PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN SEBAGAI PENYEBAB MATINYA PELAKU AMUK MASSA (Study Perkara Nomor 166Pid.2012PN TK) (Jurnal Ilmiah) TIRTA ARI N

  

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

ANGGOTA KEPOLISIAN SEBAGAI PENYEBAB

MATINYA PELAKU AMUK MASSA

(Study Perkara Nomor 166/Pid./2012/PN TK)

(Jurnal Ilmiah)

  

TIRTA ARI N

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013

  

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP

ANGGOTA KEPOLISIAN SEBAGAI PENYEBAB

MATINYA PELAKU AMUK MASSA

(Study Perkara Nomor 166/Pid./2012/PN TK)

Oleh

  Tirta Ari N. Maroni, Renaldy Amrullah. Emai

  Crime responsibility is matter which at the same time arise from existence of each every collision of doing an injustice done conducted by a good somebody of ordinary people, governmental functionary and also aparat enforcer punish, this of vital importance so that to be enforcer creation punish the Regulation Lead The State police of Republic Of Indonesia of Number 1 Year 2009 about Strength Use of In Police Action it is true give the special authority to police in the case of doing conducting shoot in place for suspect. Problem of this research is : ( 1) What will be crime responsibility to police member causing its deatils angry perpetrator a period to suspect amuk massa ( 2) What decision Compare in High Court the Tanjungkarang have mirrored the justice Problem approach used by is approach of empirical yuridis normatif and yuridis. Research responder is Propam of at polresta Bandar Lampung , Police of at Polresta Bandar Lampung, Attorney of at Public Attorney of Bandar Lampung, Academician Circle of at Univeritas Lampung. Data collecting is study of book and study field. Analyse the data in this research is analysis qualitative. Result of this solution and research show: ( 1) What will be crime responsibility to police member causing its death is perpetrator of doing an injustice executed in the form of crime as decanted in decision of District Court of Menggala Number 89/Pid./2012/PN MGL, that is defendant of Arie Gozhali of eyebrow AG, doing proven validly and assure. the doing an injustice of moment murder run its duty as police. Judge knock down the crime to defendant that is seven year serve a sentence, as its crime responsibility form. but suspect raise to compare to High Court of Tanjungkarang and broken but suspect raise to compare to High Court of Tanjungkarang and broken free by judge ceremony with the number of Number decision 166/Pid./2012/PT TK ( 2) What decision Compare in High Court the Tanjungkarang have mirrored the justice have been executed by judge ceremony fixed is crime of Arie Gozhali of a police Enforcer punish the although which is running duty oppositely also the doing an injustice. and also in its data collecting is writer the direct interview with all police, attorney, academician circle for the shake of assistant and all perpetrator of doing an injustice which have been determined by writer. Suggestion in this research is : ( 1) Suggested by a police member Ought to be the can be wiser in conducting action shoot in place, more professional, more paying attention to of situation and condition in field, also pay attention to the human side, nor act without considering although he is given by the special authority. ( 2) Suggested by a judge ceremony Better wiser Tanjungkarang in determining its decision, is more considering of evidence from Attorney, more sensitive to sense of justice for family of victim Anton Keyword : Crime Responsibility, Shoot In Place

  ABSTRAK

  Pertanggungjawaban pidana adalah suatu hal yang bersamaan timbul dari adanya setiap pelanggaran tindak pidana yang dilakukan seseorang baik rakyat biasa, pejabat pemerintah maupun aparat penegak hukum, ini sangat penting agar terciptanya penegakkan hukum Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian memang memberi kewenangan khusus kepada kepolisian dalam hal melakukan tembak ditempat bagi tersangka.

  Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang menyebabkan matinya pelaku amuk masa (2) Apakah putusan Banding di Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tersebut telah mencerminkan keadilan.

  Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Responden penelitian adalah Propam pada polresta Bandar Lampung, Polisi pada Polresta Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kalangan akademisi pada Univeritas Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik study pustaka dan study lapangan. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang dilakukan secara induktif, yaitu cara berfikir yang didasarkan pada berbagai yang bersifat khusus dan kemudian ditarik suatu kesimpulan umum. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan: (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota kepolisian yang menyebabkan matinya pelaku tindak pidana dilaksanakan dalam bentuk pemidanaan sebagaimana yang tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor 89/Pid./2012/PN

  MGL, yaitu terdakwa Arie Gozhali alis AG, melakukan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan saat menjalankan tugasnya sebagai aparat kepolisian. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu tujuh tahun penjara, sebagai bentuk pertanggungjawaban pidananya. namun tersangka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TanjungKarang dan diputus bebas oleh majelis hakim dengan nomor putusan Nomor 166/Pid./2012/PT TK. (2) Apakah putusan Banding di Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tersebut telah mencerminkan keadilan telah dilaksanakan oleh majelis hakim dengan tetap mempidanakan Arie Gozhali seorang aparat Penegak hukum walau yang sedang menjalankan tugas malah melakukan tindak pidana. serta dalam pengumpulan datanya penulis melakukan wawancara langsung dengan para polisi, jaksa, kalangan akademisi demi pembantu dan para tersangka pelaku tindak pidana yang telah ditentukan oleh penulis.

  Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Disarankan seharusnya anggota Kepolisian tersebut bisa lebih bijaksana dalam melakukan tindakan tembak ditempat, lebih profesional, lebih memperhatikan situasi dan kondisi di lapangan, juga memperhatikan sisi kemanusiaan, juga tidak bertindak semena-mena walau ia diberi kewenangan khusus. (2) Disarankan sebaiknya majelis Hakim Pengadilan TanjungKarang lebih bijaksana dalam menentukan putusannya, lebih mempertimbangkan bukti-bukti dari Jaksa, lebih peka terhadap rasa keadilan bagi keluarga korban Anton

  Kata Kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Tembak Ditempat.

I. PENDAHULUAN

  c. tahap 3 : kendali tangan kosong lunak Kepolisian dalam mengemban tugasnya

  d. tahap 4 : kendali tangan kosong keras sebagai aparat penegak hukum e. tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata mempunyai berbagai cara dan daya upaya kimia antara lain gas air mata untuk menjaga ketertiban dan keamanan semprotan cabe atau alat lain dimasyarakat demi terciptanya suatu sesuai standar Polri tujuan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan kepolisian dalam menegakkan

  f. tahap 6 : kendali dengan menggunakan hukum ialah melakukan tindakan senjata api atau alat lain yang penangkapan terhadap tersangka, namun menghentikan tindakan atau harus ikut aturan main yang berlaku perilaku pelaku kejahatan seperti yang tercantum dalam Peraturan atau tersangka yang dapat

  Kepala Kepolisian Negara Republik menyebabkan luka parah atau Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang kematian anggota Polri atau Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan anggota masyarakat. Kepolisian.

  (2) Anggota Polri harus memilih tahapan Peraturan Kepala Kepolisian Negara penggunaan kekuatan sebagaimana Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 dimaksud pada ayat (1) sesuai tingkatan tentang Penggunaan Kekuatan Dalam bahaya ancaman dari pelaku kejahatan Tindakan Kepolisian terkadang dalam atau tersangka dengan memperhatikan pelaksanaannya ada kemungkinan terjadi prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud kesalahan, kelalaian dan hal tidak terduga dalam Pasal 3. Bagian Kedua Pelaksanaan. sehingga menyebabkan pengunaan tindakan tembak di tempat bagi tersangka

  1. Pendekatan Masalah ini diluar aturan atau prosedur-prosedur Adapun yang dimaksud dengan yang sudah ditentukan. pendekatan masalah yaitu langkah- langkah untuk meneliti, menyatakan

  Pada dasarnya Peraturan Kepala dan melakukan kajian pada proyek Kepolisian Negara Republik Indonesia penelitian, untuk itu penulis Nomor

  1 Tahun 2009 Tentang menggunakan 2 (dua) cara, yakni : Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan

  a) Pendekatan Yuridis Normatif; Kepolisian memang memperbolehkan b) Pendekatan Yuridis Empiris. adanya tembak di tempat bagi tersangka namun adanya syarat-syarat dan kondisi

