyakinkan
pemerintah Roma bahwa orang-orang Kristen adalah kelompok terpisah dari mereka untuk
diperlakukan secara berbeda datang dari pemerintahan Nero. Laporan Tacitus tentang perbuatan
Nero melawan orang-orang Kristen di Roma adalah catatan resmi pertama tentang penganiayaan
6 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

orang-orang Kristen oleh kekaisaran. Kemudian orang-orang Kristen diakui berbeda dari orangorang Yahudi. Nero rupanya bertindak melawan suatu kelompok yang menempatkan kelompok
itu dalam bahaya. Nero memerintahkan orang-orang tertentu untuk membakar kota, lalu
menuduhkan bahwa orang-orang Kristenlah yang melakukannya. Sehingga ada alasan untuk
mencelakai orang-orang Kristen. Walaupun tindakan ini hanya terjadi di Roma, perbuatan Nero
ini dapat ditiru dikemudian hari.
Dari sumber kekristenan yang lain, Domitianus dicatat sebagai penyiksa orang-orang Kristen
pada masa kekristenan awal juga. Serangannya dilakukan terhadap “ateisme” dan referensinya
dibuat berdasarkan “kebiasaan orang-orang Yahudi”, namun mungkin alasan utamanya adalah
alasan politis.
Lalu kekaisaran Trajanus menyediakan titik terang dalam pengetahuan tentang status legal bagi
kekristenan. Penting untuk dicatat bahwa Pliny, seorang berpendidikan anggota petinggi Roma,
tidak pernah muncul dalam penganiayaan orang-orang Kristen dan hanya memiliki gagasan yang
samar-samar tentang kekristenan. Plini menemukan terdakwa jatuh pada tiga kelas berikut: 1)
Yang mengakui menjadi Kristen dan tetap melakukannya dieksekusi (kecuali bagi warga negara
Roma, dikirim ke Roma dulu untuk diadili). 2) yang menyangkal pernah menjadi Kristen
dibebaskan ketika mereka melakukan ritual religius dihadapan gambar kaisar dan para dewa,
serta mengutuk Kristus. 3) Yang pernah menjadi Kristen dan tetapi sudah murtad (ditandai
menyembah gambar kaisar dan mengutuk Kristus), menghadapi persoalan yang paling berat.
Plini ingin menguatkan keingkaran terhadap iman Kristen, dan ia merasa bahwa banyak yang
bisa ditarik keluar dari kekristenan jika orang mudah dibuat menyangkalinya.
Jika hukuman diberikan karena suatu “label” (misal menjadi anggota suatu kelompok), mereka
yang murtad dapat diampuni. Jika hukumannya diperuntukkan bagi perbuatan kriminal,
penyelidikan dan hukuman harus diproses dan yang bersalah dihukum. Mereka yang murtad dan
menyangkali agamanya menyukai aturan yang pertama. Sedangkan orang-orang Kriten yang
beriman lebih suka yang kedua, karena mereka setia kepada “label” mereka dan bersikeras
bahwa mereka tidak bersalah atas tindak kejahatan apapun. Apologet Kristen abad ke-dua
berpendapat bahwa orang-orang Kristen jangan dihakimi karena “label” mereka tetapi
seharusnya karena tindakan kriminal tertentu. Hingga beberapa waktu kemudian, pemerintah
masih menentang orang-orang Kristen dan menguatkan mereka yang murtad. Hadrian
menegaskan keberadaan peraturan ini dalam sebuah tulisan yang dikutip oleh Justin dan
Eusebius. Justin Memahami tulisan ini bahwa orang-orang Kristen dihukum hanya untuk
tindakan kriminal spesifik dan juga dalam efek untuk melindungi mereka dari penyiksaan.
Namun tulisan Hadrian didesain untuk mengatur berjalannya pengadilan hukum dimana usaha
perlindungan yang legal dapat diawasi.
Hal ini tetap menjadi posisi resmi dan legal bagi kekristenan hingga pertengahan abad ke-tiga.
Penganiayaan sifatnya lokal dan sporadis, tidak terjadi secara konstan terus-menerus. Terkadang
karena memang putusan hakim, tapi seringkali karena tekanan dari kerumunan massa yang
7 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

