Demam Berdarah Dengue Pada Anak

Diskusi Topik

DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK

Pembina:

Dr. Irene Akasia Oktariana, Sp.A

Disusun oleh: Aditya Dhaniswara, S.Ked

(07120070003)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK PERIODE 23 MARET – 31 MAY 2015

PENDAHULUAN

Demam Berdarah dengue adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang biasanya

menggigit pada siang hari. 1

Nyamuk ini mempunyai 4 jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome

= DSS ) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi. 1 Manifestasi klinisnya biasanya berupa demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai lukopenia, ruam, trombositopeni, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Dengue shock Syndrome adalah demam berdarah dengue yang disertai syok atau

renjatan. 2 Penatalaksanaan DBD adalah dengan memberikan terapi simptomatis dan suportif, dan memonitor dengan ketat terhadap timbulnya DBD/DSS. Timbulnya DBD/DSS harus dikenal dengan cepat dengan melakukan pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara teratur. Apabila terjadi DBD/DSS, penatalaksanaannya diutamakan untuk mengganti kehilangan cairan dan

elektrolit kare a terjadi leakage plas a (kebocoran plasma). 6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan

laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

DEFINISI

Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spectrum manifestasi klinis yang bervariasi Antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD) dan demam berdarah dengue disertai syok (DSS). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD, dan DSS sebagai kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang kelihatan diatas permukaan laut, sedangkan kasus dengue lainya terbilang ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya.

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

EPIDEMIOLOGI

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah endemik (Gubler, 2002).

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).

Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.

Istilah hemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa Negara lain di asia tenggara, diantaranya pada tahun 1958 di Hanoi, Malaysia (1962-1964), Saigon (1965) yang disebabkan virus dengue tipe 2 dan Calcutta (1963) dengan virus dengue tipe 2 dan chikungunya berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama Istilah hemorrhagic fever di Asia tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemic penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemic di beberapa Negara lain di asia tenggara, diantaranya pada tahun 1958 di Hanoi, Malaysia (1962-1964), Saigon (1965) yang disebabkan virus dengue tipe 2 dan Calcutta (1963) dengan virus dengue tipe 2 dan chikungunya berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta kasus pertama

ETIOLOGI

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

 Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih  Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan,

drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain – lain.

 Jarak terbang ± 100 meter  Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum nyamuk

tersebut kenyang sudah berpindah tempat)  Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

PATOFISIOLOGI

Volume Plasma Fenomen patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan

antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labeled human albumin sebagai indicator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma le daerah ekstra vascular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labeled human albumin sebagai indicator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma le daerah ekstra vascular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung

Pada sebagaian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi pada otopsi dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastic. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat destruktif atau akibat radang menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agakanya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia.

Trombositopenia Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagaian

besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapat 7 sampai 10 hari sejak permulaan penyakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapat 7 sampai 10 hari sejak permulaan penyakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop

Sistem Koagulasi dan fibrinolisis Kelainan system koagulasi juga berperan dalam pendarahan DBD. Masa pendarahan

memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parisal yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X, dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktifitas antitrombin III. Di samping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktifitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi system koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan aktifitas a-2 plasmin Inhibitor dan penurunan aktifitas plasminogen.

Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa:

1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis.

2. Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok ireversibel disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.

3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia; sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolic.

4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respons pemberian heparin akan berkurang.

Sistem komplemen Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3

proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak, dan terdapat hubungan positif antar kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak, dan terdapat hubungan positif antar kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radioisotop mendukung pendapat bahwa penurunan

C 3a dan C 5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plama, syok dan perdarahan. Di samping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF), Interferon gamma, interleukin (IL-2 dan IL-1). Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah:

1. Ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam.

2. Adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex), baik pada DBD derajat ringan maupun berat.

3. Adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit.

Respons Leukosit Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit

atopic yang berlangsung sampai hari kedelapan. Suvatte dan Longsaman menyebutnya sebagai transformed lymphocyles. Dilaporkan juga bahwa pada sediaan hapus buffy coat kasus DBD dijumapi transformed lymphocytes dalam persentase yang tinggi (20-50%). Hal ini khas untuk DBD oleh karena proporsinya sangat berbeda dengan infeksi virus lain (0-10%). Penelitian yang

lebih mendalam dilakukan oleh Sutaryo yang menyebutnya sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari demam keenam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa di antara hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Namun, antara hari kedua sampai dengan kesembilan demam, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB dan DBD syok dan tanpa syok. Berdasarkan uji diagnostik maka dipilih titik potong (cut off point) LPB 4%. Nilai titik potong itu secara praktis mampu membantu diagnosis dini infeksi dengue dan sejak hari ketiga demam dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi dengue dan non-dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan limfosit T. Definisi LPB ialah limfosit dengan sitoplasma biru tua, pada umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dengan daerah perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan kadang-kadang di dalam inti terdapat nucleoli. Pada sioplasma tidak ada granula azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru.

PATOGENESIS

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.

Hipotesis Pendekatan dari Imunologi Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat

peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enchancing antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi, yaitu:

1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus.

2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.

Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan

a. Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.

b. Non-neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.

c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi.

d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.

e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kampiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Aktivasi Limfosit T Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Oleh rangsangan

monosit yang telah terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan inferferon (IFN  dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotipe berbeda

dengan infeksi pertama, limfosit T CD 4 + berproliferasi dan menghasilkan IFN- . IFN- itu merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit untuk memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD 4 + dan CD 3 + spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan. Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen.

MANIFESTASI KLINIS

Demam Dengue Masa tunas berkisar Antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya

mendadak, disertai gejala prodromal meliputi nyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksi, menggigil, dan malaise. Dijumpai sindrom trias, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulo popular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka.

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung, otot, sendi dan disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya berntuk kurva tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap sebagai patognomonik.

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indera pengecap. Gejala klinis lain yang sering terdapat adalah fotofobik, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan dysuria. Demam menghilang secara lisis dan disertai keringat yang banyak keluar. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Beberapa sarjana menyebutnya sebagai castelani sign. Sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. Rush pada tahun 1789 melaporkan pasien demam dengue yang kemudian meninggal akibat perdarahan. Bentuk perdarahan lain yang dilaporkan adalah menoraghi dan menstruasu dini, abortus atau kelahiran BBLR, mungkin sekali karena perdarahan uterus.

Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra demam dan demam. Neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relative dan limfosit pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. Eosinophil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrophil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu. Komplikasi demam Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra demam dan demam. Neutrofilia relative dan limfopenia, disusul oleh neutropenia relative dan limfosit pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesen. Eosinophil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrophil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu. Komplikasi demam

Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegaly, dan kegagalan peredaran darah (circulatory Failure). Fenomen patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Perbedaan gejala Antara DBD dan DD tertera pada Tabel.

Tabel Perbedaan Gejala Klinis DD dan DBD

Demam Dengue

Demam Berdarah Dengue ++

Gejala Klinis

Nyeri Kepala

Nyeri Otot

Ruam Kulit

0 Kesadaran Menurun

0 Obstipasi

Uji Torniquet Positif

0 Perdarahan Saluran Cerna

Nyeri Perut

Trombositopenia

0 Syok

Keterangan:

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar dianggota gerak, muka, aksila, seringkali ditemukan pada masa dini demam. Harus diingat juga bahwa perdarahan dapat terjadi disetiap organ tubuh. Epitaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtival kadang kadang ditemukan. Pada masa konvalesen seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan/ telapak kaki.

Dengue Syok Syndrome (DSS) Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hati keadaan umum tiba-

tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari sakit 3-7. Hal ini dapat diretangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah. Anak tampak lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok. Fabie (1966) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului perarahan gastrointestinal. Nyeri di daera retosternal tanpa sebab yang jelas dapat menjadi petunjuk adanya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis yang buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai

80mmHg atau lebih rendah lagi. Syok harus segera diobati apabila terlambat pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolic, hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya, dengan pengobatan yang tepat (termasuk kasus syok berat) segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik merupakan prognosis yang baik.