  2. Jenis data dan sumber data. Data yang tertentu sehingga tindakan itu baru bisa digunakan adalah data primer dan dilakukan. Substansi Pasal Peraturan sekunder. Data primer yaitu data yang

  Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang diperoleh langsung dari objek Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan penelitian, dalam hal ini objek Kepolisian mengatur bahwa penelitian adalah Undang-undang dan Pasal 5 wawancara narasumber, sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh

  (1) Tahapan penggunaan kekuatan dalam dari bahan literatur kepustakaan tindakan kepolisian terdiri dari: dengan melakukan studi dokumen, arsip, yang bersifat teoritis, konsep-

  a. tahap 1 : kekuatan yang memiliki konsep, doktrin dan asas-asas hukum dampak pencegahan yang berkaitan dengan permasalahan b. tahap 2 : perintah lisan yang sedang dibahas, yang terdiri antara lain:

  Tempat Bagi Tersangka Ada beberapa

  a. Bahan Hukum Primer; tanda yang dilakukan Standar minimal

  b. Bahan Hukum Skunder;dan Yang Dilakukan Kepolisian Dalam

  c. Bahan Hukum Tersier. Melakukan Tembak Di Tempat Bagi Tersangka

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

  a) Seragam polisi

  b) Kendaraan yang bertanda POLRI

  A. Prosedur Standar minimal Yang Len c) Lencana kewenangan Polri; atau

  Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan

  d) Identifikasi lisan dengan meneriakkan Tembak Di Tempat Bagi Tersangka kata

  “POLISI”. Prosedur Standar minimal Yang Dilakukan

  a) Lencana kewenangan Polri Kepolisian Dalam Melakukan Tembak Di Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 dengan masyarakat. Jika masyarakat tentang Penggunaan Kekuatan dalam melihat anggota Polri sebagai pelindung Tindakan Kepolisian Tahap itu ialah masyarakat yang profesional dan adil, sebagai berikut: kehadiran polisi berseragam saja biasanya

  1. 1. Tahap 1 : Kekuatan yang sudah dapat menciptakan suasana yang memiliki dampak pencegahan tenang dan patuh hukum. 2. 2. Tahap 2 : Perintah lisan. 3. 3. Tahap 3 : Kendali tangan

  B. Tingkat Dua lunak Adalah perintah lisan (Tidak ada

  4. 4. Tahap 4 : Kendali tangan potensi luka atau cidera fisik) kosong kebanyakan situasi dapat diselesaikan

  5. 5.Tahap 5 : Kendali senjata melalui keterampilan-keterampilan tumpul, senjata kimia antara lain komunikasi atau arahan lisan yang gas air mata semprotan cabe atau efektif. Dalam konfrontasi lisan, rasa alat lain sesuai standar Polri. takut dan amarah harus diredam terlebih

  6. 6. Tahap 6 : Kendali dengan dahulu sebelum orang tersebut dapat menggunakan senjata api atau alat memahami perintah anggota Polri. Ini lain yang menghentikan tindakan menuntut adanya keterampilan atau perilaku pelaku kejahatan atau komunikasi efektif dan kesabaran. tersangka yang dapat menyebabkan

  Sikap yang profesional dan percaya diri luka parah atau kematian anggota dalam menggunakan perintah lisan Polri atau anggota masyarakat.

  Tahapan penggunaan kekuatan yang dilakukan dapat diikuti dengan komunikasi A. Tingkat Satu lisan atau ucapan dengan cara membujuk, memperingatkan dan memerintahkan

  Adalah kekuatan yang memiliki dampak untuk menghentikan tindakan pelaku pencegahan (tidak ada potensi cidera kejahatan atau tersangka, keuntungan atau luka fisik). Tingkat kekuatan ini memberi perintah lisan. diterapkan dengan bentuk kehadiran a) Pemahaman publik, profesionalisme. anggota Polri, yang dapat diketahui

  b) Tersangka mengerti apa yang kita Kehadiran polisi dapat berupa patroli rutin, inginkan darinya. operasi khusus, atau dengan menunjukkan