memprovokasi penganiayaan, sementara penguasa mencoba untuk menghindarkan orang-orang
Kristen dari hukuman mati.
Suasana ini berubah pada tahun 250 M ketika Desius mendekralasikan supplicatio yang isinya
memanggil penduduk seluruh kekaisaran untuk berkorban bagi para dewa. Kala itu kekristenan
secara legal terlarang: bagi mereka yang tidak patuh akan dipenjara, disiksa, dan beberapa
dibunuh. Secara kebetulan, Desius tidak hidup lama untuk melancarkan ancamannya ini yang
bisa berakibat fatal bagi gereja. Kemudian usaha untuk melanjutkan keputusan ini tidak
mendapat tujuannya, karena gereja telah bertimbuh terlalu besar dan berkuasa untuk dihancurkan
dengan kekerasan.

Hambatan Penerimaan Kekristenan
Dalam kenyataannya persebaran dan perkembangan Kekristenan tidak melalui jalan yang lancerlancar saja. Kekristenan mengalami banyak hambatan, justru ketika kekristenan sudah
mendapatkan pengakuan semakinbanyak juga hambatan yang dialami. Salah satu hambatan yang
terbesar adalah sikapdari para penganut paganisme. Akan tetapi hal yang menarik dengan adanya
hambatan-hambatan, justru kekristenan dapat semakin luas dikenal oleh berbagai kalangan.
Seperti contohnya, dengan adanya Martir, justru membuat kekristenan semakin popular dan
dikenal oleh banyak orang. Bahkan menurut Tertulianus, sebagaimana dikutip oleh Ferguson,
menyatakan bahwa “darah orang Kristen (para Martir) adalah benih”. 1 Dengan demikian, tetap
kita ingat bahwa pada realitanya kekeristenan menempuh jalan yang sulit untuk berkembang.
Adanya pengakuan terhadap Kekristenan sebenarnya hanyalah sebuah tanga yang terlihat dari
luar, kesulitan paling besar dari penyebaran Kekristenan adalah struktur social yang telah ada dan
sangat kuat. Social,ekonomi, kehidupan kebudayaan, sebagaimana politik juga sangat erat
dengan politheistik. Terlebih pada masa itu para pejabat dan petinggi sepekat untuk menolak
Kekristenan, sehingga keberhasilan dapat erjadi dari para penduduk kota yang mau menerima
pemikiran yang baru dan untuk perubahan.2
Pengajaran yang utama dalam kekristenan sendiri juga sangatlah sulit diterima oleh para
pengikut pagan. Seperti halnya sebagai contoh penyembahan kepada anak Allah yang disalibkan,
sebagaimana dinyatakan Paulus, “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk
orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu
kebodohan” (1Cor 1:23 ITB). Rumusan penderitaan dan kematian anak Allah menjadi hal yang
asing bagi orang pagan, tetapi penyaliban sebagai kriminalitas penguasa menjadi pengajaran
singkat untuk mendapat respon baik.3
1 Ferguson, Everett, Backgrounds of Early Christianity, (Michigan: Grand Rapids, 2003) hal. 608
2 Ibid,.
3 Ibid,. hal. 608-609

8 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

Kekristenan berada pada posisi yang menguntungkan maupun merugikan, bisa dikatakan bahwa
konsekuensi dari keberadaannya sangat ambigu –dalam kaitannya dengan Yudaisme. keterkaitan
Yudaisme dengan Kekristenan memberikan keunungan secara status dalam pemerintahan
romawi, yang mana statusnya dianggap sama dengan orang Yahudi, namun di sisi lain sentiment
dari kaum pagan pada Yudaisme sekaligus juga harus dirasakan oleh kekristenan.