Pada pemeriksaan lab ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <100.000 ul ditemukan diantara hari kebocoran sakit 3-7 hari. Peningkatan kadar hematocrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboraturium lain yang sering ditemukan adalah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transaminase serum dan urea nitrogen darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolic. Jumlah leukosit bervariasi Antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara.

Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan Gejala dan Laborat berdasarkan gejala klinis dan laboraturium. Dapat dibedakan beberapa kriteria DBD.

Gejala Klinis Demam tinggi dengan onset mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari

1. Manifestasi perdarahan, termasuk sekurangnya uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan lain seperti (petekiae, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi), hematemesis atau melena.

2. Pembesaran Hati

3. Syok yang ditandai oleh nadi yang lemah dan cepat disertai tekanan nadi yang menurun (menjadi 20mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.

Laboraturium Trombositopenia (100.000/ul atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari

peningkatan nilai hematocrit 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematocrit pada masa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukan dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87% kasus tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis, dan dapat dihindari dibuatnya diagnosis berlebihan.

Derajat penyakit DBD menurut WHO (1975)

1. Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif.

2. Derajat 1 disertai adanya perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain

3. Ditemukan adanya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (lebih kecil dari 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab, pasien menjadi gelisah.

4. Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

Demam DBD didahului oleh demam mendadak disertai gejala klinik yang tidak spesifik seperti anoreksi,

lemah, nyeri punggung, tulang, sendi, dan kepala. Demam sebagai gejala utama terdapat pada semua kasus. Lama demam sebelum dirawat berkisar Antara 2-7 hari. Alasan mengapa orang tua membawa anaknya berobat oleh karena khawatir akan keadaan anak yang demam, menjadi gelisah dan teraba dingin pada kaki dan tangan, gejala ini sebenarnya mencerminkan keadaan pre-syok, oleh karena demam dan manifestasi perdarahan dikulit menjadi nyata.

Manifestasi Perdarahan Uji tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai sebagai uji

presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Didaerah endemis DBD, uji tourniquet, merupakan pemeriksaan penunjang presumtif bagi diagnosis DBD apabila dilakukan pada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa sebab yang jelas. Uji tourniquet seyogyanya dilakukan sesuai dengan ketentuan WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan Antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur yang dipasang pada lengan diatas siku. Tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan, setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekia dibagian volar lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi (2,8 x 2,8cm) didapat lebih dari 20 petekia (WHO 1975). Pada DBD, uji torniquet pada umumnya memberikan presumtif oleh karena uji ini positif pada hari-hari pertama demam. Didaerah endemis DBD, uji tourniquet, merupakan pemeriksaan penunjang presumtif bagi diagnosis DBD apabila dilakukan pada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa sebab yang jelas. Uji tourniquet seyogyanya dilakukan sesuai dengan ketentuan WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan Antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur yang dipasang pada lengan diatas siku. Tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan, setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekia dibagian volar lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi (2,8 x 2,8cm) didapat lebih dari 20 petekia (WHO 1975). Pada DBD, uji torniquet pada umumnya memberikan

Pembersaran Hati Hati yang membesar pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan pembesaran

hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai icterus. Hati pada anak berumur 4 tahun dan atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan apabila semula hati tidak teraba kemudian selama perawatan membesar dan atau pada saat masuk rumah sakit hati sudah teraba dan selama perawatan menjadi lebi besar lagi dan kenyal. Hal ini merupakan tanda terjadinya syok.

Syok Manifestasi syok pada anak terdiri atas

1. Kulit pucat, dingin lembab, terutama pada ujung jari kaki, tangan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara reflex

2. Anak yang semula rewel cengeng dan gelisah lambat laun kesadaranya menurun dan menjadi apatis dan spoor hingga koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral.

3. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolaps sirkulasi.

4. Tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang

5. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80mmHg atau kurang

6. Oligouria sampai anuria karena menurunya perfusi darah yang meliputi arteri renalis. Pada kira kira sepertiga kasus DBD setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu diantara hari sakit ke 3-7. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum timbul syok. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis yang buruk. Tatalaksana syok harus dilakukan secara tepat oleh karena bila tidak pasien dapat masuk dalam syok berat.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan 10 :

 Hepatomegali.  Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan

rongga peritoneal.  Fase kritis hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun dan dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan dan pada DBD merupakan tanda awal syok.

 Perdarahan dapat berupa uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis dan/atau melena.

 Tanda-tanda syok: o Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis.

o Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang tidak teraba.

o Tekanan darah turun o Akral dingin, capillary refill time menurun (<3detik) o Diuresis menurun sampai anuria.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak

timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam 5 . Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1 –2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada

hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2 11 .

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini

terbaik untuk pelayanan primer 11 .

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG 5,11 .

DIAGNOSIS

Dasar diagnosis berdasarkan kriteria WHO 1997 yaitu 12 :

a. Klinis

1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji bendung positif dan bentuk lain (petekie, purpura ekimosis, perdarahan mukosa, hematemesis dan melena)

3. Pembesaran hati

4. “yok ya g dita dai oleh adi le ah, epat disertai teka a adi e uru 20 Hg , tekanan darah menurun (sistolik s a pai 80

Hg disertai kulit ya g ter a di gi da lembab terutama pada ujung hidung, jari , dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis di sekitar mulut.

b. Laboratorium

1. Trombositopenia (<100.000/uL)

2. Tanda kebocoran plasma:  Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal)  Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.  Efusi pleura, asites, hipoproteinemia Dua kriteria klinis ditambah satu kriteria laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD 12 .

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu (gambar 7) 12 :

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet. Derajat 2: Derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahann lain. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, anak tampak gelisah. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Gambar 7 Fase penyembuhan: Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh 24-48 jam setelah syok. Indikasi masuk ke dalam fase penyembuhan adalah:

 Keadaan umum membaik  Meningatnya selera makan  Tanda vital stabil  Ht stabil dan menurun sampai 35-40%  Diuresis cukup  Dapat ditemukan confluent petechial rash (30%)  Sinus bradikardi

TATALAKSANA & TERAPI

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase

penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik 7 .

Demam dengue

Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan:  Tirah baring, selama masih demam.  Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.  Untuk menurunkan suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol.

Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.

 Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.  Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen. Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Tatalaksana DD tertera pada Bagan 2 (Tatalaksana

tersangka DBD) 7 .

Tersangka DBD demam tinggi, mendadak terus-menerus

<7 hari tidak disertai infeksi saluran nafas bagian atas, badan lemah & lesu

Ada kedaruratan

Tidak ada kedaruratan

periksa uji

tanda syok

tourniquet

muntah terus-menerus kejang kesadaran menurun muntah darah

uji torniquet (+)

uji torniquet (-)

berak hitam

jumlah trombosit

jumlah trombosit

? 100.000/ μl

> 100.000/μl

Rawat jalan

parasetamol kontrol tiap hari sampai

Rawat jalan

demam hilang

Rawat inap

minum banyak 1,5-2 liter/hr parasetamol kontrol tiap hari sampai demam turun

nilai tanda klinis,

periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali

periksa trombosit & Ht bila demam menetap setelah

Perhatian untuk orang tua:

hari sakit ke-3

pesan bila timbul tanda syok, yaitu gelisah, lemah, kaki/tangan dingin, nyeri perut, berak hitam, bak kurang

Lab. Hb & Ht naik, Trombosit turun

Segera bawa ke rumah sakit

Protocol 1. Tatalaksana kasus tersangka DBD

Demam Berdarah Dengue Ketentuan Umum

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD

hari ketiga sakit 7 . Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas

B danA 7 . Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam padaDBD. Parasetamoi direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam padaDBD. Parasetamoi direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat

antikonvulsif selama demam 7 .

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb 7 .

Penggantian Volume Plasma Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan

suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan

ditambah 5-8% 7 . Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan

rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini 7 .

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur danberat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur

yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut 7 .

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65