  Anggota Polri menentukan bahwa dia harus peralatan kepolisian. Dalam banyak menggunakan kekuatan fisik, tingkat situasi, kehadiran polisi saja telah kekuatan yang digunakan tergantung pada membuat calon pelaku kejahatan persepsi anggota Polri bersangkutan atas mengurungkan niatnya. Supaya kehadiran perlawanan dan bahaya yang dapat anggota Polri memiliki efek semacam itu, ditimbulkan oleh perlawanan tersebut. Begitu juga, dia harus menentukan apakah bawah, tungkai kaki atau kaki. perlawanan tersebut membuat dirinya atau orang lain mengalami luka fisik atau

  E. Tingkat Lima kematian. Persepsi masing-masing anggota Polri atas bahaya yang dapat ditimbulkan Adalah kendali menggunakan senjata oleh suatu tingkat perlawanan didasarkan tumpul, senjata kimia antara lain gas pada pelatihan yang telah diterimanya air mata, semprotan cabe dan alat lain pengalaman, dan pengetahuan teknik- sesuai standar Polri kadang-kadang teknik kendali fisik yang dikuasainya. disebut sebagai senjata tingkat menengah Tinggi kemungkinannya

  C. Tingkat Tiga menyebabkan luka atau cidera fisik Adalah kendali tangan kosong lunak ringan. Tingkat kekuatan ini dapat

  (sangat kecil kemungkinannya mencakup alat kendali apa saja yang menimbulkan luka atau cidera fisik) telah diijinkan oleh Polri atau alat Banyak teknik kendali yang dapat untuk menahan yang diharapkan. digolongkan sebagai kendali tangan

  Penggunaan kekuatan tingkat ini dapat kosong lunak. Sebagian teknik ini bisa dibenarkan ketika anggota Polri berupa sesuatu yang ringan seperti bersangkutan meyakini bahwa dia gerakan-gerakan untuk membimbing tidak akan dapat mengendalikan orang dengan baik hingga teknik-teknik situasi atau mengatasi perlawanan yang lebih dinamis, seperti teknik tanpa menggunakan senjata tingkat kuncian teknik kendali tangan kosong menengah tersebut. Peraturan lunak dapat dimanfaatkan tingkat ini memberi kewenangan Anggota Polri bahaya terjadinya cidera atau luka fisik membawa dan menggunakan tongkat

  Teknik-teknik tangan kosong lunak T dan tongkat lain sebagai senjata terdiri dari: untuk memukul: Anggota Polri

  1. Kendali-kendali persendian tersebut harus telah mendapatkan

  2. Teknik-teknik pengawalan pelatihan dan sertifikasi penggunaan tongkat kepolisian. Senjata menengah

  D. Tingkat Empat ini dapat digunakan dalam konfrontasi yang melibatkan kekerasan fisik

  Adalah kendali tangan kosong keras dimana tingkat kekuatan yang lebih Sedang kemungkinannya tinggi tidak diperlukan atau tidak menimbulkan luka atau cidera fisik. sesuai dan tingkat kekuatan yang lebih

  Tingkat ini digunakan untuk tingkat rendah tidak sesuai dan tidak efektif. perlawanan yang lebih tinggi, seperti

  Tongkat polisi tidak boleh digunakan perlawanan aktif atau agresif. untuk memukul seseorang yang telah digunakan ketika bentuk-bentuk dapat dikendalikan. kendali yang lebih rendah telah gagal atau tidak dapat diterapkan karena

  F. Tingkat Enam tingkat perlawanan pelaku dianggap berada pada tingkat yang berbahaya.

  Adalah kendali menggunakan senjata teknik-teknik ini mungkin menyebabkan api atau alat lain yang menghentikan luka minimal tetapi luka ringan ini jauh tindakan atau perilaku pelaku lebih baik daripada luka yang mungkin kejahatan atau tersangka yang dapat dapat ditimbulkan jika kekuatan yang menyebabkan luka parah atau lebih tinggi digunakan. Kekuatan tangan kematian anggota Polri atau anggota kosong keras terdiri dari teknik-teknik masyarakat (Besar kemungkinannya pukulan yang dapat dilakukan dengan menimbulkan luka atau cidera fisik menggunakan kepalan tangan, lengan parah, atau bahkan kematian). Tingkat kekuatan ini digunakan ketika Tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat.

  Anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan atau perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan Anggota Polri atau masyarakat. Penggunaan kekuatan tingkat ini hanya dibenarkan ketika kekuatan tersebut merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia bagi anggota Polri dan kekuatan tersebut secara beralasan dan masuk akal memiliki Kemungkinan untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan yang menunjukkan ancaman segera luka parah atau kematian. Tindakan tersangka yang dapat dimasukkan sebagai contoh tindakan yang dapat secara segera menyebabkan luka parah atau kematian antara lain: melepaskan tembakan kepada seseorang atau di tempat yang padat secara sengaja menabrakkan mobil ke seseorang, menusuk seseorang dengan pisau, melakukan tindakan yang membahayakan kehormatan atau bahkan secara sengaja mendorong seseorang ke jalur bus yang tengah lewat. Beberapa contoh lain adalah tindakan membakar stasiun pompa bensin atau meledakkan gudang senjata. Maksud penggunaan kekuatan tingkat enam oleh anggota polri ini tidaklah untuk membunuh, tetapi digunakan sebagai satu- satunya cara yang masuk akal untuk

  menghentikanancaman yang dapat

  menimbulkan luka parah atau kematian yang ditunjukkan oleh pelaku kejahatan. pada dasarnya Tahap terakhir merupakan tahapan yang diperbolehkan namun seorang anggota polisi harus memperhatikan adanya ancaman yang dilakukan pelaku tindak pidananya, situasi dan kondisi di lapangan saat ia bertugas.

  B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Kemampuan Bertanggung Jawab Moeljatno menyimpulkan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada kemampuan untuk membeda- bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum, faktor akal Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. Faktor perasaan atau kehendak. faktor perasaan atau kehendak muncul dari dalam diri seseorang maka untuk melakukan tindaka pidana sudah terlihat adanya niat dari dalam dirinya

  1 .

  2. Kesengajaan & Kealpaan

  a. Kesengajaan Ada dua teori yang berkaitan dengan pen gertian “sengaja”, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan atau membayangkan. Dalam teori kehendak sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sebagai contoh, A mengarahkan pistol kepada B dan A menembak mati

  B, A adalah “sengaja” apabila A benar-benar menghendaki kematian. Dalam ilmu hukum pidana dibedakan tiga macam sengaja yaitu:

  1. Sengaja sebagai maksud adalah adalah apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Dengan kata lain, jika pembuat sebelumnya sudah mengetahui

  Dalam teori kehendak maka sengaja dengan maksud dapat didefinisikan sebagai berikut: sengaja dengan maksud adalah jika apa yang dimaksud telah dikehendaki. Teori membayangkan, sengaja dengan maksud adalah jika yang dimaksudkan telah mendorong pembuat melakukan perbuatannya yang bersangkutan. 1 Van Hammel Moeljatno, Kemampuan

  BertanggungJawab , PT Grafindo Jaya, Jakarta,

  2. Sengaja dilakukan dengan Teori Pengetahuan Sengaja berarti keinsyafan bahwa agar tujuan dapat membahayakan akan akibat timbulnya tercapai sebelumnya harus dilakukan akibat perbuatannya orang tak bisa suatu perbuatan lain yang berupa menghendaki akibat, melainkan hanya pelanggaran membayangkan, Teori ini

  b. Kealpaan menitikberatkan pada apa yang Kealpaan adalah terdakwa tidak diketahui atau yang dibayangkan oleh bermaksud melanggar larangan Undang- sipelaku ialah akan terjadi pada waktu undang tetapi ia tidak mengindahkan ia akan berbuat, lalu berdasarkan syarat larangan itu. Ia alpa, lalai, teledor dalam pertanggungjawaban pidana melakukan perbuatan tersebut. jadi, dalam