Agama-agama Pesaing
Yudaisme
Yudaisme menjadi salah satu pesaing yang kuat bagi Kekristenan. Meskipun dengan adanya
pandangan yang negative bagi Yudaisme (berbagai tradisi yang tidak disukai oleh orang pagan),
juga sikap yang menarik diri pasca pemberontakan Bar Kokhba, Yudaisme tetap menjadi pesaing
yang kuat. Pertobatan orang-orang yang takut akan Tuhan menjadi sasaran yang baik sebagai
bentuk penyebaran Kekristenan, tetapi keberadaan orang-orang tersbut juga menunjukkan
kemenarikan dari Yudaisme. Dengan demikian Yudaisme memberikan kesulitan bagi kekristenan
sehingga nuasnsa persaingan yang tengang dalam mendapatkan simpati dari orang-orang dari
luar. Sehingga sejauh dapat memberi perhatian pada kalangan proselit, Kekristanan dapan
memenangkan persaingannya, namun akan segera meemukan kesulitan untuk merubah
keyahudian untuk beralih pada Yesus.
Keagamaan Pagan dan Filsafat
Kekristenan tidak mendapatkan ruang di tengah keagamaan Romawi dan Filsafat. Keberadaan
pesaing yang banyak dalam hal intelektual, moral, dan kesetiaan emosional dari masyarakat
setempat memberikan persaingan yang luas bagi Kekristenan. Banyak hal yang berbeda menjadi
hal yang penting dalam kesuksesan Kekristenan. Dari situ kemudian ada bentuk-bentuk yang
diperbandingkan, memiliki hubungan antara apa yang ada dalam Kekristenan dan para
pesaingnya, seperti Stoicism, Mithraism, dan keagamaan misteri secara umum.
Kelemahan para pesaing dari kekristenan sendiri tidak dapat menggabungkan antara filsafat
dengan keagamaan menjadi satu kesatuan. Banyak tradisi-tradisi keagamaan yang tidak dapat
memberikan penjelasan lengkap tentang adanya kenyataan (kebebasan moral pada umumnya),
mereka juga tidak dapat memberikan penjelasan tentang hati nurani atau yang dasar dalam
tingkah laku moral. Oleh karena ketidakmampuan keagamaan popular itu, Kekristenan
memberikan hal yang berbeda, dan menunjukkan bahwa ia dapat menggabungkan antara
keyakinan iman dengan cara pandang dan pola hidup yang mana secara filosofis dipertahankan.
Gnostisisme dan kekristenan dengan versi yang berbeda
Penyebaran inti keimanan dari Kekristenan disertai dengan beberapa perubahan pada pengajaran
kepada kelompok yang percaya. Berbagai respon yang berbeda terhadap pesan Kekristenan
9 | -kelompok singa-

Kekristenan di Dunia Kuno

mengindikasikan di dalam beberapa tulisan Perjanjian Baru berisikan koreksi kepada respon
yang salah. Permasalahan yang kemudian dihadapi adalah Ortodoksi. Bauer, sebagaimana
dikutip oleh Ferguson, menekankan pada pengertian bahwa ortodoksi merupakan sikap
pengabaian dari suatu pandangan normatif sebuah kepercayaan pada pengajaran mula-mula –
seperti pada jaman bapa-bapa gereja.4
Pada kenyataannya, perkembangan Kekristenan tidaklah berjalan secara lurus, melainkan dengan
proses yang dinamis, dengan adanya keberagaman di dalamnya. Namun di pihak lain, perbedaan
terkadang menujukan sikap pengabaian terhadap inti dari keimanan, dan secara umum,
perbedaan dianggap sebuah hambatan yang menyulitkan dimengertinya pengajaran norma
gerejawi, sejarah pengkanonan, dan perkembangan yang cenderung orthodoksi.5
Kekristenan Yahudi
Kekristenan yang berasal dari Yudaisme tidak pernah melepaskan bentuk-bentuk Keyahudian.
Pulus sendiri menemukan beberapa gejala yang bertentangan dengan pelayanannya dengan
penganut setia keyahudian yang bertitik berat pada hokum Musa, yang mana oleh orang kafir
sendiri dipertahankan sebagai hokum yang dipatuhi. Kekristenan yang semakin didominasi oleh
orang yang bukan Yahudi, mengakibatkan beberapa penganut Yahudi menyerah dalam
menjalankan kehidupan Yudaisme dan menjadi satu dalam penganut Kekristena bukan Yahudi.
Dengan demikian ada kecenderungan yang bebeda (yang tidak bisa secara utuh dikatakan
sebagai sekte) kemudian muncul dalam komunitas-komunitas.
1. Kecenderungan Gnostik. Ide Gnostik dipengaruhi oleh Kekristenan Yahudi. Kelompok
ini menggunakan ide Yahudi menyangkut millennialisme tetapi juga mempertahankan
pengajaran Docetic, dan membuat pemisahan antara Tuhan yang sebenarnya degan Tuha
Pencipta.
2. Tendensi Mediating. Beberapa orang Kristen Yahudi melanjutkan untuk hidup dibawah
hokum (Yahudi) tetapi tetap menerima keberadaan orang Kristen non Yahudi, dan tidak
memaksanya untuk melakukan cara hidup yang sama.
3. Kecenderungan Sektarian. Kecenderungan ini sangat menekankan sebuah kehidupan
yang tersiksa dalam kesulitan dan kemiskinan bagi mereka yang mempercayai Tuhan.

