Community Building di ASEAN Langkah untu

M Farhan Faruq
170210130063
Regionalisme
Community Building di ASEAN: Langkah untuk mencapai Visi ASEAN
2025
Seminar berjudul “Dialog Mahasiswa Tentang Visi ASEAN 2025” yang
diselenggarakan pada Sabtu, 31 Oktober kemarin di Bandung mengingatkan
saya kembali bahwa saya hidup di sebuah kawasan yang sedang bergerak untuk
menumbuhkan

integrasinya.

Perjalanan

ASEAN

menjadi

kawasan

yang


terintegrasi sepenuhnya bukanlah perkara mudah dan dapat dilakukan dalam
jangka waktu yang singkat. Masih banyak hal yang perlu dilakukan, banyak
permasalahan yang perlu dituntaskan.
Dalam visi ASEAN 2025 yang di telah disusun oleh High Level Task Force
(HLTF) on ASEAN Coommunity’s Post-2015, disusun cetak biru ASEAN 2025
berdasarkan tiga pilar ASEAN, yaitu Politik dan Keamanan, Ekonomi, serta Sosial
dan Budaya. Namun, seperti yang dipaparkan oleh Bapak I Gusti Agung Wesaka
Puja, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh kita, ASEAN, seperti isu
sengketa, kejahatan transnasional, traktat ekstradisi, serta keanggotaan Timor
Leste di ASEAN. Tantangan tersebut harus dapat kita selesaikan agar mencapai
ASEAN 2025 yang tergambar dalam Cetak Biru ASEAN 2025 tersebut. Selain
urusan high politics seperti yang telah disebutkan, ASEAN juga harus berupaya
untuk menjadi semakin terintegrasi kepada masyarakat, agar kehadiran ASEAN
dapat berarti bagi masyarakat negara-negara ASEAN itu sendiri, dan agar isu-isu
kemasyarakatan

seperti

kerja


sama

sosial

budaya

dan

kerja

sama

penanggulangan bencana dapat terlaksana dengan baik.
ASEAN sudah didirikan sejak 1967. Sejak saat itu, kerjasama dan integrasi
mulai dibina oleh negara-negara anggotanya, dari mulai hanya beranggotakan
lima negara hingga saat ini dengan sepuluh negara. Hingga pada 2008 dibuatlah
Piagam ASEAN yang membuat ASEAN menjadi organisasi yang terikat secara
hukum dari hanya sebuah asosiasi yang longgar. Tahun ini ASEAN memasuki
tahapan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang memungkinkan integrasi ekonomi dan

perdagangan di antara negara-negara anggotanya. Menurut Profesor Yanyan
Mochamad Yani, dari berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN nanti hingga tahun
2025 mendatang ASEAN akan mengalami sebuah proses yang dinamakan

community building, yaitu menjadikan ASEAN lebih konkret secara politik, lebih
terintegrasi secara ekonomi, dan lebih bertanggung jawab secara sosial. Dala m
sepuluh tahun mendatang, ASEAN diharapkan menjadi organisasi yang semakin
kokoh dan berorientasi kepada masyarakat.
Di dalam mewujudkan visi ASEAN 2025 ini, kita jangan melupakan bahwa
kita juga sebagai bangsa Indonesia harus dapat mengikuti perkembangan yang
terjadi di ASEAN. Kita harus menyelaraskan program dalam negeri dengan visi
ASEAN agar dapat mendukung integrasi ini. Kita juga harus melakukan
penguatan di daerah-daerah dalam komunitas ASEAN ini. Community building
memang jika dilihat sekilas akan terlihat “menyenangkan” dan menguntungkan
bagi negara-negara anggota ASEAN. Namun tentunya setiap negara memiliki
kelemahan

masing-masing,

dan


harus

berupaya

sedemikian

rupa

untuk

menutupinya dan mengoptimalkan kinerja mereka.
Indonesia memang negara yang besar dan memiliki sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang juga banyak jumlahnya. Indonesia juga
merupakan negara yang memiliki wilayah paling luas se-Asia Tenggara. Namun
masyarakat Indonesia tidak boleh memiliki kebanggaan semu akan hal itu, kita
harus mulai berperan aktif dan meingkatkan daya saing dalam menghadapi dan
melakukan community building agar tidak kalah kualitas dari masyarakat
negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana caranya?
Menurut Pak Teuku Rezasyah, kita harus dapat melakukan apa yang telah