  a. kemampuan bertanggungjawab atau kealpaan terdakwa kurang mengindahkan dapat dipertanggungjawabkan dari larangan sehingga tidak berhati-hati dalam sipembuat melakukan sesuatu perbuatan yang objektif b. adanya perbuatan melawan hukum kausal menimbulkan keadaan yang yaitu suatu sikap psikis pelaku yang dilarang. Dalam pendapat Van hamel berhubungan dengan kelakuannya yaitu

  Moeljatno mengatakan bahwa keapaan itu disengaja dan kurang hati-hati atau mengandung dua syarat yaitu tidak lalai mengadakan penduga-penduga

  c. tidak ada alasan pembenar atau sebagaimana diharuskan oleh hukum dan alasan yang menghapuskan tidak mengadakan penghati-hati pertanggungjawaban pidana bagi si sebagaimana diharuskan oleh hukum. pembuat

  Kealpaan ditinjau dari sudut kesadaran si pembuat maka kealpaan tersebut dapat berdasarkan syarat dibedakan atas dua yaitu: pertanggungjawaban pidana diatas

  1. Kealpaan yang disadari Kealpaan yang penulis menyimpulkan bahwa disadari terjadi apabila si pembuat dapat tersangka Arie Gozhali telah membayangkan atau memperkirakan memenuhi syarat pertanggungjawaban kemungkinan timbulnya suatu akibat pidana seperti yang diuraikan diatas yang menyertai perbuatannya. seperti pada point-point berikut ini Meskipun ia telah berusaha untuk

  a. Kemampuan bertanggungjawab telah mengadakan pencegahan supaya tidak dipenuhinya dengan yang sudah cukup timbul akibat itu. umur yang ditandai dengan berumur

  2. Kealpaan yang tidak disadari terjadi sudah 25 Tahun dan tidak gila dalam apabila si pembuat tidak arti bahwa ia dapat membayangkan atau memperkirakan mempertimbangkan, memikirkan setiap kemungkinan timbulnya suatu akibat tindakannya, resiko yang ia ambil, juga yang menyertai perbuatannya. tidak secara sembarangan, brutal dalam melakukan tindakan tembak di tempat

  III. SIMPULAN pada korban Anton Saputra sesuai dengan

  Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : b. Adanya perbuatan melawan hukum telah dipenuhi dengan melakukan

  1. Penulis mengambil kesimpulan tembak di tempat tidak dalam konsep berdasarkan teori pertanggungjawaban membela diri, yang diatur dalam yaitu (1) Teori Kehendak Inti

  Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun kesengajaan adalah kehendak untuk 2009 tentang Penggunaan Kekuatan mewujudkan unsur unsur delik dalam Dalam Tindakan Kepolisian, Standar rumusan undang-undang, juga pada (2) Universal Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Penegak Hukum, sehingga telah

  melanggar batas-batas yang sudah diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku

  maka sudah terlihat adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari tersangka Arie Gozhali

  c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat telah dipenuhinya dengan telah melakukan tindakan tembak di tempat yang tidak didasarkan pada surat perintah atasan atau perintah atasannya yang didasarkan pada Pasal

  51 KUHP, sehingga tindakannya murni didasarkan atas kehendaknya pribadi tanpa adanya dasar, ia tidak terlindungi dari Pasal 51 KUHP. Sehingga berdasarkan syarat pertanggungjawaban pidana diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa ia dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor 89/pid.b/2012/PN. MGL, dilanjutkan dengan Pengadilan Tinggi TanjungKarang Nomor 166/Pid./2012/PN TK yaitu terdakwa Arie Gozhali Alias AG Bin Agus Salim melakukan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan saat menjalankan tugasnya sebagai anggota Kepolisian Polres Tulang Bawang kepadanya dijatuhi pidana penjara tujuh tahun penjara sebagai bentuk pertanggungjawaban pidanya pada Pengadilan Menggala, walau pada Pengadilan Tinggi TanjungKarang ia divonis bebas.