Faktor - Faktor yang Menguntungkan Untuk Kekristiani
Keadaan dari Luar
Kita dapat melihat, meskipun Kekristenan mengalami berbaga hambatan dan kesulitan tetapi
pada kenyataannya Kekristenan dapat berhasil bertahan. Berbagai hal yang adalah kesulitan tidak
melulu negative, justru terkadang menjadi faktor yang mendukung dan positif. Sepertihalnya
4 Ibid,. hal. 612
5 Ibid,.

10 | - k e l o m p o k s i n g a -

Kekristenan di Dunia Kuno

pemerintahan yang stabil (Romawi pada masa itu) merupakan faktor yang sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan dan penyebaran Kekristenan. Terdukungnya keamanan
mobilitas dengan berbagai akses yang dibangun menguntungkan perdagangan dan wisatawan.
Bahkan di samping itu juga dengan berlakunya misionaris seagai petugas pemerintahan pun juga
memberi keuntungan.
Penggunaan bahasa Yunani secara umum dalam lingkungan Romawi membawa pengaruh yang
juga besar bagi perkembangan Kekristenan. Penggunaan bahasa yang umum akan memudahkan
untuk menyamakan pola berpikir dan persepsi guna melakukan pengajaran tetang Injil Yesus.
Dengan lebih spisifik kami akan membicarakan tentang salah satu aspek peting yakni :
Hellenistic Judaism.
Yudaisme Helenis
Yudaisme Helenis menjadi factor penting dikarenakan pada masa Romawi, keyahudian dapat
bersesuaian dengan keadaan dan lingkungan di sekitarnya. Bahkan tidak hanya berada di
lingkungan Romawi, tetapi juga diluarnya. Keberadaan sinagoge di berbagai daerah
menunjukkan bahwa diaspora Yahudi dapat diterima di lingkungan lain. Sinagoge yang tersebar
kemudian menjadi jalur operasi bagi kekristenan untuk masuk ke berbagai lingkungan. Di
samping itu, penggunaan bahasa (sebagaimana telah dibahas –Yunani) sangat mendukung
pemahaman dari komunitas yang ada dalam lingkungan Helenis. Penerjemahan kitab Ibrani
contohnya, kemudian dapat menjadi sarana memberi pemahaman kepada seluruh komunitas
sejauh makna, kebajikan yang ada di dalamnya dipertahankan. Dengan demikian dalam
prosesnya kekristenan –melalui Yudaisme- dapat menarik orang-orang kafir (pagan) berpikiran
serius tentang: monoteisme, standar etika yang tinggi, sebuah komunitas sosial yang erat, otoritas
sebuah kitab suci kuno, dan ibadah yang rasional.

Apa Yang Unik Dalam Kekristenan?
Kekristenan menunjukan diri sebagai tindakan dari Allah di dalam hubungan dengan manusia,
yaitu pernyataan ilahi dari Allah sendiri. Banyak orang yang percaya pada keristenan pada
faktanya telah menyederhanakan keasliannya, dan menekankan pada persiapan ilahi untuk
kekristenan. Kekristenan mengklaim adanya penyataan dari Allah, bukan pada keasliannya, dan
klaim ini tidak langsung dinyatakan dalam pembuktian sejarah. Keputusan untuk atau juga
melawan kekristenan merupakan permasalahn iman, bagaimana pun juga banyak penyelidikan
sejarah mungkin dapat mendukung atau juga tidak meyakinkan.
Bukanla pada kebenaran atau nilai dari kekristenan sendiri yang merupakan keunikannya.
Demikian pada bagian ini hendak menunjukkan pada beberapa bagian di mana Kekristenan tidak
persis sejajar dalam keberadaannya dalam lingkungan yang kontemporer. Tetapi jika tidak ada