Singapura terapkan di negara mereka. Singapura menerapkan 7 pilar bagi
kemakmuran negaranya. 7 pilar tersebut yaitu:
a) Kesiapan menjalankan Ekonomi Pasar,
b) Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
c) Peningkatan kualitas pendidikan,
d) Penegakan Hukum,
e) Meritokrasi,
f) Pragmatisme, dan
g) Pemberlakuan Budaya Damai.
Ketujuh pilar ini harus dapat diterapkan secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
Singapura menerapkannya dengan mudah karena ia merupakan negara yang

kecil dan memiliki warga negara yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
Indonesia.

Untuk

menerapkan

ketujuh


pilar

tersebut,

Indonesia

memiliki

tantangan yang lebih besar dari Singapura karena luas wilayah dan jumlah
penduduk yang jauh lebih besar.

Jika dikaitkan dengan salah satu teori dalam studi Hubungan Internasional
tentang regionalisme, maka saya berpendapat bahwa teori konstruktivisme akan
dapat membantu kita untuk menganalisis dinamika community building yang
akan ASEAN lakukan pada 2016-2025 mendatang, karena konstruktivisme secara
teoretis

merupakan


jembatan

penghubung

antara

neorealisme

dan

neoliberalisme. Dalam Prosiding Workshop 2012, Ibu Nuraeni berpendapat
bahwa “Identitas ASEAN yang dibentuk dari kekuatan jargon ‘stabilitas politik’,
‘stabilitas ekonomi’ dan ‘stabilitas keamanan’ di Asia Tenggara sesungguhnya
dibangun di atas kerapuhan perlindungan terhadap inti dari mengapa negara
diperlukan yaitu warga negara”[ CITATION Nur12 \l 1057 ]. Untuk melakukan
community building, kita harus memfokuskan pembangunan komunitas tersebut
kepada masyarakat ASEAN agar komunitas ini terintegrasi secara utuh. ASEAN
harus menyadari bahwa masyarakat adalah elemen penting bagi identitasnya,
dan masyarakat ASEAN harus memahami identitas mereka sebagai bagian dari
ASEAN.

Secara garis besar, teori konstruktivisme berargumen bahwa integrasi
akan dicapai karena adanya rasa kepemilikan bersama, saling menghormati, dan
loyalitas terhadap suatu identitas regional dari seluruh anggota kawasan
[ CITATION And05 \l 1057 ]. Identitas tersebut inilah yang sedang coba dibangun
oleh ASEAN dalam community building menuju visi ASEAN 2025. ASEAN yang
terdiri dari sepuluh negara yang memiliki beragam budaya yang berbeda, harus
dapat menyatukan masyarakatnya dalam suatu identitas bersama.
Teori konstruktivisme juga menekankan pentingnya penyebaran ide dan
pengetahuan, struktur normatif, dan institusional. Dalam konstruktivisme,
penting bagi masyarakat ASEAN untuk memahami awal mula dan pembentukan
komunitas mereka.[ CITATION And05 \l 1057 ]. Hal inilah yang merupakan
cerminan dari tiga buah pilar ASEAN yang telah dibahas sebelumnya di atas.

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Visi ASEAN 2025 yang
merupakan tindak lanjut dari Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 memfokuskan
kepada integrasi kawasan.
keselarasan

program


Integrasi tersebut tidak akan berhasil tanpa

ASEAN

dan

program

dalam

negeri

masing-masing

anggotanya. Integrasi tersebut harus dibangun dan dipersiapkan dengan
matang, dan tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Integrasi tersebut
harus melalui tahap community building yang dilakukan dengan membentuk
identitas dan rasa kepemilikan bersama negara-negara ASEAN. Identitas
tersebut dibentuk dengan konstruksi-konstruksi sosial dan juga dari interaksi
antar negara di dalam ASEAN.


Referensi
Seminar “Dialog Mahasiswa tentang Visi ASEAN 2025. Bandung, 31 Oktober
2015.

Hurrell, A., 2005. The Regional Dimension in International Relations Theory.
Global Politics of Regionalism, pp. 38-53.

Nuraeni, 2012. Pergulatan Identitas dan Regionalisme Asia Tenggara. Prosiding
Workshop 2012, Volume i, pp. 245-265.