  2. Putusan Pengadilan Tinggi telah mencerminkan keadilan karena mampu menerapkan hukum kepada seluruh subjek hukum tanpa pengecualian ini terlihat

  dimana AG seorang aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya tetapi terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan asas kedudukan sama didepan hukum. Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Disarankan seharusnya anggota Kepolisian tersebut bisa lebih bijaksana dalam melakukan tindakan tembak di tempat, lebih profesional, lebih memperhatikan situasi dan kondisi dilapangan, juga memperhatikan sisi kemanusiaan, tidak bertindak semena- mena walau ia diberi kewenangan khusus, disarankan juga kepada anggota Kepolisian seharusnya berpikir dan mempertimbangkan tindakannya.

  Disarankan juga lebih mempertimbangkan setiap akan menerapkan tindakan tembak di tempatnya karena bisa saja salah tembak atau bahkan menyebabkan meninggalnya seseorang yang berada disekitar tempat kejadian perkara baik dari rakyat sipil atau bahkan rekan kerja sesama anggota kepolisian.

  2. Disarankan seharusnya majelis hakim lebih bijak dalam mempertimbangkan putusannya lebih mengutamakan pihak korban, lebih mempertimbangkan bukti-bukti dan dakwaan dari Jaksa, seharusnya juga lebih peka terhadap rasa keadilan agar terciptanya cita-cita hukum yang hakiki yaitu tegaknya hukum, efek jera bagi pelaku tindak pidana terpenuhinya rasa keadilan bagi semua pihak. Pada dasarnya untuk kasus seperti ini majelis Hakim Pengadilan Tinggi TanjungKarang telah menerapkan putusan Pengadilan dengan benar, tetapi alasan pertimbangannya kurang tepat sehingga mengurangi rasa keadilan terutama dari pihak korban.

IV. DAFTAR PUSTAKA

  Marwan, 2009, Syarat-Syarat Pemberian Kewenangan Pada Kepolisian , Bandung Press, Bandung.

  Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Van Hammel Moeljatno, 2008,

  Kemampuan BertanggungJawab , PT Grafindo Jaya, Jakarta. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Standar Universal Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Penegak Hukum .

Dokumen yang terkait

PENGARUH FILLER CAMPURAN SILIKA DAN KULIT KERANG DARAH TERHADAP SIFAT MEKANIS KOMPON SOL SEPATU DARI KARET ALAM

0 0 11

PENGARUH KONSENTRASI ASAM SULFAT DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP KADAR BIOETANOL YANG DIHASILKAN DARI BIJI ALPUKAT

0 0 7

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI CANGKANG BUAH KARET SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

0 1 8

EFEKTIVITAS ALUM DARI KALENG MINUMAN BEKAS SEBAGAI KOAGULAN UNTUK PENJERNIHAN AIR

0 0 7

PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP THE REGULATION OF CORPORATE LIABILITY IN ENVIRONMENTAL CRIMINAL ACT

0 0 20

URGENSI PEMBANGUNAN YURISPRUDENSI PEMIDANAAN KORPORASI PELAKU KORUPSI UNTUK EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA URGENCY OF JURISPRUDENCY DEVELOPMENT OF CORPORATION PUNISHMENT OF CORRUPTION ACTORS FOR EFFECTIVENESS OF LAW IN INDONESIA

0 0 24

PEMBATALAN HUKUMAN CAMBUK BAGI PELAKU JARIMAH PENCABULAN ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 07JN2016MS.Aceh CANING SENTENCE REVERSAL FOR JARIMAH CRIMINAL IN DECISION NUMBER 07JN 2016MS.Aceh

0 0 16

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA (Studi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang) Oleh Agung Senna Ferrari, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

0 0 10

ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU RESIDIVIS TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI (Studi Putusan Nomor: 604/Pid.B/2014/PN.TJK)

0 0 11

ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENSUS 88 ANTI TEROR MABES POLRI TERKAIT DENGAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA TERORIS

0 0 11