11 | - k e l o m p o k s i n g a -

Kekristenan di Dunia Kuno

bagian yang hendak menyatakan dengan penelitian atau pencarian berbagai informasi, tidak ada
hal mendasar yang hilang dari kekristenan.
Kristus menjadi bagian yang esensial dan menjadi sentral dalam perkembangan Kekristenan.
Yesus, baik kehidupan dan pengajarannya berada secara pararel dan menjadi bagian dari dunia
kuno, Yesus baik karya dan pribadinya merupakan keunikan dari Kekristenan. Sebagaimana
diungkapan oleh Frank Cross bahwa, iman Kristen dengan menghargai keagamaan kuno,
menyatakan tidakan baru dari Kasih Allah, dan penyataan dari Kasihnya melalui keidupan,
kematian, dan kebangkitan Yesus.6
Kebenaran sebagaimana diakui oleh Kekristenan terjadi dengan pribadi dan karya dari Yesus.
Hal yang menjadikan kekristenan menjadi unik adalah apa yang menjadi klaim atasnya yakni,
anak Allah yang dating secara daging dan menanggung apa yang dibebankan kepadanya, untuk
membawa keselamatan dan relasi dengan Allah tidak lain adalah Anak Allah. Dengan demikian
Iman kiti dimulai dari Sejarah.
Tanggapan Kelompok
Keberadaan berbagai bukti sejarah telah menunjukkan bagaimana proses yang dialami oleh
kekristenan dari awal kemunculannya. Dari berbagai bukti sejarah kita dapat mengenal berbagai
perkembangan situasi terkait bagiamana kekristenan dapat bertahan. Pada jaman modern saat ini,
selain sebuah kesaksian, bukti-bukti historis menjadi hal yang penting dalam menguji kebenaran.
Terkhusus bagi kita keberadaan bukti-bukti historis sendiri dapat semakin meyakinkan apa yang
yang telah kita percayai.
Hingga pada saai ini kita masih memiliki kekristenan yang ternyata secara tradisi telah melalui
berbagai penyesuaian terhadap jaman, situasi, geografis, bahkan kebudayaan. Hal ini tetu
menyadarkan kita bahwa pada mulanya, pada masa kemunculannya, kekristenan tidaklah sama
seperti produk tradisi yang telah kita terima saat ini. Kita perlu mengetgahui berbagai kesaksian
historis guna mengamati bagaimana atau juga apa saja yang dialami oleh kekristenan pada
mulanya. Kita dapat belajar tentang berbagai tantangan, hambatan, atau juga faktor-faktor yang
menjadikan kekristenan dapat berkembang hingga saat ini.
Kita dapat belajar dari sejarah, hal ini juga secara mendasar sangat diperlukan untuk dapat
mengolah iman kita. Dengan sejarah kita dapat melihat seara kontras perbedaan-perbedaan
tentang kekristenan. Kita dapat melihat tekanan yang berbeda dalam peristiwa masa lalu, terlebih
dari itu kita juga dapat berefleksi, tidak jauh tentang bagaimana keimanan pada kristus selama
berabad-abad, dari awal kemunculannya hingga saat ini masih bertahan.
Sebagai kebutuhan hermeneutis dan teologis tentu sejarah dapat memberikan jalan dan sudut
pandang yang khas. Sejarah dapat (fungsi hermeneutis) memberikan berbagai fakta yang akan
6 Frank Moore Cross, The Ancient Library of Qumran, (London, 1958), yang dikutip oleh
Ferguson, dalam Backgrounds of Early Christianity. (Michigan: Grand Rapids, 2003) hal. 620

12 | - k e l o m p o k s i n g a -

Kekristenan di Dunia Kuno

membantu pemahaman kita dalam mencari makna dari suatu peristiwa. Dengan demikian
kesaksian sejarah dapat menjadi sebuah lensa pandang yang lebih mendekati objektif dalam
melihat sebuah persoalan di masa kini. Kemudian sejarah juga dapat memberikan sense yang lain
dalam memberikan motivasi dan penghayatan (fungsi teologis). Dengan melihat kesaksian iman
dengan fakta-fakta yang dinyatakan oleh sejarah, tentu secara iman kita juga akan dapat
merasakan suatu penegasan terhadap apa yang kita yakini.

13 | - k e l o m p o k s i n g a -

Kekristenan di Dunia Kuno